• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dhammadesana oleh YM. Bhikkhu Sri Pannavaro, Mahathera. Kathina di Vihara Isipatana, 29 Oktober 2011.

Dalam diri kita kalau batin kita kering dan tidak pernah ada hujan, maka batin yang kering itu mudah sekali terbakar dan mudah menyala sulit untuk dipadamkan. Persoalan-persoalan yang kecil di rumah persoalan yang sepele mungkin karena warna ataupun oleh anak, oleh suami atau istri, persoalan-persoalan di kantor ataupun di pekerjaan mudah sekali membuat batin kita menjadi terbakar, mudah marah, dan mudah tersinggung, mudah curiga, mudah membenci, dan mudah melakukan perbuatan yang buruk karena batin yang terbakar... terbakar karena kering.

Tetapi kalau musim hujan sudah datang tumbuh-tumbuhan tumbuh, pohon yang kering menjadi tumbuh kembali dan tanah menjadi basah sering dikatakan becek. Tidak mungkin terjadi kebakaran dan dibakar pun tidak mungkin menyala, sama dengan batin kita yang basah, basah oleh hujan Dhamma. Batin yang basah oleh hujan Dhamma tidak mudah terbakar sekalipun mungkin ada orang yang ingin membakar tidak akan menyala. Pengertian cukup kesadaran, kesabaran, dan pengendalian diri merupakan tanda-tanda batin yang basah kerena Dhamma, tidak mudah marah, tersinggung dan tidak mudah curiga karena batinnya basah oleh Dhamma.

Para Bhikkhu berkelana kemana-mana tiap tahun seperti tidak pernah berhenti, dalam masa vassa pun para Bhikkhu masih berjalan meskipun tidak lebih dari enam malam atau tujuh hari, apa yang dilakukan oleh para Bhikkhu? Para Bhikkhu berkelana tidak pernah berhenti bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh bertahun-tahun guna untuk menurunkan hujan Dhamma kepada umat Buddha, kepada siapapun supaya batinnya tidak

mudah terbakar, tidak mudah melakukan kejahatan karena batin yang basah oleh Dhamma menjadi sejuk, menjadi sabar dan mudah untuk mengendalikan diri sendiri.

Selesai masa vassa umat bersyukur, bersuka cita dan mempersembahkan Kathina dana atau Sangha dana, dana yang dipersembahkan di bulan Kathina harus ditujukan pada Sangha, kami para Bhikkhu yang hadir hanya sekedar mewakili Sangha dan dana yang dipersembahkan oleh umat bukan untuk dibagi oleh para Bhikkhu yang hadir, Dana itu akan disimpan dan dipakai oleh para Bhikkhu semuanya diatur oleh Sangha bukan untuk Bhikkhu pribadi.

Guru agung kita mengajak kita untuk mengerti bukan untuk memilih yang sederhana, kita perlu memperhatikan, kalau tidak memperhatikan ini kita bisa mendengar tetapi belum tentu mengerti, betapa hebatnya kekuatan manusia tidak hanya ilmu pengetahuan dan tidak hanya psikologi mengakui itu, tetapi guru agung kita 2500 Tahun yang lalu sudah menyatakan itu kalau kita membaca Dhammapada no satu dan dua Guru Agung mengatakan pikiran adalah pemula, pikiran adalah pendahulu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pencipta perbuatan yang buruk atau perbuatan yang baik semuanya diciptakan oleh pikiran kita. Pikiran–pikiran itulah yang membuat sains ilmu pengetahuan terjebak seperti tidak ada akhirnya, ilmu pengetahuan melahirkan teknologi, teknologi itulah yang mampu membuat bermacam-macam perubahan, dahulu kalau kita pergi ke Jepang dan lain-lain tidak usah pake lama, lima puluh tahun yang lalu kita harus naik kapal berbulan-bulan dan penuh dengan bencana, sekarang semua orang sudah bisa naik pesawat. Zaman sekarang orang bisa pergi ke seluruh dunia tidak akan lebih dari dua puluh empat jam.

Dunia ini lebarnya sepertiganya dua puluh empat jam apakah yang mengubah semua itu adalah pikiran yang mengunakan sains dan rekayasa teknologi, dahulu kalau kita telfon dari Tangerang ke Semarang kita harus minta pagi hari ke operator, daftar sore hari baru bisa menyambung dan tidak jelas kita harus bicara dengan berteriak-teriak.

