• Tidak ada hasil yang ditemukan

B.1.4 Kesadaran akan Adanya Perubahan Nilai-nilai yang Disosialisasikan

Dalam dokumen GAMBARAN PENGHAYATAN PERAN IBU DALAM SOS (Halaman 70-74)

HASIL PENELITIAN IV.A Deskripsi Latar Belakang Subyek

IV. B.1.4 Kesadaran akan Adanya Perubahan Nilai-nilai yang Disosialisasikan

Ibu Lely menyadari adanya perubahan nilai-nilai dari yang ia alami sebagai anak perempuan dengan apa yang ia tanamkan sebagai ibu kepada anak- anak perempuannya. Ia merasa perubahan ini merupakan hasil dari

pengalamannya sebagai anak perempuan. Perubahan paling besar yang dirasakan dan disosialisasikan terkait dengan kebebasan untuk beraktivitas dan

mengaktualisasikan diri dalam berbagai kegiatan.

Nggak tau deh tradisi atau nggak, saya mah ngejalanin hidup ngalir aja. Apa yang bagus saya sampekan, yang dulu saya merasa saya nggak nyaman saya ngga terapin. Apa yang dulu saya ngerasa saya kepengen gini gini...saya coba berusaha kasih kebebasan ke anak-anak.

Retha menyadari adanya perubahan nilai yang disosialisasikan. Ia juga mengetahui perubahan ini terjadi karena ibunya merasa ada hal-hal yang tidak cocok dari pendidikan yang diberikan oleh popo (Ibu dari ibunya) terhadap ibunya. Pengetahuan dan kesadaran ini membantu Retha untuk memahami mengapa ibunya mendidik dan mendorong anak-anaknya seperti sekarang ini untuk berkegiatan dan beraktivitas di luar rumah.

Kan mama berasa juga ya, dulu waktu sama Popo mama kan juga ada yang nggak sreg. Kayak ya dia kan pengen keluar, pengen main sama

61

temen-temennya. Malu kalo harus di rumah terus, kuper

berasanya...Mama nggak mau anak-anaknya kuper. Makanya didorong keluar, tapi dikontrol. Terus kayak organisasi, dulu mama ee...Popo itu kan Chinesenya masih kentel sekali, jadi kalo dia tuh pegang, yang boleh keluar tuh cuma anak cowo. Yang boleh ngapa-ngapain itu cuma anak cowok. Dibela-belain sekolah ya anak cowo. Nah mama nggak mau kayak gitu...jadi kan mama kebetulan punya anak perempuan semua, kita semua apa ya...didorong untuk ikut organisasi-organisasi...biar nggak pemalu... Mama kan merasa dia pemalu...

Ibu Lely menyadari adanya perbedaan cara mendidik antara anak pertama, kedua dan ketiga walaupun sama-sama perempuan. Hal ini juga dirasakan oleh Retha. Perbedaan ini berlandaskan prinsip yang dianut oleh Ibu Lely.

Prinsip tante gini lho...anak pertama harus dipegang sekali...Kalo anak pertama sudah dipegang dengan baik, adik-adiknya udah tinggal ngikut. Kalo anak pertama aja udah lepas, adiknya...kita mau ngajarin apapun

juga nggak ada guna...”itu kakak boleh, itu cici boleh, itu koko boleh”

gitu kan...anak pertama mau tidak mau harus kita pegang...semua hal yang baik harus kita tanamkan. Kan nanti adiknya cuma liat contoh

kan...kalo ngeliat cicinya baik, udah nggak pake bilang “kok cici boleh,

aku nggak boleh, ma?” Sekarang malah kebalik...jadi, kakaknya yang

complain...”kok adeknya lebih longgar” (tertawa).

Secara spesifik, Retha merasa perbedaan ini muncul dalam keleluasaan untuk menginap di rumah teman. Pada masa kakak perempuannya bersekolah, ia sama sekali tidak diperkenankan untuk menginap di rumah temannya. Sementara Retha diperbolehkan menginap dalam kondisi mendesak.

