• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan

Dalam dokumen Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan (Halaman 107-146)

7 Kesimpulan dan Rekomendasi

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Metode dan analisa indikator EAFM

Pengisiian tabel-tabel EXCEL secara fisik cukup mudah dilakukan. Penyederhanaan indikator/kriteria umumnya dinilai cukup baik/lebih praktis.

Data yang representatif untuk jangka panjang dipandang memerlukan suatu proses/sistem rutin yang didukung oleh sumberdaya manusia, dukungan logistik dan finansil yang memadai. Monitoring dan kebaruan data dapat menghasilkan hasil hampir apa saja jika sampel/pola sampling, metode rinci ataupun tim pelaksana berubah antar periode monitoring (tahun atau multi-tahun).

Untuk konektivitas, masih sangat diragukan proses maupun hasil. Versi bari dengan ataupun tanpa penggunaan stelan skor densitas nampaknya memberi hasil yang kurang sesuai dengan pengertian terhadap makna dari nilai-nilai indikator/kriteria yang dimasukkan.

7.1.2 Rekomendasi Pengelolaan perikanan dari hasil kajian EAFM 7.1.2.1 Perikanan Kabupaten Donggala

1. DOMAIN SUMBERDAYA IKAN (SDI)

TUJUAN INDIKATOR NILAI PERBAIKAN PRIORITAS

PENGELOLAAN

AKSI PERBAIKAN PENGELOLAAN

1. CpUE Baku 1 1. Data hasil dan upaya yang akurat, menyeluruh dan up-to-date 2. Pengaturan upaya legal dan pemberantasan IUUF

- Pendataan awal menyeluruh dan akurat serta desain dan penerapan sistem monitoring terhadap hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) dengan pengembagan sistem kemitraan dengan pihak yang berada di/dekat tempat pendaratan ikan selain PPI Donggala (UPTD, misalnya di Labuan, Teluk Tambu, Aparat Desa/Kecamatan, POKWASMAS, kelompok nelayan, dll) – lihat juga Domain 3 (dokumen kapal)

108

- Analisa data awal dan secara rutin (berkala) untuk mendapatkan estimasi upaya yang dapat diperbolehkan, dan saran-saran perubahan dalam upaya dan/atau hasil tangkapan yang diijinkan serta tindakan lain berkaitan dengan upaya dan hasil tangkapan

- Moratorium :

(i) penambahan rumpon

(ii) penambahan armada (jumlah atau kapasitas) pada perikanan yang telah menunjukan tanda eksploitasi penuh atau tangkap lebih

- Pengaturan upaya berdasarkan data awal (tersebut pada beberapa tingkat dari aspek daerah penangkapan, alat, komoditas dll dengan sistem adaptif, merujuk pada hasil monitoring - Kerja-sama antar daerah dan dengan Pemerintah dalam pengaturan upaya oleh armada/nelayan dari luar daerah yang beroperasi secara legal

- Kerja-sama antar sektor, daerah, dengan Pemerintah, dengan segenap stakeholders dan jika perlu antar negara dalam pemberantasan perikanan ilegal, tidak diatur dan tidak dilaporkan (IUU Fishing) – lihat Domain 3.

2. Tren ukuran

ikan 1 1. Penurunan ukuran ikan di alam (terutama ikan demersal) 2. Perunuan dalam ukuran ikan yang tertangkap

- Desain dan implementasi sistem monitoring hasil tangkapan yang

mencakup sampling ukuran (lihat indikator 1.1)

- Peraturan spatial untuk menjaga daerah pemijahan (spawning grounds) untuk menghindari tekanan yang mengurangi ukuran ikan karena mempercepat kematangan gonad (misalnya pada Serranidae)

- Pengaturan ukuran (minimal dan/atau maksimal) yang boleh ditangkap khusus komoditas perikanan (ikan/nir-ikan) tertentu (berdasarkan informasi ilmiah yang ada dan/atau kajian khusus) - Berbagai aturan berkaitan alat tangkap (lihat Domain 3) 3. Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap 2 1. Perikanan yang menargetkan ikan juwana 2. Ikan juwana yang tertangkap sebagai bycatch

- Identifikasi habitat kritis seperti daerah pemijahan, asuhan (nursery grounds), dan jalur atau pola ruaya ikan juwana maupun waktu kritis (musim tahunan, bulanan, waktu dalam hari, berkaitan sklus pasang-surut dll) khusus pemijahan, keberadaan atau ruaya (jarak jauh atau dekat) ikan juwana, terutama dari spesies penting secara ekonomis atau ekologis. Contoh: waktu/jalur ruaya larva dan juvenil ikan cakalang dan tuna lainnya yang tertangkap dalam jumlah jutaan oleh bagan apung pada waktu/lokasi tertentu; puncak ruaya

109

post-larva ikan karang yang akan melakukan settlement; ruaya benih ikan sidat, dll.

