• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yakin bahwa semua akibat perbuatan itu akan dipetik sendiri oleh si pembuatnya, bukan orang lain

Madu Dan Racun

3. Yakin bahwa semua akibat perbuatan itu akan dipetik sendiri oleh si pembuatnya, bukan orang lain

Saudara gagal, saudara kecewa, saudara jatuh bangkrut, rintangan, persoalan... semuanya ini adalah akibat perbuatan saudara. Demikian juga sukses, bahagia, naik kelas, lulus, dapat pekerjaan yang baru, kedudukan yang baru... semuanya ini juga akibat dari perbuatan saudara.

Kehidupan ini bukan untung-untungan, saudara... seperti orang main dadu. Kehidupan ini adalah perbuatan kita masing-masing. Saudara akan sukses, saudara akan berhasil baik, memang itu tujuan saudara. Tetapi jangan lupa, berusahalah saudara, tanpa usaha tidak mungkin cita-cita saudara akan terwujud. Sembahyang perlu, doa perlu bukan tidak perlu, tetapi sembahyang dan doa ini hanya bertujuan memperkuat keyakinan kita, memperkuat iman semangat kita. Bukan berarti hanya dengan doa dan sembahyang semuanya tercapai begitu saja, bukan berarti hanya dengan doa dan sembahyang kemudian

kekayaan rontok dari langit... tidak mungkin!

Dengan hadir pada kebaktian, mengikuti upacara-upacara keagamaan, sesungguhnya kita berusaha untuk memperkuat keyakinan kita. Jangan sampai keyakinan kita luntur, keyakinan untuk berjuang, berusaha

bekerja mencapai cita-cita kita... jangan saudara berharap hanya dengan meminta segala-galanya akan terkabul.

Di jaman kehidupan Sang Buddha, waktu itu di India hampir semua agama dikatakan agama Brahma. Masyarakat India waktu itu memuja bermacam-macam dewa-dewa, apakah Sang Buddha kemudian menentang dewa-dewa itu? Tidak. Sang Buddha mengatakan dewa-dewa itu memang benar-benar ada, bukan tidak ada, hanya dewa-dewa-dewa-dewa itu juga tidak kekal, mereka lahir sebagai dewa tetapi suatu saat mereka akan mati, karena tidak ada kelahiran yang tidak berakhir dengan kematian, yang namanya lahir pasti akhirnya mati, tidak ada lahir yang sonder (tanpa) mati. Justru Sang Buddha mengajarkan hukum kamma bahwa 'siapa berbuat, siapa berusaha dia akan mencapai' ...tanpa usaha jangan harap saudara akan mencapai.Suatu ajaran yang asing, suatu ajaran yang sulit diterima oleh masyarakat waktu itu, suatu ajaran yang keras, suatu ajaran yang tidak bisa menina-bobokan, suatu ajaran yang tidak bisa memberikan iming-iming

Iming-iming itu seperti berikut, "Kalau nanti kamu bisa menyelesaikan pekerjaan ini dalam sehari nanti akan mendapatkan tambahan". Tapi pada saat pekerjaannya selesai tambahannya tidak ada... itu iming-iming. Ajaran hukum kamma bukan suatu ajaran yang bisa memberikan iming-iming. Memang bagi sementara orang susah menerima ajaran hukum kamma ini, oleh karena ajaran hukum kamma ini mengajak kita berpikir dewasa... Ayo berusaha, ayo berbuat, tanpa berusaha dan tanpa berbuat, jangan harap engkau bisa memetik tanaman orang lain. Sang Buddha menjelaskan... saudara mempunyai kedudukan, dihargai, dihormati, semua karena akibat perbuatan saudara.

Demikian pula sebaliknya... dicela, dihina, dimaki-maki juga akibat perbuatan saudara, jangan menyalahkan Tuhan. Orang yang mengerti hukum kamma tidak akan menyalahkan Tuhan, oleh karena suka dan duka, jatuh dan bangun akibat dari perbuatannya sendiri. Saudara ingin kaya, saudara ingin punya wajah yang lumayan, ingin

mempunyai kedudukan yang tinggi bahkan ingin mencapai kesucian, semuanya itu tergantung dari perbuatan saudara.

Semuanya ini Sang Buddha jelaskan dengan jelas sekali, sampai saudara sekalian kalau saudara ingin punya anak yang baik, ini terutama calon ibu... bisa! Ada caranya. Sang Buddha juga menunjukkan cara ini kalau ibu-ibu kepingin punya anak, kepingin anaknya yang nanti dilahirkan itu datang dari alam dewa bukan dari alam setan... bisa! Ada caranya. Tetapi anak jangan banyak-banyak. Bagaimana caranya saudara? Ibu–ibu ini harus bikin persiapan, kalau tidak membuat persiapan tidak mungkin anaknya datang dari alam dewa. Dalam agama Buddha kita yakin bahwa di mana ada kelahiran, sebelum kelahiran itu terjadi pasti ada makhluk yang meninggal, makhluk yang mati. Setelah makhluk itu mati atau meninggal dia akan lahir kembali di alam yang lain, sesuai dengan perbuatannya. Nah, kalau ibu-ibu menginginkan anaknya yang dikandung, anaknya nanti yang dilahirkan bisa datang dari alam dewa, perhatikan ini resepnya, jangan saudara berpikir yang jelek-jelek. Seorang ibu yang ingin mempunyai anak yang datang dari alam dewa, bukan dari alam setan, bukan dari alam binatang... bisa, kenapa tidak bisa? Dan tidak usah mengkhawatirkan jangan-jangan nanti anak yang dilahirkan ini datang dari alam binatang, jangan-jangan anak yang dilahirkan ini nanti dari alam setan.

