• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesa dan alternatif rencana strategis pembangunan wilayah berimbang

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ALOR

B. Intensitas Interaksi (Fij) Penerimaan Berita (Berita Masuk).

4.4. Sintesa dan alternatif rencana strategis pembangunan wilayah berimbang

Mencermati hasil analisis kesenjangan pembangunan antar satuan wilayah pengembangan (SWP), yang ditinjau dari aspek pendapatan antar SWP, perkembangan infrastruktur (sarana dan prasarana) antar SWP, perkembangan proporsi alokasi APBD pembangunan dan interaksi spasial antar SWP dan antar dan interregional, serta analisis sektor/komoditi basis antar SWP menunjukkan satu kesatauan yang saling terkait atau saling mempengaruhi satu sama lain yang menunjukkan indikasi ”lemahnya keterkaitan dan keterpaduan sektoral dan spasial” dalam kinerja pembangunan wilayah. Hal tersebut dapat dijelaskan dalam bentuk bagan keterkaitan pada Gambar 28 berikut :

Gambar 28 Bagan Keterkaitan hasil analisis kesenjangan pembangunan antar satuan wilayah pengembangan (SWP) di Kabupaten Alor.

Gambar 28, menunjukkan bahwa lemahnya keterkaitan dan keterpaduan antar sektor dan spasial dalam kinerja pembangunan wilayah, mengakibatkan adanya kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat antar SWP. Hal ini disebabkan oleh adanya kesenjangan investasi/ alokasi APBD Pembangunan antar SWP yang proporsional dalam membangun infrastruktur wilayah dan potensi wilayah (dalam wujud modal kerja dan introduksi teknologi dan sumber daya manusia). Alokasi APBD Pembangunan antar SWP yang tidak proporsional menunjukkan adanya kesenjangan pembangunan infrastruktur antar SWP, demikian pula kesenjangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekonomi wilayah seperti yang ditunjukkan pada analisis LQ dan SSA. Adanya kesenjangan pembangunan infrastruktur antar SWP, menyebabkan lemahnya interaksi spasial antar SWP maupun antar dan interregional. Lemahnya interaksi spasial antar SWP, menghambat aliran modal, teknologi dan sumber daya manusia yang tidak berimbang antar wilayah dalam mengelola dan memanfaatkan potensi ekonomi yang tersedia secara optimal, adil dan berkelanjutan. Dilain sisi kesenjangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekonomi secara optimal berdampak pada kesenjangan pendapatan, juga berdampak pada daya tarik wilayah (Bargaining position) yang lemah dalam melakukan interaksi spasial antar dan interregional. Interaksi spasial yang lemah juga berdampak pada kesejahteraan masyarakat (Kemiskinan tinggi dan SDM rendah). Kemiskinan tinggi dan SDM yang rendah berdampak pada produktivitas kerja yang rendah dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekonomi secara optimal, untuk meningkatkan pendapatan perkapita. Kemudian pendapatan perkapita yang rendah, menyebabkan kemiskinan dan SDM yang rendah karena akses terhadap pendidikan dan kesehatan melemah.

Dari hasil sintesa kesenjangan pembangunan antar SWP, sebagaimana uraian di atas, maka untuk mereduksi kesenjangan pembangunan tersebut maka memerlukan suatu “ Rencana strategis pembangunan wilayah berimbang”. Maka untuk menyusun suatu rencana pembangunan wilayah berimbang, aspek “keterkaitan dan keterpaduan “ merupakan tolok ukur kinerja pembangunan wilayah berimbang. Dengan demikian mengawali penyusunan rencana strategis pembangunan wilayah berimbang harus dibangun suatu model keterkaitan/ keterpaduan yang menjadi acuan dalam proses pembangunan wilayah berimbang.

Mengingat Kabupaten Alor sebagai salah satu wilayah perbatasan maritim dengan negara Timor Leste, maka model keterkaitan/keterpaduan yang tergambar pada Gambar 29 di bawah ini merupakan penjabaran dari Model keterkaitan/keterpaduan di dalam wilayah perbatasan yang dibangun , Pandiadi,et al. (2005) sebagai berikut :

Gambar 29 Model keterkaitan/keterpaduan didalam Rencana Strategis

Pembangunan wilayah berimbang di Kabupaten Alor.