Sekarang kita bisa berbicara dengan anak kita yang ada di tempat jauh degan jelas. Yang membuat perubahan semua itu adalah pikiran kita dan karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan sekarang ada pembuahan di luar kandungan yang sering disebut dengan bayi tabung dan sekarang bisa cloning semuanya itu karena sains dan perkembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi.

Jaman dulu, tahun delapan puluhan kalau saya berbicara di TVRI menjelaskan tentang agama Buddha kami harus mengetik karena tidak ada computer dan laptop dll, untuk membuat kopian harus ada karbon. Tetapi coba perhatikan, tetapi ada yang tidak bisa diubah saiens dan teknolgi seolah-olah berhenti tidak bisa melakukan perubahan apa-apa, apakah itu ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan oleh pikiran kita seoalah-olah tanpa batas melakukan bermacam-macam perubahan dalam waktu yang tidak lama dan perubahan itu tidak akan pernah berhenti sampai kapan!

Tetapi saudara ada sesuatu yang ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi tidak bisa melakukan apa-apa berhenti, tidak bisa melakukan rekayasa, tidak bisa merubah apakah itu?

1. Menjadi tua, apakah teknologi bisa mengubah ketuaan dan membuat orang tidak bisa menjadi tua, semuanya itu tidak bisa.

2. Sakit, teknologi bisa menemukan obat-obatan menjaga kesehatan menjadi lebih baik tetapi teknologi tidak bisa mengubah ketuaan, teknologi juga tidak bisa membendung supaya kita tidak sakit. Siapa di antara umat manusia yang belum pernah sakit.

3. Kematian, teknologi tidak pernah mampu menghentikan kematian tidak ada orang di dunia ini yang belum pernah mati, belum terjadi orang yang belum pernah mati karena saiens dan teknologi tidak bisa mencegah kematian.

4. Semua orang akan berpisah dengan orang yang dicintai dan yang disayangi, apakah ayah, Ibu, atau suami meninggal dulu karena teknologi tidak bisa mencegah berpisah dengan orang yang kita cintai. Semua orang akan memiliki karmanya masing-masing, teknologi tidak bisa menghalang-halangi. Apakah seseorang beragama Buddha atau bukan, apakah seseorang itu senang beragama Buddha atau tidak, semuanya tidak bisa mengingkari dan menghindari apalagi menolak umur tua, sakit , mati dan berpisah dengan orang yang dicintai dan memetik akibat karma.

Siapa yang bisa menolak atau menghindari semuanya itu, tidak mungkin dan sangat tidak mungkin, ilmu pengetahuan dan teknologi seolah-olah tidak berdaya menghadapi umur tua, sakit dan kematian, perpisahan dengan yang dicintai dan memetik akibat perbuatan masing-masing. Oleh karena itu ingin sehat wajar, usaha ingin lancar wajar dan silahkan, tetapi apakah kita sudah bersiap-siap, kalau umur tua sudah mulai jalan, sakit dan berpisah dengan orang yang dicintai akibat karma yang buruk datang.

Yang pasti kalau tidak ada persiapan bisa menimbulkan penderitaan, lalu bagaimana persiapan kita biar batin ini tidak menderita? Kita harus mengurangi kekotoran batin. memang harta yang digunakan dengan benar akan bermanfaat dan kedudukan yang digunakan dengan bijak akan bermanfaat, rejeki kemakmuran memang membawa kemudahan dan kelancaran, tetapi kalau kotoran batin tidak dikurangi, usia tua, sakit, mati, perpisahan dan akibat karma akan menjadi sumber penderitaan.

Kita jarang memikirkan kotoran batin berkurang, justru kita tidak sadar kotoran batin itu bertambah. Ibu, bapak, dan saudara kalau kita berbuat baik dan suka melakukan kebajikan guru agung kita mengatakan hukum karma itu pasti.

5. Semua orang pasti memetik karma, tidak bisa dihindari, orang percaya hukum karma atau tidak, itu tidak menuntut karena hukum

karma itu jalan terus, karena itu kalau kita melakukan kebajikan guru agung kita mengatakan jangan meremehkan kebajikan walaupun memberikan makan pada se-ekor anjing, kucing dan semut itu juga suatu kebajikan, apalagi mempersembahkan dana kepada Sangha, membantu mereka yang kena bencana alam, mereka yang sengsara, itu kebajikan.

