• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROSEDUR PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA

B. Peran Notaris Terhadap Pendaftaran Objek Jaminan Fidusia

Pendaftaran jaminan fidusia diatur pada Pasal 11 UU Jaminan Fidusia, yang menyebutkan bahwa:

(1) Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan.

(2) Dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.

Permohonan pendaftaran jaminan fidusia berdasarkan Pasal 13 ayat (1) UU Jaminan fidusia yaitu permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia, sehingga berdasarkan pasal tersebut bahwa yang dapat mendaftarkan jaminan fidusia adalah kreditur sebagai penerima fidusia dan dapat pula kreditur memberikan kuasa atau di wakilkan dengan melampirkan surat pernyataan jaminan fidusia. Surat pernyataan jaminan fidusia memuat hal-hal yang diatur pada Pasal 13 ayat (2) UU Jaminan Fidusia yaitu:

a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;

b. tanggal, nomor akta jaminan Fidusia, nama, tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia;

c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

d. uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia;

e. nilai penjaminan; dan

f. nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

Pengertian dari kuasa dan wakil yang disebutkan terdapat pada penjelasan Pasal 8 UU Jaminan Fidusia bahwa yang dimaksud dengan kuasa adalah kuasa

adalah mereka yang menerima pelimpahan wewenang berdasarkan surat kuasa dari penerima fidusia untuk melakukans pendaftaran jaminan fidusia. Sedangkan wakil adalah mereka yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan berwenang untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia.

Kuasa menurut hukum disebut juga wettelijke vertegenwoordig atau legal mandatory (legal representative). Maksudnya, undang-undang sendiri telah

menetapkan seseorang atau suatu badan hukum untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak mewakili orang atau badan tersebut tanpa memerlukan surat kuasa. Jadi undang-undang sendiri yang menetapkan bahwa yang bersangkutan menjadi kuasa atau wakil yang berhak bertindak untuk dan atas nama orang atau badan itu.101

Pemberian kuasa sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1792 KUHPerdata adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan (wewenang) kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatuurusan. Ketentuan Pasal 1795 KUHPerdata dapat dibedakan adanya dua jenis pemberian kuasa, yaitu:

1. Kuasa Khusus

Sebagaimana rumusan Pasal 1795 KUHPerdata tersebut menyatakan, kuasa khusus hanya mengenai satu atau lebih kepentingan tertentu. Dalam pemberian kuasa khusus harus disebutkan secara tegas tindakan atau

101M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hlm.8, (selanjutnya disingkat M. Yahya Harahap II).

perbuatan apa yang boleh dan dapat dilakukan oleh pemberi kuasa.

2. Kuasa Umum

Dalam Pasal 1796 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan:

“Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan”. Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum dimaksudkan untuk memberikan kewenangan pada seseorang (yang diberi kuasa) untuk dan bagi kepentingan pemberi kuasa melakukan perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan yang mengenai urusan, yang meliputi segala macam kepentingan dari pemberi kuasa, tidak termasuk perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang mengenai pemilikan dan hal-hal lain yang bersifat sangat pribadi, seperti pembuatan surat wasiat.

Terkait mengenai peran notaris atas pendaftaran objek jaminan fidusia secara online oleh pihak kreditur dalam hal ini mengacu pada kuasa khusus yang diberikan oleh pihak kreditur kepada pihak notaris yang mana pelimpahan wewenang pendaftaran objek jaminan fidusia secara online diberikan secara utuh kepada notaris. Atas berdasarkan hal tersebut maka ada beberapa hal peran notaris dalam pendaftaran objek jaminan fidusia ini yaitu:

1. Membantu serta mempermudah pihak kreditur dalam proses pendaftaran objek jaminan fidusia secara online

2. Mempercepat proses pendataran objek jaminan fidusia secara online.

Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan pada kantor pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana yang telah diatur pada Pasal 12 yaitu:

1. Pendaftaran Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.

2. Untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

3. Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman.

4. Ketentuan mengenai pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia untuk daerah lain dan penetapan wilayah kerjanya diatur dengan Keputusan Presiden.

Berdasarkan Pasal 12 maka permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan pada kantor pendaftaran jaminan fidusia di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

Berlakunya Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakukan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara elektronik, tempat pendaftaran jaminan fidusia yang telah diatur terlebih dahulu pada Pasal 12 UU Jaminan Fidusia. Yaitu Pada Pasal 2 ayat (2) Peraturan pemerintah Republik Nomor 21 tahun 2015 ini menyatakan bahwa “permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan melalui sistem pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik”. Dan menurut pasal 1 ayat 4 Peraturan Pemerintah republik Indonesia nomor 21 tahun 2015 kantor pendaftaran objek jaminan fidusia secara elektronik di sini adalah Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum di bawah naungan Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia.

