BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, TABULASI DATA,
E. Analisis Data
2. Analisis Deskriptif
Tabel 4.12
Rangkuman Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
Motivasi Belajar .415 2.408
Kemampuan Pemecahan Masalah .415 2.408
a. Dependent Variabel: Hasil Belajar Matematika
Data di atas menunjukkan bahwa variabel motivasi belajar memiliki
nilai VIF 2,408 dengan toleransi 0,415 dan kemampuan pemecahan
masalah memiliki nilai VIF 2,408 dengan toleransi 0,415. Data tersebut
menunjukkan bahwa kedua variabel bebas, yakni motivasi belajar dan
kemampuan pemecahan masalah memiliki nilai VIF kurang dari 4. Jadi
tidak terdapat hubungan antar variabel bebas.
2. Analisis Deskriptif
Setelah mengadakan tabulasi data, peneliti melakukan analisis terhadap
data yang telah ditabulasi. Data yang telah ditabulasi dianalisis dengan
menggunakan software IBM SPSS 21 for windows. Hasil analisis deskripsi data
meliputi rerata/mean (M), modus atau mode (Mo) dan median (Me) dari
masing masing variabel penelitian. Mean merupakan rata-rata hitung, modus
muncul dalam kelompok data, dan median ialah nilai tengah dari gugusan data
yang telah diurutkan mulai dari data terkecil sampai data terbesar.
a. Analisis Data Motivasi Belajar
Karena terdapat 2 butir soal tidak valid yang dikurangi, maka instrumen
yang digunakan untuk mengukur variabel motivasi belajar menjadi
berjumlah 22 butir soal dengan skor tiap butir mulai dari 1 sampai dengan 4.
Pedoman pemberian skor untuk setiap butir soal yang dijawab
responden, yakni sangat setuju diberi skor 4, setuju skor 3, tidak setuju skor
2 dan sangat tidak setuju skor 1. Adapun skor motivasi belajar yang
diperoleh siswa sesuai dengan skor jawaban yang dijawab oleh tiap
responden. Jadi skor maksimal yang mungkin dicapai oleh siswa adalah 88
dan skor minimal 22.
Setelah dilakukan pengolahan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.13 Statistik Motivasi Belajar
NValid 39 Missing 0 Mean 64.51 Median 64.00 Mode 55a Std. Deviation 8.159 Variance 66.572 Range 29 Minimum 50 Maximum 79 Sum 2516
Tabel di atas menunjukkan skor tertinggi untuk variabel motivasi belajar
sebesar 79 dari skor maksimal yang mungkin dicapai sebesar 88 dan skor
terendah sebesar 50 dari skor terendah yang mungkin dicapai 22. Dari hasil
tersebut diperoleh Mean (M) dari motivasi belajar sebesar 64,51, Median
(Me) sebesar 64 dan Modus (Mo) sebesar 55 dalam rentangan skala 22 – 88. Apabila kuesioner motivasi belajar ditelaah berdasarkan skor tiap
item, maka akan ditemukan fakta bahwa skor tertinggi terdapat pada item
nomor 7 dengan indikator tak cepat menyerah, yang memiliki skor 137 dari
maksimal skor 156. Sedangkan skor terendah adalah item nomor 8 dengan
indikator memanfaatkan berbagai sumber belajar, yang memiliki skor 95
dari maksimal skor 156.
Untuk memudahkan dalam membaca dan mempredikasi data
selanjutnya skor yang diperoleh oleh masing-masing responden
diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu Sangat Tinggi (ST), Tinggi
(T), Sedang (S), Rendah (R) dan Sangat Rendah (SR). Rentangan (jarak
tertinggi dan terendah) yang sering dihitung sama dengan 6 simpangan baku
(SD) dibagi menjadi 5, sehingga masing-masing kategori terdiri dari 1,2 SD.