Dan hukum karma itu pasti, kebajikan yang kecil pun akan berbuah kebahagiaan, Guru Agung kita menyatakan itu, oleh karena itu yang pasti itu jangan diharap-harapkan. Kenapa? Namanya aja sudah pasti kok diharap-harapkan, kalau diharapkan menjadi beban pikiran kita dan mengotori batin kita, keserakahan bertambah, kekhawatiran bertambah, pamprih bertambah, keakuan juga bertambah. Andai kita berbuat baik itu pasti berbahagia dan memetik buah yang baik, karena hukum karma itu pasti dan jalan sendiri tidak usah di harap, Sebuah contoh: matahari pasti akan terbit sebelah timur itu sudah pasti. Tidak perlu mengharap pasti matahari akan terbit sebelah timur, seperti itulah hukum karma.

Mengharap yang pasti itu tidak perlu, seperti kita berbuat bajik, berdana, beramal, menolong dan menjalankan sila dll, tidak usah mengharap karena karma itu pasti.

Yang penting adalah mengisi pikiran kita dengan tujuan berbuat baik, berdana yang lebih tinggi karena yang pasti tidak usah dibicarakan lagi, tujuan berbuat bajik yang lebih tinggi itulah yang akan mengurangi kekotoran batin yaitu kita berbuat baik untuk mengurangi kotoran-kotoran batin, kita berbuat baik untuk mengurangi kebencian, kemarahan, curiga dan dendam, keserakahan, iri hati.

Kita berdana belajar untuk melepaskan keserakahan, kebencian, kesombongan, keakuan, supaya nanti kalau jadi tua penyakit datang kita siap menghadapi, kita tidak akan menderita.

Memang menjadi tua tidak bisa dicegah teknologi, tidak bisa menghentikan, siapapun pasti menjadi tua, tetapi dengan Dhammalogi

kita menjadi tua dengan tidak perlu menderita, teknologi tidak bisa mencegah sakit, sang Buddha sendiri juga pernah sakit tetapi sang Buddha sakit tidak menderita, segala sesuatu hadapilah dengan tenang dan dengan mental, bukan dengan kemarahan atau kebencian karena kita sudah melatih untuk mengurangi kekotoran batin, akibat karma buruk datang silahkan kita tidak perlu menderita, teknologi tidak bisa menghentikan penderitaan tetapi Dhammalogi bisa menghentikan penderitaan.

Kita tidak perlu menderita menghadapi kematian, penderitaan dan berpisah dengan orang yang kita cintai, itulah kepentingan berdana dengan tujuan yang tinggi, bukan dengan tujuan yang rendah.

Karena kemakmuran, cukup sandang itu pasti dijamin oleh guru agung kita kita tidak usah risau dan dipikirkan, justru kita menggunakan perbuatan baik sebagai latihan untuk membersihkan kotoran batin supaya kita tidak menderita, menerima usia tua dengan tenang, menerima sakit tidak dengan gelisah, menghadapi perpisahan dan akibat karma yang buruk dengan tenang, kalau kotoran batin kita berkurang hidup kita jadi tenang, hidup yang lebih tentram, itulah kebahagiaan yang sesungguhnya, itulah Nibbana dalam pengertian yang sederhana.

Inilah ajaran guru agung kita, kalau guru agung kita mengajarkan untuk berbuat baik agar hasil karmanya menjadi manis, tidak akan kekurangan makan dan pakaian, fasilitas hidup dengan penuh sejahtera kalau banyak berbuat baik, kalau hanya itu, ajaran guru agung kita itu rendah, biasa sama dengan yang lain, itu tidak diajarkan juga tidak apa-apa karena itu sudah pasti.

Yang perlu diajarkan berbuat baik dengan tujuan yang lebih tinggi untuk membersihkan kotoran batin karena kotoran batin itulah sumber penderitaan yang membuat orang menjadi tidak bahagia, kotoran batin semakin berkurang maka kita semakin tenang menghadapi penderitaan, ketenangan dan ketentraman itulah kebahagiaan. Bukan deposito atau uangnya banyak, bukan karena mempunyai tanah ber

hektar-hektar apa gunanya semua materi itu kalau hidupnya penuh dengan ketegangan, kemarahan, kebencian dan keserakahan. Materi tidak membawa kebahagiaan karena kebahagiaan itu dicapai dengan mengurangi kotoran batin bukan dengan menambah materi. Kalau materi kita bertambah syukur, tapi jangan lupa kotoran batin kita harus dikurangi dengan berbuat baik dengan tujuan yang tinggi, belajar melepaskan biar kotoran batin kita juga lepas dan berkurangnya penderitaan, itulah kebahagiaan yang sejati.