BAB IV

AKIBAT HUKUM TERHADAP OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TERLAMBAT DIDAFTAR SERTA UPAYA PENYELESAIAN TERHADAP KETERLAMBATAN PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN

FIDUSIA TERSEBUT

A. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi Karena Terjadinya Keterlambatan Pendaftaran Objek Jaminan Fidusia Secara Online.

Lahirnya Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AU-06.OT.03.01 tanggal 5 Maret 2013 tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik yang kemudian diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yang mulai berlaku pada tanggal 14 Maret 2013 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata cara pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik pada tanggal 14 Maret 2013 dan pembaruan peraturan pemerintah republik indonesia nomor 21 tahun 2015 tentang tatacara pendaftaran objek jaimnan fidusia. Mengakibatkan terjadinya perubahan sistem administrasi tata cara pendaftaran jaminan fidusia dari sistem manual menjadi sistem elektronik. Disamping itu juga terjadi perubahan terhadap sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia dari pendaftaran manual menjadi pendaftaran elektronik.

Melalui sistem administrasi pendaftaran secara elektronik dari jaminan fidusia tersebut dari segi waktu dan kecepatan pelaksanaan pendaftaran telah

terbukti berhasil melakukan proses pendaftaran jaminan fidusia secara lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan saat menggunakan sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia secara manual. Namun dalam proses pelaksanaanya sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik bukan tanpa hambatan. Hambatan-hambatan tersebut dapat terjadinya dari berbagai segi diantarnya adalah :

1. Dari Segi Input Data Dalam Sistem

Meskipun cara penginputan data dalam sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik cukup mudah dan sederhana namun sering terjadinya hambatan dimana sistem jaringan tidak berjalan dengan baik, sehingga pengimputan data bisa berlangsung cukup lama menunggu jaringan berfungsi dengan baik kembali.

2. Dari Segi Aplikasi Yang Tersedia

Saat mengimput aplikasi tersebut, nama notaris sudah tertera dalam box (sudah diinput sendiri secara otomatis oleh sistem). Jika ada kekurangan huruf / kesalahan penulisan, memang bisa di edit (dalam box). Tapi nantinya yang tercetak surat pernyataan tetap salah meskipun sudah di edit dengan benar.

Untuk perbaikannya notaris dapat mengirim email permohonan pembetulan pada email addres Direktorat Jenderal AHU yang tertera pada sistem.

3. Dari Segi Penyimpanan Data Pada Sistem

Sering kali telah dilakukan pengimputan data oleh notaris dalam sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tersebut ketika dilakukan penyimpanan (saving data), sistem tidak melakukan penyimpanan

data, sehingga harus melakukan pengimputan ulang. Hal ini cukup memakan waktu sehingga terjadi proses pendaftaran cukup panjang menunggu sistem penyimpanan data pada aplikasi bekerja dengan baik kembali.

4. Adanya Perbedaan Antara Display Dan Inputan Data

Sering terjadi ketika melakukan pengimputan data dalam nilai jaminan saat memasukkan 14 (empatbelas) digit angka dan juga saat memasukkan 21 (dua puluh satu) digit angka. Misalnya menuliskan 70.000.000.000.000, maka display akan tertulis 70.000.000.000.000,01. Hal mana jika lebih dari 21 (Dua puluh satu) digit angka, maka display akan tertulis berupa rumus/formula.

Untuk jumlah digit lainnya tidak masalah 5. Dari Segi Pencetakan Data

Ketika dilakukan pencetakan data mengenai pengantar bayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), ada kesalahan dalam pencetakan (misalnya paper jam), atau ketika mencetak data tiba-tiba koneksi internet hang atau listrik padam, maka tidak dapat dicetak ulang data yang telah diinput tersebut, solusinya harus dilakukan penginputan data ulang.

