• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Evaluasi Kinerja Badan Karantina Pertanian TA 2012 vi 7) Desiminasi Penilaian Persyaratan Teknis IKH (30 orang)

BIDANG KERJASAMA

B. Dokumen Kerjasama Bilateral

7) Kerjasama Indonesia – Australia

Pertemuan 17th Working Group on Agriculture, Food and Forestry (WGAFFC) Indonesia-Australia yang telah dilaksanakan pada tanggal

5-7 Desember 2012 di Perth Australia dengan hasil sebagai berikut :

- Delegasi Indonesia dipimpin oleh Kepala Badan Karantina Pertanian dan diikuti oleh 19 orang Delegasi Kementerian Pertanian dari Badan Karantina Pertanian, Pusat Kerjasama Luar Negeri, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan serta Direktorat Jenderal Hortikultura, 7 orang Delegasi Kementerian Kehutanan dan 5 orang pelaku usaha yaitu dari PT. Agung Mustika Selaras (Eksportir Manggis), CV. Karuna Sumber Jaya (produsen kemasan kayu), CV. Megah Mandiri Bali (Eksportir Wooden Handycraft) dan PT. Biogene (pelaku industri di bidang tanaman pangan).

- Delegasi Australia dipimpin oleh Ms. Jo Evans, First Assistance Secretary, Food Exports, DAFF dan diikuti oleh 22 delegasi dari DAFF, institutsi pemerintah terkait serta 13 delegasi dari pelaku industri.

- Pertemuan diawali dengan plenary session, dimana Australia memaparkan presentasi IA-CEPA Business partnership group position paper, including pilot project “A Healthy Diet”. Secara garis besar pihak Australia menyampaikan bahwa program „Healthy diet‟ merupakan implementasi dari kerangka kerjasama Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement untuk mendorong konsumsi daging merah di Indonesia dan konsumsi buah tropis Indonesia di Australia. Tujuan dari

234 Laporan Tahunan Badan Karantina Pertanian TA 2012

program tersebut adalah untuk mengembangkan mutual investasi antara Indonesia dan Australia.

Dalam plenary session tersebut Indonesia juga memaparkan Proposal for Alternative Treatments for Methyl Bromide. Indonesia menyampaikan alternatif treatment dengan menggunakan liquefied phosphine, gamma irradiation, semi permanent immunozation treatment, ECO2 dan ethyl formate. Untuk melakukan kajian efikasi terhadap beberapa alternatif treatment tersebut, Indonesia dapat bekerjasama dengan Australia sebagai negara mitra untuk mencari alternatif treatment yang tepat yang dapat diberlakukan dan diterima oleh kedua belah pihak.

1. Bersama ini disampaikan juga poin-poin penting hasil dari pertemuan tiap task force sebagai berikut :

Quarantine and Trade Dialogue

a. Pihak Australia menyampaikan update report terkait status Hendra virus dan Avian Influenza H7N7 outbreak. Australia menyampaikan bahwa saat ini telah ditemukan vaksin untuk melawan Hendra virus, Indonesia menyampaikan bahwa Hendra Virus masuk dalam kategori HPHK golongan I sehingga pemasukan kuda dilarang di Indonesia, untuk Avian Influenza outbreak, pihak Australia melaporkan bahwa outbreak tersebut telah berhasil dikendalikan, namun Indonesia masih melarang pemasukan unggas dan produknya sampai ada pernyataan resmi dari OIE terkait hal tersebut.

b. Terkait dengan isu update report on Australian Fumigation Accreditation Scheme, pihak Australia menyampaikan bahwa kerjasama AFAS selama ini dengan Badan Karantina Pertanian telah berhasil dengan baik dan sukses. Hal ini dibuktikan dengan ditingkatnya perjanjian AFAS dari lingkup bilateral ke lingkup multilateral. Badan Karantina Pertanian telah sukses untuk mendukung AFAS dan merekomendasikan untuk memasukan heat treatment dalam scope item kerjasama dalam AFAS. c. Indonesia menyampaikan presentasi berupa rencana Pre-shipment