Model keterkaitan/keterpaduan sebagaimana pada Gambar 29 di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam menyusun model rencana strategis pembangunan wilayah berimbang, harus memilah unsur-unsur yang termasuk sebagai input, process, output, outcome dan Impact. Yang termasuk dalam kategori input antara lain (1) Kebijaksanaan spasial dan sektoral pada tingkat nasional, tingkat propinsi dan tingkat Kabupaten (Jak Nas, Jak Prop, dan Jak Kab.) dan (2) Potensi /sumber daya wilayah, yakni sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), sumber daya sosial (SDS), sumber daya buatan (SDB) dan sumber daya investasi (SDI). Masukan (input) merupakan unsur-unsur yang akan

diproses melalui mekanisme keterkaitan dan keterpaduan untuk menghasilkan output atau outcome yang berimbang. Output yang harus dicapai dalam proses keterkaitan/ keterpaduan adalah menguatnya institusi (dalam wujud kapasitas dan hirarki pelayanan) dan interaksi spasial secara dinamis serta optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan potensi/sumber daya yang adil/berimbang dan sustainable antar wilayah pembangunan (SWP). Hasil (output) dari proses keterkaitan pembangunan spasial, institusi, sektor ekonomi dan rentang/sistem usaha hulu-hilir tersebut, menghasilkan outcome dalam wujud : (1) Peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh tingginya/meningkatnya sumber daya manusia (SDM) dan Indeks kemiskinan manusia (IKM) yang rendah/menurun; (2) Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita wilayah dan masyarakat yang dinamis; dan (3) Keamanan dan ketertiban wilayah yang terkendali sehingga terasa aman, tertib dan nyaman, sebagai dampak dari kesejahteraan masyarakat yang terpenuhi. Apabila ada keberimbangan outcome berarti ada implikasi kinerja pembangunan antar wilayah berimbang sebagai dampak terakhir (impact) dari suatu proses keterkaitan/keterpaduan pembangunan wilayah yang mendasari RUTRW dalam kerangka otonomi daerah yang efektif.

Sehubungan dengan itu, setelah unsur-unsur input teridentifikasi, maka dilanjutkan dengan proses klasifikasi aspek – sapek keterkaitan/keterpaduan (aspek spasial, aspek institusi, aspek sektor ekonomi dan aspek rentang/sistem usaha ekonomi hulu-hilir ). Ke empat aspek keterkaitan /keterpaduan dalam proses pembangunan wilayah tersebut, masing-masing dipilah lagi atas proses keterkaiatan/keterpaduan sebagai berikut :

a.Aspek spasial diklasifikasikan atas keterkaitan /keterpaduan sebagai (1) Wilayah perbatasan negara (Wilayah perbatasan maritim) dengan negara Timor Leste; (2) Wilayah perbatasan tetangga (wilayah perbatasan maritim dengan Kabupaten Lembata, Flores Timur, Kupang, Timor Tengah Utara, Belu dan Propinsi Maluku Tenggara ); (3) Wilayah lain diluar perbatasan dalam satu kesatuan nusantara (posisi strategis antara KTI dan KIB) dan (4) Satuan Wilayah Pengembangan(SWP)/Kota-desa dalam wilayah sendiri.

b. Aspek Institiusi mencakup proses keterkaitan/keterpaduan antara (1) Institusi Pemerintah (Pusat,Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan desa/kelurahan); (2) Institusi swasta (Besar, Menengah dan Kecil) dan (3) Institusi masyarakat (Formal maupun Non formal ).

c. Aspek sektor ekonomi diklasifikasikan atas keterkaitan/keterpaduan antar (1) Sektor primer (pertanian dan pertambangan tertentu); (2) Sektor sekunder (industri dan konstruksi); dan (3) Sektor Tersier (sektor perdagangan dan jasa- jasa).

d. Aspek rentang / sistem, yakni proses keterkaitan/keterpaduan antara sistem usaha ekonomi hulu dan hilir, terutama kegiatan Agroindustri. Proses keterkaitan /keterpaduan dalam kegiatan Agroindustri harus menjadi kegiatan ”basis ” yang harus didorong sebagai wilayah agraris, yang mayoritas penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor primer (pertanian). Dengan demikian keterkaitan antara sektor pertanian sebagai hulu dan sektor industri dan sektor perdagangan dan jasa sebagai hilir dalam proses produksi dan pemasaran yang saling memperkuat baik kedepan (forward linkages ) dan kebelakang (backward linkages) harus menjadi prioritas untuk didorong, dalam rangka optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan potensi wilayah secara adil/berimbang dan sustainable.

