• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ALOR

B. Intensitas Interaksi (Fij) Penerimaan Berita (Berita Masuk).

V. SIMPULAN DAN SARAN A Simpulan.

Berpijak pada permasalahan, tujuan dan hipotesa serta uraian hasil dan pembahasan diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pembangunan wilayah yang sudah dilaksanakan di Kabupaten Alor berdasarkan acuan Rencana Umum Tataruang Wilayah (RUTRW) Kabupaten, menunjukkan adanya kesenjangan antar Satuan Wilayah Pengembangan (SWP). Hal ini mengacu pada hasil analisis beberapa indikator pembangunan wilayah menunjukkan bahwa SWP- B berkembang lebih baik dibanding SWP A dan SWP - C. Sedangkan antara SWP- A dan SWP- C menunjukkan bahwa SWP- A lebih berkembang dibanding SWP- C. 2. Hakekat pembangunan wilayah antara lain menciptakan keberimbangan

pembangunan wilayah secara dinamis. Namun hasil analisis beberapa indikator pembangunan wilayah, menunjukkan adanya kesenjangan pembangunan antar SWP dan atau antar hirarki wilayah, sebagai berikut :

™ Kesenjangan pembangunan wilayah yang terkait dengan kesenjangan pendapatan menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan Tingkat Kabupaten nampak lebih tinggi dibanding kesenjangan pendapatan pada ketiga SWP. Sedangkan kesenjangan pendapatan antar SWP menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan pada SWP- B jauh lebih rendah atau lebih baik dibanding SWP-A dan SWP-C. Namun demikian rata-rata kesenjangan pendapatan antara Tahun 1999-2004 mulai berangsur membaik.

™ Kesenjangan perkembangan wilayah yang terkait dengan kesenjangan pembangunan infrastruktur (sarana dan prasarana) wilayah, menunjukkan bahwa kota-kota hirarki yang berada pada sub wilayah utama pada SWP- B menunjukkan perkembangan yang lebih baik dibanding kota-kota hirarki pada SWP- A dan SWP- C serta sebagian kota hiraki dari Sub wilayah hinterland pada SWP- B, yakni sub wilayah Bagian Selatan Alor Barat Daya dan Alor Tengah Utara.

™ Kesenjangan pembangunan wilayah yang terkait dengan kesenjangan alokasi APBD Pembangunan menunjukkan bahwa SWP- B memperlihatkan proporsi aloakasi APBD Pembangunan yang lebih merata dan berkembang cenderung dinamis bila dibanding SWP- A dan

SWP- C yang cenderung fluktuatif dan statis. Namun demikian SWP A lebih senjang (tidak merata) dibanding SWP C.

3. Salah satu ciri perkembangan atau pertumbuhan suatu wilayah ditunjukkan oleh kuat atau lemahnya intensitas interaksi spasial antar wilayah melalui saluran informsi yang tersedia pada suatu wilayah. Salah satu media informasi untuk melakukan aktivitas interaksi spasial antar kota-kota hirarki di Kabupaten Alor adalah interaksi spasial melalui saluran SSB (channel

Single Band ) Pemerintah Kabupaten Alor, yang menunjukkan bahwa :

™ Intensitas interaksi spasial antar kota – kota hirarki dalam satu kesatuan Wilayah pengembangan relatif terlihat lebih kuat bila dibanding dengan intensitas interaksi spasial antar kota-kota hirarki pada satuan wilayah pengembangan lainnya.

™ Intensitas interaksi spasial antar Kota hirarki utama dengan kota –kota hirarki bawahnya (hinterland) yang mencerminkan intensitas pelayanan pemerintah, nampak tidak simetrik antar wilayah. Dalam hal ini kota – kota hirarki pada SWP- B lebih kuat dibanding SWP- A dan SWP- C. Namun interaksi yang paling lemah terdapat pada kota-kota hirarki pada SWP-C. Hal ini memperlihatkan signifikansi kesenjangan pertumbuhan antar wilayah.

