EVANGELISASI BARU BAGI KAUM MUDA DI KEUSKUPAN AGUNG PONTIANAK
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Disusun oleh:
John Ariyo Putra NIM: 041124015
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
orang yang sangat aku cintai, kedua orang tuaku dan adik-adikku: Ayah dan Ibu, Eriya, Wiro serta Adhe Panudi
dari mereka aku belajar mencintai dan dicintai, dari mereka aku belajar tentang kerasnya hidup, dari mereka aku belajar pantang menyerah dalam hidup,
v MOTTO
“Untuk terus maju, kadang-kadang cahaya terbaik bagi perjalanan itu mungkin saja berupa hasil dari pengurungan niat”.
viii ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “KARYA MUSIK DAERAH SEBAGAI USAHA PENGEMBANGAN EVANGELISASI BARU BAGI KAUM MUDA DI KEUSKUPAN AGUNG PONTIANAK”. Penulis memilih judul ini didasari oleh suatu keinginan untuk menyumbangkan metode evangelisasi baru melalui karya musik daerah kepada Keuskupan Agung Pontianak. Selain itu penulis juga merasa sudah waktunya kaum muda bergerak berangkat dari tradisi kebudayaan dan kesenian daerah menuju kematangan iman di tengah kemajuan zaman yang semakin modern. Bertitik tolak pada alasan ini, maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para pewarta untuk mewartakan Kabar Baik sekaligus usaha pendekatan terhadap kaum muda.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana evangelisasi baru dapat terjadi terhadap kaum muda melalui karya musik daerah. Dalam pengkajian masalah ini diperlukan data yang berkaitan langsung dengan judul sebagai sumber bahasan utama dan penulis menggunakan metode analisis interpretatif dan studi pustaka. Di samping itu wawancara juga digunakan dalam usaha mendapatkan data yang berkaitan dengan kaum muda, karya musik daerah dan evangelisasi serta tradisi kesenian yang ada di Keuskupan Agung Pontianak agar memperoreh gagasan yang penting dalam tulisan ini. Data yang telah didapatkan ini akan dipergunakan sebagai acuan sekaligus melihat peluang untuk dilaksanakannya pewartaan melalui karya musik daerah atau musik inkuturasi.
ix ABSTRACT
The title of this thesis is “TRADITIONAL MUSIC AS AN CONTRIBUTION FOR DEVELOPMENT OF NEW EVANGELIZATION FOR THE YOUTH IN ARCHDIOCESE OF PONTIANAK”. The writer chose the title based on a concern to contribute an evangelization method by means of traditional music for the Archdiocese of Pontianak. Beside this, the writer also felt that it is high time for youth to enrich the maturity of faith based on the tradition of the native culture and art in the midst of modern world. Therefore, the thesis is meant to help catechists in proclaiming the Good News as well as their approach to the youth.
The main problem of the thesis concerns about how the new evangelization can be implemented into the youth by means of traditional music. In examining the problem, the writer used the methods of interpretative analysis and bibliographical study. The writer also used the interview method to gather some data implementation youth, about traditional music and evangelization, as well as about traditional art that is present in the Archdiocese of Pontianak in order to gain some important ideas for this writing. The data are used as reference of this thesis and at once to see the chances upon evangelization by means of traditional and inculturated music.
x
KATA PENGANTAR
Dengan segenap hormat dan kerendahan hati, penulis menghaturkan segala puji dan syukur yang tiada terkira kepada Yesus Kristus, Sang Cinta yang memberi cintaNya tanpa henti karena rahmat dan kasih-Nya telah memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul KARYA MUSIK DAERAH SEBAGAI USAHA PENGEMBANGAN EVANGELISASI BARU BAGI KAUM MUDA DI KEUSKUPAN AGUNG PONTIANAK.
Penulis mengakui ketika awal menulis skripsi ini banyak hal suka duka yang dilalui. Kesulitan yang sangat terasa ketika penulis mengumpulkan sumber-sumber data, namun karena kecintaan terhadap musik serta ide-ide dan usulan-usulan cemerlang dari berbagai pihak terutama Dosen Pembimbing Skripsi, akhirnya kesulitan itu tidak berarti apa-apa. Memang tidak banyak seluk-beluk yang penulis ketahui tentang musik, namun karena cinta dan perjuangan keras sedikit demi sedikit penulis juga tahu mengenai musik. Namun di balik semua itu penulis sangat menyadari bahwa nuansa studi kateketik yang penulis jalani selama empat tahun setengah ini pun sungguh merasuk ke dalam pribadi penulis. Penulis merasa studi kateketik ini merupakan dasar untuk mengembangkan ilmu-ilmu lainnya termasuk ilmu-ilmu yang tidak terumuskan dalam kurikulum.
xi
daerah tersebut berguna bagi kaum muda Gereja, selain sebagai barang komersial. Langkah awal penulis untuk menanggapi keprihatinan tersebut yaitu dengan menulis skripsi tentang karya musik daerah. Pusat Musik Liturgi Yogyakarta (PML) telah memulai memanfaatkan peluang terhadap adanya media pewartaan dalam budaya setempat yaitu karya musik, mengapa tidak penulis maupun siapa saja yang dapat melanjutkan karya tersebut dengan caranya masing-masing.
Pergulatan penulis selama kurang lebih lima tahun studi di kampus IPPAK tercinta ini telah memampukan penulis untuk melihat dunia secara lebih luas lagi. Dari sisi ilmu, tak terbilang ilmu yang penulis peroleh, tak terbilang cinta dan perhatian yang penulis alami baik selama studi maupun saat penyusunan skripsi. Penulis merasa dengan menulis skripsi ini berarti inilah equilibrium dari semua ilmu yang didapat baik formal maupun non formal dan sekaligus awal untuk menapaki lembar-lembar kosong yang harus penulis isi dalam lembaran hidup ini. Sebagai ungkapan yang tiada berarti apa-apa dibandingkan cinta yang telah penulis dapatkan, izinkanlah penulis haturkan rasa syukur dan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mengembangkan penulis:
1. Romo Karl-Edmund Prier, S.J., Lic.Phil., selaku dosen pembimbing utama yang senantiasa memberikan perhatian, semangat, menyediakan waktu khusus, mengusulkan ide-ide dan saran-saran serta membimbing penulis selama proses pengerjaan skripsi ini hingga selesai.
xii
3. Bapak P. Banyu Dewa HS., S.Ag., M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak perhatian dan pendampingan bagi penulis selama proses studi yang penulis jalani di kampus ini maupun saat penulis menyusun skripsi.
4. Romo Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J., selaku Kaprodi IPPAK yang selalu memberi dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Namun lebih daripada itu, terima kasih karena telah menjadi sosok yang demikian dekat dan berarti, layaknya orang tua bagi penulis. Terima kasih untuk semua kesempatan, bimbingan, perhatian, serta kepercayaan yang Romo berikan sehingga penulis dapat menjadi seperti sekarang ini.
5. Segenap staf dosen, sekretariat dan perpustakaan, karyawan piket dan parkir Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah begitu melimpahi penulis dengan ilmu, perhatian, dukungan, bimbingan serta senyuman yang selalu menguatkan penulis menjalani proses studi di kampus ini.
6. Sahabat-sahabat mahasiswa, terkhusus angkatan 2004. Kita telah melalui pahit getir selama studi di IPPAK, bersama jatuh dan bersama bernyanyi, bersama tertawa dan bersama terluka. Jadikan ini sebagai kenangan terindah yang takkan pernah terlupakan sampai kita tua nanti hingga kita terlahir kembali di suatu saat. Terima kasih atas warna-warni indah yang kalian berikan dalam hidup penulis. Selamanya akan penulis simpan sebagai kenangan terindah yang menghiasi taman hati penulis. Sampai jumpa di lain kesempatan.
xiii
mengingatkan bahwa terdapat satu masa di mana kita bernyanyi bersama melantunkan ungkapan syukur yang melimpah kepada-Nya.
8. Teman-teman kos V’Men yang pernah penulis kenal. Terima kasih untuk semua kebersamaan yang telah dilalui bersama, penulis tidak akan mampu menjalani semuanya tanpa bantuan dan kehadiran teman-teman kos V’Men. Segenap canda dan tawa, suka dan duka sangat menguatkan bagi penulis. Semoga hidup mempertemukan kita lagi dalam satu kesempatan.
9. Yasinta yang selalu memberi dorongan serta semangat untuk menyelesaikan skripsi ini secepatnya, menjadi editor penulis secara langsung. Penulis mengakui peranannya sangat besar dalam proses penulisan skripsi ini karena tanpa dia dan tanpa semangatnya kemungkinan besar penulis akan selalu bermalas-malasan di kos. 10.Keluarga penulis yang sangat penulis cintai, andai terdapat kata yang mampu melukiskan betapa kalian sungguh berarti dalam hidup penulis, karena dari kalian semuanya berawal dan kepada kalianlah penulis akan selalu terinspirasi.
11.Seluruh staf Pusat Musik Liturgi (PML) Yogyakarta yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan not angka dalam bentuk komputerisasi.