Kalau menginginkan anaknya datang dari alam dewa ini resepnya, seorang ibu harus mempunyai:

1. Medhavini, artinya ibu ini harus agak cerdas tidak boleh blo’on.

Kalau ibunya blo’on tidak mungkin anaknya datang dari alam dewa.

Jadi kalau saudara ingin anak dari alam dewa itu, tidak hanya cukup minta, mohon, tetapi saudara harus membuat persiapan. Kalau persiapannya tidak dibuat, tidak cocok sendernya (getarannya), tidak mungkin ada dewa lahir menjadi anak saudara. Meskipun sudah minta, yah minta dikabulkan, tapi dikasih anak yang datang dari alam tuyul... mungkin ya. Pasti diberi apalagi kalau mintanya sungguh-sungguh.

Tetapi tunggu dulu, kalau persiapannya tidak beres yang datang juga bukan anak dari alam dewa.

Kalau saudara ingin anak dari alam dewa, tidak hanya sekedar cukup minta atau pasang kaul. Orang pasang kaul itu seperti orang meminta iming-iming, lebih baik kalau saudara mau berdana untuk vihara ini, tidak usah kaul. Saudara tahu kaul, "Bhante…nanti kalau saya lulus ujian

saya akan dâna untuk Bhante satu jubah". Nah kalau nggak lulus, nggak jadi dâna. Ini kan seperti orang iming-iming. "Eh kamu jangan nangis, nanti kalau nggak nangis dikasih permen" ...kalau nangis ya tidak diberi permen.

Jangan kepada dewa, kepada yang dihormati, ini kemudian merupakan iming-iming. Kalau saudara mau berdana, dâna… setelah berdana baru bertekad, "Dengan kekuatan perbuatan baikku ini semoga

daganganku bisa lebih baik". Jangan kemudian dibalik, "Kalau

daganganku menjadi baik, baru nanti akan memberikan sumbangan lampu, kalau nggak jadi baik, ya nggak".

2. Sîlavati, artinya ibu ini harus punya moral, harus menjaga

Pañcasîla. Kalau sering melanggar Pañcasîla tidak mungkin

anaknya datang dari alam Dewa.

3. Nah ini agak susah, dalam bahasa Pali disebut Sasudeva artinya seorang calon ibu (seorang istri) harus menghargai mertua dan famili dari suaminya dengan ramah tamah seperti menghargai dewa-dewa. Karena itu kalau ada menantu perempuan yang tidak cocok dengan mertua, ini dewa tidak mungkin lahir ke sana. Mulai sekarang kalau ada ketidakcocokan ya diselesaikan saja.

4. Patibadha artinya seorang istri yang menginginkan anak datang

dari alam dewa harus setia kepada suami.

Ke empat cara ini, perbuatan sikap yang harus saudara punyai, supaya nanti anak saudara lahir dari alam dewa. "Inikan 'Ibu'nya Bhante, lalu 'Bapak'nya bagaimana? Boleh sembarangan?" 'Bapak'nya juga ada

syarat,syaratnya juga empat, tapi sesungguhnya malam hari ini, saya tidak akan cerita tentang mendapatkan anak dari alam dewa, karena itu syarat untuk Bapak lain waktu saja, separuh dulu. Saya lihat tante-tante ada yang gelong, gelong tahu ya? "Ah… sekarang Bhante". Apakah yah… tante-tante masih kepingin punya anak yang datang dari alam dewa?

Saudara-saudara sekalian... Apa yang saya jelaskan ini ada artinya, bahwa ingin punya anakpun semuanya itu adalah akibat perbuatan. Jangan harap kalau saudara tidak mempunyai perbuatan yang baik, tidak mempunyai persiapan yang baik, saudara akan mendapatkan anak yang baik. Tidak ada kejadian di alam semesta ini yang muncul begitu saja, semua ada sebabnya dan sebabnya itu perbuatan kita masing-masing. Kebahagiaan, keberhasilan adalah akibat perbuatan kita... kegagalan, kekecewaan adalah akibat perbuatan kita. Tetapi jangan kemudian saudara berkecil hati, tidak ada penderitaan yang kekal, kejengkelan, ketidak-berhasilan, rintangan, problem, persoalan... ada waktunya untuk berakhir. Jangan keburu saudara patah semangat tetapi juga harus diingat keberhasilan juga tidak untuk selama-lamanya. Ada saatnya kita berhasil, ada saatnya kita tenggelam. Berhasil... kembali, jatuh... kembali, timbul persoalan... tenggelam, timbul yang baru... tenggelam, demikian hidup ini. Kebahagiaan... tenggelam, sukses... tenggelam, muncul... tenggelam, timbul... tenggelam, demikian hidup ini sampai nanti kita mati, sampai lahir kembali, demikian kembali, timbul... tenggelam, timbul... tenggelam, timbul... tenggelam. Apakah saudara tidak bosan? Oleh karena itulah saudara sekalian, menghadapi persoalan, menghadapi kesulitan, menghadapi bencana jangan putus asa, oleh karena semuanya itu tidak kekal. Demikian pula menghadapi keberhasilan, kesuksesan...jangan takabur, jangan sombong, karena keberhasilan itupun tidak kekal.

