• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pelabuhan Air Bangis pada awalnya hanyalah pelabuhan sederhana untuk bertambatnya kapal-kapal atau sampan penduduk yang ingin berlayar ke daerah hinterland melalui Sungai Air Bangis dan Sungai Sikabau. Pelabuhan Air Bangis dalam periode abad XVII hingga abad XIX berada dalam beberapa kekuasaan asing. Aceh merupakan penguasa pertama yang menerapkan sistem monopoli dagang di wilayah ini yang dijalankan oleh seorang wakil raja Aceh atau syahbandar. Untuk mengikat wilayah vasalnya ini, Aceh melakukan kerjasama dengan penghulu-penghulu kampung yang biasanya diikat dengan perkawinan politik. Sistem monopoli yang diberlakukan Aceh di Pelabuhan Air Bangis yaitu dengan mengendalikan seluruh perdagangan lada dan emas wilayah ini dan menjualnya ke pasar-pasar Aceh.

Selain Aceh, wilayah Air Bangis juga dipengaruhi bangsa Eropa yang mulai berlayar di wilayah ini. Armada dagang Eropa pertama yang melakukan kontak dagang dengan penduduk Air Bangis adalah VOC. Pertengahan abad XVII, VOC melakukan propaganda di pelabuhan dan mengusir orang Aceh dari wilayah ini. Kehadiran VOC di Pelabuhan Air Bangis tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dilakukan Aceh pada wilayah ini, yakni mengincar lada dan emas dari daerah hinterland kawasan tersebut, dan VOC juga menerapkan sistem perdagangan yang sifatnya monopolistis. Namun kekuasaan VOC juga tidak bertahan lama di wilayah

125

ini seiring pergolakan politik yang terjadi Eropa. Wilayah dagang VOC akhirnya diambil alih oleh Inggris, termasuk Pelabuhan Air Bangis. Sistem perdagangan yang diterapkan Inggris berbeda dengan penguasa sebelumnya, yaitu Inggris menjadikan wilayah yang baru dikuasainya sebagai tempat pemasaran produk-produk industrinya. Memasuki abad XIX, pergolakan politik di Eropa mulai membaik, Inggris pun pada akhirnya mengembalikan wilayah-wilayah yang dahulu milik VOC kepada Pemerintah Belanda dengan beberapa perjanjian.

Berkuasanya kembali Pemerintah Belanda tentulah membawa berbagai dampak baru bagi negeri ini, karena kebijakan-kebijakan yang diberlakukan Pemerintah Belanda masih bersifat monopolistis. Seperti kekuasaan Belanda di Pelabuhan Air Bangis, sistem monopoli perdagangan yang diberlakukan di wilayah ini memicu konflik dengan gerakan Paderi. Namun pada pertengahan awal abad XIX, Pemerintah Belanda mulai memberlakukan sistem perdagangan bebas, dan Pelabuhan Air Bangis merupakan salah satu pelabuhan yang dibuka untuk perdagangan skala besar. Kebijakan ini tentu memberi angin segar bagi perkembangan pelabuhan. Pemerintah Belanda akhirnya melengkapi sarana dan prasarana pelabuhan untuk menampung aktivitas perdagangan dan pelayaran. Pelabuhan ini kemudian difungsikan sebagai pelabuhan untuk ekspor-impor dari dan ke berbagai negeri tujuan di dunia.

Hasil ekspor utama dari Pelabuhan Air Bangis adalah hasil bumi dan pertanian. Sebelum abad XIX komoditas ekspor utama berupa emas, hasil hutan (diantaranya rotan, kapur barus, kemenyan, damar) dan hasil pertanian seperti lada.

126

Setelah perkembangan pelabuhan di abad XIX terjadi perubahan beberapa komoditas ekspor utama wilayah ini seperti kopi, baik itu kopi perkebunan pemerintah maupun kopi rakyat dan kopra.

