• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta yang masih cukup tinggi pada triwulan I 2008 diperkirakan tetap belum cukup signifikan memperbaiki beberapa indikator kesejahteraan masyarakat di Jakarta. Indikator kesejahteraan tersebut antara lain adalah ketenagakerjaan, angka kemiskinan, upah/gaji, angka indeks kesengsaraan (misery indeks) dan kualitas hidup sebagaimana tercermin pada indeks pembangunan manusia (IPM). Angka pengangguran di DKI menurun, dari 14,3% pada tahun 2006 menjadi 12,57% pada tahun 2007 namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran nasional (9,1%). Persentase tingkat kemiskinan sedikit mengalami penurunan, yaitu dari 4,6% menjadi 4,5%. Faktor yang mempengaruhi masih relatif rendahnya perbaikan kedua indikator kesejahteraan dimaksud antara lain adalah kinerja perekonomian Jakarta yang walaupun tumbuh tinggi namun kualitas pertumbuhannya belum optimal. Hal ini juga berdampak pada meningkatnya kesenjangan pendapatan sebagaimana tercermin pada peningkatan angka gini rasio dari 0,269 pada tahun 2005 menjadi 0,336 pada 2007 (Maret). Demikian pula indikator-indikator kesejahteraan lain, seperti indeks kesengsaraan yang sejalan dengan inflasi yang meningkat pada triwulan I 2008 diperkirakan memburuk. Untuk indeks pembangunan manusia diperkirakan mengalami perbaikan antara lain dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi dan alokasi anggaran untuk program pendidikan dan jaminan sosial yang meningkat.

A. KETENAGAKERJAAN

Jumlah angkatan kerja dan jumlah orang yang bekerja di DKI Jakarta sampai Jumlah angkatan kerja dan jumlah orang yang bekerja di DKI Jakarta sampaiJumlah angkatan kerja dan jumlah orang yang bekerja di DKI Jakarta sampai Jumlah angkatan kerja dan jumlah orang yang bekerja di DKI Jakarta sampai Jumlah angkatan kerja dan jumlah orang yang bekerja di DKI Jakarta sampai dengan Agustus meningkat yang disertai dengan penurunan tingkat dengan Agustus meningkat yang disertai dengan penurunan tingkatdengan Agustus meningkat yang disertai dengan penurunan tingkat dengan Agustus meningkat yang disertai dengan penurunan tingkat dengan Agustus meningkat yang disertai dengan penurunan tingkat pengangguran terbuka (Grafik V.1).

pengangguran terbuka (Grafik V.1). pengangguran terbuka (Grafik V.1). pengangguran terbuka (Grafik V.1).

pengangguran terbuka (Grafik V.1). Pada posisi Agustus 2007 jumlah angkatan kerja di DKI Jakarta mencapai 4,40 juta jiwa, meningkat dibandingkan dengan kondisi Agustus 2006 (4,12 juta jiwa). Penyerapan tenaga kerja meningkat cukup tinggi, dari 3,53 juta jiwa menjadi 3,84 juta jiwa. Kombinasi perkembangan dua hal yang positif ini menyebabkan tingkat pengangguran terbuka turun cukup tinggi, dari 14,3% pada posisi Agustus 2006 menjadi 12,6% pada posisi Agustus 2007.

Grafik V.1

Angkatan Kerja dan Penduduk Bekerja

Grafik V.2

Angka Pengangguran Terbuka

(%) DKI Jakarta 14,3 12,6 Banten 18,9 15,8 Sumatera 11,8 12,6 Jawa 10,6 10,4 Bali dan NT 6,4 5,5 Kallimantan 8,3 7,9 Sulawesi 10,7 9,9 Papua 8,6 8,7 Nasional 10,3 9,1 Sumber : BPS (Posisi Agustus) 8 10 12 14 16 18 20 2006 2007 Ribuan orang -500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000 2005 2006 2007

Angkatan Kerja Bekerja Menganggur

Tabel V. 2

Tenaga Kerja berdasarkan Status Pekerjaan di DKI Jakarta

Formal

1. Berusaha di bantu buruh tetap 188.900 233.400 2. Buruh/Karyawan 2.213.530 2.319.900 Informal

1. Berusaha sendiri 726.210 841.220 2. Berusaha dibantu buruh tidak

tetap 165.640 171.150 3. Pekerja bebas 97.660 95.660 4. Pekerja tak di bayar 139.870 181.610

