• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritik

a. Beberapa pengertian 1). Motif

Istilah motif sama dengan kata motive, motip, dorongan, alasan, dan driving force. Motif adalah tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak, atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak (Manullang & Manullang, 2004: 165). Dalam perspektif yang relatif sama, motif juga dapat diartikan sebagai suatu alasan/dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu/melakukan tindakan/bersikap tertentu (Handoko, 2006: 9).

2). Motivasi

a). Motivasi menurut Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling berarti variabel yang berpengaruh untuk menimbulkan, mendorong, dan mengarahkan tingkah laku mencapai tujuan (Rahmatsyah, 2005: 73).

b). Motivasi (motivation) adalah pemberian motif, penimbulan motif, atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan (Manullang & Manullang, 2004: 165).

c). Motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah lakunya (Handoko, 2006: 9).

d). Motivasi adalah sekelompok faktor yang menyebabkan individu berperilaku dalam cara-cara tertentu (Griffin, 2002: 38).

e). Motivasi dapat juga diartikan sebagai perubahan tenaga di dalam seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan (Donald dalam Wasty Sumanto, 1998: 203). Berdasarkan pengertian motivasi ini, tampak 3 (tiga) hal, yaitu: (1) motivasi dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang, (2) motivasi itu ditandai oleh dorongan afektif yang kadang tampak dan kadang sulit diamati, (3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

f). Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan (dalam bentuk keahliah atau keterampilan), tenaga, dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 1989: 138). Berdasarkan pengertian motivasi ini, tampak 3 (tiga) hal, yaitu: (1) pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi, (2) motivasi merupakan proses

10

keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu, dan (3) motivasi juga terkait dengan kebutuhan (keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi menarik).

3). Motivasi kerja

Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Pendeknya, motivasi kerja adalah pendorong semangat kerja (Manullang & Manullang, 2004: 166).

4). Incentive

Istilah incentive (insentif) dapat diartikan sebagai alat motivasi, sarana motivasi, sarana penimbulan motif, atau sarana yang menimbulkan dorongan (Manullang & Manullang, 2004: 166).

b. Perspektif-perspektif historis tentang motivasi

Untuk mengetahui lebih dalam tentang motivasi, ada baiknya kita melihat beberapa pendekatan yang terkait dengan motivasi itu sendiri. Pendekatan-pendekatan itu antara lain adalah: (1) pendekatan tradisional, (2) pendekatan hubungan manusia, dan (3) pendekatan sumber daya manusia (Griffin, 2002: 39).

1). Pendekatan tradisional

Asumsi dalam pendekatan ini adalah pekerjaan itu sendiri tidak menyenangkan bagi sebagian besar orang dan uang yang mereka hasilkan lebih penting bagi karyawan dibanding hakikat dari

pekerjaan yang mereka lakukan. Karenanya, individu bisa diandalkan untuk melakukan pekerjaan jenis apa pun jika dibayar cukup tinggi. 2). Pendekatan hubungan manusia

Penekanan pada proses ini terletak pada peranan dari proses-proses sosial di lingkungan kerja. Asumsi-asumsi yang ada pada pendekatan ini adalah bahwa karyawan ingin merasa berguna dan penting, bahwa karyawan memiliki kebutuhan-kebutuhan sosial yang kuat, dan bahwa kebutuhan-kebutuhan ini lebih penting dari uang dalam memotivasi karyawan.

3). Pendekatan sumber daya manusia

Pendekatan sumber daya manusia tentang motivasi membawa konsep-konsep kebutuhan dan motivasi selangkah lebih jauh. Pendekatan sumber daya manusia mengasumsikan bahwa pekerja/karyawan berkeinginan dan mampu menyediakan kontribusi-kontribusi yang bermanfaat, sehingga dapat berguna, baik bagi karyawan maupun organisasi.

c. Perspektif-perspektif kepuasan tentang motivasi

Persepektif-perspektif kepuasan tentang motivasi berkenaan dengan bagian pertama dari proses – kebutuhan dan definisi kebutuhan. Lebih spesifiknya, perspektif kepuasan (content perspective) mau menjawab pertanyaan: faktor-faktor apa yang dapat memotivasi individu di dalam lingkungan kerja? (Griffin, 2002: 40).