12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini telah menjadi bagian berarti dalam hidup penulis serta memampukan penulis menyelesaikan studi ini.
xv DAFTAR ISI
JUDUL ……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………. iv
MOTTO ………... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……… vii
ABSTRAK ……….. viii
ABSTRACT ……… ix
KATA PENGANTAR ……… x
DAFTAR ISI ………... xv
DAFTAR SINGKATAN ……… xix
BAB I. PENDAHULUAN ………... 1
A. Latar Belakang ………... 1
B. Rumusan Masalah ……… 11
C. Tujuan Penulisan ………. 11
D. Manfaat Penulisan………... 11
E. Metode Penulisan ………... 12
F. Sistematika Penulisan ………... 12
BAB II. KAUM MUDA DAN KARYA MUSIK DEWASA INI ... 14
A. Kesadaran Diri Gereja sebagai Umat Allah dalam Dokumen Lumen Gentium ………... 14
B. Gambaran Umum Kaum Muda ……… 18
1. Ciri-ciri kaum muda ………... 20
a. Segi biologis ………. 21
b. Segi psikologis ………... 22
xvi Evangelii Nuntiandi ………. 48
K. Kebudayaan dan Iman Memiliki Pengaruh Terhadap Evangelisasi: Sebuah Tinjauan Kritis John Mansford Prior …… 51
BAB III. EVANGELISASI BARU MELALUI KARYA MUSIK DAERAH ………... 56
A. Evangelisasi dalam Karya Musik Daerah Merupakan Sebuah Usaha Dialog ………... 56
B. Evangelisasi Baru Dilakukan Di Keuskupan Agung Pontianak dan Tantangan yang Dihadapi ………... 61
1. Motivator yang memberdayakan ………... 61
2. Pintu masuk evangelisasi melalui kebudayaan ……….. 63
xvii
C. Karya Musik Daerah Sebagai Pintu Masuk Dalam Evangelisasi 67
1. Peluang evangelisasi ……….. 67
2. Realitas dan harapan dalam evangelisasi ………... 69
D. Contoh Karya Musik Dan Analisisnya ……… 72
1. Aspek-aspek lagu yang akan dianalisis ………. 73
a. Musik ………... 73
b. Syair ………... 74
c. Musik sebagai evangelisasi …………... 75
2. Analisis Karya Musik ………... 78
a. Musik asli ……… 78
1) Penjelasan judul lagu ………... 81
2) Musik ………. 81
3) Syair ………... 82
4) Musik sebagai evangelisasi ………... 84
b. Musik pop ……… 84
1) Penjelasan judul lagu ………. 86
2) Musik ………. 87
3) Syair ………... 88
4) Musik sebagai evangelisasi ………... 89
c. Musik Inkulturasi Gerejani ………... 90
1) Penjelasan judul lagu ………. 91
2) Musik ………. 92
3) Syair ………... 93
4) Musik sebagai evangelisasi ………... 94
E. Contoh Katekese Melalui Karya Musik Daerah ……… 95
1. Contoh katekese ………. 95
2. Identitas ………. 95
3. Pemikiran dasar ………. 97
4. Pengembangan langkah-langkah ……… 98
xviii
BAB IV. PENUTUP ……… 109
A. Kesimpulan ………... 110
B. Saran/ Usulan ... 112
DAFTAR PUSTAKA ………... 115
LAMPIRAN Lampiran 1: Hasil Wawancara 1 ... (1)
Lampiran 2: Hasil Wawancara 2 ... (2)
Lampiran 3: Hasil Wawancara 3 ... (3)
Lampiran 4: Surat Permohonan Data Kaum Muda ... (4)
Lampiran 5: Lampiran Surat Permohonan ... (5)
Lampiran 6: Hasil Wawancara 4 ... (6)
Lampiran 7: Hasil Wawancara 5 ... (7)
Lampiran 8: Hasil Wawancara 6 ... (8)
Lampiran 9: Hasil Wawancara 7 ... (9)
Lampiran 10: Hasil Wawancara 8 ... (10)
xix
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/ 1985, hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AG : Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner Gereja, 7 Desember 1965.
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.
EN : Evangelii Nuntiandi, Anjuran Apostolik Paus Paulus VI tentang Evangelisasi dalam Dunia Modern, 8 Desember 1975.
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral tentang Gereja Dalam dunia Modern, 7 Desember 1965.
xx
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.
RN : Rerum Novarum, Ensiklik Paus Leo XIII mengenai kondisi kelas kerja, Mei 1891.
SC : Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci, 4 Desember 1963.
C. Singkatan Lain
Bdk : Bandingkan
CU : Credit Union
Dkk : Dan kawan-kawan
GD-F : Generasi Dayak Foundation, komunitas yang bergerak di bidang pengumpulan dan penyaluran bantuan terhadap anak-anak miskin di Ketapang, Kalimantan Barat.
GKE : Gereja Kristen Evangeli
GNOTA : Gerakan Nasional Orang Tua Asuh
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Pendidikan Agama Katolik
KAP : Keuskupan Agung Pontianak Komkat : Komisi Kateketik
Komkep : Komisi Kepemudaan Komsos : Komisi Sosial
xxi
MM : Maelzel Metronome, alat pengukur kecepatan (tempo) OMK : Orang Muda Katolik
PIA : Pembinaan Iman Anak PIOD : Pembinaan Iman Orang Dewasa PIR : Pembinaan Iman Remaja
PKPKM : Pedoman Karya Patoral Kaum Muda PML : Pusat Musik Liturgi
SAV : Studio Audio Visual
SCP : Shared Christian Praxis, metode dalam berketekese STFT : Sekolah Tinggi Filsafat Teologi
STKAT : Sekolah Tinggi Kateketik UGM : Universitas Gajah Mada UNY : Universitas Negeri Yogyakarta USD : Universitas Sanata Dharma
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjelang abad-21 perkembangan dunia bergerak sangat cepat, baik di
bidang teknologi, ilmu pengetahuan, struktur masyarakat dunia, kebudayaan maupun
paradigma-paradigma baru dalam memandang dunia. Perubahan-perubahan inilah
yang lama-kelamaan memicu munculnya tema-tema dalam kehidupan seputar
masalah keadilan, hak asasi manusia, kemerdekaan, demokrasi, emansipasi,
solidaritas, lingkungan dan pluralitas. Hal ini merupakan sebuah tanda bahwa adanya
hubungan timbal balik antara manusia dengan manusia dan manusia dengan
lingkungannya. Di sisi lain manusia sadar bahwa selain adanya hubungan dirinya
dengan sesamanya dan makhluk hidup beserta lingkungan sekitarnya, ada hubungan
manusia dengan Yang Ilahi. Dalam hubungan yang satu ini terkadang kurang
disadarinya karena terkalahkan oleh permasalahan di seputar kehidupan manusia.
Sejak zaman para nabi, zaman Yesus Kristus dan diteruskan hingga sekarang telah
diusahakan dalam pewartaan yaitu membuka jalan pada manusia dalam hubungannya
dengan Sang Pencipta.
Beranjak lebih jauh lagi bahwa pewartaan bukanlah seperti yang
dimaksudkan demikian: pewartaan selalu berhubungan dengan yang rohani, berbicara
tentang masalah surga, semua perkataan yang selalu berhubungan dengan yang ilahi,
pewartaan lebih-lebih merupakan pengungkapan iman secara konkret dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini karya Roh lebih diutamakan dibandingkan
dengan karya manusia itu sendiri. Apa itu karya Roh dan apa itu karya manusia?
harus dimiliki dan diwujudkan bersama sedangkan karya manusia berupa suatu
tindakan untuk mewujudkan karya Roh. Tidak mungkin karya manusia terjadi tanpa
karya Roh namun karya Roh dapat terwujud dalam diri manusia yang berkehendak
baik serta menyerahkan diri seutuhnya kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu
penerangan dan dorongan Roh Kudus dibutuhkan baik dalam si pewarta maupun
dalam orang yang mendengarkan Injil (Gal 1:9). Berpangkal dari 2 Kor 4:5, St.
Paulus menyebutkan “Bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus
sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus”. Segala
perhatian diarahkan kepada Kristus, khususnya kepada tindakan penyelamatan Allah
dalam Kristus. Berbicara dalam konteks ini, mewartakan berarti membawakan orang
kehadapan peristiwa keselamatan Allah sendiri. Artinya orang-orang yang mau dan
tergerak untuk ‘dibawa’ dalam keselamatan Allah dengan sendirinya akan mengalami
suka cita yang menjadi cita-cita dalam jemaat bersama sejak jemaat perdana
terbentuk yaitu damai sejahtera hadir dan menyelimuti orang-orang yang percaya.
“Paulus memiliki keyakinan bahwa manusia diselamatkan hanya karena iman kepada
Yesus Kristus” (Gal 2:6).
