• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DATA DAN ANALISA

C. Kesiapan guru Dalam Pembelajaran Fisika

Persiapan guru dalam pembelajaran Fisika SMA Kabupaten Mimika terdiri dari beberapa aspek, antara lain sebagai berikut.

1. Silabus dan RPP

Menurut para guru Fisika SMA Kabupaten Mimika dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menjadi lebih sulit. Seorang Guru X menyatakan: “Saya rasa lebih berat ya. Di situ yang berat. Soalnya kan harus ada mencari, harus mengumpulkan, habis itu mengkomunikasikan. Mencari saja sudah susah kan. Disuruh anak-anaknya, meskipun kita sudah bikin RPP, mencari ini ini ini ini, tapi dia tidak” (wawancara tanggal 18 Februari 2016).

Kesulitan seperti yang diungkapkan ini dapat mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran yang tidak sesuai dengan RPP yang telah disusun oleh guru. Dari hasil wawancara, terlihat bahwa tidak semua guru Fisika SMA Kabupaten Mimika membuat RPP yang akan dipakai sebagai acuan dalam proses pembelajaran. Namun sebagian guru Fisika lain mengungkapkan secara jelas bahwa dalam pembelajaran di kelas RPP digunakan sebagai acuan, walau tidak sebagai patokan namun tetap diusahakan.

Ketidaksesuaian pembelajaran dengan RPP yang telah disusun oleh guru Fisika disebabkan oleh kemampuan peserta didik yang tidak merata sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung lama. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan pembelajaran sesuai dengan RPP dianggap kurang. Di sisi lain guru harus mengejar agar peserta didik dapat mempelajari seluruh materi yang telah

ditargetkan dalam waktu tertentu. Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Nilai dari UN tidak menjadi syarat kelulusan peserta didik dalam studi, namun beberapa institusi Negara seperti TNI dan POLRI menjadikan nilai UN sebagai syarat untuk mengikuti pendidikan lanjutan di dalamnya. Kebijakan institusi-institusi yang seperti demikian menambah beban moral guru sehingga mereka tidak lagi mengejar pembelajaran yang ideal (efektif dan efisien) dan hanya terpaku pada ketercapaian target materi yang diajarkan.

2. Metode Pembelajaran Saintifik

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada guru Fisika SMA Kabupaten Mimika, pada umumnya guru Fisika sudah menerapkan metode scientific dalam

pembelajaran dengan baik walaupun terdapat kendala dalam penerapannya. Metode scientific atau pendekatan ilmiah di mana metode dalam pengajarannya yang terdiri

dari mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, mengkomunikasikan seperti yang dipaparkan beberapa guru sudah diterapkan. Hal ini yang membedakan pelaksanaan pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan kurikulum KTSP di mana pada KTSP pembelajarannya berfokus pada eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

Namun salah satu guru memaparkan masih memilih metode ceramah dan mencatat secara monoton. Metode ceramah dianggap sebagai metode yang paling efektif dengan situasi dan kondisi pendidikan di Kabupaten Mimika.

“ya lumayan sering pakainya itu sama saya jelaskan saja di depan. Kembali ke yang klasik saja mbak. Soalnya ya bagaimana ya sudah rahasia umum kalau di sini sumber daya nya agak kurang dari yang di pulau lain jadi butuh sekali dibimbing.” (wawancara kepada guru Z, tanggal 18 Februari 2016)

Hal-hal yang mempengaruhi guru untuk tetap memakai guru metode ceramah adalah kemampuan kognitif peserta didik yang tidak dapat membentuk pengetahuannya sendiri. Kesulitan untuk membangun konsep dalam kognitif peserta didik, menjadi hambatan besar dalam penerapan model belajar discovery

learning, di mana model belajar tersebut menuntut anak untuk membentuk

pengetahuannya sendiri. Dari kendala pada kemampuan kognitif perserta didik tersebut, guru beranggapan bahwa peserta didik sebaiknya dituntun secara intens melalui komunikasi verbal. Namun di sisi lain, komunikasi 1 arah yang diterapkan oleh guru justru akan menghambat peserta didik untuk menyampaikan gagasan yang ada dalam pikirannya. Ditambah lagi jika suasana belajar tidak menyenangkan (monoton) bagi guru dan peserta didik, akan sangat sulit bagi guru untuk mengetahui sejauh mana perubahan/perkembangan pengetahuan peserta didik. Di lain pihak, peserta didik akan sungkan untuk mengajukan hal-hal yang kurang dipahami dan mengemukakan pendapat.

Kesulitan dalam eksplorasi berbagai metode pembelajaran oleh guru tidak hanya seputar kondisi peserta didik, namun juga keterbatasan sarana-prasarana pendukung di sekolah. Kurangnya kelas dengan jumah peserta didik yang membludak menyulitkan guru dalam mengatur kelas agar pembelajaran menjadi efektif. Keterbatasan alat peraga yang disediakan juga menjadi faktor yang membatasi eksplorasi metode oleh guru. Praktikum tetap bisa dilakukan untuk pemenuhan penilaian, namun tidak maksimal dan terkesan seadanya.

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada guru Fisika SMA Kabupaten Mimika tentang media pembelajaran, secara umum guru memaparkan bahwa dalam pembelajaran yang diterapkan lebih sering menggunakan media pembelajaran berupa perangkat elektronik seperti infokus, laptop, dan jaringan internet. Pemakaian media pembelajaran yang berupa alat elektronik tersebut dapat membantu/digunakan dalam berbagai metode pembelajaran, seperti demonstrasi dan diskusi kelompok. Pemakaian alat elektronik juga dapat membantu menyegarkan suasana pembelajaran dengan pemutaran video dan aplikasi pembelajaran. Bahkan pemakaian alat elektronik dapat diselipkan di tengah metode ceramah.

Namun dari paparan salah satu guru, terlihat adanya kekhawatiran tertentu yang dimiliki oleh guru yang turut mempengaruhi pilihan guru untuk mengajar di kelas dengan cara klasik. Kekhawatiran yang dirasakan adalah seputar rentannya penyalahgunaan teknologi informasi dan kesulitan dalam manajemen waktu –yang berkaitan dengan karakter peserta didik-.

“Tapi ya kita tidak memungkiri kalau anak-anak seperti ini. Kalau ngerjain tugas malah ga ngerjain tugas. Malah online to. Jadi harus dikontrol. Kalau di SCI ini sih sebenarnya masih bisa karena sedikit siswa. Tapi kalau seandaiannya ada free wifi khusus untuk (nama sekolah) ya mudah-mudahan tepat sasaran. Kembali ke individunya kembali. Takut sama Tuhannya ada nggak. Takut sama guru nya ada nggak” (wawancara tanggal 18 Februari 2016).

Dapat disimpulkan dari uraian di atas bahwa guru Fisika SMA Kabupaten Mimika belum seluruhnya menggunakan media pembelajaran yang ada sesuai dengan kurikulum 2013, ada yang memakai LCD hanya sesuai dengan keperluan guru tersebut. Selain sarana-prasarana yang belum memadai, hal ini dikarenakan

keterbatasan pengetahuan tentang teknologi, sehingga penggunaan LCD belum dapat digunakan dengan baik. Padahal dalam proses pembelajaran, seharusnya dengan menggunakan media LCD dapat menumbuhkan rasa keingin-tahuan peserta didik dan menambah minat mereka untuk mengikuti Fisika. Melihat hal tersebut sebaiknya kelengkapan sarana prasarana sekolah lebih diperhatikan dan kemampuan guru dalam bidang teknologi lebih ditempa.

4. Sistem Penilaian Pembelajaran Fisika Kurikulum 2013

Dari hasil wawancara dengan guru Fisika SMA di Kabupaten Mimika, diketahui bahwa sebagian guru telah melakukan penilaian berkaitan dengan 4 KI yang ada dalam kurikulum 2013. Penilaian berkaitan dengan nilai sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

a. Penilaian Sikap

Kriteria sikap yang dinilai adalah sikap peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran, sikap peserta didik terhadap guru dan teman sekelas. Menerima, menanggapi, menghargai keragaman & keunikan alam sebagai anugerah Tuhan juga termasuk dalam kriteria penilaian dari segi sikap peserta didik.

Untuk penilaian Kompetensi I dan II dilakukan observasi peserta didik dengan tindakan ekstrem. Penilaian tindakan ekstrem yang dimaksud adalah penilaian kepada peserta didik yang diberikan oleh guru adalah peserta didik dengan tindakan yang paling baik dan peserta didik dengan tindakan yang paling jauh dari harapan selama proses belajar-mengajar, dengan kata lain kepada peserta didik yang tindakannya paling berbeda dengan tindakan pada umumnya peserta

didik lain di dalam kelas. Penilaian tindakan ekstrem memiliki dampak tertentu yaitu tidak semua peserta didik dapat dinilai secara khusus oleh guru. Peserta didik dengan tindakan normal akan disama-ratakan. Penilaian sikap dengan fokus per individu sulit dilakukan oleh guru Fisika SMA di Kabupaten Mimika karena jumlah peserta didik yang terlalu banyak dalam satu kelas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan penilaian peer (Penilaian oleh teman).

b. Penilaian Kognitif

Kriteria pengetahuan yang dinilai adalah pengetahuan peserta didik tentang materi yang telah diajarkan. Penilaian kognitif dalam pembelajaran Fisika di SMA Kabupaten Mimika dilakukan dengan pengambilan nilai ulangan harian, tugas, dan ujian oleh guru.

c. Penilaian Keterampilan

Kriteria keterampilan yang dinilai adalah keterampilan tugas-tugas proyek atau praktikum. Guru menilai setiap kemampuan dan keterampilan dari masing-masing peserta didik dalam proses pembelajaran di setiap pertemuan. Menurut para guru, penilaian keterampilan hanya dilakukan jika materi yang sedang dipelajari relevan dengan ketersediaan alat di sekolah. Dalam penilaian keterampilan, guru menggunakan penilaian dari praktikum sederhana mengikuti ketersediaan alat praktikum di sekolah.

Cara lain yang dilakukan guru dalam menilai keterampilan peserta didik adalah meggunakan penilaian makalah dan kemampuan peserta didik menyelesaikan soal yang diberikan guru secara spontan di depan kelas. Guru beranggapan bahwa keterampilan yang dimaksud dalam penilaian kurikulum 2013

dapat diartikan seperti kemampuan menyelesaikan masalah/soal. Cara tersebut bisa jadi dikarenakan guru berpikir peserta didik akan kesulitan dalam pengerjaan tugas proyek dan praktikum. Kesulitan pengerjaan tersebut berkaitan dengan keterbatasan sarana-prasarana di sekolah, sehingga guru mencari alternatif lain dengan penilaian seperti yang dijelaskan di atas.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar guru Fisika SMA di Kabupaten Mimika telah memahami bagaimana pelaksanaan penilaian pada kurikulum 2013. Namun dalam pelaksanaan, guru mengalami kesulitan menilai keterampilan peserta didik sehingga guru mencari alternatif lain dalam menilai keterampilan peserta didik. Hal ini dapat menyebabkan pergeseran pemahaman jika dilaksanakan secara terus menerus dan kendala yang dialami tidak segera di atasi.

Dokumen terkait