• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesadaran Diri Gereja sebagai Umat Allah dalam Dokumen Lumen Gentium Dewasa ini Gereja telah memandang dirinya sebagai sebuah tanda

KAUM MUDA DAN KARYA MUSIK DEWASA INI

A. Kesadaran Diri Gereja sebagai Umat Allah dalam Dokumen Lumen Gentium Dewasa ini Gereja telah memandang dirinya sebagai sebuah tanda

keselamatan dan sarana untuk mempertemukan umat manusia dengan Allah. Gereja tidak lagi memandang, jika adanya keselamatan hanya ada di dalamnya namun Gereja lebih terbuka bahwa keselamatan terjadi jika adanya sebuah pertobatan dan perubahan cara hidup. Gereja disebut suatu “misteri dan sakramen untuk menandai kesatuan unsur lahiriah dan rohani, unsur manusiawi dan ilahi, sehingga dapat menjadi tanda dan sarana untuk mempertemukan manusia dengan Allah dan mempersatukan umat manusia” (Heuken, 2004: 202).

Hadirnya Gereja dalam sejarah umat manusia tidak lepas dari peran aktif Yesus Kristus yang ikut menyejarah bersama perkembangan iman dan umat manusia itu sendiri. Ketika Kristus hadir di dunia dan ikut menyejarah bersama umat manusia, Dia membangun Kerajaan Allah. Kerajaan Allah yang Ia bangun inilah yang merupakan pondasi awal berdirinya Gereja. Gereja muncul dan berkembang dengan disemangati Kerajaan Allah dimana Kristus sendirilah sebagai pribadi hadir di dalamnya dan Roh Kudus menyatukan serta membimbing perjalanan Gereja menuju keselamatan umat manusia. Walaupun demikian, keselamatan bukan hanya terjadi dalam Gereja saja namun keselamatan tetap terjadi sekalipun di luar organisasi hierarkis Gereja itu sendiri atau dengan kata lain, unsur-unsur pengudusan dan kebenaran serta keselamatan tetap terjadi dimanapun selain dalam “Gereja Kristus” (Heuken, 2004: 202).

Berbicara mengenai Gereja berarti ikut juga memberikan definisi apa yang dimaksud dengan “Gereja”. Berikut arti Gereja ditinjau dari sisi asal katanya:

Kata “Gereja” yang berasal dari kata igreja dibawa ke Indonesia oleh para misionaris Portugis. Kata tersebut adalah ejaan Portugis untuk kata Latin ecclesia, yang ternyata berasal dari bahasa Yunani, ekklesia. Kata Yunani tersebut sebetulnya berarti ‘kumpulan’ atau ‘pertemuan’ atau ‘rapat’. Namun Gereja atau ekklesia bukan sembarang kumpulan, melainkan kelompok orang yang sangat khusus. Untuk menonjolkan kekhususan itu dipakailah kata asing itu. Kadang-kadang dipakai “jemaat” atau “umat”. Itu tepat juga. Perlu diingat bahwa jemaat ini sangat istimewa. Maka barangkali lebih baik memakai kata “Gereja” saja, yakni ekklesia. Kata Yunani itu berasal dari kata yang berarti ‘memanggil’. Gereja adalah umat yang dipanggil Tuhan. Itulah arti sesungguhnya kata “Gereja” (KWI, 1996: 332).

Dari asal kata inilah dapat diartikan bahwa Gereja merupakan jemaat atau umat yang terpanggil; terpanggil dalam hal apa? Tentunya dalam karya penyelamatan yang telah dimulai oleh Yesus Kristus sendiri terhadap umat manusia. Ketika berbicara mengenai peran, maka dapat dikatakan bahwa “umat-lah” yang memiliki peran lebih banyak dalam Gereja. Dalam Konsili Vatikan II (LG 9) menyebutkan bahwa “Umat Allah” sangat dipentingkan, khususnya untuk menekankan bahwa Gereja bukanlah pertama-tama suatu organisasi manusiawi melainkan perwujudan karya Allah yang konkret. Inilah bukti bahwa Allah benar-benar mengasihi dan memanggil umatNya. Memang Gereja dikatakan dengan kata “umat Allah” sedikit “kabur”, tetapi kata ini dipakai agar Gereja tidak dilihat secara yuridis dan organisatoris melulu karena Gereja muncul dan tumbuh dari sejarah keselamatan yang sudah dimulai dengan panggilan Abraham.

