• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANGKUT DALAM PENGANGKUTAN LAUT A Tinjauan Mengenai Pengangkutan Secara Umum

B. Ketentuan Umum Mengenai Tanggung Jawab Pengangkut

Ketentuan umum mengenai tanggung jawab pengangkut (Liability of the Carrier) dapat dilihat di dalam Pasal 468 KUHD yang berbunyi : “perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang kecuali bilamana ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau dihindarinya akibat dari sifat keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan dari mereka yang ia pekerjakan dan terhadap benda-benda yang ia pergunakan pada pengangkutan”.

Dalam Pasal 468 KUHD tersebut dapat dikatakan sebagai suatu pasal mengenai pertanggungjawaban pengangkut. Pertanggungjawaban ini membawa konsekuensi yang berat bagi pengangkut kalau tidak dapat memenuhi kewajiban- kewajibannya. Pertanggungjawaban pengangkut ini juga diatur dialam The Hague Rules 1924 dan juga diatur dalam The Hamburg Rules 1978.

Menurut The Hague Rules 1924 pertanggungjawaban pengangkut sedemikian itu terdapat di dalam artikel ke-1 ayat (2) yang berbunyi : “carriage of the goods covers the period from the time goods are loaded on to the time they are discharge from the ship”.

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Jadi pertanggungjawaban pengangkut itu menurut The Hague Rules 1924 adalah sejak saat barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Ini terlihat dalam kata “from the time when the goods are loaded on to the time when they are discharge from the ship”. Dengan demikian maka pertanggungjawaban pengangkut itu berakhir sejak barang dibongkar dan diserahkan dekat kapal (delivery of goods alongside the ship).21

Jadi menurut pasal ini, pertanggungjawaban pengangkut adalah pada saat barang-barang ada di bawah penguasaannya yaitu di pelabuhan pemberangkatan, selama berlangsungnya pengangkutan sampai di pelabuhan pembongkaran.

The Hamburg Rules 1978 mengenai pertanggungjawaban pengangkut perumusannya secara lebih terperinci. Hal ini dapat ditemukan di dalam artikel ke-4 yang mnatur tentang batas periode tanggung jawab (period of responsibility). Artikel ke-4 ayat (1) : the responsibility of the carrier for the goods under this convention covers the period during which the carrier is in charge of the goods at the port of loading, during the carriage and at the port of discharge”.

22

Selanjutnya artkel ke-4 ayat (2) dari The Hamburg Rules 1978 menetapkan tentang sejak kapan barang berada di dalam penguasaan pengangkut sehubungan dengan article (1) tersebut.23

21

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-

Undang Kepailitan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, hal. 21.

22

Ibid, hal. 22.

23

Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan

Udara Internasional dan Nasional, Cetakan I, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 34.

Artikel ke- 4 ayat (2) mengatakan : “for the purpose of paragraph 1 of this article, the carrier is deemed to be in charge of the goods”.

a. from the time he has taken over the goods from : 1. The shipper, or a person acting on his behalf or

2. An authority or orher third party to whom pursuant to law or regulations applicable at the part of loading. The goods must be handed over for shipment.

b. until the time he has delivered the good :

1. By handing over the goods to the consignee, or

2. In cases where the consignee doen not receive the goods from the carrier, by placing them at the disposal or the consignee in accordance with the usage of the particular trade, applicable at the part of discharge.

3. By handing over the to an authority or other third party to whom, pursuant to law or regulations applicable at the part of discharge, the goods must be handed over.

Menurut artikel ke-4 ayat (2) tersebut dianggap berada dalam penguasaan pengangkut adalah :24

Pertanggungjawaban yang dipikul oleh pengangkut itu adalah suatu kenyataan, bahwa pengangkut dalam perjanjian pengangkutan ini merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk memberikan sesuatu jasa. Sehubungan dengan a. Sejak barang diterimakan atau diserahkan kepadanya oleh :

1. Pengirim atau orang lain yang bertindak atas namanya atau

2. Seseorang yang dikausakan atau pihak ketiga yang terhadapnya hukum atau aturan diperlakukan di pelabuhan mana barang harus diserahkan untuk diangkut.

b. Sampai saat barang diserahkan. 1. kepada consignee (penerima).

2. dalam hal di mana consignee tidak menerima barang dari pengangkut, maka sebagai gantinya dalam hubungannya dengan perjanjian atau berdasar atas hukum atau atas dasar kebiasaan dalam dunia perdagangan yang berlaku di tempat pelabuhan barang-barang dibongkar atau

3. penyerahan barang-barang keapda yang dikuasakan atau kepada pihak ketiga berdasarkan hukum atau ketentuan yang berlaku di tempat pelabuhan pembongkaran.

Dengan ketentuan demikian itu jelaslah, bahwa masa pertanggungjawaban pengangkut (period of responsibility of the carrier) dalam The Hamburg Rules 1978 adalah lebih tegas,nyata, dan memberi tanggung jawab yang besar terhadap pengangkut.

24

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Pasal 1 KUHD di dalam ketentuan umum disebutkan : “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur di dalam Kitab Undang- undang ini, sekedar di dalam Kitab Undang-Undang ini tidak diatur secara khusus menyimpang”.

Dengan berdasarkan ketentuan Pasal 1 KUHD itu maka terhadap perjanjian pengangkutan itu, maka Pasal 1235 sampai dengan Pasal 1238 KUHP tentang perikatan–perikatan untuk memberikan sesuatu dan juga Pasal 1706 dan Pasal 1707 KUHP tentang kewajiban si penerima titipan “bewaarnemer” dapat dianggap sebagai asas pertanggungjawaban pengangkut seperti dimaksud di atas, dapat pula diperlakukan baginya. Selain tanggung jawab pengangkut, maka pengangkut masih dibebani beberapa kewajiban, yaitu dalam hal yang diangkut itu : 1) barang dan 2) orang.

