4.3 Determinan Faktor Terjadinya Kehamilan Tidak Diinginkan Pada Pasangan Menikah
4.3.3 Dampak Kehamilan Tidak Diinginkan
4.3.3.2 Kesehatan Anak
Tabel 4.24 Dampak Kesehatan Anak
Informan Jawaban
I-1
Pas melahirkan anak kedua dari suami pertama lagi kakak makin gak terima, udah la hamil gak pengen, pas keluar katanya cacat.. dalam hati kenapa lah hidup mati ajalah gitu, bedosa memang rin tapi mau gimana namanya benci. Memang betulan cacat rin lhatla itu sekarang ha gak ada akal, sampe sekarang kakak males liatnya itu, menyusahkan aja, menghancurkan rumah, menghabiskan makanan aja, banyak kali untuk dia makanan itu rin.lima menit sekali minta makan. Udah gitu pas lahir kan tiba tiba kenapa kata bidannya pantat deluan, pernah periksa sekali katanya normal. Udah dibilangnya pula gitukan udahla malas periksa lagi. bukannya murah biayanya..
Tapi dari ketiga itu gak ada yang ASI karna mungkin gak pernah makan yang sehat kan, gak makan sayur. Terus dikasi susu pun kadang kadangla. Makin besar susunya makin murah kalo bisa. Gak kuat juga harus beli susu, kasi air tajin itu ajala waktu itu.
I-2
Hamil anak ke 2 memang ibuk menyesal kali la pas itu, kenapa tidak ibu memang gak mau menyusi dia, masih malas. Biasanya kan kalo udah nampak bayi senang la kita. Ini enggak tetap aja ibuk biasa lah gitu. Pas lahir ibuk kan tinggal sama mamak belum punya rumah sendiri, jadi mamak yang selalu mengurus dia. Lama kelaman dia gak mau sama ibuk lagi, kalo ibuk pegang dia menangis. Yaudah pas kami pindah kerumah kami yang baru dia dibawa tapi menangis saja, tah apa yang salah kok nangis terus, dia gak mau tidur juga. Ya dijemput sama kakeknya sampe sekarang dia kelas 1 SMP dia gak mau tinggal sama ibu selalu sama kakeknya, diajak juga kadang dia mau ikut ya tapi akhirnya dia gak betah pulang sendiri. Mungkin taulah dia kan dulunya ibuk gak pengen kali dia ada. Tersentak la kurasa itu sampe sekarang. Dia kesini itu kalo mau main-main kerumah tetangganya ajalah dibuatnya. Kalo dia butuh alat sekolah kadang-kadang dia minta, kadang tidak.
Dari ke 2 anak ibu itu yang ASI Eksklusif gak ada, Cuma si anak terakhir ini yang ibu kasi ASI, tapi pun kadang kadang ibu kasi air gulanya. Kadang malas ibuk netekkannya.
I-3 Anak pertama juga gak dikasi ASI lagi. Dua dua mereka sekarang lantak la situ mau ngapain, tengokla ini ha dua dua tak becelana, tak ada lagi celana koncing terus. Satu sakit dua
dua jadi sakit.
I-4
Efeknya itu gak ada anakku yang ASI kak. Karna pernah aku kasi ASI anak kedua, pas itu anak pertama nangis minta ASI juga. Jadi kerepotan lah aku. Langsung aja kukasi dua duanya susu formula. Pas nangis dua dua langsung masukkan kemulut. Bersih atau enggak gak taula kak. Tapi kalo diliat pertumbuhan mereka termasuk lama. Seharusnya diusia ini berat badannya terus bertambah kan kak, tapi ini hampir gak bertambah pun. Inilah ha kurus kurus. Aku liat di TV anak seumur mereka lucu lucunya lagi. Gendut gendut tapi anakku enggak. Tapi memang gak ku kasi ASI, capek aku kak. Padahal ASI ku banyak tapi udah malas aku lah.
I-6
Terasa kalo kita tak ondak. Anakku tak menganggap kami orangtuanya. Sampe sekarang.