Status Pekerjaan Agt. 2006 Agt. 2007

Sumber BPS Tabel V. 1

Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor di DKI Jakarta Pertanian 22.543 19.940 0,6 0,5 (11,5) Pertambangan 9.410 8.310 0,3 0,2 (11,7) Industri 556.086 708.640 15,7 18,4 27,4 Listrik 12.733 12.090 0,4 0,3 (5,0) Konstruksi 162.717 167.000 4,6 4,3 2,6 Perdagangan 1.404.854 1.435.740 39,8 37,4 2,2 Transportasi 295.724 369.270 8,4 9,6 24,9 Keuangan 233.238 287.130 6,6 7,5 23,1 Jasa 834.494 834.820 23,6 21,7 0,0 Total 3.531.799 3.842.940 100,0 100,0 8,8 2006 2007 2006 2007 2008 Jumlah Tenaga Kerja

Lapangan Share Pertumbuhan

Sumber BPS, Sakernas, Agustus 2007

Fenomena perkembangan ketenagakerjaan di Jakarta berdasarkan survei BPS Fenomena perkembangan ketenagakerjaan di Jakarta berdasarkan survei BPS Fenomena perkembangan ketenagakerjaan di Jakarta berdasarkan survei BPS Fenomena perkembangan ketenagakerjaan di Jakarta berdasarkan survei BPS Fenomena perkembangan ketenagakerjaan di Jakarta berdasarkan survei BPS terakhir cukup menarik.

terakhir cukup menarik. terakhir cukup menarik. terakhir cukup menarik.

terakhir cukup menarik. Di tengah-tengah lambatnya pertumbuhan investasi, sekor industri pengolahan mampu menyerap tenaga kerja cukup tinggi, yaitu meningkat 27,4% menjadi 708,6 ribu tenaga kerja. Sektor transportasi meningkat 24,9% menjadi 369,3 ribu tenaga kerja. Sektor keuangan meningkat 23,1% menjadi 287,1 ribu tenaga kerja. Sementara itu sektor penyerap tenaga kerja terbesar,

yaitu perdagangan hanya tumbuh 2,2% (1.435,7 ribu tenaga kerja) (Grafik V.1). Salah satu faktor penyebab masih tingginya peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri di Jakarta antara lain disebabkan oleh berkembangnya sektor industri terkait dengan masih tingginya konsumsi masyarakat terutama terhadap

barang-barang durable, seperti mobil, kendaraan bermotor, onderdil alat

transportasi, dan barang-barang elektronika. Sebagian dari industri yang menghasilkan produk dimaksud berlokasi di Jakarta sehinga peningkatan permintaan direspon oleh sebagian besar industri dengan cara meningkatkan penggunaan kapasitas yang dalam implementasinya juga menambah tenaga kerja. Sementara itu, pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang tinggi pada sektor-sektor di luar industri adalah merupakan fenomena yang wajar, yaitu dipengaruhi oleh aktifitas perekonomian yang meningkat.

Pada posisi bulan Agustus 2007 meskipun angka persentase pengangguran di Pada posisi bulan Agustus 2007 meskipun angka persentase pengangguran diPada posisi bulan Agustus 2007 meskipun angka persentase pengangguran di Pada posisi bulan Agustus 2007 meskipun angka persentase pengangguran di Pada posisi bulan Agustus 2007 meskipun angka persentase pengangguran di Jakarta turun, namun demikian dibandingkan dengan persentase angka Jakarta turun, namun demikian dibandingkan dengan persentase angkaJakarta turun, namun demikian dibandingkan dengan persentase angka Jakarta turun, namun demikian dibandingkan dengan persentase angka Jakarta turun, namun demikian dibandingkan dengan persentase angka pengangguran nasional (9,75%) masih lebih tinggi (Grafik V. 2).

pengangguran nasional (9,75%) masih lebih tinggi (Grafik V. 2). pengangguran nasional (9,75%) masih lebih tinggi (Grafik V. 2). pengangguran nasional (9,75%) masih lebih tinggi (Grafik V. 2).