Jadi saudara sekalian... Keyakinan kita ketiga ini adalah semua perbuatan yang baik dan jahat itu berakibat dan akibat itu si pembuat akan menerimanya sendiri, bukan anaknya, bukan cucunya.

Ada satu cerita perumpamaan yang menarik, ini hanya sekedar cerita, saya tidak tahu apakah di sini ada kebiasaan itu atau tidak, kalau di Jawa Tengah sana ada satu kota yang kalau ada Bhikkhu berkhotbah pasang telinga baik-baik, kalau ada sesuatu yang aneh, kemudian dimistik, pasang buntut: keluar!

Saudara sekalian... Ada satu Raja yang mempunyai empat Menteri, tetapi yang selalu kelihatan hanya tiga Menterinya. Tiap hari masyarakat, rakyatnya, hanya melihat bahwa Raja ini hanya mempunyai tiga Menteri, tapi sesungguhnya Raja ini mempunyai empat Menteri. Tiga Menteri ini kelihatannya cukup setia, selalu mengelilingi, selalu kelihatan dekat-dekat, di mana ada Raja... di mana ada ketiga-tiganya. Tetapi Menteri yang ke-empat ini tidak pernah muncul, andai kata muncul jarang sekali, sampai orang tidak mengerti dan menganggap Raja ini hanya mempunyai tiga Menteri.

Suatu saat kerajaan ini terbakar diserang musuh, Rajanya kabur lewat pintu belakang kemudian siapa yang setia, tiga Menteri ini tidak berani, tidak bersedia mengikuti Raja meninggalkan istana, tidak berani melindungi dan menyelamatkan Raja, tetapi waktu Raja keluar melalui pintu belakang, di situ sedang menunggu Menteri yang ke-empat, yang menuntun Raja, yang membantu Raja ke mana Raja akan pergi melarikan diri, ke Hawaii atau ke Amerika, seperti Marcos, tetapi cerita ini bukan cerita Marcos. Apa artinya ini saudara sekalian... apa perumpamaan dari cerita ini saudara? Tiga Menteri yang selalu mengelilingi Raja itu seperti tiga hal yang selalu mengelilingi kita, apakah itu? Kekayaan, kedudukan, dan nama harum.

Masyarakat biasanya mengukur seseorang itu karena kekayaannya, karena kedudukannya di masyarakat dan juga masyarakat itu melihat orang itu baik atau jelek karena namanya. Nama harum, pujian, sanjungan, kedudukan, dan kekayaan yang selalu menyertai ke mana saja orang itu pergi, dan orang lain selalu melihat ketiga hal ini.

Tetapi saudara harus sadar pada saat kematian nanti ketiga-tiganya tidak bisa dibawa. Pujian, sanjungan, berhenti sampai kematian,

kekayaan stop sampai kematian, pangkat berhenti sampai kematian. Menteri yang ke-empat adalah kebaikan, hanya perbuatan yang baik, perbuatan baik itulah yang dilambangkan Menteri yang ke-empat, yang akan bisa ikut waktu kematian ini tiba.

Kebaikan itulah yang akan ikut ke mana kita pergi sesudah kematian, kebaikan itulah yang menghibur kita saat-saat terakhir nanti kita akan menutup mata. Karena itu yang umurnya sudah dekat-dekat, saya tidak menakut-nakuti, mumpung masih sehat ayo banyak berbuat baik. Siapa nanti yang menghibur saudara pada saat saudara akan menutup mata, meskipun ditunggui anak, ditunggui cucu, mereka tidak bisa menghibur, hanya perbuatan baik yang bisa menghibur saudara. Tidak hanya menghibur saat kematian, sesudah kematian kebaikan tetap akan menyertai saudara ke mana saudara akan pergi.

Sesungguhnya tidak hanya kebaikan, perbuatan jahat pun juga akan ikut ke mana saudara akan pergi. Perbuatan jahat merugikan saudara, perbuatan baik membantu saudara, melindungi saudara —

Kammapatisarano. Kammapatisaranâ, pelindung saudara itulah

sesungguhnya perbuatan baik saudara sendiri.

4. Saudara-saudara sekalian, sekarang keyakinan yang keempat