Inspection (PSI) untuk pemasukan sapi bibit ke Indonesia yang rencananya akan mulai diberlakukan pada tahun 2013. Tujuan dari PSI tersebut adalah untuk memudahkan traceability, manajemen mitigasi risiko penyakit hewan karantina, pemenuhan persyaratan karantina negara tujuan serta simplifikasi prosedur pemasukan sapi bibit. Tahap pertama akan diberlakukan untuk sapi bibit, sedangkan tahap selanjutnya akan diberlakukan oleh pemasukan sapi betina produktif. Australia menyambut baik rencana PSI oleh Indonesia, dan meminta agar detail pelaksanaan PSI dapat didiskusikan secara bilateral lebih lanjut.

d. Dalam kesempatan ini, pelaku usaha juga menyampaikan beberapa isu terkait dengan importation of wooden handicraft, approval of tissue culture laboratory dan SPS complain terkait dengan persyaratan ISPM 15. Isu-isu tersebut berisi permintaan pelaku industri di Indonesia terkait pemenuhan persyaratan yang diberlakukan oleh Australia.

Terkait dengan importation of wooden handicraft, Australia mempersyaratkan adanya 2 (dua) macam perlakuan karantina untuk

non-235 Laporan Tahunan Badan Karantina Pertanian TA 2012

finished product dengan periode waktu tertentu. Pelaku industri merasa berkeberatan dan mengusulkan untuk non-finished product diberi perlakuan karantina satu kali.

Terkait dengan approval tissue culture laboratory saat ini sedang dalam proses kajian oleh pihak Australia untuk diterbitkan sertifikasi auditnya, sedangkan untuk isu kemasan kayu, akan ditinjau kembali persyaratan ISPM 15 karena tidak lagi efektif untuk perlakuan terhadap kemasan kayu.

Task Force on Crops and Plant Product

a. Indonesia berterima kasih kepada Australia terkait market access mangosteen yang secara perdana telah masuk pasar Australia pada bulan November 2012. Indonesia juga menyampaikan bahwa diperlukan beberapa perbaikan untuk persyaratan impor Australia yaitu persyaratan kemasan, priority handling untuk mangosteen clearance berserta fasilitas karantina serta alternatif treatment selain methyl bromide untuk pengendalian hama. Terkait dengan hal tersebut, Indonesia mengusulkan agar dilakukan pembicaraan lebih detail secara bilateral.

b. Indonesia menyampaikan recognition of pest free area-cyst nematode on potatoes untuk Western Australia dan recognition of fruit fly freedom untuk Riverland dan Tasmania.

c. Setelah manggis berhasil masuk ke pasar Australia, Indonesia juga telah mengirimkan technical information terkait buah Salak dan Mangga yang menjadi prioritas ekspor selanjutnya. Indonesia juga meminta agar Australia dapat memproses market access untuk Salak dan Mangga secara bersamaan. Pihak Australia saat ini sedang melakukan Import Risk Analysis terhadap Salak dan tidak dapat melakukan kajian PRA secara bersamaan dikarenakan terbatasnya sumber daya.

d. Terkait dengan Permendag 60 tahun 2012 dan Permentan No. 60 tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Product Hortikultura, pihak Australia berterima kasih kepada pemerintah Indonesia atas periode perpanjangan implementasi peraturan tersebut sampai tanggal 28 November 2012, sehingga memberikan waktu yang cukup kepada pelaku industri hortikultura di Australia untuk memenuhi persyaratan tersebut. Pihak Australia juga menyampaikan keberatannya atas persyaratan pre-shipment inspection yang dilakukan oleh pihak ketiga serta additional labelling dan persyaratan kemasan. Hal tersebut akan berdampak naiknya biaya produksi yang akan menjadi beban eksportir Australia dan Importir Indonesia. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak ketiga juga dirasakan oleh Australia akan berimbas kepada keamanan phytosanitary. Australia beranggapan bahwa verifikasi food safety system terkait dengan persyaratan regulasi tersebut, tidak perlu dilakukan lagi untuk Australia, karena pada saat kunjungan verifikasi ke Australia pada bulan Mei 2012, Indonesia telah melihat sistem keamanan pangan yang sudah baik di Australia.