1. Evangelisasi
Evangelisasi tidak dapat dimengerti dengan hanya menyebut satu kata:
evangelisasi berarti pewartaan. Evangelisasi dimengerti dengan beranjak dari
kenyataan bahwa karya-karya dari evangelisasi haruslah nampak terlebih dahulu dan
setelah itu dapat dinamakan evangelisasi (Jacobs, 1992: 108). Memang dapat
dimengerti juga bahwa evangelisasi berarti pewartaan, namun pewartaan yang
Evangelisasi merupakan suatu upaya bersama sebagai orang beriman
untuk menyalurkan pengalaman imannya kepada masyarakat di sekitarnya dalam
terang Roh Kudus. Oleh karena itu evangelisasi merupakan suatu bentuk kesaksian
hidup. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa kesaksian merupakan tugas perutusan
Kristiani. Kesaksian ini mengisyaratkan integrasi dari berbagai aspek kehidupan,
keluarga, dan persekutuan umat Gereja (EN 41). Kesaksian hidup merupakan aspek
evangelisasi yang paling mendasar dan dari sinilah pergerakan karya evangelisasi
dapat terwujud nyata dalam kehidupan sehari-hari umat beriman. Kesaksian hidup
menuntut pribadi untuk berani keluar dalam dirinya sendiri dan ikut memberikan
kesaksian hidup bagi yang lainnya setelah dirinya menerima suatu kesaksian akan
keselamatan dari Allah.
Jika ditelaah sedikit ke dalam, dalam praxisnya, evangelisasi menuntut
beberapa hal yang bukan hanya berkaitan dengan akibat positif namun akibat negatif
juga dapat terjadi. Akibat negatif bisa saja ditimbulkan karena minimnya atau
sempitnya pengertian/ pemahaman akan evangelisasi tersebut. Misalnya saja ketika
evangelisasi hanya dipahami sebagai misi. Begitu sempitnya sehingga dengan
pemahaman seperti ini segala kegiatan dan tindakan dilakukan juga hanya sebatas
untuk mencapai tujuan tertentu saja yaitu lebih mementingkan kuantitas (Suharso &
Retnoningsih, 2005: 116). Menurut Suharyo, 1995: 58, ada tiga tahap inisiasi ke
dalam iman yang berkaitan dengan evangelisasi yaitu, pra-evangelisasi: usaha
menumbuhkan minat terhadap masalah-masalah hidup dan iman sebagai persiapan
untuk mendengarkan warta kristiani, evangelisasi: merupakan pewartaan iman
kristiani yang dasar, katekese: pengajaran mengenai pokok-pokok iman.
Evangelisasi memang menuntut pengetahuan baik dari sisi pewarta
memberikan diri masuk lebih dalam lagi dalam evangelisasi; Sakramen Inisiasi
(Pembaptisan, Krisma dan Ekaristi) menawarkan sebuah gerbang indah untuk
memulai hidup baru berdasarkan sabda-sabda dan pengetahuan yang diterima dari
buah-buah evangelisasi. Perlu disadari juga kajian mengenai Umat Allah oleh Konsili
Vatikan II yang dinyatakan, “Umat Allah sangat dipentingkan, khususnya untuk
menekankan bahwa Gereja pertama-tama bukanlah sebuah oraganisasi manusiawi
melainkan perwujudan karya Allah yang konkret” (LG 9 bdk. KWI, 1996: 333).
Kekhususan Umat Allah dalam menanggapi sebuah evangelisasi justru terlihat dari
bagaimana cara memahami sebuah warta keselamatan dengan caranya
masing-masing dan di sini pula letak kekhasannya sebagai Umat Allah yang selalu dihidupi
oleh sabda kehidupan atau sabda keselamatan. Dengan caranya masing-masing dapat
terlihat misalnya dalam kehidupan berkeluarga (bagi yang telah berkeluarga), dalam
kehidupan pertemanan (bagi yang belum berkeluarga), dalam kehidupan biara (bagi
para religius), dan dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya.
2. Kaum muda
Dalam tulisan ini yang menjadi sasaran utama adalah kaum muda di
Keuskupan Agung Pontianak. Mengapa kaum muda? Mengapa kaum muda di
Keuskupan Agung Pontianak? Penulis mengatakan bahwa kaum muda identik dengan
generasi fresh. Dalam kotbahnya pada hari Minggu tanggal 21 November 2006 saat
misa Ekaristi Kaum Muda di gereja St. Antonius Kotabaru, Romo Gandhi, SJ
mengatakan, “Kaum muda adalah tonggak awal bergeraknya Gereja menuju
kedewasaan. Kaum muda diharapkan mampu yang pertama ialah menggerakkan
dirinya sendiri untuk membangun situasi diri sendiri kemudian berani keluar dari
dengan ungkapan yang dilontarkan oleh Romo Gandhi tadi dapat dikatakan bahwa
kaum muda benar-benar memiliki andil yang lebih besar terhadap situasi luar yang
melingkupi gerak kaum muda itu sendiri. Berbagai cara yang dilakukan dalam
pendekatan dengan situasi kaum muda dewasa ini misalnya dengan cara camping
rohani, out bond, rekoleksi kaum muda dan sebagainya.
Realitas yang terjadi bahwa kaum muda sendiri yang menggerakan dirinya
dapat terlihat di sebuah desa kecil Taize, di Pegunungan Burgundi beberapa mil dari
garis demarkasi yang membelah Prancis menjadi dua. Kaum muda berdatangan dari
berbagai negara baik perorangan maupun kelompok dengan satu tujuan yaitu ingin
mendapatkan keheningan dan pengalaman baru bersama saudara-saudara dari negara
yang berbeda (Olivier, 2003:107). Kaum muda memiliki harapan untuk memperoleh
sesuatu dengan apa yang dilakukannya dan dengan apa yang diusahakan dengan
sekuat kemampuannya. Sebuah keinginan yang terpendam pasti menuntut sebuah
penyelesaian bahwa harus segera mencapai sesuatu. Keinginan keras inilah yang
mendorong kaum muda dalam usahanya untuk segera melakukan sesuatu dan
memenuhi keinginannya tersebut. Inilah sifat asli kaum muda, yaitu keinginan untuk
terus memandang keluar untuk melihat sebuah kebahagiaan.
Sebuah pertanyaan yang cukup kritis yang dilontarkan oleh Oliver
Clement (2003: 10) dalam bukunya yang berjudul Taize, Mencari Makna Hidup yaitu
“Mengapa setiap tahun beribu-ribu orang muda dari kelima benua terus saja datang
ke Taize, tak kunjung henti mengadakan ziarah, minggu demi minggu”? Dibutuhkan
tanggapan serius untuk menanggapi pertanyaan tersebut. Kaum muda adalah sebuah
sosok ketika dalam masanya selalu memiliki pengharapan dimana pengharapan
dilakukan oleh kaum muda dan salah satu warna cerah yang terus dihidupi ialah
ketika harus sampai di sebuah desa kecil Taize, Prancis.
Orang-orang muda sangat haus akan yang mutlak. Dan tidak dapat
diragukan, dewasa ini banyak orang muda/ kaum muda mengunjungi biara-biara
walau hanya sekedar ingin tahu kehidupan di dalamnya. Namun dari maksudnya yang
terdalam mungkin ada pertanyaan yang sedikit mengganjal, mengapa? Karena
mereka sedang mencari Allah? Yang mereka temukan di biara-biara terlebih-lebih
adalah rasa misteri, kedamaian, dan kedalaman – segala sesuatu yang tidak terdapat
dalam masyarakat-masyarakat tempat kita hidup (Oliver, 2003: 28). Keinginan kaum
muda dalam masanya memang masih berupa pencarian hidup. Banyak hal yang
ditawarkan baik yang berifat khas duniawi dan fantastis maupun dalam beberapa
yang berurusan dengan kekudusan. Tidak heran apa saja yang dapat dicoba senantiasa
terus dilakukan, dan sekali lagi ini demi memberi warna di masa mudanya serta
dalam pencariannya. Dengan alasan seperti ini jugalah maka penulis memilih kaum
muda sebagai fokus dalam tulisan ini.
3. Musik
Salah satu yang paling dekat dengan kaum muda dan tidak mungkin tidak
ada dari salah satu kaum muda yang mengenalnya yaitu musik. Melalui musik, apa
saja dapat diungkapkan. Berbagai macam perasaan contohnya saja sedih, senang,
marah, benci, sayang, cemburu, bosan, terharu dan sebagainya. Seperti yang
diungkapkan dalam istilah seni pada umumnya bahwa suatu karya seni paling baik
dinilai menurut ukuran atau pertimbangan estetis, yaitu bersifat ekspresif atau tidak
ekspresif, dapat atau tidak dapat menimbulkan emosi estetis para pemirsa (Gie, 1996:
sisi penghargaan maupun sebuah prestasi hanya merupakan sebuah pendukung sebab
dalam unsur estetis ini mementingkan sebuah ekspresi yang mendalam dari sebuah
estetika sehingga menimbulkan tanggapan berupa perasaan estetis dan pada akhirnya
sebuah perasaan estetis yang merupakan sebuah emosi dari si penanggap timbul
sebagai sebuah bentuk respon penting untuk memberi penilaian suatu karya seni.
Musik merupakan salah satu unsur yang terdapat pada karya seni. Hampir
semua panca indera memainkan peranan penting di dalamnya. Musik menuntut
tanggapan dari masing-masing bagian panca indera, misalnya dalam penglihatan.
Musik menampilkan seni tentang ruang dimana terdapat cahaya, warna, gerak dan
tarikan garis-garis sebagai mediumnya. Panca indera yang lainnya ialah pendengaran.