12

Dalam lingkungan kerja secara umum, ada semacam “resep” yang mau menjawab bagaimana supaya karyawan mempunyai motivasi kerja yang tinggi. “Resep” untuk meningkatkan motivasi tersebut misalnya dengan menaikkan gaji atau kompensasi, memendekkan jam kerja, memperbaiki iklim atau kondisi kerja, dan memberikan otonomi serta tanggung jawab yang lebih besar kepada karyawan. Singkatnya, motivasi merupakan fungsi dari kompensasi, jam kerja, iklim atau kondisi kerja, dan tanggung jawab (Griffin, 2002: 40). Harapannya, dengan memberikan “resep” seperti tersebut di atas, karyawan dapat memiliki kinerja yang memuaskan dan dapat diandalkan.

d. Pendekatan hierarki kebutuhan (Maslow)

Hierarki kebutuhan Maslow (Maslow’s hierarchy of needs) menyatakan bahwa individu-individu termotivasi untuk memenuhi 5 (lima) level atau hierarki kebutuhan, dengan urutan sebagai berikut: (1) fisiologis, (2) keamanan, (3) diterima orang lain, (4) penghargaan diri, dan (5) aktualisasi diri (Griffin, 2002: 40).

1). Kebutuhan fisiologis, merupakan tingkatan yang paling bawah dalam hierarki kebutuhan Maslow. Contoh umum untuk kebutuhan ini adalah makanan, seks, serta udara untuk kelangsungan hidup dan atau fungsi biologis dasar. Dalam organisasi, kebutuhan ini secara umum dapat dipenuhi dengan upah (gaji) dan lingkungan kerja yang memadai, yang menyediakan ruang istirahat, cahaya yang layak, suhu yang nyaman, dan ventilasi.

2). Kebutuhan akan keamanan, yaitu kebutuhan akan lingkungan fisik dan emosional yang aman. Contohnya meliputi kebutuhan akan rumah dan pakaian serta kebutuhan untuk bebas dari kekhawatiran menyangkut uang dan jaminan kerja. Dalam lingkungan kerja, kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan kontinuitas kerja (tidak ada PHK), sistem keluhan (untuk berlindung dari tindakan-tindakan sembrono supervisor), serta program asuransi dan program pensiun yang memadai (untuk berlindung dari sakit dan untuk mendapatkan penghasilan setelah berhenti bekerja).

3). Kebutuhan untuk diterima orang lain, berkaitan dengan proses-proses sosial. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang serta kebutuhan untuk diterima oleh rekan sekerja. Bagi sebagian besar orang, kebutuhan ini terpenuhi melalui keluarga dan hubungan dengan komunitas di luar pekerjaan serta persahabatan di lingkungan kerja.

4). Kebutuhan akan penghargaan diri, terdiri dari dua kelompok kebutuhan yang berbeda, yakni kebutuhan akan citra diri dan penghormatan diri yang positif serta kebutuhan akan pengakuan dan penghormatan dari orang lain. Contoh kebutuhan ini adalah pencapaian yang bersifat ekstrinsik (berasal dari luar pekerja/karyawan) seperti pangkat, kantor yang nyaman, dan balas jasa serupa. Untuk yang bersifat intrinsik (berasal dari dalam pekerja/karyawan), contohnya adalah dengan pemberian tugas yang

14

menantang dan peluang-peluang bagi karyawan untuk merasakan suatu rasa pencapaian.

5). Kebutuhan akan aktualisasi diri, merupakan puncak dari hierarki kebutuhan Maslow. Kebutuhan ini meliputi realisasi potensi diri untuk terus tumbuh dan pengembangan diri.

Maslow berpendapat bahwa kelima kategori kebutuhan di atas membentuk suatu hierarki. Seorang individu pertama-tama akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Jika belum terpuaskan, seorang individu akan terus termotivasi untuk memenuhinya. Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpenuhi, kebutuhan-kebutuhan ini berhenti berfungsi sebagai faktor penggerak motivasi yang utama dan sang individu bergerak “menaiki” tangga hierarki dan mulai mencoba memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan keamanan (Griffin, 2002: 41). Proses ini berlangsung terus sampai individu mencapai level aktualisasi diri.

Jika dikaitkan dengan tugas guru sebagai seorang pengajar, hierarki kebutuhan Maslow ini dapat kita contohkan dalam hal berikut ini: (1) gaji, (2) program pensiun, (3) hubungan yang baik dengan rekan sekerja, dalam hal ini sesama guru, (4) jabatan, kenaikan pangkat dan golongan, dan (5) pekerjaan yang menantang, misalnya guru melakukan penelitian ilmiah sesuai dengan bidang dan kemampuannya.

e. Teori ERG atas motivasi (Clayton Alderfer)

Selain teori Maslow di atas, masih ada teori lain yang juga berkaitan dengan pendekatan hierarki kebutuhan, yakni teori ERG (Existense, Relatedness, Growth). Teori ERG atas motivasi (ERG theory of motivation) ini mengubah hierarki kebutuhan yang telah dikembangkan oleh Maslow menjadi tiga level. Teori ini menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan individu dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kategori yang saling melingkupi, yakni eksistensi, hubungan, dan pertumbuhan (Griffin, 2002: 42).