Pihak Indonesia menyampaikan bahwa saat ini Kementerian Pertanian sedang melakukan kajian untuk mengintegrasikan Permendag 60 tahun 2012 dengan regulasi terkait PSAT termasuk memasukkan beberapa

236 Laporan Tahunan Badan Karantina Pertanian TA 2012

klausul terkait pengecualian. Pihak Australia juga akan mengundang Kementerian Perdagangan untuk berkunjung ke Australia dan melihat bahwa sistem sertifikasi ekspor yang dimiliki oleh Australia berkelas internasional.

Task Force on Livestock and Animal Products

a. Terkait dengan co-investment in development of Indonesia Industry, pihak Australia menyampaikan concern terkait permintaan Australia untuk melakukan investasi RPH beserta capacity building untuk mendukung industri halal di Indonesia serta agar Indonesia dapat menghasilkan daging untuk diekspor ke negara tetangga dan negara-negara timur tengah. Australia juga mengingatkan bahwa untuk menarik investor ke Indonesia, Indonesia perlu menetapkan regulasi yang stabil sehingga akan mempermudah pelaku usaha dalam menjalankan investasinya khususnya untuk daging sapi.

b. Pada tahun 2013 Indonesia telah menetapkan kuota impor daging sapi sebanyak 80.000 ton yang terdiri dari 32.000 boxed beef dan 267.000 sapi potong (setara dengan 48.000 ton daging). Alokasi impor untuk sapi terbagi 4 yaitu 21 (56.610 ekor), 45 persen (117.930 ton daging), 17 persen (46.230 ton daging) dan 17 persen (46.230 ton daging). Indonesia juga menyampaikan bahwa ijin impor untuk boxed beef akan diterbitkan tahunan, tetapi alokasinya akan terbagi menjadi 2 (dua) semester. Semester pertama Indonesia akan menerima sebanyak 60 persen dari total alokasi, sedangkan sisanya akan diterima pada semester kedua. Australia juga menyampaikan klarifikasinya terkait pemberitaan di media masa tentang kenaikan harga daging sapi. Kenaikan harga daging sapi tersebut bukan dikarenakan tingginya harga sapi impor dari Australia. Indonesia menanggapi bahwa kenaikan harga daging sapi tersebut terkait dengan mekanisme suplai pasar di Indonesia.

c. Terkait dengan persyaratan impor sapi bibit, Indonesia menyampaikan bahwa setiap impor sapi bibit wajib disertai dengan sertifikat pedigree. Adanya penahanan dan penolakan terhadap sapi bibit yang masuk ke Indonesia beberapa waktu lalu dikarenakan ada kesalahan dalam kategorisasi dan sapi-sapi yang masuk tersebut tidak disertai dengan certificate of pedigree. Berdasarkan dengan Permentan No. 51 tahun 2011 dan Undang-Undang No. 19 tahun 2012, dipersyaratkan bahwa certificate of pedigree harus disertakan untuk sapi perah, dua generasi diatasnya untuk dam dan sire, untuk daging sapi, satu generasi diatasnya. Individual certification juga harus disertakan untuk tiap hewan dan harus memuat estimated breeding values. Indonesia juga menyampaikan bahwa saat ini regulasi terkait sapi betina produktif sedang dalam proses finalisasi.

