• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.6. Metode Analisis Data

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul maka dilanjutkan dengan analisis data. Hal ini dimaksudkan untuk menginterpetasi data dari hasil penelitian yang sudah dimiliki untuk diolah, data yang terkumpul dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan metode yang sesuai dengan jenis dan sifat datanya. Karena jenis

penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, maka data yang dicari dan dikumpulkan adalah data yang bersifat deskriptif.

Metode analisis data dalam penelitian ini difokuskan dalam proses penelitian di lapangan. Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2010) langkah-langkah dalam menganalisis data penelitian kualitatif antara lain,

1) Mereduksi data

Reduksi data merupakan proses selektif yang memerlukan kejelian serta kedalaman wawasan yang tinggi. Proses yang dilakukan dalam langkah ini antara lain,

a) Pertama, meringkaskan data implementasi kebijakan yang dilakukan masing-masing stakeholder sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya di lokasi penelitian. Pada langkah pertama ini termasuk pula memilih dan meringkas dokumen yang relevan.

b) Kedua, dalam analisis selama pengumpulan data adalah pembuatan catatan obyektif mengenai implementasi kebijakan yang dilakukan masing-masing stakeholder. Peneliti mencatat sekaligus mengklasifikasikan dan mengedit jawaban atau situasi sebagaimana adanya, faktual atau obyektif-deskriptif.

c) Ketiga, menuliskan hal-hal berkaitan yang terpikir langsung secara objektif berkaitan dengan implementasi kebijakan yang dilakukan masing-masing stakeholder.

53

d) Keempat, analisis data selama pengumpulan data dengan membuat memo khusus berkaitan dengan implementasi kebijakan yang dilakukan masing-masing stakeholder.

e) Kelima, pembuatan ringkasan sementara. Isinya berbentuk matriks tentang ada tidaknya data yang dicari pada objek penelitian.

2) Penyajian data

Penyajian data disajikan dalam bentuk naratif yang menyajikan uraian singkat hasil wawancara mendalam dengan informan penelitian. Penyajian data disusun agar data hasil reduksi data lebih terorganisir, serta tersusun ke dalam model atau pola tertentu, sehingga mudah dipahami.

3) Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan secara simultan, sehingga selalu dilengkapi dengan data-data baru yang mendukung. Kesimpulan dalam penelitian ini merupakan deksripsi dari penjelasan yang masih belum lengkap sebelum dilakukan penelitian. Selain itu kesimpulan juga bersifat kausal berdasarkan informasi yang terus berkembang dari informan serta penelusuran kepustakaan.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografis Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Utara adalah salah satu wilayah rawan bencana dalam Provinsi Aceh yang terletak diantara dua benua Asia dan Australia dan diantara dua lautan India dan lautan Pasifik dan berada pada pertemuan tiga Lempeng dunia yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik yang sangat berpotensi timbulnya Gempa Bumi.

Bencana Alam berskala besar yaitu Gempa Bumi yang terjadi pada tanggal 26 desember 2004 yang berpusat didekat pulau Simeulu telah memicu terjadinya Tsunami di 8 (delapan) kecamatan meliputi 56 gampong yang telah menimbulkan korban meninggal dunia sejumlah 2.098 jiwa, hilang 218 jiwa dan luka-luka 141 jiwa serta menghancurkan kawasan pesisir Kabupaten Aceh Utara.

Disamping bencana alam Gempa Bumi dan Tsunami Kabupaten Aceh Utara merupakan kawasan rawan bencana alam banjir yang terjadi pada setiap tahun pada skala rendah, menengah dan tinggi disebabkan oleh curah hujan diatas normal sehingga sistim pengaliran air alamiah yang terdiri dari sungai dan anak sungai dan saluran drainase tidak mampu menampung akumulasi air hujan

Curah hujan rata-rata dalam kabupaten Aceh Utara yaitu 86,9 mm per tahun dengan hujan rata-rata sebanyak 14 hari perbulan. Curah hujan tertinggi rata-rata terjadi setiap tahunnya pada bulan Mei. Kecepat angin rata-rata 5 knots, dan maksimum 14,66 knots dan arah angin terbanyak dari Timur Laut dengan temperatur

55

maksimum 34,0 C dan minimum 19,6 C, temperatur maksimum terjadi pada bulan Juli dan April, sementara temperatur minimum terjadi pada bulan Januari.

