• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagaimana caranya mencegah supaya tidak timbul kejahatan? Kita harus berhati-hati terhadap ide, terhadap niat, atau keinginan yang timbul. Menjaga jangan sampai timbul keserakahan, timbul kebencian. Bagaimana untuk menjaga itu? Berlatih! Memang kita tidak sempurna, belum sempurna. Oleh karena itu kita harus terus-menerus melatih diri. Siapa yang bisa menjaga diri kita? Yang bisa menjaga diri kita adalah kesadaran, perhatian. Makin kuat kesadarannya, maka tidak akan kecolongan. Makin lemah kesadarannya, akan sering kecolongan sehingga timbul perilaku buruk yang bersumber dari keserakahan dan kebencian. Tidak hanya kesadaran, tetapi juga pengertian. Makin luas pengertiannya, maka akan lebih mengerti resiko atau akibat berbuat jahat. Betapa malunya kalau kita melakukan kejahatan, kemudian nama baik menjadi hancur, pikiran tidak tenang, dan sebagainya. Makin luas wawasan kita, akan makin takut berbuat jahat. Makin sempit wawasan kita, membuat kita makin mudah tertipu oleh pemikiran-pemikiran buruk kita sendiri.

Kita harus memiliki keduanya: kesadaran dan pengertian. Hanya kesadaran saja tidak cukup, hanya pengertian saja juga tidak cukup. Kita harus menyadari, mengawasi gerak-gerik pikiran kita sendiri, sebab orang lain tidak bisa mengawasi pikiran kita. Mending kalau masih sebatas hanya memikirkan kejahatan; jagalah jangan sampai bocor melalui mulut, apalagi melalui tindakan, karena perilaku buruk itu akan merugikan orang lain. Kalau hanya di pikiran saja, masih mending, meskipun itu juga tidak baik.

Bagaimana menghilangkan supaya jangan berpikir yang jelek-jelek yang kotor-kotor? Disadari, “Oh ini pikiran yang tidak baik.” Ada banyak cara, banyak teknik untuk melenyapkan pikiran tidak baik:

dengan pengertian, dengan meditasi, dengan bekerja keras, dengan segala macam. Banyak macam teknik. Dan tiap-tiap orang tidak harus menggunakan satu teknik yang sama untuk menjaga pikirannya sendiri.

16.

Kesadaran

Pasangan kesadaran dan pengertian itu tidak bisa dibuang salah satu. Jadi, bila kita sadar atau tahu, menyadari atau mengetahui segala macam yang timbul pada pikiran kita, tidak dibeda-bedakan, itulah meditasi. Saat timbul niat baik, timbul niat membantu, kita tahu bahwa pemikiran itu timbul. Kalau timbul niat mengambil barang orang lain, kita pun tahu ada niat buruk sedang timbul pada pikiran kita. Timbul niat ingin memalsu barang yang akan dijual, kita tahu; timbul keinginan untuk jujur, kita tahu; timbul sikap berani, kita tahu; timbul sikap takut kita juga tahu. Itulah kesadaran, itulah meditasi.

Arus kesadaran itu hanya satu. Kalau kita sedih, energinya dipakai untuk sedih. Kalau kita sadar bahwa saya sedang sedih, saya sekarang tahu bahwa saya sedang sedih, maka sekarang energi itu dipakai untuk mengetahui sedih. Kalau energi dipakai untuk mengetahui sedih, maka kesedihan akan kekurangan energi. Kesedihan akan menurun. Oleh karena kesadaran atau perhatian itu tidak bisa berjalan serempak bersama-sama: dipakai untuk sedih dan dipakai untuk mengetahui sedih. Bersama-sama, itu tidak bisa.

Kita senang sekali, entah karena anak lulus, entah karena mendapatkan pekerjaan yang besar, senang sekali. Lalu kita perhatikan gejolak timbulnya rasa senang itu, “Eh, saya sedang senang luar biasa.” Kalau kita mengetahui bahwa diri kita sedang senang yang luar biasa, nanti rasa senang itu akan berkurang, menurun, karena energi yang dipakai untuk timbulnya rasa senang, sekarang dipakai untuk melihat perasaan senang itu. Dan dua hal ini tidak bisa jalan bersama-sama.

Kalau sedih sampai menangis, lalu teringat untuk menyadari atau memperhatikan apa yang sedang dialami, “Eh, saya ini sedang menangis.” Nanti menangisnya akan turun. Tidak keras-keras. Karena memperhatikan bahwa diri kita sedang menangis, maka menangisnya

akan turun. Sebab energi yang tadi dipakai untuk menangis, sekarang dipakai untuk menyadari atau memperhatikan kondisi sedang menangis.