Pelabuhan Air Bangis sebagai pelabuhan yang dibuka untuk arus perdagangan skala besar tentu saja memiliki peran bagi wilayah-wilayah di sekitarnya. Peran ini bisa terlihat dalam aktivitas ekspor-impor di pelabuhan, seperti tempat pengumpulan komoditi-komoditi dari sekitar wilayah pelabuhan sebelum dilakukan pengiriman. Selain itu wilayah ini juga pernah berperan sebagai pusat ekonomi dan politik Belanda untuk kawasan utara Pantai Barat Sumatera dengan menjadikan wilayah ini sebagai ibu kota Keresidenan Air Bangis.

Memasuki akhir abad XIX peranan Pelabuhan Air Bangis dalam kegiatan ekspor-impor mulai menurun. Banyak hal yang menjadi dasar kemunduran Pelabuhan Air Bangis ini diantaranya, keberhasilan perluasan wilayah ke utara (Tapanuli) telah menjadikan Pelabuhan Sibolga sebagai pusat ekonomi dan politik yang baru di kawasan utara Pantai Barat Sumatera, berjangkitnya penyakit Malaria membuat para pedagang meninggalkan wilayah ini, penerapan pajak yang terus meningkat membuat pedagang asing enggan berlayar di kawasan Pantai Barat Sumatera, termasuk di wilayah Air Bangis, saling terhubungnya akses jalan di daerah hinterland membuat Belanda sibuk dengan wilayah baru ini, dan berkembangnya kawasan Pantai Timur Sumatera sebagai pusat ekonomi dan politik baru bagi Pemerintah Hindia Belanda telah mematikan banyak pelabuhan kecil di kawasan Pantai Barat Sumatera termasuk Pelabuhan Air Bangis.

127

6.2 Saran

Setidaknya studi yang penulis kerjakan ini telah menggambarkan peta jaringan perdagangan dan pelayaran dari dan ke Pelabuhan Air Bangis pada periode abad XIX, walaupun terdapat kekurangan di sana-sini. Penulis menyarankan agar kiranya pemerintah bekerjasama dengan instansi-instansi lain dan juga masyarakat guna menghimpun data-data tentang keberadaan dan aktivitas Pelabuhan Air Bangis agar bisa dilakukan pengkajian lebih dalam untuk ke depannya, sehingga dengan adanya kajian tersebut diharapkan dapat menganalisa struktur dan alur perdagangan dan pelayaran di Pelabuhan Air Bangis untuk mengembangkan Pelabuhan Air Bangis ke arah yang lebih maju dan modern.

Saran penulis mengenai Pelabuhan Air Bangis adalah agar pemerintah dan berbagai pihak dapat bekerjasama untuk mengembalikan peran yang dahulu telah dicapai Pelabuhan Air Bangis sebagai pusat kegiatan ekspor komoditi dari wilayah cakupannya. Saran penulis ini didasari kenyataan bahwa pada saat sekarang ini hampir di seluruh wilayah pasaman (wilayah Air Bangis sekarang ini masuk dalam administratif Kabupaten Pasaman Barat) menghasilkan komoditi kelapa sawit yang merupakan salah satu komoditas ekspor wilayah ini, sehingga diperlukan pelabuhan untuk mempercepat pengiriman komoditas ekspor ini. Pengembangan pelabuhan ini juga diharapkan untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakat pelabuhan yang selama ini jauh dari ketertinggalan.

128

BIBLIOGRAFI

A. Arsip dan Dokumen Resmi yang Dicetak

1. Arsip Daerah Sumatera Barat

- Senarai Arsip Nationaal Archief Belanda, No. 69 a, Biaya Transportasi Barang di Pelabuhan Pariaman, Tiku dan Air Bangis.

2. Arsip Nasional Republik Indonesia

Arsip Sumatra’s Westkust (Swk.):

- Swk., No. 1 b, Aankomende Brieven, Januari-Maret 1861.

- Swk., No. 123/3, Politieke Verslag van Residentie Tapanoeli, 1864.

- Swk., No. 125/3, Jaarlijksch Verslag van het Sumatra’s Westkust, 1819-1827. - Swk., No. 125/6, Algemeene VerslagSumatra’s Westkust 1837.

- Swk., No. 125/7, Algemeene Verslag van Ayer Bangies,1840.