Dari keseluruhan kecamatan, 16 kecamatan diantaranya adalah wilayah rawan bencana alam banjir yang terjadi setiap tahun yang berdampak kepada masyarakat di 111 gampong. Berikut ini wilayah di Kabupaten Aceh Utara berdasarkan kecamatan.

4.1.2. Demografi Lokasi Penelitian

Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Utara tahun 2010 adalah sebesar 529.751 jiwa. Dengan luas wilayah adalah 329.686 Ha, maka kepadatan penduduk Kabupaten Aceh Utara adalah 1,61 jiwa/km. Jumlah penduduk terbesar di Kecamatan Lhoksukon yaitu 43.998 jiwa dan kepadatan penduduk terbesar di Kecamatan Dewantara yaitu 11 jiwa/ha (pembulatan 10,99), sedangkan jumlah terkecil di Kecamatan Geureudong Pase yaitu 4.448 jiwa dan 1 jiwa/ha (pembulatan 0,17). Bila dilihat dari letaknya, maka dapat diindikasikan bahwa kecamatan-kecamatan di sekitar sumbu wilayah atau di sekitar Jalan Nasional cenderung mempunyai jumlah dan kepadatan penduduk lebih besar.

Angka Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Aceh Utara tahun 2000-2010 adalah sebesar 1,76 % per tahun. Sementara LPP untuk masing-masing kecamatan sangat bervariasi ada yang lebih besar dari 3 % tersebut, sampai ada yang negatif pertumbuhan penduduknya. Kecamatan-kecamatan di atas LPP Kabupaten Aceh Utara, ternyata terletak di sekitar sumbu wilayah, dan LPP yang negatif umumnya yang terletak ke arah pedalaman.

Terkait dengan peristiwa bencana alam gempa dan gelombang tsunami 26 Desember 2004, maka terjadi penurunan nilai LPP pada beberapa kecamatan pada tahun 2004-2005. Penurunan LPP ini terjadi pada kecamatan-kecamatan di wilayah pesisir yang terkena dampak langsung. Dalam hal ini diindikasikan adanya pertumbuhan negatif di Kecamatan Muara Batu, Syamtalira Bayu, Samudera, Tanah Pasir, Lapang, Seunuddon dan Tanah Jambo Aye.

4.1.3. Bencana di Lokasi Penelitian

Pelaksanaan tugas Penanggulangan Bencana secara efektif dan efisien serta sinergis dengan instasi lembaga terkait pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Utara telah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Utara dengan Qanun No 3 tahun 2010 serta pengisian personil eselen II/ b, III/ b, IV /a dan staf telah dilaksanakan pada bulan maret tahun 2010 secara lengkap sesuai struktur organisasi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Utara mulai di operasikan pada tanggal 1 April 2010 dengan alamat sementara di Lhokseumawe dan pada bulan September 2011 telah menempati gedung permanen yang beralamat di jalan Banda Aceh-Medan KM 295 Landing Lhoksukon.

Kabupaten Aceh Utara memiliki 16 Kecamatan rawan Bencana Banjir untuk itu kesiapsiagaan lebih difokuskan pada Penanggulangan Bencana banjir dengan tetap mewaspadai terjadinya Bencana Alam dan Non Alam lainnya. Dalam rangka meningkatkan kewaspadaan di Kabupaten Aceh Utara telah dibentuk unit BPBD Rescue dengan jumlah anggota 24 orang sebagai ujung tombak Penanggulangan

57

Bencana yang dibagi dalam berberapa regu dan setiap regu bertugas sebagai piket jaga 24 jam untuk merespon laporan masyarakat.

Wilayah Kabupaten Aceh Utara sebagai bagian dari wilayah Provinsi Aceh, termasuk tipe iklim muson; dan klasifikasi menurut Mohr, Schmid & Ferguson, termasuk iklim tipe C. Wilayah Kabupaten Aceh Utara relatif lebih kering dibandingkan dengan dengan wilayah lainnya di Provinsi Aceh, karena pengaruh Pegunungan Bukit Barisan, di mana wilayah sebelah utara dan timur Pegunungan Bukit Barisan cenderung lebih kering dibandingkan wilayah sebelah barat dan selatannya.