Pendengaran ini berkaitan langsung dengan melodi dan syair. Musik menampilkan
suara yang dihasilkan langsung oleh alat-alat yang keberadaan musik tersebut. Dalam
pendengaran ini musik tidak lupa menampilkan kata atau syair. Kata merupakan
bentuk ekspresif langsung dari sebuah nada. Ungkapan berupa kata ini dapat
menunjukan sekaligus mendukung nada dalam menunjukan berbagai karakter
manusia atau situasional berbagai macam peristiwa hidup. Masih dalam lingkup ini
pula, musik memberikan paduan antara penglihatan dan pendengaran. Terciptanya
nada dan gerak merupakan sebuah unsur seni paduan yang memberikan warna baru
untuk sebuah esensi seni yang ekspresif (Gie, 1996: 54-57).
Melihat begitu banyaknya peran musik dalam hidup dengan memberikan
ruang khusus pada diri personal, ada kemungkinan bahwa warna-warni hidup
terbangun karenanya. Kaum muda yang ekspresif akan selalu menghiasi hidupnya
dengan musik. Namun dengan mengatakan seperti ini bukan berarti musik digemari
oleh semua orang terkhusus kaum muda, tidak. Tidak semua dari kaum muda
menggemari musik untuk bertindak mengambil langkah agar menghindari musik.
Ibarat pepatah para penikmat musik kebanyakan, “hidup tanpa musik adalah hampa”.
Sekedar mengenal ‘kulit luarnya’ saja sudah cukup bagi orang-orang yang tidak
gemar akan musik, apalagi untuk mereka yang menjadikan musik sebagai bagian
hidupnya.
4. Evangelisasi dalam karya musik
Evangelisasi bagi kaum muda melalui musik sebagai pintu masuknya
sangat memungkinkan bahwa Kabar Gembira akan cepat dan mudah ditangkap atau
dipahami. Kaum muda umumnya telah mengenal musik dengan berbagai jenisnya.
Memang perlu diakui bahwa dunia musik telah merambah dimana-dimana hingga ke
pelosok daerah bahkan musik merupakan salah satu adat-istiadat/ kebiasaan
masyarakat setempat dengan peralatan musiknya masing-masing. Contohnya saja di
Kalimantan Barat. Berbagai karya musik telah dihasilkan. Beranjak dari gaya musik
daerah di Kalimantan, para komposer menciptakan lagu-lagu yang kurang lebih
memiliki gaya khas Kalimantan.
Dewasa ini blantika musik daerah telah diwarnai dengan berbagai hasil
ciptaan lagu-lagu yang cukup digemari oleh masyarakat setempat. Inspirasi lirik dari
lagu-lagu daerah tidak jauh dari seputar masalah dan kejadian dalam kehidupan
sehari-hari dan tidak sedikit pula lagu-lagu hasil ciptaan mengangkat adat istiadat
daerah setempat. Oleh karena inilah karya musik daerah merupakan salah satu karya
musik yang digemari. Evangelisasi melalui lagu-lagu daerah merupakan salah satu
cara yang digunakan dalam pendekatan terhadap kaum muda dengan maksud utama
Evangelisasi dalam pengertian alkitabiah khususnya Perjanjian Baru
dimengerti sebagai Kabar Gembira yang didasarkan pada apa yang dimaksud Paulus
dalam pewartaan tentang Kristus dan rencana keselamatan Allah. Kabar Gembira
dalam Perjanjian Baru erat kaitannya dengan istilah kesaksian, dalam bahasa Yunani
kuno martyria. Dikatakan oleh Jacobs (1992: 108) bahwa kesaksian selalu berarti
pengakuan, dengan itu maka “saksi” mempunyai arti yang khas misioner.
Komposer asal Kalimantan Barat yang telah berkarya kurang lebih sepuluh
tahun, Alpino telah memberikan sebuah kesaksian hidup dalam beberapa karyanya
(mis. Ka’ Patamuan, Ka’ Radio, dan Baru’ Tumalam). Dia juga telah membagikan pengalaman dan pergulatan batinnya dalam menghadapi tantangan dalam dirinya
sendiri maupun tantangan dalam kehidupan bermasyarakat dan selain itu ungkapan
syukur serta permohonan tidak luput dari tema lirik beberapa lagu-lagunya. Misalnya
berikut ini kutipan refren dari salah satu judul lagu yang memiliki tema tentang
penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan dengan judul Jubata:
Ka’ Kita’ Jubata kami bapadah Ka’ Kita Jubata kami bapinta’
Uba’atn barat niti maraga nang manyak rintangan
(PadaMu Tuhan kami mengadu PadaMu Tuhan kami memohon
Memikul beban berat di sepanjang jalan yang banyak rintangan)
Karya musik memang tidak jauh dari pengungkapan oleh apa yang sedang
dirasakan dan ada yang menjadi acuan norma dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
pengungkapan rasa bersalah di hadapan Tuhan dan merasa telah berdosa karena
melalaikan kepentingan bersama dan hanya mementingkan kepentingan sendiri dan
kepada kekasihnya. Kemudian dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari sebuah
prosesi kegiatan di ladang dilukiskan dengan sebuah lantunan lagu.
Sebuah kesaksian hidup sangat berarti dan memiliki nilai seni ketika
diungkapkan melalui sebuah lagu. Kesaksian hidup yang memiliki nilai seni
merupakan wujud daya kreativitas manusia yang tidak hanya memandang dari sisi
luar/ harafiahnya saja namun mencoba menggali sejauh mana sebuah kesaksian hidup
dapat terungkapkan dengan memperhatikan nilai-nilai seni yang ada.
Kaum muda di Keuskupan Agung Pontianak mendapat tempat khusus
dalam tulisan ini. Sebagai salah satu dari kaum muda di Keuskupan Agung
Pontianak, penulis merasa ada suatu hal yang harus dilakukan untuk menyemangati
serta mengembangkan sisi hidup rohaninya. Penulis merasa ini perlu dilakukan
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ialah karena faktor ekonomi, sosial, dan
agama.
Faktor ekonomi menuntut setiap keluarga yang berkekurangan bekerja
keras untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Tingkat pendidikan di Sekolah Dasar
bagi anak-anak terpaksa digantikan dengan kerja keras di ladang/ sawah atau mencari
kerja di luar daerah. Begitu juga yang terjadi pada kaum mudanya. Dalam hal ini
yang terpenting adalah uang dan kebutuhan keluarga, sisi hidup rohani menjadi
terabaikan. Faktor sosial dalam masyarakat mempengaruhi pola hidup orang-orang
tertentu dan menjadi sebuah kebiasaan. Misalnya, pagi hari noreh (mengumpulkan
lateks dari pohon karet), siang hari menjual hasil olahan pada penadah. Pada sore
hingga malam hari hasil dari penjualan karet ini dipergunakan untuk
mabuk-mabukan, sisanya untuk membeli kebutuhan keluarga. Lain hal dengan faktor agama;
disebabkan kekurangan tenaga, Gereja Katolik sering kehilangan anggotanya yang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kaum muda Keuskupan Agung Pontianak menanggapi karya
musik dewasa ini?
2. Sejauh mana karya musik daerah mengembangkan evangelisasi baru bagi
kaum muda di Keuskupan Agung Pontianak?
3. Apa relevansi dan peran karya musik daerah terhadap perkembangan
evangelisasi baru dalam Gereja zaman sekarang?
C. Tujuan Penulisan
1. Memberikan gambaran mengenai tanggapan kaum muda secara umum dan
secara khusus kaum muda di Keuskupan Agung Pontianak tentang karya
musik dewasa ini.
2. Karya musik daerah mengembangkan evangelisasi di Kalimantan Barat sejauh
ada dukungan dari pihak Gereja setempat serta adanya kemauan dan usaha
para pewarta dalam mendukung perkembangan evangelisasi baru.
3. Memaparkan relevansi dan peran karya musik daerah terhadap perkembangan
evangelisasi baru dalam Gereja zaman sekarang.
D. Manfaat Penulisan
1. Menumbuhkan kesadaran baru bagi kaum muda bahwa sebuah karya musik
dapat membantu dalam menumbuh-kembangkan iman kepada Yesus Kristus.
2. Memberikan sumbangan gagasan dan pemikiran serta motivasi bagi para
katekis, hierarki dan para pemimpin umat akan pentingnya sebuah
3. Bagi penulis sendiri, membangun kesadaran dan paradigma baru mengenai
arti sebuah evangelisasi beserta cara yang dapat digunakan dalam evagelisasi
tersebut.
E. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analitis
interpretatif, serta studi pustaka. Artinya penulis mendasarkan tulisannya pada studi
kepustakaan atau literer, baik melalui tulisan-tulisan ilmiah, berupa buku, majalah
buletin, maupun ajaran-ajaran Gereja serta Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru. Dengan kata lain, penulis mengumpulkan mengolah dan menganalisa, serta
menginterpretasi masalah-masalah sehubungan dengan tema dalam pembahasan
skripsi ini berdasarkan tulisan-tulisan dan teori-teori yang relevan. Selain itu, penulis
juga menggunakan metode wawancara untuk memperoleh data.
F. Sistematika Penulisan
Bab I berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sitematika penulisan.