- Swk., No, 126/13, Jaarlijksch Verslag van het Sumatra’s Westkust, 1856. - Swk., No. 127/1, Algemeene Verslag van Sumatra’s Westkust, 1857.

- Swk., No. 127/2, Algemeene Administratief Verslag der Residentie Padangsche Bovenlanden, 1857.

- Swk., No. 127/23, Administratief Verslag van Sumatra’s Westkust, 1865 (I). - Swk., No. 127/24, Administratief Verslag van Sumatra’s Westkust, 1865 (II). - Swk., No. 151/2, Vraagpunten over het Ayer Bangies, 1839.

- Swk., No. 152/1, Maandrapporten, 1853. - Swk., No. 152/2, Maandrapporten, 1854. - Swk., No. 152/5, Maandrapporten, 1857. - Swk., No. 152/6, Maandrapporten, 1858. - Swk., No. 152/7, Maandrapporten, 1859. - Swk., No. 152/9, Maandrapporten, 1861. - Swk., No. 152/10, Maandrapporten, 1862.

129

Algemene Secretarie: Grote Bundel Besluit 1891-1942, No. 2279. Algemene Secretarie: Grote Bundel Besluit 1891-1942, No. 1341.

Besluit van den Gouverneur-General van Nederlandsch-Indie van 29 November 1837.

Besluit van den Gouverneur-General van Nederlandsch-Indie van 4 Februari 1839, No. 1.

Besluit van den Gouverneur-General van Nederlandsch-Indie van 7 Desember 1842, No. 1.

Departement van Burgelijke Openbare Werken (BOW): Grote Bundel, 1854-1933, No. 2683.

Inventaris Arsip Financien, No. 706.

Kolonial Verslag van Nederlandsch Oost-Indie van 1878, Bijlage HHH, No. 60. Kolonial Verslag van Nederlandsch Oost-Indie van 1902, Bijlage A.

Regering-Almanak van Nederlandsch Indie (1830-1905). Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1825 No. 69. Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1841No. 40. Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1850 No. 47. Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1891, No. 63. Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1905 No. 418.

B. Jurnal, Artikel, Laporan, Disertasi dan Karya Leksikografi

Asnan, Gusti. 2012. “Persaingan di Pantai Barat Sumatra”, dalam Taufik Abdullah

dan A. B. Lapian (eds.). Indonesia Dalam Arus Sejarah: Kolonisasi dan Perlawanan, Jilid IV. Jakarta: P.T. Ichtiar Baru van Houve.

Damste, H. T. 1906. “Het Inlandsch Bestuur In de Onderafdeeling Ophir-Districten, Afdeeling Loeboeq-Sikaping, Residetie Padangsche Bovenlanden”, TBB, Vol. 1, No. 30.

130

Hasan, Ismael. 2009. “Sebuah Prolog: Mengenang Tuanku Imam Bonjol &

Menelusuri Kiprah Tuanku Rao”, dalam Marjohan (ed.), Gerakan Paderi,

Pahlawan, dan Dendam Sejarah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. Kathirithamby-Wells, J. 1969. “Achehnese Control over West Sumatra up to the

Treaty of Painan 1663”, JSEAH. X.

___________ . 1993. “Hulu-hilir Unity and Conflict: Malay Statecraft in East Sumatra before the Mid-Nineteenth Century”, in Archipel, Vol. 45.

Kielstra, E. B. 1887. “Onze Kennis van Sumatra’s Westkust, Omstreeks De Helft Der

Achttiende Eeuw”,BKI, Deel 36 d.

___________ . 1887. “Sumatra’s Westkust van 1819-1825”, BKI, Deel 36 a. ___________ . 1888. “Sumatra’s Westkust van 1826-1832”, BKI, Deel 37 a. ___________ . 1889. “Sumatra’s Westkust van 1833-1835, BKI, Deel 38 b.

Kroon, W. J. 1917. “De Invoering van Belastingen op Sumatra’s Westkust”, TBB,

Vol. 1, No. 51.

Nijhoff. 1874. “De Koffiekultuur Naar Aanleiding van de Jongste Officieele

Bescheiden”. Verslagen der Vergaderingen Indisch genootschap. No. 3.