d. Australia menyampaikan concernya terkait dengan ditemukannya sample positif bovine johne‟s disesase (BJD) terhadap sapi asal Australia. Pihak Australia juga menyampaikan bahwa temuan dengan metoda ELISA dan PCR lebih banyak menghasilkan positif palsu. Untuk menjembatani hal tersebut, Indonesia berniat untuk meminta technical assistance kepada laboratorium rujukan OIE di Victoria. Indonesia juga menyampaikan untuk kedepannya perlu dilakukan tindakan karantina di negara asal sebelum

237 Laporan Tahunan Badan Karantina Pertanian TA 2012

komoditi dikapalkan. Hal ini untuk memastikan traceability khususnya untuk sapi bibit. Indonesia juga meminta Australia untuk menyediakan data area yang bebas BJD.

e. Terkait dengan AANZFTA tariff transposition untuk feeder atau slaughter cattle sebesar 5%, Australia menyampaikan bahwa tarif tersebut akan berdampak terhadap harga sapi asal Australia. Untuk itu pihak Australia menyampaikan bahwa regulasi tentang sapi betina produktif untuk segera difinalisasi agar dicapai kesepakatan tarif yang baru dengan persetujuan dari Kementerian Keuangan.

f. Indonesia menyampaikan bahwa banyak fasilitas RPH di Indonesia yang hanya digunakan untuk memotong sapi asal Australia sehingga produsen sapi lokal kesulitan untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di RPH tersebut. Indonesia juga menyampaikan bahwa proses stunning tidak wajib, tetapi eksportir Australia dapat melakukan stunning di Indonesia sesuai dengan persyaratan Majelis Ulama Indonesia. Australia menyampaikan bahwa beberapa eksporter mempersyaratkan stunning tetapi Australia juga menyarankan agar Indonesia dapat menyetujui sapi yang tidak melalui proses stunning sesuai dengan kaidah animal welfare framework yang akan mulai diberlakukan pada akhir Desember.

g. Untuk mendukung program peningkatan animal welfare, Australia menawarkan beberapa training pada tahun 2013 yaitu meat inspection training, training on handling and welfare livestock in feedlots during transport and at the time of slaughter, Australia-Indonesia university collaboration in improving existing veterinary curriculum, auditor training, animal welfare legislation, livestock traceability management system. h. Indonesia menyampaikan proposal project strengthening the

management of pasture and ranches in Indonesia. Proposal tersebut berupa training untuk petugas teknis dan feed inspector untuk tingkat provinsi maupun kabupaten. Indonesia akan menyediakan transportasi dan uang harian bagi peserta training tersebut, dan meminta Australia agar dapat menanggung akomodasi peserta training. Terkait dengan hal tersebut Australia dan the Northern Territory Government akan mempertimbangkan proposal Indonesia tersebut.

Task Force on Forestry

a. Isu di bidang kehutanan yang menjadi concern Indonesia dan Australia adalah progress of Illegal Logging Prohibition Act 2012, MoU on illegal logging dan implementasi Indonesian Timber Assurance System (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu).

b. Illegal Logging Prohibition telah disetujui oleh dewan senat Amerka pada 28 November 2012 dan telah berlaku di Australia. Terkait dengan MoU on Illegal Logging pihak Australia mengusulkan untuk mengikat kembali MoU tersebut dengan memperluas scope kerjasama dan periode waktu negosiasi.

2. Pada rangkaian kegiatan WGAFFC tersebut juga dilakukan kunjungan ke grain terminal di kwinana serta kunjungan ke terminal ekspor sapi di Gingin, West Australia.

238 Laporan Tahunan Badan Karantina Pertanian TA 2012

3. Mengingat bahwa hubungan kerjasama antara Indonesia dan Australia telah berjalan dengan baik dan banyaknya isu dalam WGAFFC yang progresnya belum terimplementasi dan terukur dalam waktu satu tahun, maka Indonesia mengusulkan agar pertemuan WGAFFC dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun untuk efektifitas hasil dan efisiensi biaya. Australia menerima usulan Indonesia tersebut dan akan dipertimbangkan untuk proses persetujuan.