• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Metode Penelitian

1.5 Metode Penelitian

Setiap penelitian diwajibkan menggunakan metode, terutama metode penelitian. Metode penelitian adalah suatu cara atau aturan yang sistematis yang digunakan sebagai proses untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip untuk mencari kebenaran dari sebuah permasalahan. Dalam menulis peristiwa sejarah pada masa lampau yang direalisasikan dalam bentuk penulisan sejarah (historiografi), tentu harus menggunakan metode sejarah. Metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan jejak-jejak peninggalan sejarah.6 Dalam penerapannya, metode sejarah menggunakan empat tahapan pokok, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

Tahap pertama adalah heuristik merupakan proses mengumpulkan dan menemukan sumber-sumber yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Metode yang dilakukan dalam heuristik adalah studi arsip, dan studi pustaka. Dalam pengumpulan arsip-arsip tentang Pelabuhan Air Bangis, penulis telah mengunjungi Badan Arsip Daerah Sumatera Barat di Kota Padang dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jakarta. Dalam melakukan studi pustaka penulis juga telah mengunjungi Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Tengku Lukman Sinar di Medan, Perpustakaan Universitas Negeri Padang, Perpustakaan Daerah Sumatera Barat, dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta.

6 Louis Gottchalk, Mengerti Sejarah, terjemahan dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985, hal. 39.

13

Proses heuristik awal dilakukan di Kota Padang, Sumatera Barat pada tanggal 25 Januari 2015 – 30 Januari 2015. Hal pertama yang penulis lakukan di Kota Padang yaitu mengunjungi Badan Arsip Daerah Sumatera Barat. Arsip-arsip yang tersedia tergolong sedikit, karena telah banyak arsip daerah ini yang dibawa ke badan pengelola arsip di Jakarta. Dalam studi arsip di Padang, penulis berhasil menemukan beberapa arsip yang berkaitan dengan penelitian. Salah satu arsip ini adalah Senarai Arsip Nationaal Archief Belanda, No. 69 a. Adapun keterkaitan arsip ini dengan penelitian yaitu penulis mendapatkan anggaran biaya-biaya (transportasi) dan pajak yang diberlakukan di Pelabuhan Air Bangis.

Selain mengunjungi badan arsip, penulis juga mengunjungi Perpustakaan Daerah Sumatera Barat dan Perpustakaan Universitas Negeri Padang untuk mencari sumber-sumber sekunder yang kiranya bisa dijadikan sebagai daftar referensi, namun sumber-sumber yang penulis cari di kedua perpustakaan ini tidak diketemukan sumber-sumber yang dapat mendukung penelitian penulis.

Tahap berikutnya dalam heuristik, adalah mengunjungi badan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Pusnas RI) yang berada di Jakarta. Penulis melakukan penelitian di Jakarta selama 15 hari yang dimulai pertengahan bulan April 2015. Adapun proses pertama yang penulis jalani selama pengumpulan sumber di Jakarta yaitu mencari sumber-sumber arsip di ANRI.

Hal pertama yang penulis kumpulkan adalah arsip-arsip dari Inventaris Arsip

14

seperti Swk., No. 151/2, Vraagpunten over het Ayer Bangies, 1839, yang isinya menggambarkan perdebatan mengenai pemilihan wilayah Air Bangis sebagai pelabuhan dagang skala besar di bagian utara Pantai Barat Sumatera. Arsip lainnya seperti Swk. 125/7 tentang laporan umum Air Bangis, Swk. 125/6 tentang laporan umum Sumatra’s Westkust, dan inventaris Swk. lainnya seperti laporan tahunan, laporan politik, laporan bulanan, laporan administratif Sumatra’s Westkust dan Tapanuli dengan kisaran waktu antara tahun 1853 sampai 1865.

Selain arsip dari inventaris Swk. penulis juga menemukan beberapa besluit seperti Besluit van den Gouverneur-General van Nederlandsch-Indie van 4 Februari 1839, No. 1. Adapun isi dari besluit ini adalah Pembukaan Pelabuhan Air Bangis sebagai pelabuhan yang melayani perdagangan besar dengan menutup Pelabuhan Natal. Penulis juga menemukan arsip Algemene Secretarie: Grote Bundel Besluit 1891-1942, No. 1341, di dalam arsip ini ada rute jalan-jalan yang dibuat Pemerintah Hindia Belanda dari Air Bangis ke daerah hinterland. Selain itu ada juga arsip Departement van Burgelijke Openbare Werken (BOW), Kolonial Verslag van Nederlandsch Oost-Indie, dan Staatsblad van Nederlandsch-Indie dari beberapa tahun dan nomor. Di perpustakaan nasional penulis juga mendapat banyak referensi buku dan jurnal dalam kategori langka. Adapun referensi yang penulis kumpulkan rata-rata terbitan abad XIX.

Tahap heuristik selanjutnya penulis lakukan di Kota Medan. Selain Perpustakaan Universitas Sumatera Utara yang menyediakan buku-buku sekunder, penulis juga mengunjungi Perpustakaan Tengku Lukman Sinar. Di perpustakaan yang

15

terakhir ini penulis menemukan beberapa jurnal yang penulis tidak dapatkan di Perpustakaan Nasional Jakarta, seperti karya E. B. Kielstra, Sumatra’s Westkust dari tahun 1825-1835 yang terdiri dari beberapa tahun terbit dalam jurnal BKI.

Dalam penelusuran sumber-sumber lainnya penulis juga mendapatkan dokumen dan buku elektronik dari koleksi Perpustakaan KITLV-Leiden yang dapat diakses melalui laman www.kitlv.nl. Sumber-sumber ini banyak penulis pakai karena sejaman dengan temporal penelitian. Sumber-sumber ini seperti Overzigt van den Handel en de Scheepvaart in de Nederlandsche Bezettingen in de Oost-Indie Buiten Java en Madura (dari tahun 1846-1868); M. D. Teenstra, Beknopte Beschrijving van de Nederlandsch Overzeesche Bezittingen, dan lain sebagainya.

Setelah pengumpulan sumber, maka tahap selanjutnya adalah kritik sumber, baik secara intern dan ekstern. Kritik ekstern dilakukan untuk menguji sumber guna mengetahui otentisitas sumber. Dalam hal ini kritik menyangkut arsip atau dokumen dengan cara memilah apakah dokumen itu diperlukan atau tidak serta menganalisis apakah dokumen yang telah dikumpulkan asli atau tidak dengan mengamati tulisan, gaya bahasa, ejaan maupun jenis kertas yang digunakan. Kritik intern merupakan suatu langkah untuk menilai isi dari sumber-sumber yang telah dikumpulkan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kredibilitas sumber atau kebenaran isi dari sumber tersebut.7 Proses kritik sumber ini dilakukan seiring dengan proses menerjemahkan, karena sebagian besar sumber primer berbahasa asing seperti bahasa

7 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hal. 99-100.