BAB I PENDAHULUAN
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Teori juga sangat diperlukan dalam penulisan karya ilmiah dalam tatanan hukum positif konkrit.
Teori berasal dari kata teoritik, dapat didefinisikan adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum, teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction) dan pengendalian (control) suatu gejala. Menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.9 Pendapat lain oleh Jan Gijssels dan Mark Van Koecke “Eendegelijk inzicht in deze rechtsteoretissche kwesties wordt blijkens het voorwoord beschouwd alseen noodzakelijke basis voor elke wetenschappelijke studie van een konkreet positief rechtsstelsel” (dalam teori hukum diperlukan suatu pandangan yang merupakan pendahuluan dan dianggap mutlak perlu ada sebagai dasar dari studi ilmu pengetahuan terhadap aturan hukum positif).10
Robert K. Yin, menyatakan bahwa Theory means the design of research steps according to some relationship to the literature, policy issues or other substance source (teori berarti desain langkah-langkah penelitian menurut beberapa hubungan dengan literatur, isu-isu kebijakan atau sumber bahan lainnya).11Landasan teoritis yang dimaksudkan yang berhubungan dengan akibat hukum pendaftaran akta jaminan fidusia dalam sistem online yaitu teori kepastian
9Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, (Yogykarta : Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 134.
10 Jan Gijssels en Mark Van Koecke, What Is Rechtsteorie?, (Nederland : Antwepen, 1982), hlm. 57.
11Robert K. Yin, Applications of Case Study Research, (New Delhi : Sage Publications International Educational and Profesional Publisher Newbury Park, 1993), hlm. 4.
hukum.
Teori yang di pakai dalam penelitian ini adalah Teori Kepastian Hukum.
Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari keadilan terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatanya benar atau salah, dilarang atau tidak dilarang oleh hukum. Kepastian hukum ini dapat diwujudkan melalui penormaan yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang dan akan jelas pulah penerapannya, dengan kata lain kepastian hukum itu berarti tepat hukumnya, subjeknya dan objeknya serta ancaman hukumannya. Akan tetapi kepastian hukum mungkin sebaiknya tidak dianggap sebagai elemen yang mutlak ada setiap saat, tapi sarana yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan asas manfaat dan efisiensi.
Dalam suatu undang-undang, kepastian hukum meliputi dua hal yakni pertama kepastian perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan satu dengan lainnya baik dari pasal-pasal undang-undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada di luar undang-undang tersebut. Kedua kepastian dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip hukum undang-undang tersebut. Jika perumusan norma dan prinsip hukum itu sudah memiliki kepastian hukum tetapi hanya berlaku secara yuridis saja dalam arti hanya demi undang-undang semata-mata, berarti kepastian hukum itu tidak
pernah menyentuh kepada masyarakatnya.12
Teori Kepastian Hukum dikembangkan oleh Rene Descrates, seorang filsuf dari Prancis. Descartes berpendapat suatu kepastian hukum dapat diperoleh dari metode sanksi yang diberlakukan kepada subjek hukum baik perorangan maupun badan hukum yang lebih menekankan pada proses orientasi proses pelaksanaan bukan pada hasil pelaksanaan. Kepastian memberikan kejelasan dalam melakukan perbuatan hukum saat pelaksanaan kontrak dalam bentuk prestasi bahkan saat kontrak tersebut wanprestasi. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum yaitu kepastian hukum. Asas kepastian hukum mengandung arti, sikap atau keputusan pejabat administrasi negara yang manapun tidak boleh menimbulkan Ketidakadilan hukum.13Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Ketiga unsur tersebut harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Tetapi dalam praktek tidak selalu mudah mengusahakan secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan.
Tetapi terlalu menitikberatkan pada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil.
Kepastian hukum secara normatif adalah suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti digunakan untuk mengatur secara jelas dan logis suatu hal. Jelas tidak menimbulkan keragu-raguan dan logis dalam artian bahwa ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau
12H. Tan Kamelo, Op.Cit, hlm. 117.
13Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 88
menimbulkan konflik norma, kekosongan norma ataupun adanya kekaburan norma. Menurut Gustaf Radbruch hukum memiliki tujuan yang berorientasi pada tiga hal yaitu kepastian hukum, keadilan dan daya guna.14 Kepastian kata dasarnya adalah pasti, yang memiliki arti suatu hal yang sudah tentu, sudah tetap dan tidak boleh tidak. Gustaf Radbruch seperti yang dikutip oleh Theo Huijber mengenai kepastian hukum mengemukakan bahwa:15
Pengertian hukum dapat dibedakan menjadi tiga aspek yang ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai pada pengertian hukum yang memadai. Aspek pertama adalah keadilan dalam arti yang sempit. Keadilan ini berarti kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan. Aspek yang kedua adalah tujuan keadilan atau finalitas dan aspek yang ketiga adalah kepastian hukum atau legalitas.