pengangguran nasional (9,75%) masih lebih tinggi (Grafik V. 2). Tingginya tingkat pengangguran di Jakarta antara lain disebabkan oleh karakteristik perekonomian di Jakarta yang didominasi oleh sektor-sektor ekonomi yang padat modal dan teknologi. Akibatnya, walaupun pertumbuhan ekonominya tinggi namun penyerapan tenaga kerjanya relatif terbatas. Ketersediaan lapangan kerja formal tumbuh terbatas padahal struktur tenaga kerja hampir 64,82% merupakan tenaga kerja buruh/karyawan (Tabel V.2). Faktor yang lain adalah merupakan permasalahan klasik, yaitu tingginya tingkat urbanisasi di Jakarta sebagai wilayah yang terbuka. Dugaan yang lain adalah bahwa meskipun sebagian dari masyarakat Jakarta tidak memiliki pekerjaan, namun demikian sebagian dari

Tabel V. 4 Angkat Gini Ratio

1 DKI Jakarta 0,322 0,269 0,336 2 Banten 0,330 0,356 0,365 3 Jawa Barat 0,289 0,336 0,344 4 Jawa Tengah 0,284 0,306 0,326 5 Jogyakarta 0,367 0,415 0,366 6 Jawa Timur 0,311 0,356 0,337 7 Sumatera Utara 0,268 0,303 0,305 8 Sulawesi Selatan 0,301 0,353 0,37 9 Nasional 0,329 0,363 0,364 Provinsi 2002 2005 2007 Sumber BPS Tabel V. 3

Jumlah Tenaga Kerja berdasarkan Pendidikan di Jakarta

Sumber BPS, Sakernas, Februari 2006

2005 2006 2005 2006

Lapangan Jumlah Share (%)

Tidak Sekolah 4.279 3.885 0,1 0,1 Tidak Tamat SD 100.196 85.470 2,8 2,4 SD 510.606 522.353 14,3 14,8 SLP 632.910 579.921 17,8 16,4 SLA 1.912.635 1.911.410 53,6 54,1 Diploma 187.912 198.840 5,3 5,6 Universitas 216.794 229.920 6,1 6,5 3.565.331 3.531.799 100,0 100,0

masyarakat dimaksud memiliki dan mengelola asset yang mampu menghasilkan uang.

Dengan memperhatikan perkembangan ekonomi terkini, pada triwulan-triwulan Dengan memperhatikan perkembangan ekonomi terkini, pada triwulan-triwulan Dengan memperhatikan perkembangan ekonomi terkini, pada triwulan-triwulan Dengan memperhatikan perkembangan ekonomi terkini, pada triwulan-triwulan Dengan memperhatikan perkembangan ekonomi terkini, pada triwulan-triwulan mendatang perkembangan ketenagakerjaan di Jakarta diperkirakan akan mendatang perkembangan ketenagakerjaan di Jakarta diperkirakan akan mendatang perkembangan ketenagakerjaan di Jakarta diperkirakan akan mendatang perkembangan ketenagakerjaan di Jakarta diperkirakan akan mendatang perkembangan ketenagakerjaan di Jakarta diperkirakan akan menghadapi tantangan yang lebih berat

menghadapi tantangan yang lebih berat menghadapi tantangan yang lebih berat menghadapi tantangan yang lebih berat

menghadapi tantangan yang lebih berat. Faktor utama yang mempengaruhinya terutama adalah pertumbuhan ekonomi domestik dan global yang melambat. Perekonomian global yang melambat, yang antara lain dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM, memburuknya perekonomian global dan kenaikan beberapa harga komoditas, berpengaruh terhadap perlambatan pertumbuhan perekonomian domestik. Beberapa sektor ekonomi diperkirakan akan mengalami tekanan, seperti sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, keuangan dan jasa perusahaan. Kondisi ini akan memberikan pengaruh yang kurang baik bagi ketenagakerjaan di Jakarta pada triwulan-triwulan mendatang.

