• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. KERANGKA PEMIKIRAN

4.3 Ketentuan Perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil

Dalam putaran Uruguay telah dicapai suatu keputusan penting yaitu dihapuskannya hambatan impor tekstil dan pakaian jadi secara bertahap. Hambatan-hambatan tersebut dikenakan oleh negara-negara maju terutama terhadap impor dari negara-negara berkembang berdasarkan perjanjian bilateral yang dinegoisasikan dalam MFA (Multi Fibre Arrangement) yang memberikan pengecualian terhadap pengaturan GATT yaitu melarang penggunaan hambatan kuantitatif yang berbeda.

Dengan adanya kuota tentu akan memunculkan pasar kuota baik di negara pemberi maupun penerima kuota. Di Indonesia sendiri sebagai negara yang ikut menandatangani perjanjian penghapusan kuota 2005, adanya pasar kuota telah memberikan kontribusi yang cukup yang signifikan terhadap total ekspor TPT nasional walaupun terdapat beberapa penyelewengan dalam pelaksanaannya antara lain tidak seluruhnya kuota yang dialokasikan dipergunakan oleh eksportir untuk memenuhi jumlah kuotanya. Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap alokasi kuota yang bersangkutan tahun berikutnya.

Terhitung tanggal 31 Desember 2004, ketentuan kuota menurut MFA segesar berakhir. Perubahan itu sebenanya akan berdampak positif bagi perdagangan yang lebih fair di era kompetisi dan menandai era baru perdagangan TPT dunia. Berbagai dampak positif dari proteksi TPT yang telah berjalan selama

lebih kurang lima puluh tahun akan berakhir, market share TPT akan cair dari kebekuannya selama ini, sehingga pasar akan semakin bebas melalui persaingan internasional.

4.3.1 Perjanjian TPT dalam Ketentuan MFA (Multi Fibre Arrangement) Multi Fibre Arrangement (MFA) adalah persesetujuan antara sejumlah negara maju yang mengimpor tekstil dan pakaian jadi dengan sejumlah negara berkembang yang mengekspor tekstil dan pakaian jadi. Latar belakang munculnya persetujuan bilateral MFA yang berlaku sejak 1 Januari 1974 adalah dampak dari pembatasan ekspor tekstil dari kapas yang mengakibatkan produk tekstil dan pakaian jadi dari serat buatan dan bahan sintetis dari berbagai negara meningkat pesat, dimana saat itu belum dikenakan pengaturan. Pesatnya perkembangan produk jenis tekstil ini akibat besarnya impor dunia dan meningkatnya impor AS.

MFA merupakan sistem pengaturan yang mengijinkan negara-negara pengimpor Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk membatasi impor TPT. Pembatasan tersebut diterapkan secara kuantitatif melalui persetujuan bilateral. Tujuan pembentukan MFA tercermin dari bunyi artikel MFA antara lain mendorong perkembangan ekonomi negara berkembang, meningkatkan perdagangan, mengurangi hambatan serta libelisasi perdagangan. Tujuan utama MFA yaitu menjamin perdagangan yang teratur dengan menghindari akibat pengrusakan pasaran dan produksi di negara pengimpor dan pengekspor.

Pengaturan perdagangan TPT diawali oleh pesatnya pertumbuhan industri TPT di negara-negara berkembang. Perkembangan tersebut menghasilkan produk yang bersaing dan dapat memasuki pasaran negara-negara Eropa serta AS.

Tingginya tingkat daya saing yang ditandai dengan rendahnya harga produk TPT di negara berkembang, ternyata kemudian mengancam industri TPT di negara pengekspor utama. Pesatnya perkembangan industri TPT negara berkembang ini mengakibatkan terjadinya penurunan produksi TPT di Eropa Barat dan AS yang berpengaruh terhadap masalah tenaga kerja.

Ketentuan-ketentuan pokok MFA yaitu adanya kesepakatan bilateral (bilateral agreement) di antara negara-negara pengekspor dan pengimpor TPT. Hal inilah yang mendorong pemerintah Indonesia menandatangani MFA dan Indonesia menyepakati perjanjian bilateral dalam perdagangan TPT dengan Amerika Serikat, Masyarakat Eropa (Uni Eropa), Kanada, Norwegia, Swedia dan Finlandia. Swedia dan Finlandia telah mengakhiri perjanjian dan tidak memperpanjang lagi sejak tahun 1987. Tetapi pada tahun 1995, Turki menganut sistem Custom Union dengan Masyarakat Eropa, sehingga Turki memberlakukan ketentuan perjanjian bilateral Masyarakat Eropa dibidang perdagangan TPT terhadap Indonesia. Dengan ikut serta sebagai anggota MFA, Indonesia dan negara berkembang lainnya mempunyai forum untuk duduk berhadapan dengan negara pengimpor.