6. Dari Segi Tampilan Surat Pernyataan dan Sertipikat Jaminan Fidusia

Nama pemberi fidusia dan nama Debitur sudah tercantum, sedang mengenai objek jaminan fidusianya sama sekali tidak tercantum. Baik jenisnya, bukti kepemilikannya maupun nilainya, sama sekali tidak ada dalam Sertipikat Jaminan Fidusia. Sedangkan untuk surat pernyataan mengenai objek jaminan fidusianya hanya ditulis sesuai dengan akta saja. Hal ini menimbulkan banyak komplain dari Penerima Fidusia. Karena bagi pelaku bisnis seperti Lembaga

Pembiayaan maupun Bank, misalnya akan sulit membedakan dari sekian banyak Sertipikat Jaminan Fidusianya, karena tidak ada uraian mengenai objek jaminannya, seperti halnya jika itu kendaraan bermotor maka memerlukan nomor polisi, nomor rangka, nomor mesin, warna kendaraan, atau spesifikasi lainnya. Terutama bagi petugas lapangannya, pasti akan kesulitan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.

7. Dari Segi Tanda Tangan

Tanda tangan langsung tercetak pada sistem dan tidak ada stempel. Hal ini juga banyak mendapatkan komplain dari pelaku bisnis. Karena tampilan seperti Sertipikat Jaminan Fidusia atau surat pernyataan dikhawatirkan dapat ditiru dengan mudah. Tidak adanya pengamanan, entah jenis kertasnya, stempelnya atau tanda tangannya, itu menimbulkan banyak kekhawatiran pemalsuan.

8. Dari Segi Sistem Aplikasi Yang Mengalami Error

Terkadang pencetakan Sertipikat Jaminan Fidusia tidak sempurna. Tanggal dan jam yang tidak tercetak, atau beberapa item tidak tercetak. Bahkan mungkin tanda tangan by system tidak tercetak

9. Dari Segi Situs Pendaftaran Jaminan Fidusia Yang Mengalami Gagal Akses Situs

Pendaftaran jaminan fidusia sering mengalami gagal akses, atau loadingnya sangat lama. Hal ini mungkin disebabkan jumlah pengaksesnya yang teramat banyak sehingga terjadinya overload atau kelebihan beban dari server. Gagal akses ini terjadi misalnya pada saat PNBP telah dibayar di BNI, tapi di sistem

masih “red light” sehingga harus dilakukan komplain secara terus menerus untuk mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya penundaan proses pengurusan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tersebut.

Hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pembuatan dan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik yang terjadi pada sistem aplikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal AHU yang sering mengalami gangguan dan kesalahan dalam penerapannya hendaknya dilakukan perbaikan secara bertahap sehingga diharapkan sistem aplikasi yang berkaitan dengan administrasi pembuatan dan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik dapat berfungsi secara lebih baik sehingga dapat meminimalisir gangguan / kesalahan yang terjadi dalam pelaksanaan penerapan aplikasi tersebut.

Sehingga notaris dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam membuat dan mendaftarkan akta jaminan fidusia secara elektronik dapat terbebas / minim dari gangguan / kesalahan aplikasi yang dapat menghambat pelaksanaan pembuatan dan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tersebut. Di samping itu Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) di Direktorat Jendera AHU hendaknya dapat pula disempurnakan aplikasinya sehingga ditemukan suatu aplikasi yang dapat mencegah terjadinya fidusia ulang yang dapat merugikan kreditur pemegang sertipikat jaminan fidusia sebagai kreditur preferen.

B. Akibat Hukum Terhadap Keterlambatan Pendaftaran Objek Jaminan Fidusia Secara Online

Pembebanan jaminan fidusia, berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Jaminan

Fidusia mengamanatkan pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Saat ini, banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank umum maupun perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), mereka umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia, namun saat ini banyak yang tidak dibuat dalam bentuk akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat.

Objek jaminan fidusia haruslah didaftarkan terlebih dahulu yang mana dibuat akta jaminan fidusia untuk pengikatan utang piutangnya, akta jaminan fidusia itu sendiri berisi tentang data-data perjanjian antara debitur dan kreditur.

Dalam hal ini jika akta jaminan fidusia telah dibuat dan berdasarkan ketentuan undang-undang jaminan fidusia pasal 11 ayat (1) objek yang diikat dengan jaminan fidusia haruslah didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia yang sekarang bernama dirjen ahu.