Nur, Mhd. 2011. “Kota-kota Pelabuhan Nusantara dalam Perspektif Sejarah”, dalam

Ikahimsi. Edisi I No. 2 Juli-Desember.

Overzigt van den Handel en de Scheepvaart in de Nederlandsche Bezettingen in de Oost-Indie Buiten Java en Madura, over de Jaren 1846, 1847 en 1848. ‘s

-Gravenhage: Gebroders Giunta D’Albani, 1850.

___________ . over de Jaren 1849, 1850, 1851, 1852, en 1853. Batavia: Ter Lands-Drukkerij, 1857.

___________ . over de Jaren 1854, 1855 en 1856. ‘s-Gravenhage: Gebroders Giunta

D’Albani, 1858.

___________ . over de Jaren 1857, 1858 en 1859. Batavia: Ter Lands-Drukkerij, 1862.

___________ . over de Jaren 1860, 1861 en 1862. Batavia: Ter Lands-Drukkerij, 1864.

131

___________ . over de Jaren 1863 en 1864. Batavia: Ter Lands-Drukkerij, 1866. ___________ . over de Jaren 1865. Batavia: Ter Lands-Drukkerij, 1867.

___________ . over de Jaren 1866. Batavia: Ter Lands-Drukkerij, 1870. ___________ . over de Jaren 1867. Batavia: Ter Lands-Drukkerij, 1870. ___________ . over de Jaren 1868. Batavia: Ter Lands-Drukkerij, 1870.

Poelinggomang, Edward L. 1981. “Ptoteksi dan Perdagangan Bebas: Kajian tentang

Perdagangan Makasar pada Abad ke-19”, Disertasi, belum diterbitkan, Amsterdam: Vrije Universiteit.

Snapper, I. 1945. “Medical Contributions from the Netherlands Indies”, in Pieter

Honig and Frans Verdoom (eds.), Science and Scientists in the Netherlands Indies. New York: Board for the Netherlands Indies.

Verslag over de Burgerlijke Openbare Werken in Nederlansch-Indie over het jaar 1914. Weltevreden: Alberecht & Co., 1917.

Verslag van de Kleine Havens in Nederlandsch-Indie over jaar 1923. Weltevreden: Landsdrukkerij. 1925.

C. Buku-Buku

Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.

___________ . 1988. Padang Riwayatmu Dulu. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya Offset.

Asnan, Gusti. 2006. P emerintahan Daerah Sumatera Barat dari VOC hingga Reformasi. Yogyakarta: Citra Pustaka.

___________ . 2007. Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera. Jogjakarta: Ombak. Ball, John. 1984. Indonesia Legal History: British West Sumatra 1685-1825.

132

Blink, H. 1926. Opkomst en Ontwikkeling van Sumatra Als Economisch-Geographisch Gebied. ‘s-Gravenhage: Mouton & Co.

Bremen, Jan. 1997. Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatera Timur Pada Awal Abad ke-20. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.

Dobbin, Christine. 1992. Kebangkitan Islam dalam Ekonomi Petani yang Sedang Berubah: Sumatera Tengah, 1784-1847. Jakarta: INIS.

Drakard, Jane. 1990. A Malay Frontier Unity And Duality In A Sumatran Kingdom. New York: Cornell University Ithaca.

Encyclopedie van Nederlandsch-Indie, Deel I A-G. ‘s-Gravenhage-Leiden: Martinus Nijhoff-E.J. Brill, 1917.

Eschels-Kroon, Adolph. 1783. Beschryving van Het Eiland Sumatra, Inzonderheid Ten Aanzienvan Deszelfs Koophandel. Harlem: C. H. Bohn en Zoon. Gorkom, K. W. van. 1896. Koffie. Haarlem: De Erven Loosjes.

Gottchalk, Louis. 1985. Mengerti Sejarah, terjemahan dari Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI Press.

Hamka. 2008. Antara Fakta dan Khayal, Tuanku Rao. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Houven, A. Pruys van der. 1864. Een Woord Over Sumatra In Brieven Verzameld en Uitgegeven. Rotterdam: H. Nijgh.