B. UPAH

Upah yang diterima tenaga kerja pada umumnya meningkat, namun demikian Upah yang diterima tenaga kerja pada umumnya meningkat, namun demikian Upah yang diterima tenaga kerja pada umumnya meningkat, namun demikian Upah yang diterima tenaga kerja pada umumnya meningkat, namun demikian Upah yang diterima tenaga kerja pada umumnya meningkat, namun demikian peningkatan upah terutama lebih dirasakan oleh pekerja pada level menengah peningkatan upah terutama lebih dirasakan oleh pekerja pada level menengah peningkatan upah terutama lebih dirasakan oleh pekerja pada level menengah peningkatan upah terutama lebih dirasakan oleh pekerja pada level menengah peningkatan upah terutama lebih dirasakan oleh pekerja pada level menengah ke atas karena base salary-nya relatif sudah tinggi.

ke atas karena base salary-nya relatif sudah tinggi. ke atas karena base salary-nya relatif sudah tinggi. ke atas karena base salary-nya relatif sudah tinggi.

ke atas karena base salary-nya relatif sudah tinggi. Survei Human Resources Development Club (HRD Club) menunjukkan bahwa kenaikan gaji manajerial di sektor formal pada berbagai level jabatan mendekati angka 15% (Grafik I.11 -13 dan tabel I.2). Sementara itu, untuk golongan masyarakat berpenghasilan relatif subsisten kenaikan pendapatannya relatif kurang signifikan untuk mampu mendorong peningkatan konsumsi. Hal ini tercermin pada peningkatan upah buruh informal, Upah Minimum Provinsi (UMP), yang kurang cukup kuat mengimbangi kenaikan harga-harga. Peningkatan pendapatan pada berbagai level pekerjaan kurang memberikan dampak pada pengurangan disparitas pendapatan, sebagaimana tercermin pada angka gini ratio 2007 (0,336) yang meningkat dibandingkan tahun 2005 (0,269). Ke depan, disamping upaya menjaga kestabilan harga dioptimalkan, kebijakan pengupahan ada baiknya lebih diarahkan pada upaya untuk dapat mengerem disparitas yang semakin membesar. Kebijakan tersebut antara lain dapat dilakukan melalui pengaturan peningkatan gaji yang lebih rendah untuk level yang lebih tinggi namun di sisi lain kenaikan upah pada low level tetap dalam batas-batas normal dan mampu meredam ekspektasi terhadap inflasi.

C. KEMISKINAN

1

Persentase jumlah penduduk miskin di Jakarta masih relatif lebih rendah Persentase jumlah penduduk miskin di Jakarta masih relatif lebih rendahPersentase jumlah penduduk miskin di Jakarta masih relatif lebih rendah Persentase jumlah penduduk miskin di Jakarta masih relatif lebih rendah Persentase jumlah penduduk miskin di Jakarta masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan persentase jumlah penduduk miskin nasional (Grafik V. 3.). dibandingkan dengan persentase jumlah penduduk miskin nasional (Grafik V. 3.).dibandingkan dengan persentase jumlah penduduk miskin nasional (Grafik V. 3.). dibandingkan dengan persentase jumlah penduduk miskin nasional (Grafik V. 3.). dibandingkan dengan persentase jumlah penduduk miskin nasional (Grafik V. 3.). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jakarta, pada tahun 2007 persentase penduduk miskin di DKI Jakarta hanya 4,5% dari total jumlah penduduk DKI Jakarta. Persentase penduduk miskin tersebut turun setelah sempat meningkat pada tahun 2006 (4,6%). Penurunan ini searah dengan penurunan jumlah penduduk miskin nasional yang turun dari 39,30 juta jiwa (17,8%) pada tahun 2006 menjadi 37,17 juta jiwa (16,6%) pada tahun 2007. Faktor utama yang menyebabkan tingkat kemiskinan menurun adalah perekonomian yang membaik. Selain itu juga dipengaruhi oleh upaya pemerintah untuk mengurangi kemiskinan (pro poor) melalui pelaksanaan program-program yang terkait dengan jaring pengaman sosial.

Grafik V.3 Angka Penduduk Miskin

Cukup banyak program-program yang dilaksanakan pemerintah daerah sebagai Cukup banyak program-program yang dilaksanakan pemerintah daerah sebagaiCukup banyak program-program yang dilaksanakan pemerintah daerah sebagai Cukup banyak program-program yang dilaksanakan pemerintah daerah sebagai Cukup banyak program-program yang dilaksanakan pemerintah daerah sebagai implementasi kebijakan

implementasi kebijakan implementasi kebijakan implementasi kebijakan

implementasi kebijakan pro poorpro poorpro poorpro poorpro poor. . . Program tersebut antara lain adalah program pengurangan beban pengeluaran keluarga miskin yang terdiri dari Program Bantuan Operasional Sekolah, Program Bantuan Operasional Pendidikan dan Keluarga Miskin, penyediaan beras raskin, pemakaman gratis dan perbaikan lingkungan kumuh. Selanjutnya bantuan modal usaha, antara lain dalam bentuk penyaluran dana bergulir Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) dan program pelatihan. Sumber lain adalah kontribusi dari pihak swasta (Community Development Program), lembaga donor dan perbankan.