Curah hujan tahunan di wilayah Kabupaten Aceh Utara berkisar antara 1000 – 2500 mm, dengan hari hujan 92 hari. Musim hujan terjadi pada bulan Agustus sampai Januari, dengan curah hujan maksimal terjadi di bulan Oktober-November, yang mencapai di atas 350 mm per bulan dengan hari hujan lebih dari 14 hari. Sementara musim dengan curah hujan lebih rendah (cenderung kemarau) terjadi pada bulan Februari sampai Juli, dan yang cenderung terendah adalah sekitar bulan Maret s.d April.

Rata-rata suhu udara adalah 300 C, dengan kisaran antara 260 C s.d 360 C.

Suhu rata-rata pada musim penghujan adalah 280 C, dan pada musim kemarau suhu rata-rata adalah 32,80 C. Kelembaban udara berkisar antara 84 – 89 %, dengan rata-rata 86,6 %.

Bencana alam gelombang pasang terjadi pada daerah di pesisir Kabupaten Aceh Utara. Bencana alam ini merupakan ancaman laten yang datang pada saat

tertentu atau bila terjadi perubahan cuaca yang ekstrim. Akibat dari bencana alam ini dapat menyebabkan pengikisan daratan di wilayah pesisir.

Kawasan rawan gelombang pasang meliputi : 1. Kecamatan Muara Batu;

2. Kecamatan Dewantara;

3. Kecamatan Syamtalira Bayu;

4. Kecamatan Samudera;

5. Kecamatan Tanah Pasir;

6. Kecamatan Lapang;

7. Kecamatan Baktiya Barat; dan 8. Kecamatan Seunuddon.

4.2. Dukungan dalam Implementasi Penanggulangan Bencana 4.2.1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah seluruh tenaga kesehatan yang dialokasikan untuk mendukung implementasi kebijakan penanggulangan bencana bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Utara. Berdasarkan profil BPBD Kabupaten Aceh Utara diketahui jumlah personil yang terlibat dalam penanganan bencana khususnya di bidang kesehatan, secara rinci terlihat dalam tabel berikut ini

59

Tabel 4.1. Jumlah Personil Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015

No Instansi Jumlah

Personil

Keterangan 1 BPBD Kabupaten

Aceh Utara

20 orang Pernah mengikuti pelatihan 2 D inas Kesehatan

Kabupaten Aceh Utara

20 orang Pernah mengikuti pelatihan

3 Tim Siaga Bencana Puskesmas

30 orang Pernah mengikuti pelatihan 4 Palang Merah

Indonesia

112 orang 20 orang terlatih, 92 orang relawan Jumlah 182 orang

Sumber : Profil BPBD Kabupaten Aceh Utara

Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa kuantitas sumber daya manusia di bidang kesehatan tergolong mencukupi, dan hampir keseluruhannya merupakan tenaga yang sudah dilatih. Hal ini sesuai dengan pernyataan kepala dinas kesehatan Kabupaten Aceh Utara yang mengatakan,

“Kalau ditanya SDM di dinas kesehatan saya piker cukup untuk memberikan pelayanan kesehatan selama bencana, belum lagi dibantu sama tenaga PMI yang cukup banyak, saya yakin sdm di sini cukup tersedia”

hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan kepala pelaksana BPBD Kabupaten Aceh Utara berikut ini,

“ Sdm kita selalu cukup untuk memberikan pelayanan kesehatan saat bencana, kita ada dinas, puskesmas,rumah sakit, dan ada bantuan dari PMI untuk bantuan kesehatannya, selama ini kita tidak pernah mengalami kekurangan, apalagi kita menjalin kerjasama dengan LSM yang punya relawan ratusan, jadi jumlah sdm gak pernah kurang”

Begitu juga dengan pernyataan dari anggota PMI berikut ini,

PMI tinggal tunggu perintah aja dari kordinator, kita punya banyak relawan yang siap panggil dan banyak juga yang sudah ita latih

Berdasarkan wawancara mendalam mengenai sumber daya manusia secara kuantitas sudah mencukupi kebutuhan penanganan bencana yang terjadi saat bencana maupun pasca bencana. Tidak ada pernyataan informan yang menegaskan bahwa ketersediaan sumber daya manusia cukup dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Pelaksanaan pelayanan kesehatan di lapangan dinas kesehatan sangat terbantu dengan adanya tim siaga bencana yang berasal dari Puskesmas, berikut ini pernyataan kordinator pelayanan penanggulangan bencana bidang kesehatan dinas kesehatan Kabupaten Aceh Utara,