Berdasarkan pasal 14 ayat (1), sertifikat jaminan fidusia baru lahir pada tanggal yang sama dengan tangggal yang di catatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia, dan kreditur akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah

“ demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa”, dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia, maka kreditur penerima fidusia serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate executie), seperti tejadi dalam pinjam meminjam dalam perbankan, kekuatan sertifikat tersebut sama dengan putusan pengadilan

yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Namun masalah di sini timbul jika tanggal yang dicatat untuk pendaftaran objek jaminan fidusia secara online tersebut harus berdasarkan tanggal yang tercatat dalam akta jaminan fidusia, tanggal dalam akta jaminan fidusia dengan tanggal sertifikat fidusia memliki batas waktu yaitu selama 30 hari, batas waktu maksimal 30 hari setelah akta jaminan fidusianya dibuat.102

Akibat hukum pendaftaran objek jaminan fidusia yang terlambat didaftar secara online : pertama, tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak yang berpentingan, kedua tidak memenuhi asas publisitas, ketiga pihak penerima jaminan fidusia tidak mempunyai sertipikat jaminan fidusia yang mana dapat digunakan untuk mengeksekusi benda jaminan fidusia.

C. Upaya Penyelesaian Terhadap Keterlambatan Pendaftaran Objek Jaminan Fidusia Secara Online

Upaya yang dapat dilakukan akibat keterlambatan pendaftaran objek jaminan fidusia secara online yaitu melalui jalur musyawarah dan mufakat, karena negara kita sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan. Hal ini sesuai dengan pedoman perundang-undangan di Indonesia yaitu pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Sistem yang di terapkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan itu ialah musyawarah untuk mufakat. Akan tetapi dalam praktiknya sistem ini sering mengalami kegagalan.

Dalam hal upaya penyelesaian keterlambatan pendaftaran objek jaminan fidusia yang lewat waktu dari 30 hari, maka ketentuan yang dilakukan notaris yaitu membuat akta jaminan fidusia baru walaupun pihak-pihak yang bersangkutan

102Pasal 4 peraturan presiden Nomor 21 Tahun 2015

harus dipanggil kembali103, pihak-pihak yang dimaksudkan dalam hal ini yaitu pihak pertama: kreditur sebagai penerima fidusia, pihak kedua: debitur sebagai pemberi objek jaminan fidusia, dan pihak ketiga: pihak yang memiliki kepentingan atas objek jaminan fidusia tersebut. Namun pelaksanaan apabila terjadi keterlambatan pendaftaran objek jaminan fidusia yang telah lewat waktu 30 hari maka penyelesaiannya dapat dilaksanakan melalui jalur musyawarah diantara para pihak yaitu antara notaris dengan pihak pemegang jaminan tersebut.104

103pasal 6 undang-undang jaminan fidusia Nomor 42 Tahun 1999.

104Hasil wawancara notaris indira teratai annizoen harahap, notaris di kota medan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1 Prosedur hukum pendaftaran objek jaminan fidusia secara elektronik yang dibuat dihadapan notaris setelah terbitnya PP Nomor 21 Tahun 2015 tentang tatacara pendaftaran jaminan fidusia dilakukan melalui sistem administrasi secara elektronik dengan menggunakan aplikasi yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal AHU melalui jejaring internet dimana notaris hanya menginput data yang dibutuhkan ke dalam aplikasi yang telah tersedia tersebut. Demikian pula halnya dengan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik, notaris melakukan penginputan data yang diminta oleh aplikasi pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal AHU dan kemudian telah aplikasi diisi dengan lengkap lalu dilakukan pengiriman data melalui jejaring internet dengan menekan tombol enter pada komputer notaris tersebut.

2 Peran notaris terhadap pendaftaran objek jaminan fidusia secara online yaitu Sesuai dengan undang-undang jaminan fidusia pembebanan suatu benda atas jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) undang-undang jaminan fidusia, jadi dalam hal ini notaris berperan untuk membuat akta jaminan fidusia agar suatu tindakan yang membawa akibat hukum yang sangat luas bagi para pihak dapat terlindungi. Peran selanjutnya adalah notaris harus mendaftarkan akta jaminan fidusia tersebut secara online melalui akses layanan ahu online

dengan username dan password yang dimiliki oleh notaris, kemudian notaris harus menginput data dengan benar di karenakan menurut peraturan pemerintah republik indonesia nomor 21 tahun 2015 jangka waktu pendaftaran objek jaminan fidusia selama 30 hari sejak di tandatangani akta jaminan fidusia, dan telah membayar biaya pendaftaran jaminan fidusia serta mencetak sertifikat jaminan fidusia.