Dia main main kesini kek orang lain, Cuma sebentar terus dia pulang. Pengennya sekali-sekali dia tinggal lama disini, tapi dia tak betah. Kaya ada bisikan sama dia kalo dulu kami tak ondak dia itu ada didunia ini. Kek gitula ceritanya. Tapi memang iya, menyesalnya aku. Tapi yaa... itulah
Kalo anak yang terakhir aku tak taula, karna aku tak pikir- pikir itu. Aku mau kerojo terus.
I-8
Kebanyakan juga anak yang lahir itu BBLR.
Yang paling banyak terjadi adalah, mereka gagal memberikan ASI Eksklusif. ASI Eksklusif itu memang baik, kami menerapkannya tapi kami juga menghadiahkan susu formula untuk para ibu yang baru saja melahirkan di klinik kami. Di desa ini masih banyak yang tidak memberikan ASI ke anaknya, dan masih juga terdapat status gizi buruk pada anak- anak disini, tapi gak banyak. Itu juga bisa terjadi akibat jarak anak nya yang terlalu dekat juga.
Dalam studi meta-analisis tahun 2006 ditemukan, jarak kehamilan yang kurang dari 18 bulan terkait erat dengan berat badan bayi rendah, persalinan kurang bulan, ukuran bayi tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Bukan hanya itu, wanita yang hamil kurang dari 6 bulan setelah kelahiran sebelumnya memiliki risiko 40% melahirkan prematur dan 61% berat badan lahir rendah, jika dibandingkan dengan wanita yang hamil minimal 18 bulan kemudian. Risiko lain dar kehamilan yang terlalu dekat adalah anemia pada kehamilan selanjutny. Risiko ini tidak bisa diremehkan karena bisa berdampak pada
kesehatan ibu dan bayi. Dikarenakan tubuh ibu belum cukup untuk mengumpulkan cadangan nutrisi setelah kehamilan pertama.
Berbagai alasan medis, organisasi kesehatan dunia (WHO) saat ini menganjurkan untuk mengatur jarak antara kehamilan sekitar 2 sampai 5 tahun. Kehamilan kedua juga akan menyulitkan proses pemberian ASI menurut penelitian Marielena Guerra seorang dokter kandungan di Florida. Kehamilan yang tidak diinginkan juga bisa membuat si kecil jadi kurang diperhatikan oleh ibu yang sedang mengandung. Padahal, si kecil yang belum berusia satu atau dua tahun, sedang membutuhkan belian ibu.
Menurut UNICEF dalam lestari (2004) mengatakan bahwa ibu yang melahirkan pada kelompok umur kurang dari 20 tahun atau lebih 35 tahun meningkatkan risiko terhadap kesehatan ibu dan anak yang dikandung. Bayi yang lahir pada kelompok usia tersebut berisiko untuk lahir dengan berat lahir rendah dan lahir sebelum waktunya ataupun lahir melebihi batas waktu. Hal inilah yang menjadi alasan ibu pada usia risio tinggi sesuai hasil penelitian menatakan kehamilannya dianggap tidak terencana / tidak diinginkan.
Dampak jarak kehamilan atau kelahiran yang berdekatan juga dapat memicu pengabaian pada anak pertama secara fisik maupun psikis, yang dapat menimbulkan rasa cemburu akibat ketidaksiapan berbagi kasih sayang dari orangtuanya (Yoan, 2007). Jarak kehamilan atau kelahiran terlalu pendek menimbulkan sikap ini atau cemburu pada kakak beradik. Seperti kakak tidak gembira atas kehadiran adiknya, bahkan sering menganggapnya musuh karena merampas kasi sayang orang tuanya (Diana, 2007).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Aprianda menggunakan data Riskesdas tahun 2010, menunjukkan bahwa ada hubungan antara kehamilan tidak diinginkan terhadap pemberian ASI Eksklusif. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya rasa dicintai dan dukungan keluarga sehingga ibu mengalami kehamilan tidak diinginkan mengalami perubahan perilaku setelah kelahiran bayinya, meskipin awalnya terdapat pesaraan menolak, merasa takut dan cemas atau ketakutan terhadap kehamilan dan persalinan. Ibu dari wanita yang mengalami kehamilan tidak diinginkan terlihat tidak senang terhadap kehamilan tersebut, wanita tersebut akan merasa sangsi terhadap dirinya dan tidak perduli dengan bayinya, bahkan dapat memberikannya kepada orang lain.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN