• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Kesiapsiagaan Bencana Bidang Kesehatan

Pedoman teknis penaggulangan krisis kesehatan akibat bencana yang dikeluarkan Kementrian Kesehatan tahun 2011, menyatakan masalah kesehatan pada korban bencana dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu sebagai akibat langsung dan tidak langsung. Akibat langsung merupakan dampak primer yang dialami korban di daerah bencana pada saat bencana terjadi kasus-kasus, antara lain:

a. Trauma

Trauma terjadi akibat terkena langsung benda-benda keras / tajam atau tumpul.

Contoh trauma, antara lain: luka robek, luka tusuk, luka sayat, dan fraktur. Pada umumnya kasus trauma perlu penanganan balk ringan maupun berat (lanjut).

Kasus-kasus trauma banyak terjadi pada korban bencana semacam gempa bumi,

tsunami, tanah longsor, banjir, angin puyuh, kerusuhan, kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, tindakan teror born, dan lain-lain.

b. Gangguan pernapasan

Gangguan pernapasan terjadi akibat trauma pada jalan napas, misalnya masuknya partikel debu, cairan dan gas beracun pada saluran pernapasan. Kasus-kasus gangguan pernapasan banyak terjadi pada korban bencana semacam tsunami, gunung meletus, kebakaran, kecelakaan industri, dan lain-lain.

c. Luka bakar

Luka bakar terjadi akibat terkena langsung benda panas/api/ bahan kimia. Kasus-kasus luka bakar banyak terjadi pada korban bencana semacam kebakaran, gunung meletus, kecelakaan industri, kerusuhan, tindakan teror born, dan lain-lain.

d. Keluhan psikologis dan gangguan psikiatrik (stres pascatrauma)

Stres pascatrauma adalah keluhan yang berhubungan dengan pengalaman selama bencana terjadi. Kasus ini sering ditemui hampir di setiap kejadian bencana.

e. Korban meninggal

Disaster Victim Identification (DVI) semakin dirasakan perlu untuk mengidentifikasi korban meninggal pasca bencana baik untuk kepentingan kesehatan maupun untuk kepentingan penyelidikan. Untuk kecepatan dan ketepatan pertolongan maka setiap korban bencana perlu diklasifikasikan sebagai berikut: a. Kasus gawat darurat, b. Kasus gawat tidak darurat, c. Kasus tidak gawat tidak darurat (non gawat darurat) dan d. Kasus mati

21

Akibat tidak langsung merupakan dampak sekunder yang dialami korban bencana pada saat terjadinya pengungsian. Masalah kesehatan yang sering terjadi antara lain:

a. Kuantitas dan kualitas air bersih yang tidak memadai.

b. Kurangnya sarana pembuangan kotoran, kebersihan lingkungan yang buruk (sampah dan limbah cair) sehingga kepadatan vektor (lalat) menjadi tinggi, sanitasi makanan di dapur umum yang tidak higienis, dan kepenuhsesakan (overcrowded). Penyakit menular yang sering timbul di pengungsian akibat faktor risiko di atas antara lain, diare, tipoid, ISPA/pneumonia, campak, malaria, DBD, dan penyakit kulit.

c. Kasus penyakit sebagai akibat kurangnya sumber air bersih dan kesehatan lingkungan yang buruk. Kasus-kasus yang sering terjadi antara lain, diare, ISPA, malaria, campak, penyakit kulit, tetanus, TBC, cacar, hepatitis, cacingan, tifoid, dan lain-lain.

d. Kasus gizi kurang sebagai akibat kurangnya konsumsi makanan. Kasus-kasus yang sering terjadi antara lain, KEP, anemia dan xeroftalmia.

e. Masalah kesehatan reproduksi yang sering terjadi seperti gangguan selama kehamilan dan persalinan, terjadinya kehamilan yang tidak diharapkan, menyebarnya infeksi menular seksual (IMS), kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan lain-lain.

f. Berbagai bentuk keluhan psikologis dan gangguan psikiatrik yang berhubungan dengan pengalaman yang dialami selama bencana terjadi seperti stres pascatrauma, depresi, ansietas, dan lain-lain.

2.3.2. Sistem Kordinasi dan Pengorganisasin Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan

Menurut Depkes RI (2002) pengorganisasian penanggulangan bencana di bidang kesehatan dapat dilihat pada gambar berikut ini,

Terlihat bahwa sistem kordinasi dan penggorganisasian penanggulangan bencana di bidang kesehatan selaras dengan sistem kordinasi dalam bidang kesehatan lazimnya. Dimana sistem tersebut melibatkan dinas kesehatan sebagai kordinator institusi di bawahnya seperi Puskesmas dan Rumah Sakit. Selain itu juga tidak terlepas dari peran masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat

Gambar 2.1. Sistem Kordinasi Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan

23

dalam bidang kesehatan. Sistem kordinasi ini terstandarisasi secara nasional mengikuti pola kordinasi pembangunan di bidang kesehatan.

Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 145 Tahun 2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana di Bidang Kesehatan, bahwa pengorganisasian dalam bidang kesehatan terdiri atas berbagai tingkat, mulai dari tingkat pusat sampai tingkat kecamatan. Sedangkan tingkat Kabupaten Kota terdiri atas :

1. Penanggung jawab kesehatan di tingkat ini adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Bila diperlukan dapat meminta bantuan Provinsi yang melaksanakan tugas di bawah koordinasi Satuan Pelaksanaan Penanggulangan Bencana (SATLAK PB) yang dikordinir oleh Bupati/walikota.

2. Pelaksanaan tugas penanggulangan bencana di lingkungan Dinas Kesehatan dikordinir oleh unit yang ditunjuk Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui Surat Keputusan.

2.3.3. Pelaksanaan Kegiatan Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan

Kepmenkes RI Nomor 145 Tahun 2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana di Bidang Kesehatan juga mengatur kegiatan-kegiatan secara hirarki. Pada tingkatan Kabupaten/Kota kegiatan yang dilakukan antara lain

1. Pra Bencana

Pada saat pra bencana yang dilakukan antara lain :

a) Membuat rencana kegiatan upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan b) Membuat peta deomedik daerah rawan bencana

c) Membuat rencana kontingensi

d) Menyelenggarakan pelatihan

e) Membentuk dan mengembangkan tim reaksi cepat

f) Menginventarisasi sumber daya sesuai dengan potensi bahaya yang mungkin terjadi

g) Melakukan kordinasi lintas sektor

h) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan penanggulangan bencana

2. Saat Bencana

Pada saat bencana yang dilakukan antara lain : a) Berkordinasi dengan anggota Satlak PB / BPBD

b) Mengaktifkan Pusdalops Penanggulangan bencana bidang kesehatan di kabupaten/kota

c) Berkordinasi dengan Rumah Sakit Kabupaten/Kota

d) Menyiapkan dan mengirim tenaga kesehatan, perbekalan dan obat-obatan e) Menghubungi Puskesmas di sekitar lokasi untuk mengirimkan tenaga

kesehatan

f) Melakukan penilaian kesehatan cepat terpadu g) Penanggulangan gizi darurat

h) Pemberian imunisasi campak pada anak di bawah usia 15 tahun i) Melakukan Sureveilans

j) Apabila penanggulangan bencana melebihi kapasitas maka penanggulangan bencana bidang kesehatan jadi tanggung jawab dinas kesehatan provinsi

25

3. Pasca Bencana

Pada saat pasca bencana yang dilakukan antara lain

a) Mendukung upaya pelayanan kesehatan dasar terutama pencegahan KLB, pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi

b) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan rujukan

c) Melakukan analisis dan evaluasi dampak terhadap kesehatan d) Menentukan strategi intervensi berdasarakan penilaian status gizi

e) Menyediakan pelayanan kesehatan dan sanitasi dasar di penampungan sementara

f) Melakukan kordinasi lintas sektor g) Melakukan pemulihan pada korban