• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penolakan masyarakat terhadap anak adopsi dalam keluarga akan memberikan pengaruh negatif dalam pembentukkan konsep diri anak, seakan anak adopsi diadili keberadaannya dalam masyarakat, baik tidak secara langsung atau pun langsung kepada anak. Sedangkan penerimaan masyarakat akan keberadaan anak adopsi dalam keluarga, memberikan pengaruh positif dalam pembentukan konsep diri anak, seakan anak adopsi diberikan hadiah atau penghargaan dan diakui dengan baik keberadaannya dalam masyarakat, secara langsung atau pun tidak langsung kepada anak. Hal inilah yang terjadi pada diri Isan (subyek):

1. Isan saat mengingat status dirinya sebagai seorang remaja adopsi, Ia seakan seperti memiliki dua sisi mata uang yang tak dapat terpisahkan, yaitu sisi pertama Ia beranggapan tidak ada yang salah pada dirinya, layaknya manusia pada umumnya, memiliki anggota badan lengkap, pikiran, dan perasaan, namun pada sisi mata yang lain, seakan terdapat kesalahan pada dirinya, melalui tanggapan orang sekitar, cemoohan, dan perlakuan yang tidak sama dengan orang lainnya. Awal mula Ia tidak memikirkan hal itu, namun ternyata cukup mengganggu dirinya, hingga

2. membuat Ia enggan bergaul dengan orang banyak, menutup diri akan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya, dan berpikir secara negatif terhadap setiap permasalahan. Saat ini Ia lebih mampu memandang setiap permasalahan dengan selektif dan lebih positif, hal tersebut terbukti dengan Isan lebih sering berkumpul dengan teman-teman, berkomunikasi secara aktif, dan berani menghadapi permasalahan dengan lebih tenang. 3. Dalam keluarga angkatnya saat ini, Ia lebih dihargai dan diperhatikan yang

mungkin menurutnya setara seperti anak kandung pada umumnya. Terkadang dulu Ia pun merasa sedikit terganggu dengan cara ibu angkatnya dalam menasehati, dibanding-bandingkan dengan orang lain. Namun, Ia beranggapan wajar saat ini dengan cara ibu angkat dalam menasehati, selayaknya perhatian, kepedulian, kekhawatiran, dan kasih saying yang dimiliki seorang ibu pada umumnya terhadap anaknya. Hubungan dengan kakaknya, Isan dari dulu merasa baik-baik saja, namun saat ini terasa lebih baik saat Isan mengenalkan Yati (pacar Isan) kepada kakaknya. Hal ini pertama kalinya Isan mengenalkan pacarnya kepada kakaknya sebagai tanda adanya keseriusan dalam ia berhubungan. Tanggapan kakaknya pun menerima dengan baik dan harapan Isan, Yati sebagai jembatan agar diri Isan lebih baik dan mampu terbuka terhadap setiap masalah yang Ia hadapi.

4. Terhadap lingkunan sekitar atau masyarakat, Isan beranggapan kecenderungan masyarakat menolak dibanding menerima dengan baik keberadaan Isan pada saat kecil, menjadikan trauma dalam bersosial dan

berdampak pada konsep diri Isan saat beranjak remaja. Semeninggalnya ayah angkat Isan pun, ikut berdampak pada konsep diri Isan, karena hilangnya sosok dan figur ayah yang Ia kenal dalam keluarga, menjadikan Isan tidak mendapatkan pendampingan yang maksimal sebagai anak laki- laki. Saat masih kecil pun Isan cenderung menjadi bahan ejekkan teman- temannya dan juga masyarakat sekitar. Saat SD, SMP, maupun SMA, Isan juga sering menjadi bahan ejekkan. Namun, seberanjaknya dewasa dan lama tinggal dalam lingkungan masyarakat saat ini, Isan dapat banyak belajar dan masyarakat mulai banyak yang mengakui keberadaannya dalam lingkungan masyarakat.

5. Masalah yang dialami Isan sebelumnya mengakibatkan perkembangan sosialnya terganggu. Hal ini menjadikan diri Isan menutup diri,

menjadikan “benteng diri” dengan cara enggan banyak berbicara dan sering menyendiri. Sikap Isan tersebut membatasi orang lain untuk mengenal Isan dan Isan pun terbatasi pengetahuannya akan penilaian orang terhadapnya. Hal ini nampak saat Isan berkumpul dengan teman- teman di kampus, cenderung untuk menyendiri dan diam. Menurut beberapa teman Isan pun, menilai Isan cenderung tertutup dan enggan bergaul dengan banyak teman. Dalam memandang atau berkata pun nampak sinis atau menyindir lawan jumpa atau bicara. Tekanan yang dialami Isan, dipengaruhi oleh adanya perbedaan antara konsep diri menurut orang lain dengan kenyataan dalam dirinya, sehingga memunculkan pikitan-pikiran dan perasaan yang tidak sehat. Hasil dari

