• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kesimpulan

Situasi pemicu problem penyesuaian diri dalam konteks relasi

dengan anggota keluarga yang paling sering dialami siswa tunarungu yaitu

sensitivitas yang berlebihan ketika bercakap-cakap. Ketika orang tua menegur

dengan menampilkan wajah masam siswa tunarungu memandang sikap

tersebut sebagai bentuk kemarahan orang tua. Orang tua juga sering tidak

menyadari bahwa siswa tunarungu hanya dapat memahami pembicaraan

dalam posisi bercakap-cakap yang saling berhadapan. Hal ini membuat siswa

tunarungu merasa tidak diperhatikan ketika berbicara dengan orang tua.

Sensisitivitas yang terlalu berlebih ketika tidak dilibatkan dalam suatu

kegiatan bersama-sama juga membuat saudara kandung dipandang sering

menumpahkan kemarahan terhadap siswa tunarungu.

Situasi pemicu problem penyesuaian diri terhadap komunikasi yang

sering dialami siswa tunarungu yaitu ketika mencoba memahami ucapan yang

dianggap terlalu cepat. Siswa tunarungu tidak dapat menangkap setiap gerak

bibir yang diucapkan orang normal karena gerak bibir mereka yang terbiasa

berbicara dengan nada cepat. Siswa tunarungu juga merasa kesulitan

menerima informasi dalam bentuk penyampaian menggunakan bahasa Inggris

karena tidak biasa menggunakan bahasa lain selain bahasa Indonesia. Selain

tunarungu merasa kesulitan dalam merumuskan kata yang hendak

disampaikan dalam bentuk tulisan.

Individu tunarungu mengalami keterbatasan kosakata. Mereka

dengan mudah meniru menggunakan kata yang diterima tanpa mengetahui

makna sesungguhnya., sementara tidak semua siswa tunarungu memiliki

pemahaman yang sama pada kata tersebut. Maka ketika teman sesama

tunarungu mengatakan suatu kata yang ditangkap sebagai makna yang kasar

maka siswa tunarungu akan dengan mudah merasa hatinya terluka. Hal ini

menjadi situasi pemicu problem penyesuaian diri yang sering dialami dalam

bergaul dengan sesama tunarungu. Siswa tunarungu sering merasa rendah diri

berada di lingkungan berpendengaran normal karena khawatir dijauhi. Siswa

tunarungu menduga orang berpendengaran normal memandang cara siswa

tunarungu berkomunikasi sebagai sesuatu yang tidak lazim. Siswa tunarungu

banyak mengalami pergulatan batin sehingga sering menutupi kekurangannya

dengan bersikap seolah-olah dirinya hebat. Hal tersebut dipandang sebagai

tindakan yang menyombongkan diri oleh sesama tunarungu lain yang merasa

lebih buruk darinya.

Keterbatasan konsep dan pemahaman abstrak membuat saat-saat

ketika mempelajari pelajaran Bahasa Inggris dan Matematika menjadi situasi

yang paling sering memicu problem penyesuaian diri dalam bidang akademik.

Situasi lain yang sering menjadi pemicu problem penyesuaian diri adalah

keterbatasan kosakata sehingga siswa tunarungu tidak memahami maksud

pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Kondisi psikis labil dan terlalu sensitif membuat siswa tunarungu

mudah merasa terancam oleh teman-teman yang sering mengganggu. Situasi

ini menjadi salah satu pemicu problem penyesuaian emosi yang sering

dialami. Selain itu ketegangan yang terlalu tinggi membuat siswa tunarungu

mudah merasa ketakutan karena membayangkan makhluk halus mengerikan.

Siswa tunarungu mudah merasa curiga, oleh karena itu ketika dirinya tidak

ikut dilibatkan melakukan sesuatu bersama teman-temannya siswa tunarungu

merasa dikhianati oleh teman-temannya.

A. Saran

1. Bagi Sekolah

Pihak sekolah sebaiknya memperhatikan motivasi para guru dalam

mengajar dengan memberikan pelatihan dan evaluasi secara teratur

sehingga metode maternal reflektif dapat dietrapkan secara nyata dan tepat

kepada siswa tunarungu. Selain itu, pihak sekolah perlu memberikan

aturan yang tegas kepada siswa tunarungu untuk rajin menggunakan alat

bantu dengar yang mereka miliki guna menunjang kemampuan mereka

berkomunikasi yang menjadi masalah utama siswa tunarungu. selain itu

untuk mengatasi masalah kekurangmampuan berinteraksi dengan orang

normal, siswa tunarungu perlu lebih sering melaksanakan kegiatan di

tempat umum di luar sekolah yang melibatkan masyarakat luas sehingga

orang. Kesulitan membaca dalam bahasa Inggris dapat diminimalisir

dengan penerapan hari berbahasa Inggris minimal satu hari dalam

seminggu. Walaupun, pada awalnya mereka akan mengalami banyak

kendala namun program ini akan melatih mereka berkenalan dengan

bahasa Inggris.

2. Bagi Orang tua

Orang tua perlu menjaga kontak mata dan posisi tubuh yang

berhadapan ketika berbicara untuk menghindari kesalahpahaman siswa

tunarungu menangkap maksud pembicaraan orang tua. Sejak kecil

anak-anak perlu ditanamkan sikap saling menghargai, dengan cara memberikan

contoh perlakuan yang adil dan tidak pilih kasih. Orang tua perlu

membangun kebiasaan berkumpul keluarga bersama anak-anak dalam

momen tertentu setiap hari dan melibatkan siswa tunarungu dalam

pembicaraan untuk membangun ikatan yang kuat satu sama lain, terutama

membuat siswa tunarungu merasa dibutuhkan.

Orang tua perlu mendukung kontinyuitas pelaksanaan program dari

sekolah dengan menerapkan pola pengajaran yang sama. Untuk mengatasi

problem penyesuaian diri dalam bidang akademik, orang tua perlu

membantu mendampingi dan menerangkan pelajaran yang dianggap sulit

bagi siswa tunarungu setiap hari. Untuk mengatasi kegagalan penyesuaian

diri terhadap emosi, orang tua perlu menerapkan pola didik yang penuh

tunarungu yang salah, terapkan pilihan yang mengandung konsekuensi

sehingga siswa tunarungu dapat belajar menjadi pribadi yang berkembang.

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Peneliti perlu melaksanakan orientasi kancah penelitian dalam

waktu yang relatif panjang untuk mendapatkan gambaran situasi dan

kondisi siswa tunarungu seakurat mungkin. Untuk melaksanakan survei

dengan jumlah responden yang jumlahnya tidak sedikit, peneliti perlu

meminta bantuan peneliti lain untuk membantu mengumpulkan data baik

berupa wawancara maupun observasi. Pada penelitian selanjutnya akan

lebih baik jika peneliti merancang sebuah metode kongkrit untuk

mengatasi situasi pemicu problem penyesuaian diri yang telah