• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KAWASAN TIMUR INDONESIA

4.1 Kondisi Umum Penelitian

4.1.3 Kondisi Perekonomian

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (adhb) merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang timbul akibat adanya aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah tertentu. Tujuan dari penghitungan PDRB adalah meringkas aktivitas ekonomi di suatu wilayah dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Ada tiga pendekatan untuk menghitung statistik ini. Pertama, pendekatan produksi, yaitu dengan menghitung jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi. Kedua, pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi. Ketiga, pendekatan pengeluaran, dengan menghitung semua komponen permintaan akhir. Tabel 8 Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 Menurut

Provinsi di KTI Tahun 2005-2009

(Milyar Rupiah) Provinsi Jenis 2005 2006 2007 2008 2009 Sulut adhb 18,763.48 21,216.49 24,081.13 27,842.99 32,049.76 adhk 12,744.55 13,473.11 14,344.30 15,428.43 16,638.85 Sultengah adhb 17,116.58 19,310.25 22,757.59 28,151.50 32,057.20 adhk 11,752.24 12,671.55 13,683.88 14,746.02 15,874.69 Sulsel adhb 51,780.44 60,902.82 69,271.92 85,143.19 99,904.66 adhk 36,421.79 38,867.68 41,332.43 44,549.82 47,314.02 Sultenggara adhb 12,981.05 15,270.35 17,953.07 22,173.89 25,655.94 adhk 8,026.86 8,643.33 9,331.72 10,010.59 10,768.58 Gorontalo adhb 3,480.57 4,062.28 4,760.70 5,899.79 7,082.61 adhk 2,027.72 2,175.82 2,339.22 2,520.67 2,719.74 Sulbar adhb 4,422.95 5,124.81 6,192.79 7,778.00 8,671.82 adhk 3,120.77 3,321.15 3,567.82 3,872.52 4,106.02 Ntb adhb 25,682.67 28,596.88 33,522.23 35,261.68 41,784.96 adhk 15,183.79 15,603.77 16,369.22 16,799.83 18,310.83 Ntt adhb 14,810.47 16,904.07 19,136.98 21,621.84 24,138.68 adhk 9,867.31 10,368.50 10,902.40 11,426.43 11,910.88 Maluku adhb 4,570.66 5,079.64 5,698.80 6,269.71 7,069.09 adhk 3,259.24 3,440.11 3,633.48 3,787.10 3,992.79 Malut adhb 2,583.10 2,818.42 3,160.04 3,856.36 4,687.76 adhk 2,236.80 2,359.48 2,501.18 2,650.76 2,810.21 Papua Barat adhb 7,913.78 8,945.54 10,369.84 12,471.61 14,547.73 adhk 5,307.33 5,548.90 5,934.32 6,369.37 6,768.20 Papua adhb 43,615.32 46,895.23 55,380.45 54,733.63 66,651.85 adhk 22,209.19 18,402.20 19,200.30 18,914.88 22,926.55 Indonesia adhb 2,669,975.94 3,118,307.85 3,536,797.38 4,204,326.34 4,567,710.17 adhk 1,690,243.45 1,777,950.13 1,878,738.65 1,983,834.69 2,076,356.56 Sumber: BPS (diolah)

menunjukkan peningkatan volume output ekonomi dari tahun ke tahun setelah menghilangkan unsur inflasi (kenaikan harga secara terus-menerus) yaitu pertumbuhan ekonomi. Ukuran ini masih digunakan sampai sekarang sebagai ukuran kinerja pembangunan.