Bab II berisikan kaum muda dan karya musik dewasa ini, diuraikan dalam
beberapa pokok diantaranya adalah kesadaran diri Gereja sebagai umat Allah dalam
dokumen Lumen Gentium, gambaran umum kaum muda, kaum muda di Keuskupan Agung Pontianak, karya musik dewasa ini, musik bagi kaum muda, karya musik
daerah Kalimantan Barat; pengertian evangelisasi baru; pengertian umum, pengertian
berdasarkan Kitab Suci, pengertian berdasarkan dokumen Gereja, isi evangelisasi
Nuntiandi, kebudayaan dan iman memiliki pengaruh terhadap evangelisasi: sebuah tinjauan kritis John Mansford Prior.
Bab III terdapat beberapa pokok penting yang diuraikan dalam bab ini,
yaitu: evangelisasi dalam karya musik daerah merupakan sebuah usaha dialog,
evangelisasi baru dilakukan di Keuskupan Agung Pontianak dan tantangan yang
dihadapi, karya musik daerah sebagai pintu masuk dalam evangelisasi, contoh karya
musik dan analisisnya: aspek-aspek lagu yang dianalisis; analisis karya musik.,
contoh katekese melalui melalui karya musik daerah.
Bab IV merupakan bagian terakhir dalam tulisan ini, penulis akan
memberikan kesimpulan dan saran kepada para katekis dan staf komisi di Keuskupan
Agung Pontianak, sanggar-sanggar seni di Keuskupan Agung Pontianak, dan kaum
BAB II
KAUM MUDA DAN KARYA MUSIK DEWASA INI
A. Kesadaran Diri Gereja sebagai Umat Allah dalam Dokumen Lumen Gentium Dewasa ini Gereja telah memandang dirinya sebagai sebuah tanda
keselamatan dan sarana untuk mempertemukan umat manusia dengan Allah. Gereja
tidak lagi memandang, jika adanya keselamatan hanya ada di dalamnya namun
Gereja lebih terbuka bahwa keselamatan terjadi jika adanya sebuah pertobatan dan
perubahan cara hidup. Gereja disebut suatu “misteri dan sakramen untuk menandai
kesatuan unsur lahiriah dan rohani, unsur manusiawi dan ilahi, sehingga dapat
menjadi tanda dan sarana untuk mempertemukan manusia dengan Allah dan
mempersatukan umat manusia” (Heuken, 2004: 202).
Hadirnya Gereja dalam sejarah umat manusia tidak lepas dari peran aktif
Yesus Kristus yang ikut menyejarah bersama perkembangan iman dan umat manusia
itu sendiri. Ketika Kristus hadir di dunia dan ikut menyejarah bersama umat manusia,
Dia membangun Kerajaan Allah. Kerajaan Allah yang Ia bangun inilah yang
merupakan pondasi awal berdirinya Gereja. Gereja muncul dan berkembang dengan
disemangati Kerajaan Allah dimana Kristus sendirilah sebagai pribadi hadir di
dalamnya dan Roh Kudus menyatukan serta membimbing perjalanan Gereja menuju
keselamatan umat manusia. Walaupun demikian, keselamatan bukan hanya terjadi
dalam Gereja saja namun keselamatan tetap terjadi sekalipun di luar organisasi
hierarkis Gereja itu sendiri atau dengan kata lain, unsur-unsur pengudusan dan
kebenaran serta keselamatan tetap terjadi dimanapun selain dalam “Gereja Kristus”
Berbicara mengenai Gereja berarti ikut juga memberikan definisi apa yang
dimaksud dengan “Gereja”. Berikut arti Gereja ditinjau dari sisi asal katanya:
Kata “Gereja” yang berasal dari kata igreja dibawa ke Indonesia oleh para misionaris Portugis. Kata tersebut adalah ejaan Portugis untuk kata Latin ecclesia, yang ternyata berasal dari bahasa Yunani, ekklesia. Kata Yunani tersebut sebetulnya berarti ‘kumpulan’ atau ‘pertemuan’ atau ‘rapat’. Namun Gereja atau ekklesia bukan sembarang kumpulan, melainkan kelompok orang yang sangat khusus. Untuk menonjolkan kekhususan itu dipakailah kata asing itu. Kadang-kadang dipakai “jemaat” atau “umat”. Itu tepat juga. Perlu diingat bahwa jemaat ini sangat istimewa. Maka barangkali lebih baik memakai kata “Gereja” saja, yakni ekklesia. Kata Yunani itu berasal dari kata yang berarti ‘memanggil’. Gereja adalah umat yang dipanggil Tuhan. Itulah arti sesungguhnya kata “Gereja” (KWI, 1996: 332).
Dari asal kata inilah dapat diartikan bahwa Gereja merupakan jemaat atau
umat yang terpanggil; terpanggil dalam hal apa? Tentunya dalam karya penyelamatan
yang telah dimulai oleh Yesus Kristus sendiri terhadap umat manusia. Ketika
berbicara mengenai peran, maka dapat dikatakan bahwa “umat-lah” yang memiliki
peran lebih banyak dalam Gereja. Dalam Konsili Vatikan II (LG 9) menyebutkan
bahwa “Umat Allah” sangat dipentingkan, khususnya untuk menekankan bahwa
Gereja bukanlah pertama-tama suatu organisasi manusiawi melainkan perwujudan
karya Allah yang konkret. Inilah bukti bahwa Allah benar-benar mengasihi dan
memanggil umatNya. Memang Gereja dikatakan dengan kata “umat Allah” sedikit
“kabur”, tetapi kata ini dipakai agar Gereja tidak dilihat secara yuridis dan
organisatoris melulu karena Gereja muncul dan tumbuh dari sejarah keselamatan
yang sudah dimulai dengan panggilan Abraham.
Sebuah kalimat, “umat Allah” digunakan untuk melihat bahwa Gereja
tidak hanya dipandang secara yuridis dan organisatoris melulu melainkan Gereja
dipandang sebagai bagian terpenting dari “umat” yang diselamatkan oleh Allah,
Spes (GS) berkaitan dengan hal ini, Gereja muncul dan tumbuh dari sejarah keselamatan yang sudah dimulai dengan panggilan Abraham. Dengan demikian
Konsili juga mau menekankan bahwa Gereja “mengalami dirinya sungguh erat
berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya” (GS 1). Sekaligus jelas pula
ditegaskan lagi bahwa Gereja itu sebenarnya majemuk: “Dari bangsa Yahudi
maupun kaum kafir Allah memanggil suatu bangsa, yang bersatu-padu bukan
menurut daging, melainkan dalam Roh” (LG 9). Konsili Vatikan II melihat Gereja
dalam rangka sejarah keselamatan, tetapi tidaklah berarti bahwa Gereja hanyalah
lanjutan bangsa Israel saja. Ketangan Kristus memberikan arti yang baru kepada umat
Allah.
Seperti yang ditegaskan dalam LG 9 tadi bahwa Gereja itu adalah
majemuk. Tidak memandang dan membedakan bangsa, suku, ras, golongan, bahasa
dan sebagainya. Gereja menyatukan seluruh umatNya dalam suasana “Kegembiraan
dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang sekarang, terutama kaum miskin dan
siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan
kecemasan para murid kristus juga” (GS 1). Inilah yang disebut dengan pergulatan
hidup manusia, dimana manusia mencoba berjuang untuk terus dapat memberi arti
yang lebih baik dalam hidupnya sehingga apa yang diterimanya sejak awal mula
hidup yaitu suatu hidup yang penuh arti haruslah dengan usaha dan kerja keras
berusaha memberi ruang kepada hidup itu agar tetap bermakna.
Manusia dari dulu hingga saat ini terus bergulat dengan hidupnya untuk
menemukan nilai yang sesuai dengan arah hidupnya. Terkadang manusia ingin agar
hidup itu seimbang dengan lingkungan dimana ia berada namun kadang-kadang
lingkungan itu sendiri yang karena kejahilan manusia lainnya akhirnya tidak
terjadilah suatu hal yang tidak diinginkan; misalnya saja terjadi bencana alam.
Memang, dalam hal ini rahasia batinnya sendiri coba ia selami namun apabila telah
menemukannya terkadang ia menjadi ragu dan kemudia tidak tahu kemana
seharusnya ia harus mengarahkannya. Dalam semua pergulatan inilah sebenarnya
umat Allah itu sendiri sadar akan keberadaannya sebagai makhluk yang universal.
Dimana yang seharusnya menjadi tindakan makhluk universal itu ialah mampu
membentuk tata kenegaraannya, kemasyarakatan dan ekonomi, yang semakin baik
mengabdi manusia, dan membantu masing-masing perorangan maupun setiap
kelompok, untuk menegaskan serta mengembangkan martabatnya sendiri.
Kesadaran diri Gereja sebagai umat Allah dalam hal ini memiliki arti yang
luas dimana Gereja bukanlah lagi menyangkut perorangan namun ketika berbicara
mengenai Gereja berarti melibatkan juga dalam berbicara mengenai dunia, karena
Gereja ada dalam dunia dan Gereja pula bagian dari dunia. Inilah sifat universal
dalam Gereja. Gereja menerima apa yang diberikan oleh dunia padanya dan Gereja
memiliki hak untuk menolak segala bentuk tindak kejahatan yang disebabkan oleh
umat manusia dalam dunia itu sendiri dan Gereja memiliki hak untuk memperbaiki
sisi negatif dalam dunia tersebut.
