• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

pada Putusan Nomor 1749/Pdt.G/2018/PA.Tbn dan No.

83/Pdt.G/2019/PTA.Sby. Majelis Hakim Tingkat Pertama menyatakan dalam putusan bahwa dalam pertimbangannya, hakim menolak untuk memberikan permohonan izin poligami karena pemohon tidak memenuhi memenuhi semua persyaratan komulatif yang terdapat dalam pasal 5 UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa hakim dapat mengabulkan permohonan izin poligami jika semua syarat komulatif terpenuhi. Sedangkan Hakim Tingkat Banding dalam pertimbangan hukumnya memutuskan bahwa dengan terpenuhinya salah satu syarat alternatif maka permohonan izin poligami dapat dikabulkan tanpa melihat syarat komulatif pemohon. Dalam pertimbangan hukumnya hakim menggunakan kaidah

v

ushul fiqh yang sama yakni “Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada mengambil kemaslahatan”.

Perbedaan pertimbangan hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama dan Majelis Hakim Tingkat Banding hanya terletak pada perbedaan memahami syarat alternatif dan syarat komulatif permohonan izin poligami. Majelis hakim Tingkat Pertama berijtihad bahwa seseorang yang ingin berpoligami harus memenuhi salah satu syarat alternatif dan memenuhi semua syarat komulatif. Sedangakan Majelis Hakim tingkat Banding berijtihad bahwa untuk melakukan poligami cukup memenuhi salah satu syarat alternatif atau memenuhi syarat komulatif.

Kata Kunci : Poligami, Hasrat Libido Tinggi, Putusan Hakim.

Pembimbing : Ali Mansur, M.A.

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini digunakan untuk beberapa istilah Arab yang belum dapat diakui sebagai kata dalam bahasa Indonesia atau lingkup penggunaannya masih terbatas.

a. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا tidak dilambangkan

ب B be

ت T te

ث Ts te dan es

ج J je

ح H ha dengan garis bawah

خ Kh ka dan ha د d de ذ dz de dan zet ر r er ز z zet س s es ش sy es dan ye

ص s es dengan garis bawah

ض d de dengan garis bawah

ط t te dengan garis bawah

vii

ع ‘ koma terbalik di atas hadap

kanan غ gh ge dan ha ف f ef ق q qo ك k ka ل l ef م m em ن n en و w we ه h ha ء ` apostrof ي y ya b. Vokal

Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia, memiliki vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﹷ a fathah

ﹻ i kasrah

ﹹ u dammah

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

viii ﹷ ي ai a dan i ﹷ و au a dan u c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ا Â a dengan topi di atas

ي Î i dengan topi di atas

و Û u dengan topi di atas

d. Kata Sandang

Kata sandang, dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan lam (لا), dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah atau huruf qamariyyah, misalnya:

داهتجلاا = al-ijtihâd

ةصخرلا =al-rukhsah, bukan ar-rukhsah

e. Tasydîd (Syaddah)

Dalam alih aksara, tasydîd atau syaddah dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: ةعفشلا = al-syufah, tidak ditulis asy-syuf’ah

ix f. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 ةعيرش syarî’ah

2 ةيملاسلإا ةعيرشلا Al-syarî’ah al-islâmiyyah

3 بهاذملا ةنراقم Muqaranat al-madzâhib

g. Ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan

Huruf kapital tidak dikenal dalam tulisan Arab. Tetapi dalam transliterasi huruf ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diketahui bahwa jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh: يراخبلا= al-Bukhâri, tidak ditulis Al-Bukhâri.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kata nama tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Din al-Rânîri.

x

Setiap kata, baik kata kerja (fi’il), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