3 Akibat hukum pendaftaran objek jaminan fidusia yang terlambat didaftar secara online : pertama, tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak yang berpentingan, kedua tidak memenuhi asas publisitas, ketiga pihak penerima jaminan fidusia tidak mempunyai sertipikat jaminan fidusia yang mana dapat digunakan untuk mengeksekusi benda jaminan fidusia.

B. Saran

1. Diharapkan kepada Direktorat Jenderal AHU dapat lebih menyempurnakan kembali sistem aplikasi ahu online khususnya pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik serta memberikan informasi dan penyuluhan kepada para pihak yang terkait

2. Hendaknya dibuat suatu ketentuan yang mengatur tentang tata cara dan pertanggungjawaban pelaksanaan pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik dengan menguat sanksi yang tegas terhadap para notaris yang tidak mengikuti ketentuan dan tata cara pendaftaran akta jaminan fidusia secara elektronik tersebut, sehingga diharapkan bahwa otensitas akta jaminan fidusia yang dibuat oleh notaris sesuai dengan ketentuan tata cara pembuatan akta autentik notaris yang dapat dipertanggungjawabkan otensitasnya sebagai akta

autentik. Oleh karena itu diharapkan kepada notaris selaku kuasa dari penerima fidusia untuk menerapkan prinsip kehati-hatian pada saat pendaftaran objek jaminan fidusia.

3. Kepada kreditur disarankan agar segera mendaftarkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia setelah diadakan perjanjian kredit. Dengan demikian, apabila debitur cidera janji (wanprestasi) maka kreditur dapat segera melakukan pengeksekusian terhadap objek jaminan fidusia tersebut dengan bantuan pihak Pengadilan. Serta pendaftaran tersebut dimaksudkan untuk memperjelas mengenai status objek jaminan fidusia sebagai jaminan hutang, demi terwujudnya kepastian hukum bagi kreditur.

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU

Anshori, Abdul Ghofur , Lembaga Kenotariatan Indonesia Persfektif Hukum &

Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009.

Ali, Zainudin, Metode Penelitian Induktif dan Deduktif dalam Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rienika Cipta, Jakarta, 2008.

Atmosudirdjo, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.

Adjie Habib, Meneropong Khazanah Notaris & PPAT Indonesia (kumpulan tulisan tentang Notaris dan PPAT , Citra Aditya Bakti, Bandung 2009 __________, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Sebagai Unifikasi Hukum

Pengaturan Notaris, RENVOI, Nomor 28 Tahun III, 2005.

Adjie Habib dan Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung 2011.

Budiono Herlien, Notaris dan Kode Etiknya, (Upgrading & Refresyhing Course Nasional Ikatan Notaris Indonesia), Medan,2007.

Bahsan,M., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015.

Effendi Lutfi, Pokok-Pokok Hukum Administrasi, Bayumedia Publishing, Malang 2004.

Fuady Munir, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Faisal, Sanafiah, Format-Format Penelitian Sosial, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &

Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

Hutagalung Arie S, Analisa Yuridis Mengenai Pemberian dan Pendaftaran Jaminan Fidusia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003.

Henny Tanuwidjaja, Pranata Hukum Jaminan Utang & Sejarah Lembaga Hukum Notariat, Refika Aditama, Refika Aditama, Bandung, 2012.

Harsono Boedi, Masalah Hipotik dan Credietverband, Seminar tentang Hipotik

dan Lembaga-Lembaga Jaminan Lainnya, BPHN, Binacipta,1981.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Riset, ANDI, Yogyakarta, 2000.

Harahap, M. Yahya, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.

Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

HS, Salim., Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.

Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 2007.

Koecke, Jan Gijssels en Mark Van, What Is Rechtsteorie?, Antwepen, Nederland, 1982.

Kie Tan Thong , Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000.

Koesemawati Ira dan yunirman Rijan, Kenotariata, Raih asa Sukses, Jakarta, 2009 Kountur, Ronny, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis. PPM,

Jakarta, 2003.

Kansil C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2010.

Kamello, H. Tan, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2006.

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komarrudin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2000.

Meliala Djaja S., Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, CV.Nuansa Aulia, Bandung, 2007.

Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008.

Mertokusumo Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2009.

Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2011.

Nugroho Syamsul P, Kepastian Hukum Lahirnya Hak-hak Istimewa Dalam Jaminan Fidusia, Bumi Aksara, Bandung, 2006.

Nurita R.A. Emma, Cyber Notary: Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran,

Nurita R.A. Emma, Cyber Notary: Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran,

Dokumen terkait