“ Pelayanan kesehatan yang kita berikan semuanya sangat bergantung pada tim siaga puskesmas, sebab tim puskesmas lebih memahami lapangan”

Begitu juga dengan pernyataan kepala Puskesmas Lhoksukon berikut ini,

“ Sdm di sini cukup sih pak, kita selalu tunggu perintah dari dinas kesehatan, dan tim kita dari Puskesmas selalu stay, karena memang kesehariannya di Puskesmas dan membaur dengan masyarakat. Jadi kita tidak merasa kekurangan sih sebenarnya, di posko juga ada kita pantau anak-anak kelaparan, busung lapar juga kita dapati”

Berdasarkan wawancara mendalam diketahui bahwa sdm yang selama ini menjalankan pelayanan bidang kesehatan tidak pernah mengalami kekurangan, bahkan kelebihan relawan yang berasal dari PMI ataupun lembaga swadaya masyarakat yang ada di Kabupaten Aceh Utara.

Berdasarkan hirarki pengambilan keputusan, dari dinas kesehatan ke Puskesmas terlihat cukup baik. Hal ini terlihat dari ketersediaan tenaga Puskesmas

61

yang selalu siap dalam memberikan pelayanan kesehatan saat bencana dan bergerak sesuai dengan intruksi organ di atasnya.

Kesiapan sumber daya manusia secara kuantitatif ternyata secara kualitas sdm yang tersedia hamper keseluruhan juga terlatih, sehingga dalam memberikan pelayanan kesehatan sumber daya manusia yang ada mampu menyelesaikan permasalahan terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan bencana di BPBD Kabupaten Aceh Utara yang mengatakan bahwa,

“Kalau dari data base yang ada pada bagian kepegawaian masing-masing institusi sudah melatih anggotanya yang terlibat dalam pelayanan kesehatan jadi gak perlu khawatir mengenai ketrampilannya”

Selain itu hal yang berkaitan juga disampaikan oleh anggota PMI lainnya yang mengatakah bahwa,

“ wah kalau kita mau ngasih pelayanan kesehatan gak bisa sembarangan orang, kalau di kami hanya yang ikut pelatihan yang bisa memberikan pelayanan kesehatan, selebihnya bantu-bantu yang lainnya”

Begitu juga dengan pernyataan kepala Dinas Kesehatan,

“ untuk dinas kesehatan kita harus latih secara khusus hal-hal yang berkaitan dengan becana seperti BCLS, jadi biar semakin baik mereka memberikan pelayanan kesehatan saat bencana”

Berdasarkan hasil di atas, maka dapat diketahui bahwa pelayanan kesehatan pada bencana tidak bisa sembarangan orang, sebab secara kualitas haruslah tenaga kesehatan yang memiliki penglamanan pelatihan. Hasil di atas menunjukkan bahwa sumber daya manusia yang tersedia di Kabupaten Aceh Utara tergolong siap secara kuantitas dan kualitas dalam memberikan pelayanan kesehatan sebelum, saat atau setelah bencana. Maka dapat dipastikan bahwa dukungan sumber daya manusia

cukup baik dalam implementasi kebijakan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Utara.

4.2.2. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana adalah seluruh potensi fisik yang dialokasikan untuk mendukung implementasi kebijakan penanggulangan bencana bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Utara. Berdasarkan profil BPBD Kabupaten Aceh Utara diketahui sarana dan prasarana berupa peralatn yang digunakan dalam penanganan bencana khususnya di bidang kesehatan dan dimiliki oleh stakeholder, secara rinci terlihat dalam tabel berikut ini

Tabel 4.2. Peralatan yang dimiliki Stakeholder dalam Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015

NO NAMA PERALATAN MEREK/TYPE JUMLAH

I Alat Angkut/Mobilisasi Laut/Sungai

1. Perahu Fiber 10 Penumpang Boat Yard 6 Unit 2. Perahu Karet (Rubber Boat) Zebec/Base Marine 4 Unit

3. Mesin Boat Yamaha Enduro 11 Unit

II Alat Angkut/Mobilisasi/Transportasi Darat 1. Minibus 4 (empat) Roda Toyota Innova 1 Unit

63

Tabel 4.2 (Lanjutan)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa peralatan yang dimiliki tim penanggulangan bencana tergolong lengkap dan cukup dalam memenuhi pelayanan kesehatan. Berdasarkan penelususran dokumen juga diketahui bahwa peralatan pendukung dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan tidak merata, sebab hampir semua peralatan hanya dimiliki oleh BPBD kabupten, sedangkan dinas kesehatan sangat kurang memiliki peralatan yang menunjang pelayanan kesehatan.