1). Kebutuhan-kebutuhan eksistensi, yakni kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan fisiologis dan keamanan.

2). Kebutuhan-kebutuhan hubungan, berfokus pada bagaimana individu berhubungan dengan lingkungan sosialnya.

3). Kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan, merupakan level tertinggi dalam skema ERG, meliputi kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan diri (self-esteem) dan aktualisasi diri.

f. Teori dua-faktor (Herzberg)

Teori dua-faktor atas motivasi (two-factor theory of motivation) adalah teori yang menyatakan bahwa manusia mempunyai dua kumpulan kebutuhan, yakni: (1) yang berkaitan dengan kepuasan kerja dan (2) yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja (Manullang & Manullang, 2004: 177). Kepuasan dan ketidakpuasan seseorang dipengaruhi oleh dua

16

kelompok faktor independen, yakni faktor-faktor penggerak motivasi dan faktor-faktor higienis (Griffin, 2002: 43).

1). Faktor-faktor penggerak motivasi (motivator), yakni faktor-faktor yang mampu memuaskan dan mendorong orang untuk bekerja dengan baik, yang terdiri dari:

a). keberhasilan pelaksanaan (achievement), b). pengakuan (recognition),

c). pekerjaan itu sendiri (the work it self), d). tanggung jawab (responsibilities), e). pengembangan (advencement).

2). Faktor-faktor higienis, yakni faktor-faktor yang dapat menimbulkan rasa tidak puas kepada pegawai (demotivasi), yang terdiri dari:

a). kebijaksanaan dan administraasi perusahaan (company policy and administration),

b). supervisi (technical supervisor),

c). hubungan antarpribadi dengan atasan (interpersonal supervision), d). gaji (wages).

g. Kebutuhan-kebutuhan manusia secara individual (McClelland)

Adalah David McClelland (seorang Psikilog dari Amerika) yang pertama kalinya mengungkapkan tiga kebutuhan individual yang paling penting, yakni pencapaian, afiliasi, dan kekuasaan (Griffin, 2002: 44). 1). Pertama, kebutuhan akan pencapaian (need for achievement - nAch),

untuk menyelesaikan suatu tujuan atau tugas dengan lebih efektif dibanding sebelumnya.

2). Kedua, kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation - nAff), merupakan keinginan untuk ditemani dan diterima oleh manusia lain. Individu-individu yang memiliki kebutuhan afiliasi tinggi cenderung lebih menyukai (dan berkinerja lebih baik dalam) pekerjaan-pekerjaan yang meminta banyak interaksi sosial dan menawarkan peluang untuk berteman.

3). Ketiga, kebutuhan akan kekuasaan (need for power - nPow), yakni keinginan untuk menjadi individu yang berpengaruh di dalam sebuah kelompok dan untuk mengendalikan lingkungannya. Individu-individu yang memiliki kebutuhan akan kekuasaan tinggi cenderung akan menjadi pekerja yang superior, memiliki catatan kehadiran yang baik, dan menduduki posisi supervisor.

h. Teori X dan teori Y (McGregor)

Douglas McGregor menyatakan bahwa ada 2 (dua) pendekatan atau filsafat manajemen yang mungkin diterapkan dalam organisasi/perusahaan. Masing-masing pendekatan itu mendasarkan diri pada serangkaian asumsi mengenai sifat manusia yang dinamainya Teori X dan Teori Y (Manullang & Manullang, 2004: 170).

1). Asumsi Teori X mengenai manusia:

18

b). Pada umumnya manusia tidak senang berambisi, tidak ingin tanggung jawab dan lebih suka diarahkan.

c). Pada umumnya manusia harus diawasi dengan ketat dan sering harus dipaksa untuk memperoleh tujuan-tujuan organisasi.

d). Motivasi hanya berlaku sampai tingkat lower order needs (physiological and safety level).

2). Asumsi Teori Y mengenai manusia:

a). Bekerja adalah kodrat manusia, jika kondisi menyenangkan.

b). Pengawasan diri sendiri tidak terpisahkan untuk mencapai tujuan organisasi.

c). Manusia dapat mengontrol diri sendiri dan memberi prestasi pada pekerjaan yang diberi motivasi dengan baik.

d). Motivasi tidak saja mengenai lower needs, tetapi sampai pada higher order needs.