Dengan demikian pembagian kategorinya adalah sebagai berikut:
1) X > ( M + 1,8SD ) : Kategori Sangat Tinggi
2) ( M + 0,6SD ) < X ≤ ( M + 1,8SD ) : Kategori Tinggi 3) ( M − 0,6SD ) < X ≤ ( M + 0,6SD ) : Kategori Sedang 4) ( M − 1,8SD ) < X ≤ ( M − 0,6SD ) : Kategori Rendah
Keterangan:
M = M ideal = 0,5 x (skor maksimal ideal + skor minimal ideal)
SD = SD ideal = 0,167 x (skor maksimal ideal – skor minimal ideal) (Fariz Achmad Haryono, 2012, online).
Dengan menggunakan kriteria ini dapat ditentukan kecenderungan
dari masing-masing variabel yaitu dengan membandingkan nilai rata-rata
observasi dengan kriteria berdasarkan standar deviasi ideal dan mean ideal.
Setelah dilakukan penghitungan terhadap perolehan skor motivasi belajar
dengan menggunakan kriteria di atas diperoleh batas-batas kategori sebagai
berikut :
1) Responden yang memiliki skor lebih dari 74,84 dikategorikan memiliki
motivasi belajar yang sangat tinggi (ST).
2) Responden yang memiliki skor lebih dari 61,61 dan kurang dari atau
sama dengan 74,84 dikategorikan memiliki motivasi belajar yang tinggi
(T).
3) Responden yang memiliki skor lebih dari 48,39 dan kurang dari atau
sama dengan 61,61 dikategorikan memiliki motivasi belajar yang
sedang (S).
4) Responden yang memiliki skor lebih dari 35,16 dan kurang dari atau
sama dengan 48,39 dikategorikan memiliki motivasi belajar yang
rendah (R).
5) Responden yang memiliki skor kurang dari atau sama dengan 35,16
Berdasarkan kategori di atas maka distribusi skor motivasi belajar dapat
dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.14
Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Belajar
Kategori Rentang Skor Frekuensi Prosentase Sangat Tinggi 74,84 < X 7 17,95 Tinggi 61,61 < X ≤ 74,84 19 48,72 Sedang 48,39 < X ≤ 61,61 13 33,33 Rendah 35,16 < X ≤ 48,39 0 0 Sangat Rendah X ≤ 35,16 0 0 Total 39 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa skor motivasi belajar yang
terbanyak ada pada kategori tinggi sebanyak 18 siswa (48,72%), disusul
kategori sedang sebanyak 13 siswa (33,33%), dan disusul kategori sangat
tinggi sebanyak 8 siswa (17,95%). Siswa yang termasuk dalam kategori
rendah dan sangat rendah tidak ada. Skor rata-rata motivasi belajar adalah
64,51. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar siswa
kelas X SMA Katolik Seminari Xaverius Kakaskasen berada pada kategori
tinggi.
Untuk memudahkan dalam mendeskripsikan data tentang variabel
motivasi belajar maka distribusi frekuensi motivasi belajar SMA Katolik
Seminari Xaverius Kakasksen di Kota Tomohon dinyatakan dalam sebuah
Histogram 4.1 Skor Motivasi Belajar
b. Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah
Setelah dilakukan olah data dengan menggunakan software IBM SPSS
20 diperoleh hasil kemampuan pemecahan masalah sebagai berikut:
Tabel 4.15
Statistik Kemampuan Pemecahan Masalah
NValid 39 Missing 0 Mean 13.59 Std. Error of Mean .436 Median 14.00 Mode 14 Std. Deviation 2.721 Variance 7.406 Range 10 Minimum 9 Maximum 19 Sum 530
Tabel di atas menunjukkan skor tertinggi untuk variabel kemampuan
pemecahan masalah sebesar 19 dari skor tertinggi yang mungkin dicapai
sebesar 24 dan skor terendah sebesar 9 dari skor terendah yang mungkin
dicapai 0. Mean (M) dari kemampuan pemecahan masalah sebesar 13,59,
Median (Me) 14,00 dan Modus (Mo) 14,00 dalam rentangan skala 0 – 24. Apabila menelaah skor tiap soal pemecahan masalah, maka akan
ditemukan bahwa skor tertinggi terdapat pada soal nomor 2 dengan
indikator menyelesaikan pemecahan masalah dengan menerapkan operasi
sederhana matriks, yang memiliki skor 121 dari maksimal skor 156.