- Berdasarkan data tersebut, pengaturan dalam ruang dan atau waktu untuk perikanan secara umum atau alat tangkap tertentu untuk mengurangi penangkapan ikan juwana sebagai by-catch

- Pengaturan lain berkaitan selektivitas alat tangkap (lihat Domain 3) - Untuk perikanan yang menargetkan juwana secara sengaja (misalnya penangkapan benih udang, ikan bandeng, kerpu dan sidat), perlu dilakukan kajian terhadap daya dukung, dan strategi pemanfaatan berkelanjutan (sosialisasi dan pengaturan mengenai alat tangkap, volume penangkapan dan perlakuan terhadap by-catch yang sering terbuang di darat dan mati percuma pada

penangkapan nener dan benur). Khusus benih ikan sidat, perlu penguatan dan penegakan hukum untuk mencegah ekspor ilegal

- Disarankan program penangkapan dan pembesaran post larvae misalnya dengan sistem atraktor oleh C.A.R.E. (Ecocean) untuk ikan demersal, baik ikan konsumsi maupun ikan hias.

4. Komposisi spesies tangkapan 2 1. Alat tangkap tidak selektif 2. Perubahan dalam komposisi jenis/trofik komunitas biota laut menyebabkan perubahan hasil tangkapan 3. Perubahan akibat ikan introduksi

- Pengaturan aspek teknis alat tangkap, misalnya ukuran mata jaring (lihat Domain 3)

- Pengaturan daerah penangkapan bagi alat tangkap tertentu, misalnya pengaturan ketat terhadap jaring insang monofilamen di perairan pantai dan terumbu karang, aturan mengenai musim operasi alat tertentu, dll

- Pemulihan ekosistem dan SDI yang berubah akibat degradasi lingkungan dan atau tangkap lebih (misalnya terhadap ikan herbivora)

- Pengaturan ketat terhadap spesies introduksi (terutama perairan tawar dan payau) dan kehati-hatian dalam melakukan stocking/re-stocking 5. Spesies ETP 1 1. Pengetahaun

dan kesadaran tentang ETP dan pentingnya masih rendah pada hampir semua stakeholders, termasuk penegak hukum 2. SDM

- Kordinasi antar sektor (Dislutkan, Karantina Ikan, aparat penegak hukum, BKSDA, BAPEDALDA, Pendidikan dll) dalam sosialisasi dan peningkatan kesadaran tentang

(i) spesies mana dilindungi (ii) mengapa dilindungi (ii) aturan yang berlaku (iv) sangksi hukum Sasaran :

(i) pemerintah Desa dan Kecamatan, lembaga adat

110 penegak hukum sedikit dan kordinasi antar pihak terkait belum terbangung atau masih lemah 3. Hubungan erat dengan IUUF dan KKN dalam konteks nasional dan internasional 4. Sejumlah upaya yang pernah ada tidak berkelanjutan atau belum diefektifkan 5. Teknologi yang ada untuk mengurani penangkapan ETP tidak sengaja belum diterapkan

(ii) personil penegak hukum (semua tingkat, termasuk berkaitan sistem Pengadilan) dan mitranya (terutama kelompok POKWASMAS)

(iii) badan-badan legislatif (iv) nelayan dan keluarganya (v) pedagang hasil laut

(vi) guru/tenaga pengajar, tokoh pramuka dll

(vii) anak sekolah/pemuda (viii) konsumen ETP (ix) masyarakat umum

- Pemberdayaan POKWASMAS dalam pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ETP

- Pengefektifan dan peningkatan luas/jumlah kawasan konservasi pada daerah pemijahan/bertelur ETP - Penerapan teknologi yang mengurangi penangkapan ETP