Menurut Peter Mahmud Marzuki berkaitan dengan pengertian kepastian hukum dikemukakan sebagai berikut:
Pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.
Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan yang satu dengan putusan hakim yang lain untuk kasus serupa yang telah diputus.16 Pendapat lainnya mengenai kepastian hukum diberikan oleh M.
Yahya Harahap, yang menyatakan bahwa kepastian hukum dibutuhkan di dalam masyarakat demi terciptanya ketertiban dan keadilan. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat dan setiap anggota masyarakat akan bertindak main hakim sendiri.17
Agar hukum dapat berlaku dengan sempurna dan menjamin kepastian
14 O. Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, (Semarang :Griya Media,2011), hlm.
15Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, (Yogyakarta :Kanisius, 2007), hlm. 163.
16Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana, 2008), (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki I), hlm. 158.
17M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), (selanjutnya disingkat M. Yahya Harahap I), hlm. 76.
hukum, maka diperlukan tiga nilai dasar tersebut. Kepastian hukum dengan demikian berkaitan dengan kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang menggunakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Dari semua teori mengenai kepastian hukum diatas, teori menurut Gustaf Radbruch lebih mendekati untuk dipergunakan sebagai penyelesaian persoalan mengenai pengaturan tata cara pendaftaran jaminan fidusia terhadap permohonan pendaftaran objek jaminan fidusia yang lewat waktu dari 30 (tiga puluh) hari setelah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 ditetapkan dan akibat hukum terhadap objek jaminan fidusia atas keterlambatan pendaftaran pada kantor administrasi hukum umum. Dengan kata lain, adanya unsur keadilan, tujuan keadilan dan kepastian hukum dalam pendaftaran objek jaminan fidusia akan dapat memberikan jaminan perlindungan bagi setiap orang, mengingat kepastian hukum itu sendiri adalah alat atau syarat untuk memberikan perlindungan bagi yang berhak.
Dalam pelaksanaan pendaftaran objek jaminan fidusia dengan system online tentunya kepastian hukum harus dapat dijamin baik itu bagi pemberi fidusia, penerima fidusia maupun bagi pihak ketiga. Memberikan kepastian hukum sebagai tujuan dari dilakukannya pendaftaran jaminan fidusia menjadi hal terpenting dalam pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik terutama menyangkut benda yang menjadi objek Jaminan.
Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 UUJF mewajibkan benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia. Pendaftaran itu memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia.
Selain itu, Pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hukum.18
2. Kerangka Konsepsi
Konsepsi berasal dari bahasa Latin, concepto yang memiliki arti sebagai sesuatu kegiatan atau proses berpikir, daya berpikir khususnya penalaran dan pertimbangan.19 Pemaknaan konsep terhadap istilah yang digunakan, terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk pengertian semata-mata kepada pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah penafsiran, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri di dalam menangani rangkaian proses penelitian yang bersangkutan.20
Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut definisi operasional.21 Beberapa serangkaian definisi operasional dalam penulisan ini perlu dirumuskan antara lain sebagai berikut:
18Tan Kamello, Op.cit, hal. 213.
19Komaruddin dan Yooke Tjuparmah , Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 122.
20Sanafiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 107-108.
21Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 3.
1. Jaminan Fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan atau Hipotik.
2. Pemberi Jaminan Fidusia adalah orang atau badan usaha baik yang berbadan hukum atau tidak yang memiliki benda yang akan dijadikan sebagai benda jaminan dalam Perjanjian Jaminan Fidusia.
3. Penerima Jaminan Fidusia adalah perorangan, Bank atau Lembaga Pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang untuk sebagai pelunasan hutang pemberi fidusia kepada penerima fidusia yang mana pembayarannya dijamin dengan benda Jaminan Fidusia dan harta kekayaan lainnya dari pemberi Jaminan Fidusia.
4. Pendaftaran Jaminan Fidusia, adalah penyerahan dokumen awal berupa syarat-syarat pembuatan Akta Jaminan Fidusia oleh notaris yang telah dilegalisasi kepada kantor pendaftaran fidusia dalam bentuk form yang berisi keterangan objek jaminan fidusia tersebut.22
5. Sertifikat Jaminan Fidusia adalah Sertifikat Jaminan Fidusia yang mencantumkan irah-irah ”Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial yang kekuatannya sama dengan keputusan hakim.23
22Irma Devita Purnamasari, Hukum Jaminan Perbankan, (Bandung :PT. Mizan Pustaka, 2011), hlm. 88.
23 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 104.