Mengacu pada ulasan model keterkaitan/ keterpaduan rencana strategis pembangunan wilayah berimbang di atas, maka hasil sintesa kesenjangan pembangunan wilayah sebagaimana pada Gambar 28, merupakan input yang dapat diproses dalam kerangka keterkaitan/keterpaduan untuk mencapai

outcome yang berdampak pada kinerja pembangunan wilayah berimbang.

Sehubungan dengan itu untuk membangunan keterkaitan /keterpaduan dalam mereduksi atau mengurangi kesenjangan wilayah yang diuraikan di atas, memerlukan sumber daya investasi (SDI) yang proporsional (Rustiadi et al.

2004), namun demikian investasi sumber daya yang diperlukan harus diikuti dengan perbaikan kualitas kinerja Pengelola pembangunan wilayah termasuk Pengelola anggaran daerah secara dinamis, baik Eksekutif maupun Legislatif. Berdasarkan hasil sintesa kesenjangan pembangunan wilayah yang di ulas di atas, maka disarankan lima alternatif strategi pengembangan pembangunan wilayah berimbang (Rustiadi et al. 2006, 2007), yakni :

1 Peningkatan Supply and demand side strategy.

¾ Supply side strategy, diarahkan pada upaya investasi modal untuk

meningkatkan penawaran (Supply) dari kegiatan produksi yang berorientasi keluar (Global dan antar dan interregional). Strategi ini diprioritaskan pada komoditi unggulan wilayah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, terutama yang tertera pada Tabel 28. Upaya

peningkatan penawaran (supply) akan meningkatkan ekspor wilayah yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan lokal. Hal ini akan menarik kegiatan-kegiatan lain untuk masuk ke wilayah pengembangan.

¾ Demand side strategy, diarahkan pada upaya peningkatan taraf hidup penduduk, dengan upaya peningkatan permintaan terhadap barang- barang non pertanian (industri dan jasa-jasa) yang dapat mendorong produktivitas wilayah pengembangan. Sebagai wilayah kepulauan dengan karakteristik penduduk yang menyebar dengan pola produksi yang pada umumnya masih subsisten, maka upaya pemusatan penduduk pada kawasan-kawasan pengembangan termasuk pulau – pulau kecil belum berpenghuni harus menjadi sasaran pengembangan ke depan. Stadia pengembangan wilayah melalui demand side strategy yang dibangun Rustiadi et al .(2007) sebagaimana pada Gambar 30, dianggap relevan untuk diterapkan di tingkat daerah.

2 Peningkatan kapasitas dan hirarki pelayanan.

¾ Strategy ini diarahkan pada pengembangan pusat-pusat pelayanan, antara lain selain ibu kota kecamatan (kota menengah), perlu dilakukan pengembangan kota-kota kecil yang diklaster dari beberapa desa yang secara geografis sulit dibangun jaringan interaksi yang network antar wilayah desa, termasuk pulau-pulau kecil yang belum berpenghuni untuk dilakukan desain Tata ruangnya. Selain itu klaster desa-desa dalam satu pusat pelayanan sebagai kota-kota kecil juga dapat disesuaikan berdasarkan homogenitas potensi wilayah. Penentuan klaster pusat-pusat pelayanan harus ditentukan secara partisipatif oleh desa-desa yang terlibat dengan mempertimbangkan kajian ketersediaan infrastruktur (sarana-prasarana) berdasarkan indeks skalogram (Lampiran 2). Dengan demikian hukum nodal (keterkaitan pusat dan hinterland dapat lebih menguat) dan dampak backwash yang dapat memperlebar kebocoran wilayah (regional leakages) dapat ditekan.