Iya. Cici kan dulu nggak boleh nginep sama sekali, nggak pernah sama sekali...nggak boleh. Mau mama orangnya kenal pun, nggak boleh...kalo aku masih boleh nginep tapi kalo bener-bener mepet, harus

62 IV.B.1.5. Sosialisasi Identitas Gender pada Anak Perempuan

Ibu Lely merasa hal yang paling sering ia tanamkan kepada anak-anak perempuannya adalah nilai kepercayaan. Sebab menurutnya kepercayaan adalah suatu hal yang tidak bisa dibeli, sekaya apapun seseorang. Ia mewanti-wanti jangan sampai kepercayaan tersebut dirusak. Ia juga menekankan pentingnya ketepatan waktu.

Kalo kita udah janji sama orang, kita harus tepati...itu yang paling saya tekankan ke anak-anak.

Hal serupa juga dirasakan oleh Retha. Ia merasa ibunnya menekankan nilai kepercayaan ini kepada dirinya. Namun Retha memiliki pemaknaan yang berbeda tentang kepercayaan yang ditanamkan oleh ibunya.

Ini sih kepercayaan...Mama kan orangnya...kalo Popo ke mama, mama tuh ngak boleh ke mana-mana waktu dulu, waktu muda...nggak boleh pergi-pergi...kalo aku boleh, selama mama tahu aku pergi sama siapa...pulang jam berapa sama siapa. Eh pernah aku pulang jam tiga pagi, tapi pulangnya dari gereja. Asal ngabarin sih mama gapapa.

Retha memaknai kepercayaan yang diberikan oleh ibunya sebagai kepercayaan untuk beraktivitas di luar rumah. Kepercayaan ini merupakan hasil dari

pengalaman ibunya yang dahulu tidak diperbolehkan bepergian ke mana-mana oleh ibunya. Retha juga merasa ibunya mengajarkan nilai kedisiplinan padanya. Namun ia merasa ibunya tidak sekeras itu menanamkan kedisiplinan pada adiknya yang merupakan anak ketiga.

63 Retha merasa sangat ditanamkan kedisiplinan oleh ibunya, terutama dalam hal belajar.

Orang Chinese kan disiplin banget...apalagi kalo soal belajar itu mama disiplin banget...Waktu aku SD tuh bener-bener...kalo pr belum selesai, nggak boleh tidur. Trus setiap aku sakit, aku mau bolos kan kalo

sakit...biasanya bawaannya males kan...kalo kata mama tuh, kalo belum pingsan itu masih harus masuk sekolah.

Sementara dari segi afeksi, Retha merasa ibunya bukanlah sosok ibu yang sering memeluk atau melakukan kontak fisik dengan anaknya. Menurut Retha, hal ini disebabkan karena ibunya dulu mendapat didikan dari ibunya seperti ini.

Mama tuh tipe orang yang jarang peluk-peluk orang...karena Popo mungkin juga gitu. Popo anaknya banyak sekali, jadi dia jarang kontak fisik sama anaknya...mungkin mama nggak terbiasa juga kontak fisik sama anaknya.

Retha juga menyadari seiring dengan perkembangannya bahwa ia lebih mendapatkan pendidikan seksualitas dari sekolah. Ia merasa beruntung bersekolah di sekolah yang memberikan pendidikan seksualitas secara berkala dari jenjang SD sampai SMA. Sebab ia baru menyadari kalau ibunya kurang memberikan pendidikan seksualitas ini. Ia menduga karena ibunya sendiri pun merasa aneh dan tidak biasa membicarakan hal ini saat bersama ibunya dahulu.

Menurut Retha, nilai-nilai yang ditanamkan ibunya ini dilakukan melalui berbagai peristiwa hidup yang relevan. Namun tidak ada waktu khusus seperti duduk bersama di meja makan untuk membicarakan hal-hal seperti ini. Sedangkan menurut Ibu Lely apa yang ia lakukan merupakan suatu proses kehidupan yang mengalir dan dijalani saja.

64

Berjalan begitu aja ya...Nggak pake nyontek dari siapa -siapa sih...memang hukum alamnya kayak gitu kali ya...ya memang kenyataannya kayak begitu.

IV.B.1.6. Pengalaman Ibu dan Anak Perempuan dengan Identitas Ke-

Dalam dokumen GAMBARAN PENGHAYATAN PERAN IBU DALAM SOS (Halaman 70-74)