Janssen, C.W. 1886. Die Hollandische Kolonialwirthschaft In den Battalandern. Strassburg: Karl J. Trubner.

Joustra, M. 1923. Minangkabau: Overzicht van Land, Geschiedenis en Volk. ‘s -Gravenhage: Martinus Nijhoff.

Kartodirdjo, Sartono, et.al. 1975. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kathirithamby-Wells, J. 1977. The British West Sumatran Presidency (1760-1785): Problems of Early Colonial Enterprise. Kuala Lumpur: Universiti Malaya.

133

Kemp, P. H. van der. 1894. Eene Bijdrage Tot E. B. Kielstra’s Opstellen Over

Sumatra’s Westkust. ‘s-Gravenhage: [s.n.].

___________ . 1894. Handboek tot de Kennis van ’s Jands Zout Middel in Nederlandsch Indie, Eeene Economisch Historische Studie. Batavia: G. Kolff & Co.

Kielstra, E. B. 1888. De Koffiecultuur ter Westkust van Sumatra. Leiden: E. J. Brill. Kok, Johannes Adrian. 1931. De Scheepvaartbescherming in Nederlandsch-Indie.

Leiden: Leidsche Uitgeversmaatschappij.

Kroeskamp, Hendrik. 1931. De Westkust en Mina ngkabau. Utrecht: Fa. Schotanus & Jens.

Kuntowijoyo.1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya. Lange, H. M. 1852. Het Nederlandsch Oost-Indisch Lager ter Westkust van Sumatra,

(1819-1845). ‘s-Hertogenbosch: Gebroeders Muller.

Lapian, Adrian B. 2008. Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17. Jakarta: Komunitas Bambu.

___________. 2011. Orang Laut Bajak Laut Raja Laut, Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX. Jakarta: Komunitas Bambu.

Lombard, Denys. 2014. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Mansoer, M. D., dkk. 1970. Sedjarah Minangkabau. Djakarta: Bhatara.

Mansvelt, W. M. F. 1926. Geschiedenis van de Nederlansch Handel-Maatschappij (1824-1924): Uitgegeven ter Gelegenheid van het Honderdjarig Bestaan. Deel II. Haarlem: John Enschede.

Marsden, William. 2013. Sejarah Sumatra, Jakarta: Komunitas Bambu.

Muller, S. & L. Horner. 1855. Reizen en onderzoekingen in Sumatra, Gedaan Op Last der Nederlandsche Indische Regering, Tusschen de Jaren 1833 en 1838.‘s-Gravenhage: K. Fuhri.

Nur, M., dkk. 2004. Dinamika Pelabuhan Air Bangis dalam Lintasan Sejarah Lokal Pasaman Barat. Padang: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.

134

Osthoff, H. L. 1840. Beschrijving van Het Voorwater Langs De Westkust van Sumatra Tusschen Padang en Tapanoly, Behoorende Bij De Kaart Opgenomen 1834-1838. Batavia: Lands-Drukkerij.

___________ . 1851. Topograpische Schetsen van Sumatra. Batavia: [s.n.].

Parlindungan, Mangaradja Onggang. 2007. Pongkinangolngolan Sinambela Gelar Tuanku Rao, Teror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak, 1816-1833. Yogyakarta: LkiS.

Pelzer, Karl J. 1985. Toean Keboen dan P etani, Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria. Jakarta: Sinar Harapan.

Pires, Tome. 2014. Suma Oriental: Perjalanan Dari Laut Merah Ke China & Buku Francisco Rodrigus. Yogyakarta: Ombak.

Radermacher, J. C. M. 1781. Beschryving van het Eiland Sumatra, In Zo Verre het Zelve Nog Toe Bekend Is. [s.l.] : [s.n].

Said, Muhammad. 1961. Tokoh Singamangaradja XII. Medan: Waspada.

Schoute, D. 1934. Geneeskunde in Nederlandsche-Indie Gedurende de Negentiende Eeuw. Batavia: G. Kolff.