- PERDA/PERDES khusus perlindungan ETP (umum atau khusus jenis/lokasi tertentu) - Keterlibatan masyarakat setempat dalam pendataan dan perlindungan spesies ETP, termasuk secara khusus di Pulau Pasoso (lanjutan program 2003/2004) dan Maputi, jika perlu/tepat dengan imbalan berupa upah atau insentif

- Kordinasi antara daerah ataupun antar negara (misalnya konteks SSME untuk Penyu, working groups IUCN misalnya untuk Sirenia, CTI secara umum) khusus perlindungan dan penegakan hukum berkaitan ETP yang:

(i) diperdagangkan antar daerah (misalnya penyu) atau negara (misalnya ikan napoleon, karang hias, hiu, benih ikan sidat)

(ii) beruaya antar daerah dan atau negara (misalnya penyu, sidat)

6. "Range Collapse" sumberdaya ikan 1.5 1. Sequential depletion (penurunan/ kepunahan bertahap) SDI tertentu 2. Kerusakan ekosistem dan penurunan daya dukung bersama dengan peningkatan upaya untuk SDI secara umum

- Sistem monitoring (lihat 1.1) mencakup aspek jarak ke daerah penangkapan - Kajian dan pengaturan khusus dengan kordinasi lintas batas administratif atau pada tingkat nasional ataupun

internasional perikanan untuk komoditas tertentu yang rawan sequential depletion, termasuk teripang, abalone (Haliotis sp.), sidat, kerapu dll, dan review terhadap efektivitas sistem pengelolaan ikan Napoleon

- Program terpadu (antar tingkat, sektor dan stakeholders) perlindungan dan rehabilitasi ekosistem dan pemulihan daya dukung sumberdaya perikanan agar nelayan tradisional/skala kecil yang dulunya tidak perlu pergi jauh kembali pada kondisi tersebut

111

mengenai daerah penangkapan yang diperbolehkan bagi nelayan berdasarkan skala, alat tangkap, domisili dll

2. DOMAIN HABITAT

TUJUAN INDIKATOR NILAI PERBAIKAN PRIORITAS

PENGELOLAAN

AKSI PERBAIKAN PENGELOLAAN

Menjaga kualitas habitat SDI sehingga produktivitas dan keanekaragaman ekosistem tetap tinggi dan stabil.

1. Kualitas perairan

2 1. Pengendalian dampak dari hulu (DAS)

2. Penanganan sampah dan

sewage

1. Kerja-sama antar sektor, tingkat, stakeholders dan dalam sebagian kasus antar daerah dalam pengelolaan DAS terpadu dan berkelanjutan dan/atau ICZM dengan pendekatan Crest to Reef. Fokus khusus terhadap sabuk hijau sungai dan pantai serta penerapan aturan kemiringan lahan dan penerapan pola berkelanjutan dalam kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan budidaya

2. Kerjasama antar sekor, nasional dan internasional dalam pemberantasan illegal

logging, termasuk ekspor ilegal ke Malaysia

(Sabah)

3. Sistem penanganan sampah terpadu 3R (reduce, reuse, recycle), untuk mencegah pembuangan sampah, terutama sampah plastik atau toksik, dan upaya pembersihan sampah secara sistematis dengan melibatkan masyarakat

4. Sistem insentif (untuk kebersihan) dan sanksi (untuk pembuangan sampah sembarangan/tidak tepat)

5. Sosialisasi dampak negatif pencemaran dan kerusakan lingkungan terhadap ekosistem dan manusia, melibatkan antara lain sektor pendidikan dan tokoh-tokoh agama

6. Perbaikan sanitasi, dengan pola yang tidak mencemari air tanah atau melepaskan nutrien secara berlebihan ke perairan umum (sungai, danau) dan laut

2. Status Ekosistem Lamun 2 1. Penurunan luas, terutama akibat sedimentasi 2. Pemanfaatan berlebihan biota laut khas ekosistem lamun 3. Kerusakan langsung: penangkapan destruktif, aktivitas yang mencabut akarnya lamun

1. Pengendalian sedimentasi (lihat 2.1) 2. Pengendalian pemanfaatan biota tertentu, misalnya teripang dan kerang-kerangan yang kelimpahannya telah berkurang atau sudah langka