Hal tersebut sama dengan pernyataan informan dalam wawancara mendalam dengan kepala seksi bidang logistic BPBD kabupaten Kota berikut ini,

Selama ini, alat kita selalu cukup dalam menangani bencana yang terjadi, alat-alat yang mendasar dalam member pertolongan darurat kita sudah siapkan, jadi kalau alat kita didukung penuh.

65

Hal ini juga dijelaskan oleh anggota PMI berikut ini,

“ Alat–alat yang dibutuhkan dalam penanggulangan bencana, PMI ada, tapi tidak selengkap punya BPBD, BPDB itu alatnya lengkap semua dalam memberikan pelayanan penanggulangan bencana

Hasil wawancara menunjukkan bahwa ketersediaan peralatan sarana dan prasarana dalam memberikan pelayanan kesehatan sudah cukup tapi khusus untuk BPBD, akan tetapi untuk dinas kesehatan yang secara khusus bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan tergolong kurang peralatan pendukungnya, seperti pernyataan informan kordinator pelayanan penanggulangan bencana berikut ini,

“Untuk memberikan pelayanan kesehatan kita tinggal keluarkan dari APBD yang ada, kalau kurang kita biasanya minta bantuan Provinsi. Untuk pelayanan kesehatan kita punya alat yag cukup, biasanya Puskesmas juga kita suruh bawa saat bencana.

Tapi untuk wilayah yang sangat besar dampak bencananya seperti banjir, kita tidak bisa langsung menuju kesana, karena kita kekurangan perahu karet, selain itu tenda untuk menampung masyarakat yang berobat juga tidak ada, jadi kita selalu berkordinasi dengan BPBD untuk penyediaan tempatnya.

Hal yang hampir sama juga dinyatakan oleh petugas Puskesmas Buket Hagu berikut ini,

“ Alat-alat yang kita gunakan dari Puskesmas, karena itu memang intruksi dari dinas kabupaten, biasanya kalau obat kita tinggal terima aja daftarnya dari dinas kesehatan meskipun itu tergantung permintaan kita”

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana berupa peralatan yang dimiliki oleh dinas kesehatan sangat kurang. Dinas kesehatan sangat bergantung kepada BPBD dalam penyediaan alat pendukung, jadi meskipun sarana dan peralatan pelayanan kesehatan di dinas kesehatan ada dalam

memberikan pelayanan kesehatan, tapi pelayanan kesehatan dapat terganggu karena tidak tersedianya sarana pendukung tersebut, misalnya tenda ataupun kapal karet.

4.2.3. Keuangan

Keuangan adalah seluruh potensi keuangan yang dialokasikan untuk mendukung implementasi kebijakan penanggulangan bencana bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Utara. Keuangan adalah aspek yang cukup penting dalam menggerakakkan roda organisasi. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan kepala dinas kesehatan Kabupaten Aceh Utara berikut ini,

“Uang banyak disini, tapi untuk bencana serasa tidak cukup, anggaran yang dialokasikan setiap tahun sepertinya kurang,karena yang namanya bencana kita tidak bisa duga kan”

Hal senada juga dinyatakan oleh direktur rumah sakit Cut Meuthia berikut ini,

“Biaya penanggulangan bencana saat ini sepertinya cukup , kalau kita memberikan pelayanan selama ini cukup-cukup saja”

Berdasarkan hasil wawancara mendalam diketahui bahwa pembiayaan untuk kebutuhan penanggulangan bencana tergolong cukup, sebab tidak ada kendala dana yang muncul saat pemberian pelayanan kesehatan dalam penanggulangan bencana.