4. Kesenjangan Pembangunan wilayah, yang diperlihatkan oleh masing- masing indikator kesenjangan pembangunan wilayah seperti pergeseran pertumbuhan sektor/komoditi wilayah yang tidak berimbang, Penerimaan pendapatan yang tidak berimbang, penyediaan sarana dan prasarana wilayah yang tidak berimbang, penyebaran proporsi APBD Pembangunan yang tidak berimbang dan intensitas interaksi spasial yang lemah antar hirarki wilayah pengembangan, menunjukkan signifikansi terhadap kesenjangan dalam tingkat kesejahteraan masyarakat, yang ditunjukkan dengan tingkat kesenjangan kemiskinan penduduk yang cendrung meningkat/melebar antar satuan wilayah pengembangan. Dimana kesenjangan yang lebih signifikan ditemukan pada SWP C.

5. Spesifikasi sektor basis/komoditi unggulan antar SWP merupakan salah satu wujud pembangunan wilayah untuk memperkuat struktur ekonomi wilayah dan pendapatan masyarakat, hasil analisis menunjukkan adanya kesenjangan pergeseran pertumbuhan antar SWP. Pada SWP- A menunjukkan sembilan komoditi yang bertumbuh menjadi komoditi basis

yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Pada SWP- B menunjukkan sepuluh komoditi yang bertumbuh menjadi komoditi basis. Sedangkan pada SWP- C hanya tiga komoditi basis. Dilain sisi SWP- C memiliki potensi yang lebih luas dengan beberapa keragaman komoditi yang kompetitif, tetapi pergeseran pertumbuhannya masih enggan untuk didorong segera menjadi komoditi basis.

6. Mencermati kesenjangan pembangunan antar satuan wilayah pengembangan yang cenderung melebar, mengindikasikan masih lemahnya keterkaitan dan keterpaduan dalam kinerja pembangunan wilayah yang berbasis pada Rencana Umum Tata Ruang Wilayah secara konsisten dan simetrik.

B. Saran.

Mengacu pada beberapa penggarisan kesimpulan hasil penelitian di atas, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut :

1. Dalam rangka mereduksi atau mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pembangunan, maka “keterkaitan dan keterpaduan antar sektor, dan spasial” yang dinamis, harus menjadi tolok ukur penentuan prioritas kebijaksanaan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan wilayah dalam konteks implementasi Rencana Tata ruang Wilayah yang konsisten dan simetrik.

2. Model atau strategi keterkaitan/keterpaduan sektoral dan spasial yang dinamis dalam mengelola dan mendistribusikan sumber daya investasi (SDI) yang terbatas secara proporsional antar wilayah pembangunan, terutama yang berbasis perdesaan harus menjadi solusi pembangunan wilayah berimbang.

3. Dalam rangka efisiensi alokasi sumber daya pembangunan wilayah untuk mendorong pergeseran pertumbuhan sektor basis/ komoditi unggulan wilayah, maka spesifikasi perwilayahan sektor basis/komoditi unggulan, harus menjadi perhatian dalam Rencana Tata ruang wilayah.

4. Dalam rangka memperkuat struktur ekonomi wilayah dan perbaikan pendapatan masyarakat, serta menekan kebocoran wilayah (regional

leakages) maka keterkaitan antar sektor dan antar wilayah pembangunan

yang berorientasi pada industri skala mikro dan atau menengah yang berbasis pada sumber daya lokal (resource endowment) di tingkat daerah harus mendapat prioritas kebijakan pembangunan wilayah kedepan.

5. Dalam rangka posisi Kabupaten Alor sebagai wilayah perbatasan maritim dengan negara Timor Leste, maka keterkaitan dan keterpaduan pemerintah pusat dan daerah harus diperkuat dengan kemauan politik terutama pemerintah pusat untuk investasi pembangunan wilayah perbatasan yang konsisten dan simetrik. Jika ini tidak dilakukan, kesenjangan pembangunan wilayah akan lebih melebar dan bisa berimplikasi luas bagi ketahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kedepan.

6. Penelitian yang sudah dilaksanakan ini, masih merupakan penelitian tahap awal, sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk mengungkap secara rinci antara lain faktor-faktor penyebab kesenjangan pembangunan wilayah, keterkaitan antar sektor pembentuk struktur ekonomi wilayah, program- program strategis yang lebih spesifik dan indikator lainnya yang masih relevan dengan pembangunan wilayah baik lokal maupun regional.