Gereja sebagai umat Allah yang terpanggil serta terdorong oleh iman
berusaha untuk mengenali setiap peristiwa dalam hidupnya dan tuntutan-tuntutan
serta aspirasi-aspirasi yang dirasakan bersama pada zaman sekarang ini. Mencoba
mengenai isyarat-isyarat sejati kehadiran atau rencana Allah (GS 11). Sedikit demi
sedikit Gereja menyelami arti kehadirannya di tengah-tengah dunia dan zaman
sehingga apa yang dikatakan mengenai Gereja sadar akan kehadirannya di tengah
dunia memiliki peran aktif semakin nyatalah bahwa umat Allah dan bangsa manusia
Gereja sebagai misi yang bersifat religius dan justru karena itu juga Gereja memiliki
sifat manusiawi.
Sifat manusiawi yang tergambarkan dalam diri Gereja telah muncul sejak
dahulu yaitu katika Yesus mengawali karyaNya dengan mewartakan kabar bahagia,
yakni kedatangan Kerajaan Allah yang sudah berabad-abad lamanya dijanjikan dalam
Alkitab: “Waktunya telah genap, dan Kerajaan Allah sudah dekat” (Mrk 1:15).
Dengan ini pulalah maka Gereja berusaha menampakkan misteri keselamatan yang
ada di dalamnya. Kabar Bahagia inilah yang disebut sebagai wujud dari kehadiran
Kristus bagi umat manusia, maka sangat diharapkan adanya tanggapan dari umat itu
sendiri (LG 5).
B. Gambaran Umum Kaum Muda
Sebutan terhadap kaum muda sebenarnya bukan hanya mengandung arti
bahwa seseorang dalam hitungan umur yang dianggap belum dewasa. Dengan
pengertian seperti ini hanya ketidakjelasan yang memberikan gambaran tentang kaum
muda. Kaum muda disebut sebagai “kaum muda” dalam pengertian berdasarkan umur
yaitu dengan umur yang terbentang dari 15-24 tahun, dalam tahap pertumbuhan fisik
dan perkembangan mental, emosional, sosial, moral serta religius (Shelton, 2000: 57).
Berdasarkan perkembangannya dalam tahap ini, sisi perkembangan yang paling
menonjol ialah diri kaum muda itu sendiri. Ia akan berusaha menunjukan siapa
dirinya dan komunitasnya beserta kemampuan/ keterampilan yang dimiliki.
Seorang penulis yang giat dalam pembinaan kaum muda, Tangdilintin
(2008: 5) dalam pendapatnya, ia menyebutkan istilah kaum muda dengan
Muda mudi dimaksudkan kelompok umur sexennium ketiga dan keempat dalam hidup manusia (kurang lebih 12-24 tahun). Bagi yang bersekolah, usia ini sesuai dengan usia Sekolah Lanjutan dan Perguruan Tinggi. Ditinjau dari segi sosiologis, seringkali patokan usia di atas perlu dikoreksi dengan unsur status sosial seseorang dalam masyarakat tertentu (sama dengan kedewasaan psikologis). Status sosial yang dimaksudkan ialah hak dan tugas orang dewasa yang diberikan kepada seseorang yang sesuai dengan tata kebiasaan masyarakat tertentu. Status sosial ini sering sejalan dengan status berdikari di bidang nafkah/ dan atau status berkeluarga. Unsur usianya masih dalam jangkauan usia muda-mudi, bisa dianggap sudah dewasa dan sebaliknya orang yang sudah melampaui usia masih dianggap muda-mudi.
Status kaum muda yang diberikan kepada kaum muda itu sendiri tidaklah
sesuai apabila dalam usianya yang masih muda ia hanya berpangku tangan atau
menurut pepatah: ibarat katak yang terus berbunyi menunggu hujan turun dari langit.
Sebaliknya, dalam batasan umur untuk ukuran orang dewasa bahkan tua namun
apabila dalam memandang hidup penuh dengan optimis dan bersemangat serta mau
bekerja keras inilah yang pantas dikatakan sebagai kaum muda, generasi fresh. Romo
Gandhi, S.J. (pendamping kaum muda di Paroki St. Antonius Kotabaru 2005-2006)
selalu mengharapkan bahwa kaum muda benar-benar memiliki andil yang lebih besar
terhadap situasi luar yang melingkupi gerak kaum muda itu sendiri. Berbagai cara
yang dilakukan dalam pendekatan dengan situasi kaum muda dewasa ini misalnya
dengan cara camping rohani, out bond, rekoleksi kaum muda dan sebagainya.
Realitas yang terjadi bahwa kaum muda sendiri yang menggerakan dirinya
dapat terlihat di sebuah desa kecil Taize, di Pegunungan Burgundi beberapa mil dari
garis demarkasi yang membelah Prancis menjadi dua. Kaum muda berdatangan dari
berbagai negara baik perorangan maupun kelompok dengan satu tujuan yaitu ingin
mendapatkan keheningan dan pengalaman baru bersama saudara-saudara dari negara
yang berbeda (Olivier, 2003:107). Kaum muda memiliki harapan untuk memperoleh
sekuat kemampuannya. Sebuah keinginan yang terpendam pasti menuntut sebuah
penyelesaian bahwa harus segera mencapai tujuan. Keinginan keras inilah yang
mendorong kaum muda dalam usahanya untuk segera melakukan sebuah usaha dan
memenuhi keinginannya. Inilah sifat asli kaum muda, yaitu keinginan untuk terus
memandang keluar untuk melihat sebuah kebahagiaan.
1. Ciri-ciri kaum muda
Ciri-ciri kaum muda tidak lepas dari pengaruh lingkungan di sekitarnya.
Mulai dari pola hidup, cara-cara dalam pergaulan, keterlibatan dalam masyarakat,
hingga yang berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan tertentu yang menjadi ciri khusus
yang menandakan dirinya adalah kaum muda. Kaum muda berkembang setaraf
dengan pola pikir dan kesadaran mereka akan kebutuhan serta peran yang akan selalu
disandangnya ketika dalam lingkungan orang dewasa dan akan disesuaikannya ketika
berada dalam lingkungannya sendiri (Shelton, 1988: 34).
Beberapa tahun yang lalu Komisi Kepemudaan KWI mengadakan
pertemuan dengan para penanggungjawab kaum muda di Syantikara Yogyakarta
tahun 1997. Dalam pertemuan tersebut Komisi Kepemudaan KWI (1999: 4)
mengungkapkan bahwa kaum muda dengan batasan-batasan umurnya yaitu:
Kaum muda adalah mereka yang berusia 13 sampai 35 tahun dan belum menikah, sambil tetap memperhatikan situasi dan kebiasaan masing-masing daerah. Kaum muda tersebut mencakup jenjang usia remaja, taruna dan pemuda.
Dengan melihat begitu banyaknya batasan-batasan usia yang diberikan
dan semuanya menunjukan tidak ada kesamaan untuk batasan ini maka baiklah,
batasan yang diberikan oleh Komisi Kepemudaan KWI ini menjadi patokan dasar
sosiologisnya, biologisnya. Pada usia ini secara umum kaum muda sedang memasuki
masa pancaroba dan ada yang mulai memasuki masa dewasa dan pada usia ini, kaum
muda mengalami perkembangan kemampuan kognitif, afektif serta kemampuan
beraktivitas yang pesat. Di sinilah tempat dan saatnya untuk membangun dan
mengembangkan watak dan kepribadian serta termasuk eksplorasi seluruh bakat yang
ada.
Dikatakan bahwa masa muda adalah masa yang menentukan, baik itu
masa depan, kehidupannya, keluarganya, dalam masyarakat dan bahkan bangsa dan
negara dapat ditentukan olehnya. Pada masa muda ini pula segala tanggungjawab
mulai lebih memberikan sebuah makna tersendiri. Arah hidup harus mereka tentukan
sendiri. Terdapat masa-masa yang menentukan kaum muda dalam kehidupannya
sehari-hari yang dipengaruhi oleh segi-segi baik itu segi biologis, psikologis, maupun
segi sosiologisnya. Penjelasan selanjutnya akan dipaparkan berikut ini:
a. Segi biologis
Perkembangan kaum muda dilihat dari segi biologis ini adalah
perkembangan yang dapat diamati secara langsung atau dengan kata lain dalam
perkembangan dari segi biologis ini pula lebih menunjukan perkembangan jasmani.
Namun sejauh ini perkembangan fisik dan segi biologis Perkembangan fisik kaum
muda dapat dilihat pada tungkai dan tangan, otot-otot tubuh berkembang pesat, tetapi
pada kepalanya masih mirip dengan anak-anak. Sedangkan perkembangan hormon di
dalam tubuhnya membuat mereka lebih menyadari diri sebagai pria atau wanita.
Mereka merasakan daya tarik jenis lain. Mereka mulai mengalami perasaan jatuh
Hal terpenting di sini untuk menunjukan ciri-ciri lebih mengarah pada
kaum muda adalah bagaimana terlihat dalam pertumbuhan/ perubahan pada setiap
anggota tubuhnya seperti yang dipaparkan di atas.
b. Segi psikologis
Segi psikologis lebih-lebih mengedepankan bagaimana perkembangan
kaum muda misalnya dilihat dari sisi perkembangan emosional dan sosial. Kaum
muda akan menunjukan sifat-sifat yang mengarah pada kepedulian terhadap sesama
dan lingkungan. Telah dijelaskan diatas tadi bahwa pada tahap ini kaum muda mulai
mencari-cari berbagai makna daam kehidupannya termasuk arti cinta, sinta ekslusif
maupun cinta universal. Mereka mulai memahami perasaan lawan jenisnya dan dapat
merasakan jatuh cinta beserta mencoba menemukan romantiknya saat-saat
berpacaran.