Ketersediaan dana yang cukup ini tidak terlepas dari sumber pembiayaan yang berasal dari berbagai sumber seperti pernyataan kepala BPBD berikut ini,

“Pembiayaan untuk penanggulangan bencana ini ada dari berbagai sumber, dari pusat itu ada APBN, dari daerah ada dari APBD, bahkan ada juga yang bantuan dari lembaga non pemerintah”

Hal yang sama juga dinyatakan oleh Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan bencana di BPBD Kabupaten Aceh Utara,

67

“Pembiayaan untuk penanggulangan bencana ini banyaknya dari APBD, APBN juga ada khususnya dari BNPB, tapi kadang juga ada bantuan dana dari lembaga-lembaga dalam bentuk uang langsung, dan ada juga bantuan langsung dalam bentuk mesin dari LSM Bumo Malikusaleh kalau saya tidak salah”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber dana untuk membiayai penanggulangan bencana berasal dari berbagai sumber mulai dari APBN, kemudian pembiayaan dari daerah (APBD) baik Provinsi ataupun kabupaten/kota. Selain itu juga ada bantuan dana yang berasal dari masyarakat dalam bentuk sumbangan dan ada yang berasal dari bantuan organisasi non pemerintah.

Alokasi pembiayaan untuk penanggulangan bencana juga teralokasi untuk beberapa pos anggaran, meliputi pembiayaan untuk pra bencana, kemudian saat bencana dan terakhir untuk pasca bencana. Hasil penelitian menunjukkan alokasi anggaran tersebut banyak di alokasikan untuk pra bencana, seperti pernyataan dari kasubid BPBD Aceh Utara berikut ini,

“ Kalau selama ini pembiayaan kita itu banyaknya dialokasikan sebelum bencana terjadi, apalagi masih baru jadi perlu banyak peningkatan kualitas tim melalui pelatihan, jadi otomatis banyak keluar sebelum bencana terjadi, selain itu untuk memenuhi kebutuhan alat jadi kita harus penuhi dari awal”

Kepala Dinas kesehatan juga menyatakan hal yang sama

“Pembiayaan kita selama ini dialokasikan sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan, kalau selama ini dinas kesehatan menanggulangai bencana bidang kesehatan saat bencana terjadi, jadi banyak biaya kita sebenarnya terserap di sini, khususnya untuk obat-obatan dan pendukungnya, kalau butuh alat pendukung kita tinggal kordinasi aja dengan BPBD, jadi peralatan pendukung sudah lengkap kian tapi memang untuk tahun-tahun awal dulu dinas butuh bantuan alat-alat untuk mempermudah dan membantu tim teknis”

Begitu juga pernyataan Direktur Rumah Sakit yang mengungkapkan hal sebagai berikut,

“ Rumah sakit selama ini kegiatan penanggulangan bencananya itu memperkuat sumber daya manusia dulu, kita rencanain buat pelatihan untuk tim di rumah sakit, jadi banyak dana terserap saat pra bencana”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya yang dialokasikan untuk penanggulangan bencana bidang kesehatan secara prinsip banyak terserap untuk kegiatan pra bencana seperti pelatihan pembelian alat-alat pendukung. Kemudian setelah kebutuhan alat terpenuhi dalam bidang kesehatan pembelian obat-obatan saat bencana mengalami peningkatan, dan hanya sedikit kegiatan untuk kegiatan pasca bencana.

Pada perkembangan di tahun-tahun berikutnya alokasi dana sangat bergantung pada jenis kegiatannya. Khusus untuk pelayanan kesehatan dana banyak teralokasi untuk pembelian alat dan obat-obatan untuk menanggulangi permasalahan kesehatan khususnya yang dikelola oleh dinas kesehatan.

4.2.4. Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan antar stakeholder baik secara formal maupun informal dalam rangka meningkatkan kordinasi dalam implementasi kebijakan penanggulangan bencana bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Utara.

Berbicara mengenai komunikasi maka proses yang sangat erat dengan komunikasi yang efektif adalah membangun fungsi-fungsi kordinasi baik secara resmi ataupun non formal antar stakeholder yang berperan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Berikut ini komunikasi yang terbangun antar stakeholder dalam penanggulangan bencana.

69

Berikut ini pernyataan dari kepala pelaksana BPBD Kabupaten Aceh Utara,

“Untuk permsalahan komunikasi kita tidak pernah putus, semua pihak kita libatkan dalam penanggulangan bencana seperti dinas kesehatan dan PMI untuk pelayanan kesehatan, sedangkan untuk kegiatan yang lain kita bekerjasama dengan SKPD yang

“Untuk permsalahan komunikasi kita tidak pernah putus, semua pihak kita libatkan dalam penanggulangan bencana seperti dinas kesehatan dan PMI untuk pelayanan kesehatan, sedangkan untuk kegiatan yang lain kita bekerjasama dengan SKPD yang