3. Penetapan zona-zona larang tangkap atau pengaturan musiman khusus daerah pemijahan dan daerah asuhan ikan di padang lamun

4. Penegakan hukum mengenai perikanan destruktif, termasuk secara khusus penggunaan bahan beracun untuk menangkap ikan

5. Pengendalian atau pelarangan aktivitas pengerukan, penambangan pasir di atau

112

disekitar padang lamun, pengaturan jalur-jalur akses dan pembuangan jangkar

3. Status Ekosistem Mangrove 1 1. Konversi ke tambak tanpa memperhatikan aturan sabuk hijau ataupun kelayakan teknis, lahan kritis 2. Konversi ke peruntukan lain (pemukiman, lahan sawah, perkebunan, fasilitas umum dll) 2. Pemanfaatan berlebih 3. Siklus setan: mangrove kurang, abrasi meningkat & perubahan karakter substrat, merusak mangrove dst. 4. Pola rehabilitasi yang tidak tepat

1. Sosialisasi dan penegakan aturan sabuk hijau dan lainnya. Penetapan dan penegakan tata ruang pesisir

2. Moratorium pembukaan tambak hingga data dan sistem pengendalian terbentuk, kemudian pembukaan tambak bersyarat ketat pada daerah yang layak dan larangan (dengan sanksi yang efektif) pada daerah tidak layak

3. Identifikasi dan perlindungan terhadap mangrove yang masih dalam keadaan baik ataupun sedang serta pengembangan aktivitas ekonomi ramah lingkungan berkaitan dengan hutan mangrove tersebut (silvofishery, produk dari buah mangrove dll)

4. Identifikasi mangrove yang telah rusak namun masih memungkinkan untuk direhabilitasi. Penyusunan program rehabilitasi bertahap jangka panjang antar sektor dan multistakeholder dengan memperhatikan antar lain: jenis-jenis mangrove yang tepat (jenis asli, atau sesuai kondisi yang ada saat ini) dari arah laut ke darat, musim tanam (pertimbangan musim barat), pembibitan, sistem perlindungan bibit dan perawatan, sistem sosial pengawasan dan pengelolaan termasuk pengaturan pemanfaatan berkelanjutan 5. Identifikasi mangrove yang tidak memungkinkan untuk direhabilitasi, sehingga sumberdaya rehabilitasi yang terbatas tidak terpakai percuma. Strategi alternatif pengelolaan lestari pesisir 6. Revitalisasi tambak yang layak namun

idle, dengan reboisasi agar memenuhi

aturan sabuk hijau dll, idealnya dengan pola

silvofishery 4. Status Ekosistem Terumbu Karang 2 1. Kerusakan lama akibat kegiatan destruktif yang telah berhenti atau kurang 2. Aktivitas destruktif fisik langsung 3. Aktivitas destruktif tidak langsung (degradasi hulu, pencemaran perairan pesisir, kerusakan lamun/ mangrove, emisi dll yang mengakibatkan perubahan iklim)

1. Perlindungan terhadap ekosistem terumbu karang yang masih dalam kondisi baik dan telah teridentifikasi

2. Peningkatan cakupan data ekosistem terumbu karang dan desain jejaring kawasan konservasi (KKP/DPL) yang memperhatikan konektivitas biota ekosistem terumbu karang (karang, ikan, avertebrata) dan ekosistem penyangga (lamun, mangrove, pantai, estuari, daratan pesisir dll), mencakup KKP/DPL yang telah terbentuk, habitat kritis perikanan (daerah pemijahan dll)

3. Pengembangan sistem survey dan monitoring jangka panjang multi-tingkat (masyarakat dan ilmiah/akademisi) dengan jaminan dukungan berkelanjutan

113 4. Aktivitas yang menganggu keseimbangan ekosistem (tangkap lebih, umum atau terhadap jenis/spesies tertentu) 5. Kerusakan alami (gempa bumi, badai)

4. Penguatan POKWASMAS dan kordinasi antar semua pihak terkait dalam pemberantasan kegiatan ilegal dan destruktif seperti penambangan karang (di banyak lokasi ancaman utama), pengunaan bahan peledak dan beracun, pemanfaatan spesies ETP, dll...