Jadi, apa pun yang muncul, ketahuilah semua, perhatikan dengan baik. Sesering-sering mungkin. Itulah kesadaran, awareness. Sadar, tahu apa yang sedang terjadi! Namun, kita belum mempunyai kesadaran yang prima. Begitu kita tahu teori ini kita lalu menggunakan kesadaran kita, tetapi kesadaran kita belum menjadi kuat. Tidak bisa sekaligus menjadi kuat, belum bisa siap setiap saat menyadari atau memperhatikan gejolak perasaan ataupun pikiran yang timbul. Masih jauh dari itu, kita harus banyak-banyak latihan.

Di dalam latihan ini, kesadaran memerlukan pengertian. Pengertian itu ukuran. Ini baik, ini tidak baik, ini berguna, ini tidak berguna, ini niat jahat, ini niat luhur, ini niat membantu, ini niat merugikan. Yang baik, yang membantu, yang menguntungkan, kita dorong untuk kita lakukan. Yang jahat, yang merugikan, yang tidak menguntungkan, yang jelek, kita berusaha mati-matian untuk menghentikan, jangan dikerjakan. Itulah fungsi pengertian.

Kesadaran bisa diperkuat dengan meditasi juga. Salah satu cara memperkuat kesadaran adalah meditasi pemusatan. Kalau kita berusaha menggunakan keawasan, pengamatan, atau kesadaran, untuk mengamat-amati gejolak pikiran, gejolak perasaan; maka kesadaran itu sendiri akan menjadi kuat.

Tetapi, kalau kita mau bermeditasi dengan memusatkan perhatian hanya pada satu objek, yaitu bermeditasi dengan berdiam diri, apakah memperhatikan napas, atau mengembangkan cinta kasih, atau dengan objek yang lain, kesadaran itu akan menjadi kuat juga. Dan kesadaran yang kuat itu akan sangat-sangat membantu untuk memperhatikan, menangkap, menyadari, atau mengetahui timbulnya perasaan dan pemikiran. Kesadaran itu pun akan mampu untuk menghentikan gejolak perasaan maupun pikiran. Sekarang, kuat sekali kesadaran itu. Jadi, ini sedih, ini marah; kita sadari, kita awasi, kita perhatikan

terus-menerus. Sedih atau marah itu akan berhenti dengan sendirinya. Kesadaran itu jauh lebih kuat dari sedih atau marah yang timbul. Tetapi, persoalannya adalah kesadaran kita ini kadang-kadang lebih lemah energinya dari yang digunakan untuk marah. Lebih lemah, sehingga kita tarik-menarik dengan kemarahan. Tetapi, masih mending, marahnya akan berkurang meskipun kita tidak bisa mengatasinya. Nah, kesadaran itu harus diperkuat dengan meditasi. Mengamat-amati itu sendiri adalah: meditasi. Jadi, jangan membayangkan meditasi itu hanya dengan posisi duduk diam saja, bermenit-menit, berjam-jam, yang lebih tahan lama itulah yang berhasil. Bukan! Mengamati-amati gerak-gerik fisik, gerak-gerik pikiran, gerak-gerik perasaan, itulah meditasi. Dan juga ditambah dengan berlatih meditasi duduk berdiam diri. Setiap pagi, setiap malam.

17.

Keberanian

Kalau kita mengidap penyakit, kita harus mau mengakui bahwa diri kita sakit. Dan itu sesuatu yang tidak gampang. Kita harus melihat kenyataan hidup dengan apa adanya, dengan terus terang, dengan tanpa tabir. Selera kita adalah ingin sehat, ingin makan seenak kita, tetapi kenyataan menghadapkan kepada kita bahwa kita sedang sakit. Oleh karena itu, meskipun berat dan pahit, kalau kita mau melihat kenyataan dan siap menerima kenyataan, maka kita harus berpikir secara dewasa, dan sikap kita akan menjadi sikap yang bijaksana. Sebaliknya kalau kita sakit, kemudian kita ingin menutupi kenyataan itu dengan pura-pura tidak sakit; jerih atau takut melihat kenyataan dan menganggap bahwa diri kita tidak sakit, padahal sesungguhnya sedang sakit; itu adalah sikap kekanak-kanakan. Karena sikap itu, tindakan atau perbuatan yang kemudian kita lakukan menjadi tidak bijaksana. Kita lalu menjauhi obat, tidak menjaga diri. Perbuatan kita hanya mengikuti selera kita saja, sehingga perbuatan atau sikap itu akan menghancurkan diri kita sendiri.