No Kata Arab Alih Aksara

1 تاروظحملا حيبت ةرورضلا al-darûrah tubîhu al-mahzûrat

2 يملاسلإا داصتقلاا al-iqtisad al-islâmî

3 هقفلا لوصأ usûl al-fiqh

4 ةحابلإا ءايشلأا يف لصلأا al-asl fî al-asyyâ` al-ibâhah

5 ةلسرملا ةحلصملا al-maslahah al-mursalah

xi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam, Allah SWT. Sebuah kesyukuran yang mendalam atas segala nikmat, ma’unah, hidayah serta karunia Allah kepada kita semua khususnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan Judul “Hasrat Libido Tinggi Sebagai Alasan Izin Poligami (Studi Putusan Nomor 1749/Pdt.G/2018/PA.Tbn dan No. 83/Pdt.G/2019/PTA.Sby). Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa ummatnya menuju jalan yang lurus dan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Penulis amat terharu, bersyukur dan gembira sekali, karena telah menyelesaikan tugas akhir dalam jenjang pendidikan S1 ini, sehingga bisa memperoleh gelar Sarjana Hukum lulusan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis juga meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila skripsi ini kurang berkenan bagi para pembaca, karena penulis menyadari bahwa skripsi penulis jauh dari kata kesempurnaan. Perlu diketahui bahwa selama penulis masih di bangku perkuliahan sampai pada tahap akhir ini yakni penulisan skripsi, penulis mendapatkan banyak pendidikan, arahan, bantuan, masukan, serta dukungan yang luar biasa dari para pihak, oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis, ayahku tercinta, dan ibuku tersayang, terima kasih atas kasih sayangmu yang tiada tara, pengertianmu yang sangat membuatku bahagia, doa-doamu tiap malam, dukunganmu yang luar biasa ketika Ananda sedang jatuh terpuruk, serta didikanmu selama ini, sehingga karena kalian berdualah Ananda terinspirasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

xii

2. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berikut para wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

4. Dr. Hj. Mesraini, S.H., M.Ag., selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Ahmad Chairul Hadi, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum, atas jasa-jasa beliau berdualah yang membuat penulis bersemangat untuk menjadi mahasiswa yang unggul dan bermanfaat, selalu mendukung penulis di tengah-tengah

kesibukannya serta memotivasi penulis untuk secepatnya

memyelesaikan penyusunan skripsi ini.

5. Dr. H. Muchtar Ali, M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik yang tak kenal lelah membimbing penulis serta mendampingi penulis dengan penuh keikhlasan dan kesabaran sampai pada tahap semester akhir di Fakultas Syariah dan Hukum tercinta ini, yang telah memberikan masukan, kritikan, dan saran-saran yang bermanfaat kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Ali Mansur, M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis, yang selalu membimbing penulis dengan penuh kesabaran di tengah kesibukan yang beliau hadapi, memberikan arahan serta masukan yang sangat positif untuk perumusan dan penyusunan skripsi ini, sehingga merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis karena telah dibimbing oleh orang hebat seperti beliau.

7. Kepada Keluarga Besar Ikatan Remaja Masjid Ar-Rahman yang selalu menyemangati penulis dan mengingatkan penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya khususnya dukungan untuk pembuatan skripsi ini.

xiii

8. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah mendidik penulis dan memberikan keilmuannya sehingga skripsi ini dapat tuntas.

9. Keluarga Besar Purworejo yang sangat penulis cintai dan penulis banggakan.

10. Serta Sahabat-Sahabat terbaik, khususnya Ahmad Said Fandi, Mizhfaar Alawiy, Luthfi Abdul Latif, Ichsan dan sahabat-sahabat penulis lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang semuanya telah mendukung serta memberikan semangat kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas jasa-jasa mereka, kebaikan mereka, dan melindungi mereka baik di dunia maupun di akhirat kelak, Amiin! Semoga skripsi ini membawa berkah dan banyak manfaat bagi para pembaca walaupun masih banyak kekurangan dan belum sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Wallahu a’lam bi al-Showab.

Jakarta, 3 Desember 2020

xiv

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...i

LEMBAR PERNYATAAN………..………..ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN……….……….. iii

ABSTRAK………….………..iv PEDOMAN TRANSLITERASI………..……….vi KATA PENGANTAR………..………..xi DAFTAR ISI…………..………xiv BAB I PENDAHULUAN………...1 A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 10

D. Metode Penelitian... 10

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II POLIGAMI MENURUT FIQH DAN HUKUM DI INDONESIA ... 13

A. Poligami Menurut fiqh ... 13

1. Pengertian Poligami ... 13

2. Dasar Hukum Poligami ... 15

3. Syarat Poligami ... 19

4. Hak dan Kewajiban Suami Isteri ... 20

B. Poligami Menurut Hukum Positif ... 24

1. Pengertian ... 24

2. Dasar hukum Poligami ... 26

xv

4. Hak dan Kewajiban Suami Isteri ... 32

C. Tinjauan Umum Tentang Kebutuhan Biologis Laki-Laki dan Perempuan ... 33

1. Pengertian Kebutuhan Biologis ... 33

2. Pengertian Perilaku Seksual ... 33

3. Bentuk-bentuk Penyimpangan Seksual……….34

D. Konsep Maslahah Mursalah.………...34

1. Pengertian Maslahah Mursalah…..………...34

2. Dasar Hukum Maslahah Mursalah……….………..35

3. Kedudukan Maslahah Mursalah………...37

E. Studi Review Terdahulu………...37

BAB III STUDI PUTUSAN NOMOR 1749/Pdt.G/2018/PA.Tbn dan No. 83/Pdt.G/2019/PTA.Sby ... 45