5. Penguatan kerangka hukum melalui pengembangan PERDA dan PERDES, termasuk penyempurnaan dan

implementasi PERDA yang telah tersusun 6. Penguatan/penerapan pengelolaan DAS dan ICZMP yang efektif dan berkelanjutan (lihat 2.1) serta inisiatif berkaitan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dna pengasaman air laut (lihat 2.6)

5. Habitat Unik/Khusus 2 1. Tempat bertelur penyu berkurang dan terancam 2. Habitat kepiting kenari berkurang dan terancam 3. Daerah pemijahan ikan belum teridentifkasi atau dilindungi

1. Tempat bertelur penyu hijau Chelonia

mydas dan habitat kepiting kenari Birgus latro: telah sangat berkurang. Di Pulau

Pasoso (Suaka Margasatwa, SK Gubernur), inisiatif LSM (YACL) tahun 2001-2004 melibatkan masyarakat (keluarga) penghuni dan ekoturisme. Pendekatan serupa patut di revitalisasi di Pasoso dan diadaptasi pada kondisi di Pulau Maputi.

2. Identifikasi darah pemijahan ikan (Metode SPAGS tersedia, peluang kemitraan dengan jejaring internasional) dan perlindungan spasial atau temporal melibatkan multi-stakeholders 6. Perubahan Iklim terhadap Kondisi Perairan dan Habitat 2 1. Belum ada kajian dampak perubahan iklim 2. Belum ada sistem monitoring atau respons terhadap bleaching

1. Kajian dampak perubahan iklim pada ekosistem pesisir

2. Identifikasi langka-langka mitigasi dan apaptasi

3. Pembentukan sistem monitoring, (bleaching watch) menggunakan data satelit dari sistem NOAA (http://coral reefwatch.noaa.gov/satellite/index.php) serta penentuan baseline dan pemantauan titik-titik tertentu dengan sistem Coral

Watch (http://id.coralwatch.org/)

3. DOMAIN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN

TUJUAN INDIKATOR NILAI PERBAIKAN PRIORITAS

PENGELOLAAN

AKSI PERBAIKAN PENGELOLAAN

Penangkapan ikan yang bersifat destruktif 1 1. IUUF yang masih banyak terjadi

1. Kordinasi dan perencanaan terpadu antar semua pihak terkait dalam pemberantasan perikanan bersifat ilegal dan destruktif oleh nelayan lokal, dari daerah lain dan luar negeri (pemantauan, pengawasan, penyusunan bukti, penanganan kasus hukum dll)

2. Strategi penguatan/pemberdayaan dan memaksimalkan peran/efektivitas POKWASMAS dalam pencegahan dan

114

penanganan IUUF

3. Kebijakan yang memberdayakan operasional/logistik sistem pengawasan 4. Sistem komunikasi yang memadai, serta sistem pelaporan yang melindungi saksi/ pihak yang melapor

5. Sosialisasi terfokus pada daerah-daerah yang bermasalah (misalnya Tanjung Balaesang/Teluk Tambu, Pulau Maputi dan sekitarnya) pada komunitas bukan hanya pelaku/pihak diduga pelaku, termasuk keterlibatan pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat (adat, agama, dll) 6. Strategi pencegahan suplai bahan peledak/beracun dan pemasaran hasil kegiatan destruktif

Modifikasi alat tangkap ikan dan alat bantu penangkapan

1.5 1. Penangkapan

baby tuna dan

juvenil ikan malalugis/lajang pada rumpon 2. Jaring insang dengan mata kecil dan waring pada bagan menangkap ikan juvenil

1. Pengaturan pemasangan dan pengunaan rumpon (jumlah, letak, musim atau watku penangkapan, dll)

2. Pengaturan mata jaring serta daerah penangkapan yang diperbolehkan (hindari daerah asuhan misalnya) dan jumlah atau frekuensi penggunaan jaring tertentu 3. Pengaturan alat tangkap bagan dan pukat pantai dari aspek jumlah, ukuran, kapasitas lamu (bagan), posisi, waktu dll sesuai kondisi dan perlikau sumberdaya ikan, terutama ikan non-target/juvenil 4. Aturan tentang ukuran ikan tertentu berkaitan dengan penangkapan dan sistem pemasaran/pengolahan Kapasitas perikanan dan upaya penangkapan (fishing capacity and effort) 1 1. Kapasitas total armada perikanan meningkat terus 2. Kapasitas jauh di atas kapasitas resmi akibat a/l indikator 3.5 3. Kapasitas berbasis daerah ditambah armada lintas daerah, WPP dan negara, legal dan IUUF