Sulistiyono, Singgih Tri. 2003. Java Sea Network: Patterns In The Development Of Interregional Shipping And Trade In The Process Of National Economic Integration In Indonesia 1870s-1970s. Amsterdam: Vrij University Amsterdam.

__ . 2004. Pengantar Sejarah Maritim Indonesia. Jakarta: DIKTI-DEPDIKNAS.

Teenstra, M. D. 1852. Beknopte Beschrijving van de Nederlandsch Overzeesche Bezittingen, Tweede Stuk. Groningen: J. Omskens & J. Zoon.

Teijsmann, J. E. 1857. Dagverhaal Eener Botanischereis over de Westkust van Sumatra. Batavia: [s.n].

Triatmodjo, Bambang. 1992. Pelabuhan. Jakarta: Beta Offset.

Vlekke, Bernard H. M. 1965. Nusantara, A History of Indonesia. The Hague: W. van Hoeve.

135

Vriese, W. H. De. 1851. De Kamferboom van Sumatra. Leiden: H. R. De Bruek.

D. Sumber Foto

Arsip KITLV Leiden, Colllection KITLV, Digital Image Library. diakses dari www.kitlv.nl.

UB Utrecht-Ackersdijck 173 (DK26-11), 1842, 04. diakses dari www.commonswikimedia.org.

136 LAMPIRAN I.

FOTO-FOTO DAERAH HINTERLAND AIR BANGIS.

Desa di Rao, Tahun 1890.

Sumber: Arsip KITLV Leiden, Colllection KITLV, Digital Image Library. (diakses dari www.kitlv.nl)

Rumah Kediaman Controleur di Rao, Tahun 1890.

Sumber: Arsip KITLV Leiden, Colllection KITLV, Digital Image Library. (diakses dari www.kitlv.nl)

137

Rumah di Lubuak Gadang, Rao Sekitar Tahun 1877-1879.

Sumber: Arsip KITLV Leiden, Colllection KITLV, Digital Image Library. (diakses dari www.kitlv.nl)

Desa Simpang Empat, Tahun 1900.

Sumber: Arsip KITLV Leiden, Colllection KITLV, Digital Image Library. (diakses dari www.kitlv.nl)

138

Kota Lubuk Sikaping, Tahun 1900.

Sumber: Arsip KITLV Leiden, Colllection KITLV, Digital Image Library. (diakses dari www.kitlv.nl)

Desa Kinali, Tahun 1890.

Sumber: Arsip KITLV Leiden, Colllection KITLV, Digital Image Library. (diakses dari www.kitlv.nl)

139

Desa Muara Sipongi, Tahun 1895.

Sumber: Arsip KITLV Leiden, Colllection KITLV, Digital Image Library. (diakses dari www.kitlv.nl)

Gudang Kopi di Muara Sipongi, Tahun 1895.

Sumber: Arsip KITLV Leiden, Colllection KITLV, Digital Image Library. (diakses dari www.kitlv.nl)

140 LAMPIRAN II.

PETA RESIDENTIE AIR BANGIS DALAM GOUVERNEMENT SUMATRA’S WESTKUST, 1837.

141 LAMPIRAN III.

ARSIP SUMATRA’S WESTKUTS, NO. 151/2, 1839.

(“Vraagpunten over het Ayer Bangies” {Perdebatan Mengenai Pembukaan

146

Sumber: Arsip Sumatera’s Westkust (Swk.), No. 151/2, Vraagpunten over het Ayer Bangies, 1839.

147 LAMPIRAN IV.

BESLUIT 04 FEBRUARI 1839, NO. 1.

(Keputusan Gubernur Jendral Sumatra’s Westkust tentang penutupan Pelabuhan Natal dengan membuka Pelabuhan Air Bangis untuk perdagangan besar).

162

Sumber: Arsip, Besluit van den Gouverneur -General van Nederlandsch-Indie van 04 Februari 1839, No. 1, ANRI.

163 LAMPIRAN V.

STAATSBLAD VAN NEDERLANDSCH-INDIE, 1841 No. 40.

164

165 LAMPIRAN VI.

RUTE PELAYARAN KPM DI SUMATERA, JAWA, DAN KALIMANTAN.