Bilateral Agreement tersebut prinsipnya mengatur mengenai batas maksimal jumlah produk TPT yang disepakati dapat memasuki negara pengimpor dan ketentuan fleksibilitas serta tatacara dokumentasi dari pelaksanaan bilateral agreement tersebut. Penentuan kuota dasar (base level) pada prinsipnya ditentukan dari kinerja ekspor pada tahun sebelumnya dan ditetapkan oleh negara

pengimpor. Kemudian terdapat tambahan yang berasal dari pertumbuhan kuota (growth rate) sebesar 6 persen dari tahun ke tahun.

4.3.2 Perjanjian TPT di Bawah Kerangka WTO (World Trade

Organization)

Putaran Uruguay yang ditandatangani oleh 123 negara pada tanggal 15 April di Makaresh telah berhasil menurunkan tarif serta menambah jumlah pos tarif. Perjanjian putaran Uruguay memberikan keuntungan bagi semua anggota serta terhadap sistem perdagangan internasional secara keseluruhan. Keuntungan yang diperoleh adalah pengurangan hambatan perdagangan dan penurunan tarif.

Dengan disepakatinya hasil Putaran Uruguay tersebut maka perjanjian tekstil dan pakaian jadi sesuai kesepakatan GATT akan segera diimplementasikan besamaan dengan pembentukan organisasi perdagangan dunia (WTO). Prinsip utama dari isi perjanjian TPT adalah bahwa perdagangan TPT dunia yang selama ini diatur dalam MFA yang memperkenankan adanya pembatasan impor melalui sistem kuota akan dikembalikan ke dalam aturan GATT dengan masa peralihan 10 tahun sejak tahun 1995 dan terbagi dalam 3 tahap, 3 tahun (tahap pertama), 4 tahun (tahap kedua) dan 3 tahun (tahap ketiga). Dengan demikian, setelah tahun kesepuluh perdagangan TPT dunia menjadi bebas dari sistem kuota. Semua kuota bilateral berdasarkan MFA bertahap dialihkan pada ketentuan WTO, artinya setelah masa tersebut perdagangan TPT dunia disatukan ke dalam GATT 1994.

1. Untuk produk-produk negara berkembang yang ekspornya masih dibatasi kuota dikenakan kenaikan kuota sedangkan produk yang masih dikenakan kuota secara bertahap dihapus kuotanya (integrasi tekstil ke dalam WTO) 2. Cakupan barang ditetapkan atas kesepakatan bersama dan dicantumkan

dalam suatu daftar, yang tidak dapat diperluas lagi selama berlakunya persetujuan. Proses liberalisasi melalui peningkatan angka pertumbuhan kuota secara lebih cepat, dibagi dalam tiga tahap:

a. Pada tahap I sejak berlakunya The Agreement tahun 1995-1997 ditingkatkan angka pertumbuhannya sekurang-kurangnya 16 persen. b. Pada tahap II tahun 1998-2001 sekurang-kurangnya 25 persen. c. Pada tahap III tahun 2002-2004 sekurang-kurangnya 27 persen.

3. Untuk pengawasan pelaksanaan persetujuan, dibentuk suatu badan dengan nama Textile Monitoring Body (TMB). Segala pembatasan dalam perdagangan TPT yang masih berlaku harus dilaporkan kepada TMB sebagai pengganti Textile Surveilance Body selambat-lambatnya September 1994. 4. Dalam proses integrasi negara-negara berkembang harus membuka pasarnya

dengan menurunkan bea masuk, menghapuskan subsidi, menghambat dumping dan mengawasi masalah paten serta desain.

5. Pada tanggal 1 Januari 2005 semua bentuk pembatasan berupa kuota TPT akan dihapus. Sektor TPT diintegrasikan ke dalam GATT secara keseluruhan.

5.1 Determinan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekspor Tekstil dan