Kita ditantang, diminta kesanggupan kita untuk mengubah cara berpikir dan kesanggupan untuk berani melihat dengan mata terbuka terhadap kenyataan sebagaimana adanya. Sehingga sikap, tindakan, dan perilaku kita menjadi sikap, tindakan, dan perilaku yang dewasa dan bijaksana. Saya ingin memberikan contoh lain. Bila kita sakit demam maka kita tidak boleh makan makanan gorengan dan minum es. Orangtua tahu akan hal itu. Seandainya orangtua sakit, dia akan mengerti. Orangtua sayang kepada anak-anaknya, karena itu orangtua harus menjaga kesehatannya supaya bisa menyelesaikan kewajiban terhadap anak-anaknya dengan baik. Orangtua mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak mereka dan bisa menahan diri, karena dia memang sudah

dewasa. Tetapi, kalau anak-anak yang sakit, mungkin sulit untuk dilarang makan makanan gorengan atau minum es. Apa sebab? Sebab dia masih anak-anak, tidak bisa berpikir panjang. Begitu pula dengan kita, kalau cara berpikir kita masih seperti itu, meskipun usia kita sudah lanjut, tetap saja cara berpikir kita masih seperti anak-anak.

Semua orang senang akan kesenangan, kebahagiaan, termasuk saya. Siapakah yang tidak senang akan kesenangan, akan kebahagiaan? Akan tetapi, sudah merupakan kecenderungan manusia untuk kemudian mengukuhi, menggenggam kesenangan dan kebahagiaan ini menjadi miliknya untuk selama-lamanya. Dan menurut kenyataan, hal itu adalah sesuatu yang tidak mungkin.

Beranikah kita menghadapi kenyataan seperti itu? Kalau kita sudah siap mengubah cara berpikir kita bahwa memang segala sesuatu di dunia ini tidak kekal, demikian juga dengan problem, kesulitan, kesedihan, adalah tidak kekal; maka kita sudah siap menghadapi dunia ini dengan segala perubahannya. Mereka yang menganggap segala sesuatau di dunia ini kekal abadi adalah orang yang paling kecewa di dunia ini. Mereka yang mengukuhi segala sesuatu yang menyenangkan adalah orang yang paling tidak bahagia di dunia ini, karena sesungguhnya segala sesuatu akan mengalami perubahan. Mengubah cara berpikir seperti ini amatlah membantu. Sikap memandang dunia ini atau menanggapi segala sesuatu dengan tepat, dengan benar dan sesuai kenyataan adalah sesuatu yang amat membantu. Ini lebih berharga daripada kita mempunyai bermacam-macam benda pusaka. Pusaka yang bisa dimasukkan ke dalam pikiran itulah pusaka yang paling berharga, yaitu pusaka pengertian yang sesuai dengan kenyataan.

Sekali lagi, memang belajar melihat kenyataan dengan terus terang adalah berat, pahit, karena tidak sesuai dengan selera atau kehendak kita. Selera kita menginginkan kenikmatan, kesenangan, kebahagiaan yang senantiasa, yang menerus. Sehat menerus, anak-anak baik menerus, istri-suami setia

menerus, keuntungan menerus, mungkin hidup pun ingin terus-menerus! Itulah selera kita.

Siapakah yang senang mati? Siapakah yang senang sengsara, kecewa, menderita, tertekan? Selera kita adalah agar kenikmatan, kesenangan, kebahagiaan, kesehatan, kesuksesan, keuntungan itu terus-menerus bisa kita miliki. Tetapi, itu tidak mungkin! Amat berat mengalami kenyataan kalau suatu saat semua itu sudah berubah. Tetapi, itulah kenyataan! Kalau kita berani menghadapi kenyataan, itu luar biasa! Bagaimana agar menjadi berani? Tidak lain harus siap mengubah cara berpikir agar sesuai dengan kenyataan. Sekarang jangan memandang lagi segala sesuatu itu abadi, kekal, termasuk penderitaan, kesulitan, problem, karena semuanya memang tidak kekal. Mengapa putus asa? Mengapa harus patah semangat? Sekarang jangan menganggap lagi bahwa uang atau materi itu hartaku, milikku.

Sekarang jangan menganggap lagi bahwa hidup ini adalah untung-untungan, pemberian atau hadiah. Tetapi, mulai sekarang harus menganggap hidup ini adalah perjuangan. Hidup ini adalah tidak kekal.

Kita harus melihat kenyataan itu, sehingga kita tidak berputar-putar di dalam perubahan yang tidak kita kehendaki. Kita harus menjadi dewasa sehingga kita menjadi bijaksana.

18.