Sebuah kalimat, “umat Allah” digunakan untuk melihat bahwa Gereja tidak hanya dipandang secara yuridis dan organisatoris melulu melainkan Gereja dipandang sebagai bagian terpenting dari “umat” yang diselamatkan oleh Allah, seperti yang diungkapkan di atas. Dalam pandangan Dokumen Gereja, Gaudium et

Spes (GS) berkaitan dengan hal ini, Gereja muncul dan tumbuh dari sejarah keselamatan yang sudah dimulai dengan panggilan Abraham. Dengan demikian Konsili juga mau menekankan bahwa Gereja “mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya” (GS 1). Sekaligus jelas pula ditegaskan lagi bahwa Gereja itu sebenarnya majemuk: “Dari bangsa Yahudi maupun kaum kafir Allah memanggil suatu bangsa, yang bersatu-padu bukan menurut daging, melainkan dalam Roh” (LG 9). Konsili Vatikan II melihat Gereja dalam rangka sejarah keselamatan, tetapi tidaklah berarti bahwa Gereja hanyalah lanjutan bangsa Israel saja. Ketangan Kristus memberikan arti yang baru kepada umat Allah.

Seperti yang ditegaskan dalam LG 9 tadi bahwa Gereja itu adalah majemuk. Tidak memandang dan membedakan bangsa, suku, ras, golongan, bahasa dan sebagainya. Gereja menyatukan seluruh umatNya dalam suasana “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid kristus juga” (GS 1). Inilah yang disebut dengan pergulatan hidup manusia, dimana manusia mencoba berjuang untuk terus dapat memberi arti yang lebih baik dalam hidupnya sehingga apa yang diterimanya sejak awal mula hidup yaitu suatu hidup yang penuh arti haruslah dengan usaha dan kerja keras berusaha memberi ruang kepada hidup itu agar tetap bermakna.

Manusia dari dulu hingga saat ini terus bergulat dengan hidupnya untuk menemukan nilai yang sesuai dengan arah hidupnya. Terkadang manusia ingin agar hidup itu seimbang dengan lingkungan dimana ia berada namun kadang-kadang lingkungan itu sendiri yang karena kejahilan manusia lainnya akhirnya tidak bersahabat dan mendukung proses penyesuaian manusia dengan lingkungannya dan

terjadilah suatu hal yang tidak diinginkan; misalnya saja terjadi bencana alam. Memang, dalam hal ini rahasia batinnya sendiri coba ia selami namun apabila telah menemukannya terkadang ia menjadi ragu dan kemudia tidak tahu kemana seharusnya ia harus mengarahkannya. Dalam semua pergulatan inilah sebenarnya umat Allah itu sendiri sadar akan keberadaannya sebagai makhluk yang universal. Dimana yang seharusnya menjadi tindakan makhluk universal itu ialah mampu membentuk tata kenegaraannya, kemasyarakatan dan ekonomi, yang semakin baik mengabdi manusia, dan membantu masing-masing perorangan maupun setiap kelompok, untuk menegaskan serta mengembangkan martabatnya sendiri.

Kesadaran diri Gereja sebagai umat Allah dalam hal ini memiliki arti yang luas dimana Gereja bukanlah lagi menyangkut perorangan namun ketika berbicara mengenai Gereja berarti melibatkan juga dalam berbicara mengenai dunia, karena Gereja ada dalam dunia dan Gereja pula bagian dari dunia. Inilah sifat universal dalam Gereja. Gereja menerima apa yang diberikan oleh dunia padanya dan Gereja memiliki hak untuk menolak segala bentuk tindak kejahatan yang disebabkan oleh umat manusia dalam dunia itu sendiri dan Gereja memiliki hak untuk memperbaiki sisi negatif dalam dunia tersebut.

Gereja sebagai umat Allah yang terpanggil serta terdorong oleh iman berusaha untuk mengenali setiap peristiwa dalam hidupnya dan tuntutan-tuntutan serta aspirasi-aspirasi yang dirasakan bersama pada zaman sekarang ini. Mencoba mengenai isyarat-isyarat sejati kehadiran atau rencana Allah (GS 11). Sedikit demi sedikit Gereja menyelami arti kehadirannya di tengah-tengah dunia dan zaman sehingga apa yang dikatakan mengenai Gereja sadar akan kehadirannya di tengah dunia memiliki peran aktif semakin nyatalah bahwa umat Allah dan bangsa manusia yang mencakupnya saling melayani dengan demikian semakin nyata lagi perutusan

Gereja sebagai misi yang bersifat religius dan justru karena itu juga Gereja memiliki sifat manusiawi.

Sifat manusiawi yang tergambarkan dalam diri Gereja telah muncul sejak dahulu yaitu katika Yesus mengawali karyaNya dengan mewartakan kabar bahagia, yakni kedatangan Kerajaan Allah yang sudah berabad-abad lamanya dijanjikan dalam Alkitab: “Waktunya telah genap, dan Kerajaan Allah sudah dekat” (Mrk 1:15). Dengan ini pulalah maka Gereja berusaha menampakkan misteri keselamatan yang ada di dalamnya. Kabar Bahagia inilah yang disebut sebagai wujud dari kehadiran Kristus bagi umat manusia, maka sangat diharapkan adanya tanggapan dari umat itu sendiri (LG 5).