A. Deskripsi Putusan Nomor 1749/Pdt.G/2018/PA.Tbn ... 45

1. Duduk Perkara ... 45

2. Pertimbangan Hukum ... 52

3. Amar Putusan ... 61

B. Deskripsi Putusan Nomor 83/Pdt.G/2019/PTA.Sby ... 61

1. Duduk Perkara ... 61

2. Pertimbangan Hukum ... 62

3. Amar Putusan ... 72

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP HASRAT LIBIDO TINGGI SEBAGAI ALASAN IZIN POLIGAMI……….74

A. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Hasrat Libido Tinggi Sebagai Alasan Izin Poligam………...75

xvi

BAB V PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 96

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pada prinsipnya dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menganut asas monogami seperti yang terdapat dalam pasal 3 yang menyatakan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami, namun dalam bagian yang lain dinyatakan bahwa dalam keadaan tertentu poligami dibenarkan.klausul kebolehan poligami di dalam UU Perkawinan hanyalah pengecualian dan untuk itu pasal-pasalnya mencantumkan alasan-alasan

yang membolehkan tersebut.1

Poligami memang bukan isu baru dalam wacana dan perdebatan Islam. Namun, karena aturan-aturannya yang terus berkembang di beberapa negara, termasuk di Indonesia, dan karena perbedaan cara pandang dari para Ulama dan Ahli Hukum terkait dengan hukumnya, isu poligami jadi menarik dan penting untuk didiskusikan.

Poligami merupakan salah satu bentuk pernikahan yang diatur dalam hukum Islam. Mengacu dalam hukum Islam (fiqh), poligami merupakan bentuk pernikahan yang diperbolehkan. Mayoritas Ulama memperbolehkan pernikahan poligami, dan pandangan kebolehan pernikahan poligami ini didasarkan pada ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa seorang muslim laki-laki boleh melakukan pernikahan dengan satu, dua, tiga, dan empat wanita yang baik, seperti tercantum dalam ayat ke empat Surat An-Nissa ayat 4.

Ayat tersebut dipahami sebagai sebuah aturan kebolehan pernikahan poligami, meskipun aturan ayat tersebut dilatari oleh praktik pernikahan yang dilakukan laki-laki dengan motivasi penguasaan harta anak dan atau perempuan yatim. Tidak menghendaki adanya pernikahan dengan motivasi

tersebut, Allah menurunkan ayat tersebut untuk menghalangi praktik tersebut. Namun, ayat tersebut kemudian dipahami sebagai sebuah dasar pembolehan praktik pernikahan poligami secara umum. Meskipun beberapa kalangan menafsirkan kebolehan dengan penekanan pada kalimat berikutnya yang menyinggung tentang keadailan yang harus dipenuhi suami, mayoritas Ulama menganggap keharusan berlaku adil tersebut tidak terlalu penting mengingat keadilan merupakan hal yang sangat abstrak. Para ulama Sunni – Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, dan Hanafiyah, menegaskan bahwa dalam poligami tidak disyaratkan keadilan hati dan cinta. Syafi’iyah bahkan menyebutkan, keadilan dalam masalah nafkah juga

tidak ditekankan.2

Cinta bukanlah satu-satunya dasar yang dapat melanggengkan harmonisnya perkawinan. Sebagaimana informasi dari berbagai rubrik konsultasi seks oleh Boyke dan lembaga konseling perkawinan menyebutkan bahwa keluhan yang sering dialami oleh pasangan suami istri adalah seputar masalah ketidakpuasan dalam hal seksual. Menekankan bahwa taraf 3 kenikmatan dan kepuasan dalam kehidupan seks dapat dijadikan barometer hubungan pasangan suami istri. Ketidakpuasan seks bisa disebabkan karena banyak hal diantaranya yaitu pengetahuan yang kurang tentang seks, adanya gangguan seks, konflik, kecemasan, ketakutan, tersinggung, harapan yang mulukmuluk terhadap pasangan, kegagalan mencapai orgasme, kurang percaya diri, kebosanan dan ketidakserasian

dalam seks.3

Selain itu, ada sebagian orang yang mempunyai makna nafsu atau keinginan untuk melakukan hubungan seksual yang berlebihan atau dikenal

dengan istilah hiperseksual.4

2 Asep Saepudin Jahar, Hukum Keluarga, Pidana, & Bisnis (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013) h. 29-30