1. Sistem pendataan kapasitas yang memadai (lihat 3.5 dan 1.1) untuk semua jenis/skala armada

2. Sistem perijinan satu pintu on-line sehingga semua daerah/tingkat mengetahui jumlah/jenis kapal yang diijinkan beroperasi di setiap WPP

3. Pengawasan efektif terhadap kepatuhan dengan aturan/perijinan dan

pemberantasan ketiga aspek IUUF (lihat 3.1 dll), termasuk unreported

4. Khususnya di perbatasan WPP 713-716, kordinasi yang efektif dalam pendataan dan pengendalian kapasitas armada

Selektivitas penangkapan 1.5 1. Alat tangkap IUUF 2. Alat tangkap legal namun tidak selektif

1. Selain alat tangkap destruktif terhadap habitat, pemberntasan penggunaan alat tangkap IUUF lainnya, termasuk penggunaan strom di perairan umum 2. Penegakan aturan yang telah berlaku dan pemyempurnaan kerangka hukum (aturan lokal tingkat Kabupaten, Kecamatan atau Desa ataupun sistem adat yang diakui) dalam pengaturan jumlah, ukuran alat,

115

spesifikasi teknis dan pola pemakaian alat tangkap tidak selektif untuk mengurangi tangkapan sampingan atau agar tidak melebihi daya dukung jenis-jenis yang tertangkap sengaja maupun tidak sengaja 3. Kajian untuk lebih mengetahui selectivitas ril dan permasalahan yang ditimbulkan pada lokasi dan atau alat tangkap tertentu serta mengidentifikasi peluang-peluang meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak negatif

Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal 1 1. Hampir semua kapal dokumennya tidak sesuai dengan kapasitas ril 2. Pemiliki kapal mengalami kesulitan dalam memperoleh jasa pengukuran 3. Pelayanan bertingkat memberi insentif pada penyedia maupun penerima jasa untuk mengurangi GT pada dokumen

1. Sistem perijinan satu pintu on-line untuk semua ukuran kapal yang berbasis dan atau beroperasi di suatu daerah sehingga semua daerah/tingkat mengetahui jumlah/jenis kapal yang diijinkan beroperasi di setiap WPP dan dapat mengecek on-line parameter dan perijinan resmi setiap kapal 2. Kordinasi antar sektor, terutama antar Perhubungan dan Perikanan dalam pengurusan surat-surat kapal

3. Peningkatan kapasitas regional dalam hal tenaga profesional yang berhak mengukur kapal perikanan sebagai dasar pembuatan surat-surat kapal oleh Perhubungan maupun Perikanan maupun melakukan pengukuran dalam rangka pengawasan oleh pihak terkait (perikanan, keamanan, perhubungan dll) apabila diduga GT atau parameter lain pada surat-surat kapal tidak sesuai

4. Sistem insentif (positif/negatif) untuk mendorong kepatuhan oleh semua pihak dan instansi terkait

Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan

1 1. Sebagian besar ABK tidak memiliki sertifikasi 2. Sebagian nakhoda tidak memiliki sertifikasi atau tidak sesuai dengan daerah operasional 3. Sebagian nelayan belum memiliki kartu nelayan 4. Sebagian kapal memiliki perlatan radio tetapi tidak ada tenaga bersertifikasi

1. Pendataan jumlah kapal pada setiap kategori dari aspek kewajiban sertifikasi atau persyaratan SDM lainnya dan jumlah ABK, nakhoda, operator radio dll yang belum memiliki sertifikasi yang sesuai 2. Penyusunan strategi/program untuk mengatasi permasalahan sertifikasi (dapat merupakan kerjasama antara daerah tingkat I dan atau II) termasuk sosialisasi aturan, istansi yang dapat mengeluarkan sertifikasi dll serta penyelengaraan pelatihan tertentu (keselamatan di laut, Ankapin, dll) secara Ad Hoc dan/atau rutin bekerja-sama dengan pihak/institusi yang dapat menyediakan jasa pelatihan dan pemberian sertifikasi 3. Program kartu nelayan dilanjutan dan diintensifkan termasuk di daerah-daerah terpencil