Sedangkan skor terendah adalah soal nomor 6 dengan indikator
menyelesaikan model matematika dari masalah nyata yang berkatian dengan
SPLDV dan SPLTV, yang memiliki skor 30 dari maksimal skor 156.
Skor kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh oleh
masing-masing responden diklasifikasikan menjadi lima kategori untuk
memudahkan dalam mempresentasikan dan menampilkan data, yaitu Sangat
Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R) dan Sangat Rendah (SR),
dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
1) X > ( M + 1,8SD ) : Kategori Sangat Tinggi
2) ( M + 0,6SD ) < X ≤ ( M + 1,8SD ) : Kategori Tinggi 3) ( M − 0,6SD ) < X ≤ ( M + 0,6SD ) : Kategori Sedang 4) ( M − 1,8SD ) < X ≤ ( M − 0,6SD ) : Kategori Rendah
Keterangan:
M = M ideal = 0,5 x (skor maksimal ideal + skor minimal ideal)
SD = SD ideal = 0,167 x (skor maksimal ideal – skor minimal ideal) (Fariz Achmad Haryono, 2012, online).
Dengan menggunakan kriteria ini dapat ditentukan kecenderungan
dari masing-masing variabel yaitu dengan membandingkan nilai rata-rata
observasi dengan kriteria berdasarkan standar deviasi ideal dan mean ideal.
Setelah dilakukan penghitungan terhadap perolehan skor motivasi belajar
dengan menggunakan kriteria di atas diperoleh batas-batas kategori sebagai
berikut :
1) Responden yang memiliki skor lebih dari 19,21 dikategorikan memiliki
kemampuan pemecahan masalah yang sangat tinggi (ST).
2) Responden yang memiliki skor lebih dari 14,40 dan kurang dari atau
sama dengan 19,21 dikategorikan memiliki kemampuan pemecahan
masalah yang tinggi (T).
3) Responden yang memiliki skor lebih dari 9,60 dan kurang dari atau
sama dengan 14,40 dikategorikan memiliki kemampuan pemecahan
masalah yang sedang (S).
4) Responden yang memiliki skor lebih dari 4,79 dan kurang dari atau
sama dengan 9,60 dikategorikan memiliki kemampuan pemecahan
5) Responden yang memiliki skor kurang dari atau sama dengan 4,79
dikategorikan memiliki kemampuan pemecahan masalah yang sangat
rendah (SR).
Berdasarkan kategori di atas maka distribusi skor kemampuan
pemecahan masalah dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.16
Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah
Kategori Rentang Skor Frekuensi Prosentase Sangat Tinggi 19,21 ≤ X 0 0 Tinggi 14,40 < X ≤ 19,21 14 35,90 Sedang 9,60 < X ≤ 14,40 22 56,41 Rendah 4,79 < X ≤ 9,60 3 7,69 Sangat Rendah X ≤ 4,79 0 0 Total 39 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa skor kemampuan pemecahan
masalah yang terbanyak ada pada kategori sedang sebanyak 22 siswa
(56,41%), disusul kategori tinggi sebanyak 14 siswa (35,90%), dan disusul
kategori rendah sebanyak 3 siswa (7,69%). Siswa yang termasuk pada
kategori sangat tinggi dan sangat rendah tidak ada. Skor rata-rata untuk
variabel kemampuan pemecahan masalah adalah 13,59. Dengan demikian
disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X SMA
Katolik Seminari Xaverius Kakaskasen berada pada kategori sedang.
Untuk lebih jelasnya distribusi frekuensi kemampuan pemecahan
Histogram 4.2
Skor Kemampuan Pemecahan Masalah
c. Analisis Data Hasil Belajar Matematika
Setelah dilakukan olah data dengan menggunakan IBM SPSS 20 for
windows diperoleh hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Katolik
Seminari Xaverius Kakaskasen tahun ajaran 2014/2015 sebagai berikut:
Tabel 4.17
Statistik Hasil Belajar Matematika
NValid 39 Missing 0 Mean 17.92 Std. Error of Mean .468 Median 18.00 Mode 18 Std. Deviation 2.923 Variance 8.547 Range 11 Minimum 12 Maximum 23 Sum 699
Tabel di atas menunjukkan skor tertinggi untuk variabel hasil belajar
matematika sebesar 23 dari skor tertinggi yang mungkin dicapai sebesar 30
dan skor terendah sebesar 12 dari skor terendah yang mungkin dicapai 0.