Seorang ahli psikologi, Hurlock (1990: 272) mengemukakan pendapatnya
tentang masa dewasa sebagai berikut:
Masa dewasa, yaitu periode yang paling panjang dalam masa kehidupan, umumnya dibagi atas tiga periode yaitu: masa dewasa dini, dari umur 18 sampai 35 tahun, masa dewasa pertengahan atau “setengah umur”, dari 35 tahun sampai 60 tahun dan masa dewasa akhir atau usia lanjut dari usia 60 tahun hingga mati. Masa dewasa dini adalah masa pencarian kemantapan dan masa produktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan-perubahan nilai-nilai, kreativititas dan penyesuaian pada pola hidup baru.
Pada masa dewasa dini, orang muda mulai menemukan dan mengambil
tanggungjawab pribadi untuk mengarahkan hidup mereka sendiri. Perkembangan
dengan lingkungan dimana kesehariannya maupun untuk membina perasaan agar
mampu percaya diri.
Masa muda merupakan masa genting bagi perkembangan kognitif
(Shelton 1988: 66-67). Refleksi kognitif memungkinkan orang muda untuk
menyimak sejarah hidup mereka sendiri secara lebih langsung. Orang muda harus
mencari, menghadapi masalah-masalah, dan menyusun pemikiran mereka dalam
suatu sistem berpikir yang lebih utuh untuk memberi arti pribadi. Oleh karena inilah
orang muda biasanya seringkali mengambil jarak terhadap dirinya sendiri.
Melihat situasi seperti di atas dapat dikatakan kaum muda adalah manusia
yang sedang berada dalam fase belajar untuk menjadi pribadi manusia yang dewasa.
Dengan kata lain setiap orang muda harus mampu menangkap situasi hidup dengan
cara yang khas dan berprinsip.
c. Segi sosial
Kaum muda akan terlihat sangat kontras dengan masa kecil yang telah
dilaluinya atau dengan masa dewasa yang belum dilalui karena dilihat dari segi sosial,
kaum muda adalah manusia yang penuh dengan ketegangan dan pergolakan demi
mencari identitas dirinya, mencari dukungan dan menunjukan identitasnya.
Timbulnya dorongan untuk berdiri sendiri, menentukan pilihannya sendiri,
mengambil sikap dalam keputusannya sendiri, menjadikannya sebagai pribadi yang
ingin otonomi sambil memperluas jangkauan pergaulannya sehari-hari. Mereka mulai
sadar bahwa lingkungan pergaulannya dalam keluarga dirasa sudah terlalu sempit.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kaum muda merupakan sosok pribadi yang
selalu berkobar-kobar, penuh dinamika, penuh gairah. Seringkali bagi kebanyakan
petualang hidup terus dihidupi untuk mencari dan membentuk pribadi serta
identitasnya. Kaum muda selalu terbuka akan segala hal, termasuk
tantangan-tantangan dalam hidupnya. Dan satu hal lagi sifat kaum muda yang paling menonjol
yaitu ingin selalu mendapat pengakuan dari lingkungan sekitarnya dan ingin
membuktikan bahwa dirinya “bisa”. Mereka kurang bisa menerima segala sesuatu
ditentukan oleh orang lain.
2. Perkembangan Iman Kaum Muda
Berbicara mengenai iman sudah barang tentu memberikan porsi besar
untuk siapa yang diimani tersebut dan dalam hal ini tidak lain adalah Yesus Kristus.
Iman adalah proses aktif dan dinamis yang memainkan peranan sentral dalam
membentuk tanggapan yang diambil dalam menanggapi kehidupan. Artinya iman
adalah cara seseorang untuk melihat dirinya sendiri dalam hubungan dengan orang
lain berdasarkan arti dan maksud yang dimengerti bersama. Maka iman adalah
keterlibatan yang manusia buat bagi orang lain, kelompok dan jemaat. Di dalam
keterlibatan itu ada kepercayaan yang dalam untuk berbagi dalam nilai-nilai bersama.
Nilai-nilai itu adalah cita-cita yang secara dalam merasuki harapan, pandangan dan
rasa manusia untuk mencapai tujuan.
Shelton (1988: 55-56) mengemukakan pendapat Fowler dalam teorinya
bahwa “untuk mencapai iman yang benar-benar mantap seseorang harus melewati
tahap-tahap yang tidak sangat mudah bahkan dibutuhkan sebuah perjuangan untuk
melewati proses sulit dan tidak jarang menemui derita. Orang muda tampak sedang
berusaha meninggalkan tahap ketiga dan memasuki tahap keempat (lihat di bawah,
pada butir c-d), suatu proses yang biasanya diliputi keraguan dan penderitaan”. Ada
a. Tahap I: proyektif intuitif (usia 4-8 tahun)
Dalam usia ini anak-anak mengalami kesulitan dalam menentukan sebab
akibat, melepaskan kenyataan dari khayalan dan memahami urutan berbagai
peristiwa. Oleh karena itu tantangan yang muncul pada tahap ini ialah untuk
mengembangkan pemusatan perhatian yang lebih sadar mengenai masa depan.
b. Tahap II: mistis literal (usia 6-7 tahun hingga 11-12 tahun)
Di usia seperti ini, argumentasi secara sederhana dan mengembangkan
kategori-kategori untuk mengklasifikasikan berbagai penglaman. Lingkungan mulai
dikuasai secara konkret karena mereka belum memiliki kemampuan abstraksi dan
refleksi. Tuhan dilihat sebagai sesuatu yang setia dan tidak dipersoalkan. Tetapi dunia
tetap saja tidak pasti dan dalam berbagi cara, mereka tidak berdaya. Dalam
kepercayaan dan keagamaan mereka dapat menemukan rasa aman.
c. Tahap III: sistem konvensional (usia 12 tahun hingga dewasa)
Kaum muda memandang dunia dari sudut interpersonal. Gagasan-gagasan,
harapan-harapan dan pandangan orang lain diinternalisasi untuk mendukung identitas
mereka yang sedang tumbuh. Pandangan orang lain sangat penting untuk
pembentukan sistem nilai mereka sendiri. Di sinilah simbol memiliki arti tersediri
bagi mereka. Simbol dimengerti sebagai sesuatu yang lebih daripada sekedar
penampilan benda fisiknya, atau nama yang digunakannya seperti misalnya “Tuhan”.
Di sini, kualitas pribadi simbol sangat diperhatikan. Jadi Yesus Kristus dapat menjadi
sahabat dan teman yang dapat mereka hubungi. Inilah yang mengakibatkan hubungan
d. Tahap IV: refleksi individuatif (usia 17-18 tahun hingga 20-22 tahun)
Selain usia yang telah ditentukan tersebut di atas, pada tahap ini dapat juga
terjadi pada usia 30-an atau 40-an tahun. Di usia ini seseorang mulai memandang
iman yang semakin “menjadi milik sendiri”. Iman bukan hanya personal namun lebih
konstan dan koheren. Mereka tidak hanya merasa hanya merasa butuh memperdalam
refleksi imannya, tetapi juga butuh keterbukaan pada pengalaman masa kini dan
mendatang. Mereka harus mulai menganggap serius beban pertanggungawaban atas
keterlibatan, gaya hidup, iman dan juga tingkah laku mereka.
e. Tahap V: iman yang konjungtif (usia 30-an)
Tahap ini muncul dari pengalaman hidup yang semakin mendalam yang
mencakup penderitaan, kehilangan dan ketidakadilan. Dalam tahap ini pula seseorang
menyadari pentingnya persahabatan dan loyalitas serta bermasyarakat yang semakin
luas; masyarakat tempat mereka menemukan arti. Namun mereka juga menyadari
pentingnya keterbukaan terhadap masa depan yang tidak menentu. Oleh kerena itu
mereka juga terlibat dalam masalah-masalah politik dan etika yang semakin dalam,
tahap ini merupakan hasil renungan seseorang dalam interaksi mereka dengan orang
lain dan dengan kondisi hidup mereka sendiri.
Berbagai gambaran tentang kaum muda telah terungkapkan yang meliputi
aspek-aspek: biologis, psikologis, sosiologis dan perkembangan imannya. Tidak ada
sesuatu hal yang diungkapkan di sini merupakan sesuatu yang mutlak terjadi pada
kaum muda. Gambaran tadi sekiranya menjadi pegangan bagi para pembimbing kaum
muda ketika berhadapan dengan komunitas orang muda dan sekali lagi dikatakan
gambaran tersebut bukanlah sesuatu yang tidak berubah. Setiap saat pasti mengalami
lebih memadai antara tujuan pembinaan dan kebutuhan, baik yang dirasakan maupun
kebutuhan yang sesungguhnya.
f. iman yang diuniversalkan
Sebuah keinginan dari dalam yaitu ingin melayani orang lain terjadi dalam
tahap ini. Semangat keterlibatan untuk memburu cinta dan keadilan. Dengan iman
seseorang berusaha menjelaskan “yang transenden” serta membantu menerangkan
kodrat mereka dalam hubungannya dengan rahmat istimewa. Terdapat “rahmat luar
biasa” yang merupakan manifestasi tak terduga dan tak terselami dari keprihatinan
Allah dan umat-Nya akan cinta dan semangat mereka. Pribadi-pribadi yang telah
berhasil mencapai tahap ini misalnya Ibu Theresa dan Martin Luther King. Mereka
telah memperlihatkan semangat besar dan keterlibatan untuk tuntutan cinta dan
keadilan.