Di zaman Sang Buddha hidup, ada seorang brahmana dengan seorang istrinya, Brahmana itu berumah tangga dan mempunyai istri, tetapi Brahmana ini sangat miskin dijuluki Brahmana Ekasatakha karena punya pakaian yang luar ini hanya satu, di India zaman dahulu dan juga sampai sekarang pakaian orang bisa itu juga seperti Bhikkhu ada sarung di dalam dan kain yang lebar di luar. Tetapi Brahmana dan istrinya ini hanya punya pakaian satu kalau istrinya pergi suaminya jaga rumah dan suaminya pergi istrinya harus tutup pintu tidak bisa pergi berduaan karena pakaian luarnya ini hanya satu.

Suatu hari sang Buddha datang di desa itu dengan banyak Bhikkhu, penduduk desa datang, Brahmana ini juga ingin datang, mereka berunding siapa yang ingin bertemu dengan sang Buddha, aku atau istriku, akhirnya istrinya mengatakan ’’kamu saja lah’’ aku yang jaga rumah nanti apa yang diajarkan sang Buddha kamu ajarkan kepada saya, setelah selesai memberikan khotbah, orang-orang pada memberi obat dll.

Brahmana ini berfikir? “Aku kasih apa’’, “aku tidak punya apa-apa tetapi brahmana ini ingin memberi dan latihan melepas, dia berfikir kalau pakaian ini saya berikan, nanti saya tidak punya dan istri saya tidak bisa keluar dan pikirannya yang satu menjawab tetapi kalau kamu tidak memberi kapan lagi... berikan saja dan pikirannya yang satu menjawab lagi”, ‘’tapi pakaian ini sudah bekas, kotor, jorok, lapuk dan bau lagi”, pikirannya yang satu menjawab lagi, ’’tidak apa-apa punyanya kan hanya itu”.

Akhirnya pikiran memberi menang dan jubahnya dibuka... dilipat, jubah yang sudah tua dan usang itu dibawa maju ke depan dan diserahkan kepada sang Buddha. Dia balik ke tempat duduk dan berseru; AKU MENANG... dan waktu itu ada raja Pasenadi Kosala dan raja terkejut mendengar suara itu? Kemudian raja itu mengundang Brahmana itu untuk menghadap, kenapa kamu mengatakan aku menang- aku menang, Brahmana itu menjawab: “aku perang di dalam pikiran ku baginda antara memberi dan tidak memberi, antara melepas dan keserakahan karena pakaianku hanya satu-satunya aku menang karena aku bisa memberi itulah aku berteriak begitu”.

Raja sangat terkejut dan sangat terharu, kemudian raja mengatakan kepada menterinya, ’’hai menteriku... berikan kepada Brahmana ini sekarang lima jubah baru”, Brahmana itu menerima lima jubah baru tidak berselang beberapa menit tetapi apa yang dilakukan Brahmana itu, lima jubah baru itu dipersembahkan kepada Sangha karena dia berfikir, “tadi jubah yang sudah usang tidak pantas untuk orang yang telah mencapai pencerahan sempurna, tetapi sekarang aku menerima jubah baru ini yang paling pantas ku berikan semua”.

Dan raja itu terkejut lagi dan menyuruh menteri itu memberikan lima puluh jubah baru, terus brahmana itu pulang dengan membawa lima puluh jubah baru dan dibantu oleh tetangga-tetangganya.

Apakah brahmana ini berfikir waktu mempersembahkan jubah yang butut dan bau itu supaya dia mendapatkan balasan lima puluh kali? Tidak ada pikiran itu sama sekali, apakah brahmana ini berdana untuk mendapatkan pujian karena di situ ada raja? Tidak, salah-salah ia akan dicela orang banyak karena jubah yang kotor diberikan, tidak mungkin ada orang yang memuji dia, dia tidak mengharapkan pujian, tidak mengharapkan karma baik berbuah segera.

Brahmana ini ingin mengurangi keserakahan batin dan dia menang, lima puluh lembar jubah baru itu tidak ada artinya kalau kita percaya hukum karma itu pasti tidak usah diharapkan.

Gunakan kesempatan untuk berbuat baik untuk tujuan yang lebih tinggi, itulah ajaran Guru Agung kita yang lebih tinggi dari ajaran-ajaran yang lain, kemakmuran manusia itu pasti jika kita mau berbuat baik akan memetik kebaikan juga.

Tidak sulit-sulit berdana itu juga tetapi pikiran ini yang diubah, diubah dari keinginan yang rendah menjadi pikiran dengan tujuan yang tinggi, kita akan mencapai kebebasan dari penderitaan itulah puncak dari ajaran guru agung kita dan itulah manfaat berbuat kebajikan yang benar.

12.