• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai peranan investasi pemerintah total dan menurut jenis yang dibelanjakan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia pada kurun waktu 2005 sampai 2009 dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Harapan desentralisasi fiskal adalah agar daerah dapat berdiri sendiri dalam membangun dan memajukan daerahnya dengan pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien serta dapat mewujudkan pemerintahan daerah yang baik dan tertib. Namun terkadang daerah masih belum mengelola khususnya keuangannya dengan tertib dan baik, yang dapat diukur melalui kinerja keuangan daerah. Kinerja ini diukur menggunakan rasio kemandirian fiskal yang dapat melihat ketergantungan suatu daerah dengan pemerintah pusat. Pada tahun 2005 hingga 2009, rasio kemandirian provinsi di KTI berada di tingkat 0-25 persen yang berarti memiliki pola instruktif dengan pemerintah pusat, tingkat ketergantungan dengan pemerintah pusat masih sangat tinggi. Provinsi di KTI yang memiliki rasio kemandirian daerah tertinggi pada tahun 2009 adalah provinsi yang sudah stabil dan memiliki pendapatan asli daerah terbesar yaitu Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Hal ini disebabkan kenaikan PAD yang terjadi di setiap daerah lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan total penerimaan daerah yang membuat penurunan peran (share) PAD terhadap penerimaan daerah.

2. Investasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan pembangunan daerahnya, bersumber dari anggaran yang dimiliki pemerintah daerah atau dengan kata lain penerimaan daerah. Dengan besarnya anggaran suatu pemerintah daerah maka daerah tersebut akan memiliki kemampuan yang besar dalam berinvestasi untuk membangun daerahnya.

3. Hasil estimasi persamaan peranan investasi pemerintah total terhadap pertumbuhan ekonomi di KTI pada periode tahun 2005-2009 menunjukkan bahwa investasi pemerintah memiliki peran yang penting

dibandingkan dengan investasi swasta. Hal ini disebabkan memang masih sangat terbatas investor swasta akan menginvestasikan pada daerah yang belum berkembang (memiliki return of investment yang lama atau risk investment yang tinggi). Dalam persamaan 3.6 terlihat yang berperan sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi di KTI adalah terpusat pada variabel tenaga kerja dengan elastisitas terbesar yaitu 0,2134 selain pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya. Hal ini membuktikan bahwa kegiatan produksi KTI masih bersifat padat karya.

4. Peranan investasi pemerintah untuk keperluan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di KTI pada tahun 2005-2009 menghasilkan estimasi bahwa yang memiliki peranan langsung adalah investasi pemerintah untuk keperluan irigasi, jalan dan telekomunikasi/jaringan. Hubungan investasi pemerintah dan swasta pada persamaan 3.7 adalah bersifat komplementer yaitu kenaikan pada investasi pemerintah memiliki dampak yang sama pada pertumbuhan ekonomi dengan investasi swasta. Dengan kata lain, keduanya memiliki kontribusi terhadap akumulasi investasi yang dapat meningkatkan kapasitas menuju ke tingkat output yang lebih tinggi dan berkelanjutan serta menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Diantara keduanya, yang memiliki peranan terbesar dalam pertumbuhan ekonomi di KTI pada tahun 2005-2009 adalah investasi pemerintah untuk keperluan irigasi, jalan dan telekomunikasi/jaringan dengan elastisitas 0,1503 dibandingkan elastisitas investasi swasta yang hanya 0,0625.

5. Variabel trade openness pada kedua persamaan yaitu 3.6 dan 3.7 menunjukkan hubungan yang negative dan signifikan pada taraf 1 persen. Hal ini berarti bahwa dengan meningkatnya trade openness dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di KTI. Hubungan yang negative memiliki makna bahwa di KTI nilai impor daerah masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan nilai ekspor. Hal ini sangat dimungkinkan karena daerah di KTI masih memerlukan beberapa barang yang tidak dapat disediakan dari daerahnya, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk bahan baku industri yang ada di KTI.

6.2 Implikasi Kebijakan

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang dirumuskan sebelumnya, maka beberapa arah kebijakan yang disarankan antara lain:

1. Dengan melihat rasio kemandirian daerah yang sangat rendah pada provinsi di KTI maka sebaiknya pemerintah daerah di KTI perlu mencari alternative lain untuk dapat meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah dengan tetap melihat kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Upaya peningkatan penerimaan PAD harus tetap memperhatikan dampaknya terhadap daya tarik investasi. Kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah guna meningkatkan PAD, hendaknya tidak menghambat masuknya investasi ke daerah. Mengembangkan sumber- sumber non pajak seperti kebijakan membuka BUMD atau usaha-usaha yang dimiliki pemerintah daerah secara lebih profitable.

2. Peranan investasi pemerintah sangat besar pada pertumbuhan ekonomi daerah di KTI, maka pemerintah daerah KTI perlu merencanakan anggarannya dengan alokasi yang lebih banyak pada pengeluaran investasi yang secara langsung berdampak pada peningkatan ekonomi daerah. Upaya yang dapat dilakukan adalah membuat birokrasi pemerintahan yang lebih efisien serta meningkatkan kontrol masyarakat terhadap penggunaan belanja pemerintah daerah untuk mengurangi terjadinya penyimpangan- penyimpangan dan korupsi serta perilaku rent seeking. Selain itu juga perlu adanya sinkronisasi prioritas pembangunan ekonomi di tingkat kabupaten kota, provinsi dan nasional, sehingga dapat menghemat anggaran belanja daerah.

3. Pemerintah daerah KTI seharusnya tidak meningkatkan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dengan dalih peningkatan PAD. Upaya yang seharusnya dilakukan adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi dunia usaha sehingga mampu menarik investor swasta untuk menanamkan modalnya, yang pada gilirannya akan menyerap tenaga kerja lokal dan menjadi sumber pendapatan daerah. Pemerintah daerah bahkan seharusnya memberikan insentif dan kemudahan bagi investor melalui kemudahan perijinan, perbaikan infrastruktur perekonomian serta

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia lokal. Karena terbukti bahwa investasi pemerintah dan swasta memiliki hubungan komplementer yang sama-sama berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional KTI.

4. Tenaga kerja merupakan variabel penting dan terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah KTI sehingga dapat disimpulkan bahwa perekonomian KTI bersifat padat karya (labor intensive). Maka sebaiknya pemerintah daerah dapat memusatkan kegiatan ekonomi dan industri- industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Pengembangan industri padat karya seharusnya dilakukan dalam rentang waktu yang panjang dan continuous sehingga pemusatan industry dan tenaga kerja tidak hanya pada KBI.

5. Pemerintah daerah KTI perlu mengusahakan suatu kebijakan yang dapat mengurangi nilai impor daerah KTI dan meningkatkan nilai ekspor dengan melihat suatu peluang pada perdagangan internasional sesuai dengan potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh daerah di KTI. Seperti melakukan substitusi bahan baku industri, himbauan penggunaan produk domestic dan kewajiban bagi setiap pelaku usaha yang ingin membuat perizinan usaha baru untuk menggunakan bahan baku yang sebagian besar merupakan produksi domestik daerah.