3 Idah Niswati, Hubungan Loving, Kepuasan Seksual dan Religiusitas Dengan Keharmonisan Perkawinan, (Jurnal Psibernetika Vol. 4 No. 2 Oktober 2011) h.2&3

4 Ahmad Ramli. K. St, Pamoentjak, Kamus Kedokteran, (Jakarta: Djambatan, 2000), h. 159

Adapun penyebab seseorang menjadi hiperseksual dikarenakan adanya faktor fisik dan psikologis.Secara fisik biasanya lantaran adanya gangguan pada metabolisme dalam tubuh atau terjadi gangguan pada bagian saraf. Sedangkan secara psikologis, karena adanya rasa trauma atau pola

pikir yang berubah.5

Prof. Dr.dr Wimpie Pangkahila, Sp.And dalam hal ini juga menjelaskan beberapa penyebab yang diduga menjadi penyebab seseorang menjadi hiperseksual di antaranya, yaitu :

a. Abnormalitas otak, penyakit atau kondisi medis tertentu kemungkinan dapat menimbulkan kerusakan pada bagian otak yang mempengaruhi perilaku seksual. Penyakit seperti multiple selerosis, epilepsi, dan demensia juga berkaitan dengan hiperseksual. Selain itu pengobatan penyakit parkinson dengan dopamine diduga dapat memicu perilaku hiperseksual.

b. Androgen Hormon seks ini secara alami terdapat pada lelaki dan perempuan. Walaupun androgen juga memiliki peran yang sangat penting dalam memicu hasrat atau dorongan seks, belum jelas apakah hormon ini berkaitan langsung dengan hiperseksual.

c. Perubahan sirkuit otak , beberapa ahli membuat teori bahwa hiperseksual adalah sebuah jenis kecanduan yang seiring waktu menimbulkan perubahan pada sirkuit syaraf otak. Sirkuit ini merupakan jaringan syaraf yang menjadi sarana komunikasi antara satu sel dengan sel lain dalam otak. Perubahan ini dapat menimbulkan reaksi psikologis menyenangkan saat terlibat dalam perilaku seks dan

reaksi tidak menyenangkan ketika perilaku itu berhenti.6

Dari penelitian para ahli, penderita hiperseksualual memang memiliki gangguan kejiwaan yang disebabkan kurangnya kasih sayang dari

5 Marzuki Umar Sa’adah, Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas ,(Yogyakarta: UII Press, 2001), h.110.

6 Marzuki Umar Sa’adah, Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas ,(Yogyakarta: UII Press, 2001), h.112.

kedua orang tua, kurang mendapat perhatian atau ditelantarkan keluarga, sehingga ingin mendapat perhatian yang lebih dan ini diungkapkan dalam seks. Jadi semua kenikmatannya seakan-akan harus dibayar dengan seks. Menurut dr.Boyke karena masa lalu mereka yang kurang baik ada yang

disiksa oleh ayah atau ibu tirinya misalnya.7

Namun apabila salah satu pasangan baik suami atau istri merasa tidak menikmati maka aktifitas atau hubungan biologis tersebut dapat menjadi sesuatu yang dihindari bahkan hingga dibenci. Terutama jika ada tuntutan yang berlebihan dan dengan cara-cara yang tidak wajar dan atau berlebihan dalam pemenuhannya. Hal ini tentunya akan menimbulkan suatu masalah, karena salah satu pihak ada yang merasa tersakiti. Menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warahmah tidak tercapai apabila tidak bisa diselesaikan dengan baik.

Izin poligami karena istri tidak mampu melayani hubungan seks suami yang hiperseksual dijadikan suatu alasan atau jalan untuk menempuh poligami. Padahal alasan tersebut tidak sesuai dengan syarat yang tertulis dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam tetapi majelis hakim menganalogikan ketidakmampuan istri melayani hubungan biologis suami sama dengan istri tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai istri. Sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam

putusan No. 1749/Pdt.G/2018/PA Tbn & PUTUSAN

No.83/Pdt.G/2019/PTA.Sby bahwa selama masa perkawinan Pemohon dan Termohon telah dikaruniai anak. Namun seiring dengan berjalannya waktu Termohon merasa tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis Pemohon yang hiperseksual, pemohon meminta berhubungan badan dengan termohon setiap hari. Dari kasus ini, terlihat betapa perempuan tidak punya daya tawar terhadap keinginan suaminya untuk menikah lagi. Ironisnya, kemampuan

7 Marzuki Umar Sa’adah, Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas (Yogyakarta: UII Press, 2001), h.113.

laki-laki untuk berlaku adil semata dilihat dari aspek materialnya.