116

TUJUAN INDIKATOR NILAI PERBAIKAN PRIORITAS

PENGELOLAAN

AKSI PERBAIKAN PENGELOLAAN

Keterlibatan pemangku kepentingan 1.5 1. Kebijakan ditentukan secara top-down 2. Di lapangan, perilaku open

access dan rasa

memiliki sangat rendah terhadap aturan atau kebijakan

1. Pemberdayaan institusi/kelembagaan lokal formal atau informal yang dapat berperan dalam menjembatani masyarakat dan pemerintah khususnya di sektor perikanan dan kelautan, termasuk secara khusus POKWASMAS, kelompok nelayan, kelompok berkaitan konservasi atau pengelolaan SDA, aparat dusun dan desa, dll.

2. Penguatan atau pemanfaatan komponen yang mendukung partisipasi dalam strategi pengelolaan DAS/ICZMP dimana ada sistem yang berjalan 3. Sosialisasi kebijakan yang ada dan intensifkan upaya konsultasi dan diskusi informal ataupun formal dengan komunitas pesisir, termasuk pada daerah-daerah terpencil Konflik perikanan 1.5 1. Konflik horizontal dan vertikal antar nelayan (skala dan alat tangkap berbeda, perebutan daerah penangkapan, destruktif/lainnya, lokal/non-lokal dll)

1. Penanganan serius terhadap IUUF dan perijinan termasuk nelayan andon dan pembatasan upaya (lihat di atas) 2. Tata ruang laut dan pesisir yang dibuat dengan komponen partisipatif maupun ilmiah yang memadai, disertai dengan sistem monitoring dan evaluasi agar proses iteratif dapat secara bertahap lebih efektif dalam penekanan konflik maupun pelestarian sumberdaya 3. Pengembangan atau pemberdayaan institusi dan atau proses (formal mislanya melalui aparat Desa atau informal misalnya melalui sistem adat atau keagamaan) yang dapat memediasi atau menangani konflik sebelum ataupun sesudah menjadi terbuka

Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, Tradisional Ecological Knowledge) 1 1. TEK sektor bahari relatif rendah dan atau terkikis oleh modernisasi 2. Masyarakat heterogen, sebagian signifikan pendatang 3. Pengakuan pengetahuan lokal rendah

1. Inventarisasi budaya dan adat lokal yang masih ada dan relevan terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir, perikanan dan kelautan yang dapat digunakan atau diberdayakan untuk menjawab tantangan zaman sekarang (contoh: pengetahuan tentang penyu dan Pulau Pasoso oleh penghuninya) 2. Menciptakan kearifan lokal baru melalui berbagai proses termasuk secara formal melalui aturan Desa, atau informal melalui modal sosial yang ada di suatu masyarakat (misalnya melalui proses seperti LMMA, kesepakatan bersama antar kelompok dll) 3. Sosialisasi dan pemberdayaan TEK (jika ada) atau kearifan baru yang tercipta

117

5. DOMAIN EKONOMI

TUJUAN INDIKATOR NILAI PERBAIKAN PRIORITAS

PENGELOLAAN

AKSI PERBAIKAN PENGELOLAAN

Kepemilikan aset 2 1. Kemampuan

perencanaan keberlanjutan usaha umumnya lemah

1. Untuk RTP yang telah layak dari aspek pendapatan, peningkatan ketrampilan dan aspek perencanaan usaha (misalnya pembagian pendaptan antar investasi ulang, perawatan dan penyusutan serta upah atau untung yang dinikmati) melalui sosialisasi, percontohan, pelatihan, pendampingan dll.

Pendapatan rumah tanga perikanan (RTP) 2 1. Ketrampilan manajemen usaha lemah 2. Ketrampilan teknis tertentu kurang

1. Untuk RTP yang belum layak dari aspek pendapatan, identifikasi akar masalah dan peningkatan ketrampilan (termasuk dasar-dasar kewirausahaan) dan atau penyediaan jasa atau penciptaan kondisi yang

Dalam dokumen Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan (Halaman 107-146)

Dokumen terkait