Penekanan untuk masing-masing teori ini (Teori X dan Teori Y) berbeda, bahkan bisa dikatakan saling bertentangan/berlawanan. Dalam Teori Y, penekanan ada pada motivasi intern dan bersifat positif, sedangkan penekanan pada Teori Y ada pada motivasi ekstern dan bersifat negatif (Manullang & Manullang, 2004: 172).

i. Bagaiman cara untuk meningkatkan motivasi kerja?

Nitisemito (1982: 168) mengemukakan sedikitnya 11 (sebelas) cara untuk meningkatkan motivasi kerja. Kesebelas cara tersebut yaitu: (1) gaji yang cukup, (2) memperhatikan kebutuhan rohani, (3) sekali-kali

menciptakan suasana kerja yang santai, (4) memperhatikan harga diri

karyawan, (5) menempatkan karyawan pada posisi yang tepat, (6) memberikan kesempatan untuk maju kepada karyawan, (7) menjamin

masa depan karyawan, (8) mengusahakan loyalitas karyawan, (9) sekali-kali melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, (10) pemberian insentif yang terarah, dan (11) menyediakan fasilitas yang memadai.

Sementara itu, Soeharsono Sagir dalam Bedjo Siswanto (1987: 244), mengemukakan sedikitnya 7 (tujuh) cara untuk meningkatkan motivasi (motivasi kerja). Berikut uraian ketujuh cara tersebut:

1). Prestasi (Achievement)

Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan (needs) dapat mendorongnya mencapai sasaran.

2). Penghargaan (Recognition)

Penghargaan dalam bentuk pengakuan (recognition) atas suatu prestasi yang telah dicapai oleh seseorang dapat menjadi motivator yang kuat.

3). Tantangan (Challenge)

Adanya tantangan yang dihadapi bisa menjadi motivator yang kuat bagi manusia untuk mengatasinya. Sasaran/tujuan yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi motivator, bahkan cenderung untuk menjadi kegiatan rutin.

20

4). Tanggung jawab (Responsibility)

Adanya rasa ikut serta memiliki (sense of belonging) atau “rumoso handarbeni” akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab.

5). Pengembangan (Development)

Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari pengalaman kerja atau dari kesempatan untuk maju, dapat menjadi motivator kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih giat atau lebih bergairah.

6). Keterlibatan (Involvement)

Rasa ikut terlibat (involved) dalam suatu proses pengambilan keputusan dapat menjadi motivator yang cukup kuat bagi tenaga kerja.

7). Kesempatan (Opportunity)

Kesempatan untuk maju, dalam bentuk jenjang karier yang terbuka, dari tingkat bawah sampai tingkat top management dapat menjadi motivator yang cukup kuat bagi tenaga kerja.

2. Gaji

Gaji menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti upah kerja yang dibayar dalam jangka waktu yang tetap, bisa bulanan atau mingguan (W.J.S. Poerwadarminto, 1976). Berdasarkan pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa gaji sebenarnya merupakan upah atau balasan yang harus diterima oleh orang yang melakukan kerja, sebagai balasan atas jasa atau pengorbanan yang telah dilakukan pada periode tertentu. Sedangkan menurut UU No. 14

tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang dimaksud gaji adalah hak yang diterima guru dan dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Beban Pengeluaran Keluarga

Kata beban dan pengeluaran menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia memiliki arti yang sendiri-sendiri. Beban berarti tanggungan, kewajiban, dan sebagainya yang harus dilakukan, sedangkan pengeluaran adalah perbuatan (hal, cara, usaha, dsb.) mengeluarkan (W.J.S. Poerwadarminto, 1976). Jika kedua kata ini dihubungkan, dalam hal ini menjadi konteks beban sebagai tanggungan, kewajiban atau pun pengeluaran keluarga, maka hubungan kedua kata tersebut dapat diartikan sebagai sejumlah uang yang telah dikeluarkan pada periode tertentu (misalnya awal hingga akhir bulan) dan baru diperhitungkan pada masa sekarang (akhir atau awal bulan berikutnya). 4. Jarak Tempat Tinggal

Jarak menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti ruang (panjang, jauh) antara dua buah benda atau tempat, (W.J.S. Poerwadarminto, 1976). Dalam kaitannya dengan penelitian ini, jarak yang dimaksud adalah seberapa jauh jarak antara tempat tinggal guru dengan tempat atau lokasi sekolah dimana guru mengajar.

22

Dokumen terkait