Sementara kondisi psikologis istrinya tidak diperhatikan.8

Dalam Pasal 33 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dimana suami-istri wajib saling mencintai, saling menghormati, setia dan memberi bantuan lahir dan bathin yang satu kepada yang lain merupakan hal yang semu. Pada dasarnya poligami lebih banyak membawa resiko/madarat dari pada manfaatnya. Karena manusia itu fitrahnya (human nature) mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Watakwatak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis. Dengan demikian, poligami itu bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan berkeluarga, baik konflik antara suami dengan isteri-isteri dan anak-anak isterinya, maupun konflik antara isteri beserta anak-anaknya masing-masing.

Islam memandang poligami lebih banyak membawa

resiko/madharat daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya (human nature) mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis. Dengan demikian, poligami itu bias menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara suami dengan isteri-isteri dan anak-anak dari istri-istrinya, maupun konflik antara istri beserta anak-anaknya masing-masing.

Karena itu hukum sebab dalam perkawinan menurut Islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisasi sifat/watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh dalam kehidupan keluarga yang monogamis, berbeda dengan kehidupan keluarga yang poligamis, orang akan mudah peka dan terangsang timbulnya perasaan cemburu, iri hati/dengki, dan suka mengeluh dalam kadar tinggi, sehingga bisa

8 Netti, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Izin Poligami Karena Hypersex (Studi Putusan Nomor 0256/Pdt.G/2016/PA.Mna), (Jurnal Qiyas, Vol.5, No. 1, April 2020) h.30

mengganggu ketenangan keluarga dan dapat pula membahayakan keutuhan keluarga. Karena itu, poligami hanya diperbolehkan, bila dalam keadaan darurat, misalnya istri ternyata mandul, sebab menurut Islam, anak itu merupakan salah satu dari tiga human investment yang sangat berguna bagi manusia setelah ia meninggal dunia, yakni bahwa amalnya tidak tertutup berkah adanya keturunan yang shaleh yang selalu berdo’a untuknya. Maka dalam keadaan isteri mandul dan suami tidak mandul berdasarkan keterangan medis hasil laboratoris, suami diizinkan berpoligami dengan syarat ia benar-benar mampu mencukupi nafkah untuk semua keluarga dan harus bersikap adil dalam pemberian nafkah lahir dan giliran waktu tinggalnya.

Jika suami khawatir berbuat zalim dan tidak mampu memenuhi semua hak mereka, maka ia haram melakukan poligami. Bila ia hanya sanggup memenuhi hak-hak isterinya hanya tiga orang, maka ia haram menikahi istri untuk yang keempatnya. Bila ia hanya sanggup memenuhi hak-hak isterinya dua orang, maka ia haram menikahi isteri untuk yang

ketiganya, dan begitu seterusnya.9

Tidak adanya perhatian yang sungguh-sungguh terhadap ajaran Islam merupakan suatu alasan yang digunakan oleh mereka yang ingin membatasi poligami dan melarang seorang lelaki untuk menikah lagi dengan perempuan lain, kecuali setelah pengadilan atau instansi lainnya meneliti tentang kemampuan hartanya dan kondisinya serta memberikan izin kepadanya untuk berpoligami. Hal ini dikarenakan kehidupan rumah

tangga memerlukan biaya yang cukup besar.10

Al-Qur’an menyatakan bahwa seorang lelaki dapat menikahi perempuan maksimal sebanyak empat. Hal inii di jelaskan dalam QS. An-Nisa (4):3 yaitu:

9 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2010) h.130-132

10 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009) h.367

ٰىَنْثَم ِءاَسِ نلا َنِم ْمُكَل َباَط اَم اوُحِكْناَف

اوُلِدْعَت الاَأ ْمُتْف ِخ ْنِإَف ۖ َعاَب ُر َو َث َلاُث َو

ةَد ِحا َوَف

Artinya : “Nikahilah olehmu wanita-wanita yang kamu sukai dua, tiga atau empat. Jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, nikahilah satu saja”

Jika ditelusuri lebih dalam, latar belakang historis diturunkannya ayat tersebut adalah berkenaan dengan harta anak yatim. Mereka yang mengurusi harta anak yatim diingatkan oleh Allah, jika ingin mengawini anak asuhnya yang yatim maka hendaknya iktikad yang baik serta adil. Hal ini terutama

Dokumen terkait