C. Kaum Muda di Keuskupan Agung Pontianak
Kaum muda di Keuskupan Agung Pontianak tidak berbeda jauh dengan
gambaran umum kaum muda seperti yang telah diutarakan di atas. Namun sebagai
fokus utama dalam tulisan ini, kaum muda di Keuskupan Agung Pontianak tentu
memiliki sesuatu atau ciri-ciri tertentu yang dapat dikatakan kaum muda di
Keuskupan Agung Pontianak sedikit “berbeda” dengan kaum muda secara umum
atau kaum muda yang ada di beberapa tempat misalnya di Keuskupan Agung
Semarang, kaum muda di Paroki St. Antonius Kotabaru Yogyakarta atau kaum muda
di Lingkungan Yohanes Paulus Tukangan. Dalam tulisan ini akan dilihat bagaimana
kaum muda di Keuskupan Agung Pontianak secara umum dan ciri khas kaum muda
Seorang Pastor Paroki Menjalin, di Keuskupan Agung Pontianak, P.
Iosefus Erwin, OFM.Cap [Lampiran 6: (6)]. Beberapa pokok acuan untuk pertanyaan
dalam wawancara ini sebagai berikut:
o Keadaan Paroki sekarang dan kaum mudanya
o Program Paroki yang berkaitan dengan kaum muda dan tanggapan kaum muda
terhadap program tersebut
o Keterlibatan kaum muda (di Lingkungan, Stasi dan Paroki)
Dalam wawancara ini beliau mengatakan bahwa untuk sekarang Paroki
mengalami peningkatan, terutama dalam keterlibatan kaum muda dalam kegiatan
menggereja dan sebut saja kegiatan-kegiatan tersebut ialah pendalaman iman di setiap
lingkungan yang kebanyakan dipimpin oleh kaum muda, dialog berbagai masalah
yang diangkat seputar kaum muda, dan beberapa petugas pastoral dari paroki diambil
dari kaum muda demi kelancaran urusan pastoral yang ada di paroki.
Program-program dari paroki yang diharapkan mampu memberdayakan kaum muda adalah
rekoleksi Orang Muda Katolik (OMK), rekoleksi pada Pendamping Iman Anak (PIA)
tiap lingkungan, sarasehan, turne. Berkaitan dengan keterlibatan kaum muda, beliau
mengatakan bahwa kaum muda di Parokinya memiliki potensi-potensi yang dapat
diandalkan dan potensi-potensi tersebut nampak ketika dalam beberapa kegiatan yang
diselenggarakan. Di sebagaian besar dalam lingkungan kaum muda menjadi promotor
untuk beberapa kegiatan misalnya PIA (Pendampingan Iman Anak), lomba-lomba
ketika bertepatan hari raya Natal dan Tahun Baru, Paskah dan beberapa acara-acara
yang bersifat insidental.
Memang perlu diakui tidak ada yang tidak mungkin juga hal ini terjadi
pada Paroki-paroki atau tempat-tempat lain yang ada di Keuskupan Agung Pontianak.
kaum muda di Keuskupan ini, sebuah gambaran masa depan yang cerah. Namun
masih banyak yang harus dibenahi berkaitan dengan masa depan kaum mudanya.
Sebut saja hal-hal negatif yang sampai sekarang menjadi kebiasaan adalah kebiasaan
minum-minuman keras. Beberapa kejadian yang akhirnya menimbulkan perkelahian
sering terjadi. Kebanyakan hal-hal negatif ini terjadi pada orang muda Dayak.
Dalam Odop (2006: 11) mengutip pendapat P. Zacharias Lintas Pr,
seorang Pastor Paroki di Ketapang, Kalimantan Barat bahwa perubahan memang
sudah banyak terjadi dari macam-macam segi di tanah Kalimantan Barat ini, terutama
pada penduduk asli. Masyarakat Dayak sebenarnya sadar akan perubahan yang
sedang terjadi namun perubahan yang bagaimana? Dalam arti tertentu mereka juga
merasakan bahwa perubahan membawa suatu perkembangan baru dalam kehidupan.
Tetapi ada sebuah keyakinan bahwa mereka belum bisa mengatakan perubahan
macam apa yang sedang terjadi, mereka juga tidak bisa mengatakan apakah dampak
positif atau negatifnya terhadap kehidupan mereka.
D. Karya Musik Dewasa Ini
Dewasa ini musik tidak asing lagi di telinga masyarakat dunia pada
umumnya. Berbagai bentuk karya musik menjadi santapan sehari-hari bagi para
penggemarnya, sebut saja berikut ini aliran-aliran musik pop, rock, underground,
klasik, reggae, jazz, keroncong, folksong, campur sari dan masih banyak lagi yang
lainnya. Karya-karya musik ini menawarkan berbagai macam situasi yang mungkin
sesuai dengan situasi penikmatnya sehingga dapat menarik perhatian kemudian
dikonsumsi. Memang perlu diakui bahwa musik dapat masuk di mana saja dalam
setiap sendi-sendi kehidupan manusia serta dalam seluruh alam pikiran manusia.
manusia sehari-harinya seperti bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Inggris dan
lainnya. Seperti yang ditegaskan oleh Karl Edmund Prier (2004: 3) berkaitan dengan
hal ini yaitu “Bahasa musik melampaui batas bahasa, kebudayaan, bahkan agama”.
Dengan demikian musik dapat juga dikatakan sebagai bahasa universal setiap umat
manusia. Melampaui batas bahasa manusia karena musik dengan berani memberikan
warna-warni kehidupan yang belum tentu mampu terungkapkan dengan bahasa yang
telah baku digunakan oleh manusia.
Sekelompok musikus ternama berasal dari Irlandia yaitu Westlife dengan
bangga menyebutkan motto mereka dalam bermusik “Music will be a part in my
life”. Dalam setiap album yang dikeluarkan, motto ini selalu menghiasi cover. Berbeda dengan Armand Maulana sang vokalis kelompok band Gigi, dalam
kesempatan yang sama mengatakan “Musik tidak akan berakhir selagi raga masih
merasakannya”. Ungkapan-ungkapan seperti inilah yang mampu membuktikan bahwa sebuah karya musik dapat melampaui bahasa, kebudayaan bahkan agama.
Sebuah contoh yang dapat diberikan penulis mengenai musik mampu melampaui
agama. Perlu diakui bahwa ajaran agama sedikit sekali yang berani
mengumandangkan tentang perdamaian namun dengan musik, perdamaian dengan
bebas dikumandangkan bahkan bukan hanya dari kalangan agama saja yang
mendengar ungkapan tersebut namun dari aliran sosial – politik, dan budaya ikut
mendengar. Dengan demikian selain ungkapan: musik dapat malampaui bahasa
manusia, musik juga merupakan ungkapan kebebasan manusia untuk berkspresi serta
menunjukan siapa dirinya dan lingkungannya berkaitan dengan situasi yang sedang
E. Musik Bagi Kaum Muda
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa ketika berbicara tentang musik, dalam
definisinya kiranya nanti dapat sedikit banyak memberi pemahaman tentang apa yang
dimaksud dengan musik. Berikut arti musik itu sendiri dalam beberapa bahasa,
bahasa Jerman: musik; bahasa Belanda: muziek; bahasa Inggris: music; bahasa
Prancis: musique; dan dalam bahasa Italia: musica. Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
musik diartikan sebagai sebuah seni susun nada atau seni suara atau seni tata suara
(Heru Kasida, 1991:188). Selain itu musik juga didefinisikan sebagai cabang seni
yang membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam pola-pola yang dapat
dimengerti dan dipahami manusia. Musik itu sendiri berasal dari kata muse, yaitu
salah satu dewa dalam mitologi Yunani kuno bagi cabang seni dan ilmu pengetahuan
(Banoe, 2003: 288).
Musik adalah bahasa internasional, bahasa dunia. Hampir semua orang
mampu menikmati musik tanpa harus mengerti arti kata-kata sebuah lagu. Sebuah
pertanyaan yang tidak mungkin tidak dapat dijawab oleh semua orang, apakah kaum
muda gemar musik? Hampir di seluruh dunia ini tidak seorang pun yang tidak
mengenal ‘musik’. Mengenai apa musik itu secara lebih dalam lagi mungkin tidak
semuanya tahu namun yang pasti sebagian besar masyarakat di seluruh dunia ini tidak
ada yang tidak mengenal musik.
Hobi dan bakat musik akan tumbuh dan terus berkembang jika selalu
diatih dan diminati. Orang yang berbakat dalam musik sudah barang tentu hobi
dengan musik namun orang yang hobi dalam musik belum tentu memiliki bakat
dalam musik. Namun darimana asal sebuah hobi dan bakat musik tersebut? Sesuatu
yang kedengarannya menarik belum tentu dapat dikatakan dengan musik namun