pikiran dan perasaan yang tidak sehat dicerminkan dalam perilaku yang berdampak pada konsep diri mengenai anak adopsi. Tekanan-tekanan yang semakin menumpuk dan berusaha untuk dihadapi sendiri, mengakibatkan ketegangan emosi yang cukup serius yang disebabkan oleh adanya tuntutan melampaui batas penerimaan dan kemampuannya, sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tuntutan-tuntutan yang diterima, menyebabkan konflik antara penerimaan dengan penolakan. Konflik penerimaan yaitu adanya harapan untuk diterima, diperlakukan dengan baik agar dapat menjadi diri sendiri, sedangkan konflik penolakan yaitu adanya perlakuan nyata tidak diterima keberadaannya, layaknya orang yang melakukan kesalahan dan dituntut dengan pikiran-pikiran dari orang lain. Konflik penolakan ini banyak dialami saat masih kecil dengan cemoohan atau ejekan dari orang sekitar. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang menimbulkan krisis dan konflik dalam diri, sehingga menyebabkan hilangnya rasa percaya diri dan keyakinan.

6. Sebelumnya Isan membentuk rasa aman dalam dirinya dengan cara,

menutup diri dari orang lain atau membuat “benteng diri”, enggan banyak

bergaul dengan orang sekitar, dan nampak sebagai orang yang pendiam. Setiap permasalahan Ia pendam dan hadapi sendiri. Namun, perlahan- lahan Ia belajar sedikit demi sedikit untuk terbuka mulai saat hadirnya sosok Yati dalam kehidupannya, walau Yati yang menjadi orang pertama

dan cukup berpengaruh dalam kehidupan Isan, sehingga peneliti pun cukup terbantu dengan keberadaan Yati dalam penelitian ini.

7. Rasa dicintai yang dimiliki pertama kali Isan rasakan adalah hadirnya sosok keluarga dalam kehidupannya, walau sosok keluarga angkat yang begitu memperjuangkan dirinya berada dalam keluarga dan menjadikan diri Isan hidup hingga saat ini. Rasa dicintai kedua yang Isan miliki adalah dari sosok Yati yang telah banyak menerima Isan apa adanya. Kedua sosok tersebut, Isan rasakan begitu menerima apa adanya diri Isan, tanpa melihat status Isan sebagai seorang anak angkat, menjadikan Isan memiliki bibit dicintai dan nyaman akan keberadaannya mulai saat ini.

Dalam penyelesaian kasus ini, peneliti menggunakan pendekatan REBT (Rational Emotive Behaviour Theraphy) yang dipelopori oleh Ellis. Peneliti melihat adanya pikiran dan perasaan yang irrasioanl dalam masalah yang dihadapi subyek penelitian. Akibat masalah yang dihadapinya saat ini, Isan mengembangkan pandangan/pikiran dan perasaan yang irrasional terhadap dirinya dan orang lain. Oleh karena itu, pendekatan REBT (Rational Emotive Behaviour Therapy) dalam proses konseling sangat tepat digunakan untuk mengatasi masalah yang dialami Isan, sehingga ia dapat berpikir secara lebih rasional dalam memandang dirinya dan orang lain. Selain itu, Isan mampu mengembangkan perasaan dan sikap atau perilaku yang wajar dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam menjalin relasi sosial.

Setelah peneliti mengadakan konseling dengan Isan selama 5 kali pertemuan, Isan mulai menunjukkan perubahan baik dalam cara berpikir,

berperasaan maupun dalam berperilaku. Perubahan dalam cara berpikir yaitu Isan menyadari bahwa kegagalan yang dialami bukan disebabkan oleh orang lain, namun berasal dari dalam dirinya sendiri, menyadari bahwa setiap orang memberikan perhatian dengan cara yang tidak sama. Perubahan perasaan yang awalnya mengalami kecemasan, kekhawatiran, ketakutan akhirnya beralih menjadi lebih positif, senang, berani, dan percaya diri.

Isan menunjukkan cara berpikir, berperasaan, dan berperilaku yang wajar yaitu, ia merasa percaya diri dalam bergaul dengan teman-teman di kampus ataupun di luar kampus dan pada orang sekitar. Isan merasa lega akan pikiran yang selama ini mengganggunya dapat diatasi, sehingga Isan dapat fokus kembali pada hidupnya dan mulai mewujudkan harapan yang selama ini tertunda.

Dokumen terkait