Nilai Mean (M) dari variabel hasil belajar matematika sebesar 17,92,
Median (Me) sebesar 18,00 dan Modus (Mo) sebesar 18,00 dalam rentangan
skala 0 – 30.
Apabila menelaah skor tiap soal hasil belajar matematika, maka akan
ditemukan bahwa skor tertinggi terdapat pada soal nomor 9 dengan
indikator memahami pernyataan dalam matematika, yang memiliki skor 38
dari maksimal skor 39. Sedangkan skor terendah adalah soal nomor 18
dengan indikator menyelesaikan model matematika dari fungsi trigonometri,
yang memiliki skor 6 dari maksimal skor 39.
Skor hasil belajar matematika yang diperoleh oleh masing-masing
responden diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu kategori Sangat
Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R) dan Sangat Rendah (SR),
dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
1) X > ( M + 1,8SD ) : Kategori Sangat Tinggi
2) ( M + 0,6SD ) < X ≤ ( M + 1,8SD ) : Kategori Tinggi 3) ( M − 0,6SD ) < X ≤ ( M + 0,6SD ) : Kategori Sedang 4) ( M − 1,8SD ) < X ≤ ( M − 0,6SD ) : Kategori Rendah
5) X ≤ ( M − 1,8SD ) : Kategori Sangat Rendah
Keterangan:
SD = SD ideal = 0,167 x (skor maksimal ideal – skor minimal ideal) (Fariz Achmad Haryono, 2012, online).
Setelah dilakukan penghitungan terhadap perolehan skor hasil belajar
matematika dengan menggunakan kriteria di atas diperoleh batas-batas
kategori sebagai berikut:
1) Responden yang memiliki skor lebih dari 24,02 dikategorikan memiliki
hasil belajar matematika yang sangat tinggi (ST).
2) Responden yang memiliki skor lebih dari 18,01 dan kurang dari atau
sama dengan 24,02 dikategorikan memiliki hasil belajar matematika
yang tinggi (T).
3) Responden yang memiliki skor lebih dari 11,99 dan kurang dari atau
sama dengan 18,01 dikategorikan memiliki hasil belajar matematika
yang sedang (S).
4) Responden yang memiliki skor lebih dari 5,98 dan kurang dari atau
sama dengan 11,99 dikategorikan memiliki hasil belajar matematika
yang rendah (R).
5) Responden yang memiliki skor kurang dari atau sama dengan 5,98
dikategorikan memiliki hasil belajar matematika yang sangat rendah
(SR).
Berdasarkan kategori di atas maka distribusi skor hasil belajar
Tabel 4.18
Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika
Kategori Skor Frekuensi Prosentase Sangat Tinggi 24,02 < X 0 0 Tinggi 18,01 < X ≤ 24,02 19 48,72 Sedang 11,99 < X ≤ 18,01 20 51,28 Rendah 5,98 < X ≤ 11,99 0 0 Sangat Rendah X ≤ 5,98 0 0 Total 86 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa skor hasil belajar matematika
hanya memiliki dua kategori, yakni kategori sedang dan kategori tinggi.
Skor kategori sedang dimiliki oleh 20 siswa (51,28%) dan skor kategori
tinggi dimiliki oleh 19 siswa (48,72%). Siswa yang tergolong pada kategori
sangat tinggi, kategori rendah, dan kategori sangat rendah tidak ada. Skor
rata-rata untuk variabel hasil belajar matematika adalah 17,92. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas X
SMA Katolik Seminari Xaverius Kakaskasen berada pada kategori sangat
baik.
Untuk lebih jelasnya distribusi frekuensi skor hasil belajar matematika
Histogram 4.3
Skor Hasil Belajar Matematika