3. Perluasan pengembangan Pertanian.

¾ Strategi pengembangan pertanian harus diarahkan pada agribisnis dan agroindustri serta agrowisata dan bahari dalam rangka peningkatan produktivitas usaha dan daya saing pasar.

¾ Sebagai wilayah agraris dengan mayoritas masyarakat yang adalah masyarakat petani lahan kering dan kehutanan, peternak dan nelayan, maka pengembangan pertanian berbasis agribisnis dan agroindustri, serta agrowisata merupakan strategi yang paling tepat dalam mengurangi kemiskinan masyarakat antar wilayah.

¾ Sebagai wilayah perbatasan negara maritim, dan juga secara geofisik wilayah administratif, yang dibentuk dari gugusan pulau-pulau sedang dan kecil, maka strategi perluasan pengembangan pertanian terutama yang berbasis pada sumber daya kelautan dan pesisir secara efisien,adil/berimbang dan sustainable, harus diawali dengan suatu kajian spesifik dan penyusunan penataan ruang wilayah kelautan dan pesisir yang belum pernah ada.

4. Peningkatan Kapasitas SDM dan Social Capital Masyarakat lokal

Strategi peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan sosial kapital masyarakat lokal diarahkan pada :

¾ Pemberdayaan masyarakat lokal baik dari sisi pengembangan sumber daya manusia maupun kelembagaan (social capital)

¾ Pengembangan fasilitas pendukung pendidikan dan kesehatan serta peningkatan dan distribusi tenaga pendidikan dan kesehatan yang proporsional dan berkualitas.

¾ Hak akses terhadap sumberdaya utama lokal harus diperkuat antara lain akses terhadap lahan, pendidikan, kesehatan, air minum, energi, komunikasi dan penerangan dan sebagainya.

¾ Pengembangan kapasitas (capacity building) institusi lokal harus dipenuhi melalui peningkatan investasi dan penguatan social capital.

5 . Pengembangan infrastruktur

Strategi pengembangan infastruktur diarahkan pada :

¾ Pengembangan infrastruktur yang menjamin akses pada air bersih, energi, komunikasi , informasi, layanan pendididkan, kesehatan dan interaksi sosial-ekonomi. Namun demikian dalam jangka menengah pengembangan infrastruktur transportasi darat dan laut yang menghubungkan kota utama dan kota – kota menengah (kota kecamatan) dan beberapa kota – kota kecil yang diarahkan pada RUTRW, harus menjadi prioritas, untuk mendukung supply and demand side strategy.

¾ Dalam jangka panjang strategi pengembangan struktur jaringan transportasi/komunikasi harus diatur untuk meminimalkan pola dendritik dan memaksimalkan pola network (minimal jaringan antar klaster wilayah sudah harus dbangun).

Kelima strategi pengembangan wilayah berimbang sebagaimana uraian di atas masih memerlukan kajian yang spesifik, namun secara parsial cukup relevan untuk dilaksanakan sebagai solusi untuk mengurangi atau mereduksi kesenjangan wilayah karena bisa disinergikan dan dioperasionalkan dalam rencana strategis pembangunan daerah Kabupaten Alor Tahun 2005-2009, yang dikenal dengan nama ” Gerakan Kembali ke Desa dan Pertanian (GERBADESTAN), yang terdiri dari 4 pilar strategi, yang substansinya saling terkait dan relevan dengan lima strategi di atas, dimana strategi 1 dan 3 relevan dengan strategi 1 Gerbadestan, strategi 2 dan 5 relevan dengan strategi 3 Gerbadestan dan strategi 4 relevan dengan strategi 2 dan 4 Gerbadestan.

Keempat pilar GERBADESTAN sebagai rencana strategi operasional Pembangunan di Kabupaten Alor tersebut, ditunjukkan pada Gambar 31

Gambar 31 GERBADESTAN sebagai strategi opersional rencana Strategis pembangunan Kabupaten Alor Tahun 2005-2009.

Berdasarkan hasil sintesa analisis kesenjangan pembangunan wilayah dan alternatif rencana strategis pembangunan wilayah berimbang, sebagaimana uraian di atas dapat dibangun bagan keterkaitan seperti pada Gambar 32 berikut:

V. SIMPULAN DAN SARAN