Pada tahun 2009, PDB Indonesia mencapai 2.076,35 trilyun rupiah secara keseluruhan jika dihitung menurut harga konstan tahun 2000, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,66 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. KTI sendiri tumbuh sangat pesat, terlihat pada PDRB Pulau Sulawesi yang mencapai 97,42 trilyun rupiah (tumbuh sebesar 6,91 persen). Sedangkan untuk PDRB Pulau Nusa Tenggara, Maluku dan Papua sebesar 66,72 trilyun rupiah atau tumbuh hingga 11,29 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Nilai PDRB atas dasar harga konstan yang menyatakan jumlah output dari aktivitas ekonomi di Indonesia dalam jangka panjang secara umum meningkat secara signifikan. Perkembangan nilai PDRB tidak dapat dipisahkan dari potensi faktor-faktor produksi yang digunakan pada tahun yang bersangkutan. PDRB masing-masing provinsi pada KTI dari tahun 2005 hingga 2009 dengan segala kondisi politik dan ekonomi yang memengaruhi terlihat pada Gambar 10. Secara umum pertumbuhan di keseluruhan provinsi di KTI memiliki pola yang hampir sama, kecuali Papua dengan pola pertumbuhan yang berfluktuasi.

Gambar 10 Laju Pertumbuhan Provinsi di KTI Tahun 2005-2009.

Secara umum pendapatan setiap penduduk suatu wilayah dicerminkan oleh pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita dapat didekati dengan PDRB per

kapita yang dihitung dengan membagi nilai PDRB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. PDRB perkapita dapat digunakan sebagai ukuran tingkat kesejehteraan penduduk. Angka ini menunjukkan ukuran secara agregat, namun sampai sekarang masih dianggap sebagai ukuran yang cukup relevan digunakan, khususnya untuk membandingkan tingkat kesejahteraan wilayah-wilayah di Indonesia. Nilai output yang digunakan dalam penghitungan kesejahteraan penduduk adalah PDRB atas dasar harga berlaku (PDRB nominal).

Tabel 8 menunjukkan bahwa perekonomian yang menghasilkan output terbesar di wilayah Indonesia timur pada tahun 2009 adalah Provinsi Sulawesi Selatan dengan 99.904,66 milyar rupiah diikuti oleh Papua sebesar 66.651,85 milyar rupiah. Sedangkan yang mengalami peningkatan perekonomian yang sangat signifikan adalah Provinsi Papua sebesar 21,77 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan pada tahun 2008 PDRB Papua mengalami kontraksi hingga minus 1,17 persen. Kenaikan output yang pesat juga dialami oleh Maluku Utara, yaitu tumbuh hingga 21, 56 persen.

Besaran pendapatan per kapita suatu daerah bergantung pada besaran PDRB dan jumlah penduduk. Provinsi dengan PDRB per kapita tertinggi di KTI adalah Papua, Papua Barat dan Sulawesi Utara yaitu masing-masing 31,77; 19,56; 14,38 juta rupiah. Provinsi Papua memiliki PDRB perkapita yang tinggi dikarenakan penghasil tambang berharga terbesar di Indonesia yaitu emas. Sedangkan Papua Barat disebabkan perekonomian yang tumbuh pesat namun memiliki penduduk yang masih sedikit. PDRB perkapita terendah dimiliki oleh Provinsi Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur dengan 4,81 dan 5,23 juta rupiah. Hal ini dikarenakan pada Maluku Utara masih merupakan provinsi baru dengan kondisi yang rentan secara politis namun masih dapat berkembang. Sedangkan Nusa Tenggara Timur memang daerah yang sangat tandus dan minim sumber daya alam yang bisa dikembangkan serta memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap daerah sekitarnya.

PDRB dengan pendekatan produksi terbagi atas 9 sektor/lapangan usaha sehingga dapat diketahui sektor ekonomi mana yang berperan besar dalam suatu daerah. Dengan kata lain dapat digunakan untuk melihat struktur perekonomian dan pergeseran/transformasi struktural apabila secara series. Namun pada wilayah

timur Indonesia tidak terjadi pergeseran struktur perekonomian pada tahun 2005 hingga 2009.