Tabel V. 5 Strata Penghasilan A1 > 3.000 13 2 A2 2.000-3.000 16 5 B 1.500 - 2.000 20 11 C1 1.000 -1.500 25 23 C2 700 - 1.000 18 32 D 500 - 700 4 17 E < 500 3 11

Strata Penghasilan Jakarta Botabek

(Ribu Rp) % % Sumber : AC Nielsen, 2007 (%) DKI 3,2 4,3 4,6 4,5 Banten 13,7 18,4 17,6 17,4 Nasional 16,7 16,0 17,8 16,6 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 2004 2005 2006 2007

D. INDEKS KESENGSARAAN

Kondisi di triwulan I 2008, dipengaruhi oleh kenaikan tingkat inflasi yang cukup Kondisi di triwulan I 2008, dipengaruhi oleh kenaikan tingkat inflasi yang cukup Kondisi di triwulan I 2008, dipengaruhi oleh kenaikan tingkat inflasi yang cukup Kondisi di triwulan I 2008, dipengaruhi oleh kenaikan tingkat inflasi yang cukup Kondisi di triwulan I 2008, dipengaruhi oleh kenaikan tingkat inflasi yang cukup tinggi diperkirakan meningkatkan angka

tinggi diperkirakan meningkatkan angka tinggi diperkirakan meningkatkan angka tinggi diperkirakan meningkatkan angka

tinggi diperkirakan meningkatkan angka misery indexmisery indexmisery indexmisery indexmisery index (indeks kesengsaraan) (Grafik (indeks kesengsaraan) (Grafik (indeks kesengsaraan) (Grafik (indeks kesengsaraan) (Grafik (indeks kesengsaraan) (Grafik V.4)

V.4) V.4) V.4)

V.4). Misery index yang dihitung dengan cara menjumlahkan persentase tingkat pengangguran terbuka dengan tingkat inflasi pertama kali dikenalkan oleh Arthur Okun. Indeks ini mengasumsikan bahwa tingkat pengangguran yang tinggi dan tingkat inflasi yang memburuk akan menciptakan biaya sosial dan ekonomi suatu negara. Berdasarkan indikator misery index, kondisi kesejahteraan masyarakat pada triwulan I 2008 diperkirakan menurun, sejalan dengan laju inflasi yang cukup tinggi (Grafik V.4).

2 Indeks ini dikembangkan pada tahun 1990 oleh ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, dan telah digunakan sejak tahun 1993 oleh UNDP pada laporan tahunannya. Nilai IPM menunjukkan pencapaian rata-rata pada sebuah negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yakni: 1. Usia yang panjang dan sehat, yang diukur dengan angka harapan hidup, 2. Pendidikan, yang diukur dengan dengan tingkat baca tulis dengan pembobotan dua per tiga; serta angka partisipasi kasar dengan pembobotan satu per tiga, 3. Standar hidup yang layak, yang diukur dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita pada paritas daya beli dalam mata uang Dollar AS.

E. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

Indeks pembangunan manusia (IPM) adalah gabungan dari nilai yang menunjukkan Indeks pembangunan manusia (IPM) adalah gabungan dari nilai yang menunjukkan Indeks pembangunan manusia (IPM) adalah gabungan dari nilai yang menunjukkan Indeks pembangunan manusia (IPM) adalah gabungan dari nilai yang menunjukkan Indeks pembangunan manusia (IPM) adalah gabungan dari nilai yang menunjukkan tingkat kemiskinan, kemampuan baca tulis, pendidikan,

tingkat kemiskinan, kemampuan baca tulis, pendidikan, tingkat kemiskinan, kemampuan baca tulis, pendidikan, tingkat kemiskinan, kemampuan baca tulis, pendidikan,