Pada tahun 2005 hingga 2009, perekonomian KTI didominasi oleh sektor primer yaitu pertanian dan pertambangan serta penggalian. Wilayah KTI sesungguhnya memang memiliki potensi yang berbasis sumber daya alam seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, wisata bahari dan pertambangan serta penggalian. Kontribusi dari tiap sektor tidak banyak berubah, hanya terjadi peningkatan kontribusi yang cukup besar pada sektor jasa-jasa dua tahun terakhir seperti terlihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Kontribusi Sektor Terhadap PDRB KTI Tahun 2005-2009.

Pada tahun 2009, daerah/provinsi di KTI masih memiliki basis perekonomian di sektor primer yaitu pertanian dan pertambangan. Hanya 2 provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat dan Papua yang memiliki sektor pertambangan terbesar yaitu 31,10 dan 62,76 persen terhadap PDRB daerah mereka masing-masing yaitu pertambangan gas bumi dan emas. Sedangkan daerah/provinsi lainnya memiliki peranan terbesar pada pertanian, rata-rata 33,48 persen. Walaupun memiliki basis perekonomian yang hampir sama, namun pada dasarnya tiap provinsi mempunyai pola distribusi sektor yang berbeda-beda. Hal

ini berarti sebagian besar provinsi mempunyai spesialisasi yang berbeda-beda. Perbedaan ini lebih banyak disebabkaan karena perbedaan faktor endowment.

Provinsi yang memiliki kontribusi sektor industri pengolahan terbesar adalah Papua Barat, Maluku Utara dan Sulawesi Selatan yang masing-masing sebesar 24,39; 13,01; dan 12,53 persen terhadap total PDRB. Papua Barat dengan industri pengolahan hasil laut yaitu udang, kepiting, rajungan, cumi-cumi, sotong yang dipasarkan dalam bentuk segar atau dikeringkan melalui proses penggaraman, pengasapan, pembekuan, pengalengan dan proses lainnya. Begitupun dengan Maluku Utara. Sedangkan pada Sulawesi Selatan memiliki industri pengolahan yang cukup tinggi yaitu dari pengolahan padi dan kakao. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Kontribusi Sektor Menurut Provinsi Tahun 2009

(Persen) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sulawesi Utara 18.87 4.27 8.07 0.82 17.63 16.67 11.48 5.75 16.45 Sulawesi Tengah 40.45 5.03 7.79 0.66 6.41 11.74 7.09 4.62 16.21 Sulawesi Selatan 27.98 5.51 12.53 0.95 5.39 16.71 7.96 6.25 16.72 Sulawesi Tenggara 35.02 4.28 6.43 0.93 7.72 17.45 9.26 5.30 13.61 Gorontalo 29.59 1.15 4.87 0.55 6.94 10.31 8.88 10.19 27.52 Sulawesi Barat 48.39 0.78 7.12 0.43 4.64 13.06 2.73 5.50 17.34 Nusa Tenggara Barat 21.33 31.10 3.66 0.45 7.04 13.69 7.45 4.61 10.68 Nusa Tenggara Timur 39.62 1.31 1.55 0.40 6.95 16.10 5.97 3.97 24.13 Maluku 33.04 0.74 4.76 0.56 1.33 28.51 9.05 4.72 17.28 Maluku Utara 37.35 4.98 13.01 0.60 2.73 22.89 8.00 3.70 6.75 Papua Barat 24.52 13.24 24.39 0.51 9.81 9.99 7.28 2.40 7.86 Papua 10.13 62.76 1.61 0.16 6.73 5.21 5.02 2.46 5.91 PDRB KTI 26.11 18.42 7.60 0.62 7.33 13.66 7.45 4.81 14.01 Lapangan Usaha Provinsi

Keterangan: (1) Pertanian, (2) Pertambangan & Penggalian, (3) Industri Pengolahan , (4) Listrik, Gas & Air Bersih, (5) Bangunan, (6) Perdagangan, Hotel & Restoran, (7) Pengangkutan & Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan, (9) Jasa-Jasa

Sumber: PDRB 2009, BPS (diolah)