tingkat kemiskinan, kemampuan baca tulis, pendidikan, harapan hidup, dan faktor-harapan hidup, dan faktor-harapan hidup, dan faktor-harapan hidup, dan faktor-harapan hidup, dan faktor-faktor lainnya di sebuah negara atau wilayah administratif tertentu

faktor lainnya di sebuah negara atau wilayah administratif tertentu faktor lainnya di sebuah negara atau wilayah administratif tertentu faktor lainnya di sebuah negara atau wilayah administratif tertentu

faktor lainnya di sebuah negara atau wilayah administratif tertentu2 (Grafik V. 5 (Grafik V. 5 (Grafik V. 5 --- 6).(Grafik V. 5 (Grafik V. 5 6). 6). 6). 6). Indeks ini dapat digunakan untuk membandingkan human development antara satu negara dengan negara lainnya ataupun membandingkan human development antara satu provinsi ataupun kota dengan provinsi ataupun lain di dalam satu wilayah negara. Terdapat tiga kriteria IPM, yaitu IPM tinggi dengan angka indeks

Grafik V.4 Indeks Kesengsaraan Tabel V. 6

Pengeluaran Penduduk Miskin

Keterangan Kota Desa

Kebutuhan dasar Makanan Kebutuhan dasar Makanan Kebutuhan dasar Makanan Kebutuhan dasar Makanan Kebutuhan dasar Makanan

Beras 15,5 22,0

Telur, Daging & Susu 4,44 3,36 Kebutuhan lainnya 49 46,35 Kebutuhan dasar bukan Makanan

Kebutuhan dasar bukan Makanan Kebutuhan dasar bukan Makanan Kebutuhan dasar bukan Makanan Kebutuhan dasar bukan Makanan

Perumahan 7,37 8,05 Listrik 4,06 2,35 Pendidikan 1,73 1,02 Transportasi 2,58 1,58 Kebutuhan lainnya 15,32 15,29 Total Total Total Total Total 100100100100100 100100100100100 Sumber : BPS, diolah (Persen) (Persen) (Persen) (Persen) (Persen) 2006 2007 2008 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 -5 10 15 20 25 30 Nasional Jakarta

di atas 0,800, IPM sedang dengan batas angka IPM 0,500 - 0,799, dan IPM rendah dengan nilai di bawah 0,500. Angka IPM Indonesia dan kebanyakan provinsi di Indonesia pada saat ini masuk dalam kategori IPM sedang. Khusus untuk di Jakarta, data terakhir menunjukkan bahwa IPM Provinsi Jakarta lebih baik dibandingkan dengan IPM Provinsi Banten dan juga IPM Provinsi lain di Indonesia. Sementara itu berdasarkan release terakhir dari UNDP, IPM Indonesia pada tahun 2007 adalah 0,728 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya 0,711. Peringkat IPM Indonesia sedikit membaik, yaitu meningkat menjadi rangking 108 (sebelumnya 108), namun demikian IPM Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan IPM negara tetangga, yaitu Malaysia (0,811), Thailand (0,781), Filipina (0,771), dan Vietnam (0,733).

Grafik V.5 IPM Provinsi DKI Jakarta

74,0 75,0 76,0 77,0

2002 2003 2004 2005*

Indeks pembangunan manusia di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan data terakhir Indeks pembangunan manusia di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan data terakhirIndeks pembangunan manusia di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan data terakhir Indeks pembangunan manusia di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan data terakhir Indeks pembangunan manusia di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan data terakhir menunjukkan adanya perbaikan, walaupun masih tetap dalam kategori sedang menunjukkan adanya perbaikan, walaupun masih tetap dalam kategori sedangmenunjukkan adanya perbaikan, walaupun masih tetap dalam kategori sedang menunjukkan adanya perbaikan, walaupun masih tetap dalam kategori sedang menunjukkan adanya perbaikan, walaupun masih tetap dalam kategori sedang. IPM Provinsi DKI Jakarta meningkat tipis dari 0,7615 pada tahun 2004 menjadi 0,7675 pada tahun 2005. Dengan memperhatikan perkembangan angka harapan hidup, indeks pendidikan dan indeks daya beli, diperkirakan indeks pembangunan manusia tahun 2007 searah dengan perekonomian yang bertumbuh dan meningkatnya alokasi belanja untuk jaring pengaman sosial mengalami perbaikan, walaupun peningkatannya terkait dengan kapasitas yang ada masih terbatas.

BOKS II :