Dalam hal yang diangkut barang, maka pengangkut diwajibkan untuk menjaga keselamatan barang yang harus ia angkut serta selanjutnya adalah menjadi tanggung jawabnya apabila barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkan atau menjadi rusak (Pasal 468 KUHD). Pasal 477 KUHD menetapkan pula bahwa pengangkut juga bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang diangkut. Juga di dalam Pasla 477 KUHD itu ditentukan, bahwa pengangkut bebas dari tanggung jawab sebagai demikian itu, apabila dapat dibuktikan oleh pengangkut, bahwa hal-hal itu disebabkan karena bahaya yang tidak mungkin dapat dicegah atau dihindarkannya.

Khusus terhadap rusaknya barang, dibebaskan dari tanggung jawab apabila pengangkut dapat membuktikan, bahwa rusaknya itu disebabkan karena cacat barang atau karena kesalahan pengirim (Pasal 91 KUHD jo. Pasal 468 KUHP).

Mengenai kewajiban-kewajiban dari pengangkut The Hague Rules 1924 juga memuatkannya di dalam artikel ke-3, yaitu pada sebelum dan pada awal pelayaran sebagai berikut :

Artikel ke-3 ayat (1) : The carrier shall be bound before and it the beginning of the voyage to exercise due diligence to :

a. make the ship sea worthny

b. properly man, equip and supply the ship

c. make the holds, refrigerating and cool chambers, and all other parts of the ship in which goods are carried, fit and safe for their reception, carriage and preservation.

Maka dengan memperhatikan artikel ke-3 dari The Hague Rules tersebut, mengenai kewajiban-kewajiban pengangkut pada sebelum dan pada awal pelayaran ditetapkan bahwa pengangkut diharuskan meneliti secermat-cermatnya tentang : 25

Selanjutnya The Hague Rules tidak mengatur secara rinci mengenai tanggung jawab pengangkut, sebaliknya yang tegas dikemukakan adalah hal-hal dimana pengangkut bebas dari tanggung jawab. Hal ini dapat ditemui dalam artikel ke-4 yang menyatakan bahwa pengangkut dapat dibebasakan dari kewajiban dan tanggung jawab setelah dapat membuktikan bahwa pengangkut a. Kapal harus layak laut (sea worthy)

b. Kapal harus diawaki, diperlengkapi dan diberi persediaan sebagaimana layaknya.

c. Membuat palka, kamar-kamar pendingin, dan semua bagian lain dari kapal di mana barang-barang akan diangkut, siap dan aman untuk menerima, mengangkut dan mengawasi barang-barang tersebut.

25

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight telah melakukan usaha-usaha yang sewajarnya untuk menghindari kerusakan dan kehilangan barang.

The Hamburg Rules 1978 dalam hubungannya dengan tanggung jawab pengangkut itu menetapkan dengan tegas bahwa pengangkut bertanggung jawab atas akibat daripada hilangnya dan rusaknya barang, bahkan diperluas lagi dengan tanggung jawab atas keterlambatan penyerahan barang-barang, jika hal itu terjadi sepanjang barang-barang itu ada di dalam penguasaan pengangkut (The carrier is liable for loss resulting from loss or damage to the goods, as well as from delay in delivery, if the occurrence which caused the loss, damage of delay took place while the goods were in his charge).

Ini berarti bahwa kalau terjadi keterlambatan penyerahan barang misalnya oleh pengangkut, maka pihak pengangkutlah yang harus membuktikan tentang ketidaksalahannya apabila terjadi tuntutan ganti kerugian yang disebabkan oleh karena lambatnya penyerahan barang tersebut. Juga keadaan demikian itu dapat pula terjadi dalam barang itu hilang ataupun barang itu rusak.

Sesuai dengan pengertian pengangkut yang oleh The Hamburg Rules 1978 dibedakan antara carrier (pengangkut) dan actual carrier (pengangkut sesungguhnya), maka The Hamburg Rules juga mengatur tentang tanggung jawab untuk masing-masing pengangkut, yaitu carrier dan actual carrier, untuk mana hal ini sama sekali tidak disinggung di dalam The Hague Rules.

Kalau kita perhatikan artikel ke-10 ayat (1) dari The Hamburg Rules yang berbunyi : “where the performance of the carriage or part there of has been entrusted to an actual carrier, whether or not in pursuance of a delivery under the

contract of carriage by sea to do so, the carrier nevertheless remains responsible for the entire carriage according to the provesions of this convention”.

Ketentuan yang terdapat di dalam artikel ke-10 ayat (1) The Hamburg Rules tersebut menetapkan suatu prinsip yang tegas, yaitu bahwa meskipun sebagian ataupun seluruh pelaksanaan pengangkutan oleh carrier tetapi dipercayakan kepada actual carrier maka carrier masih tetap bertanggung jawab terhadap seluruh pelaksanaan pengangkutan sesuai dengan ketentuan konvensi ini. Selanjutnya artikel ke-10 memberikan ketentuan yang lebih tegas lagi, yaitu hal ini dapat dilihat dalam kata-kata : “the carrier is responsible, in relation to the carriage performed by the actual carrier, for the acts and commissions of the actual carrier and of his servants and agents acting within the scope of their employment”.

Ini berarti bahwa carrier tetap bertanggung jawab atas perbuatan- perbuatan dan kealpaan yang dilakukan oleh actual carrier dan buruh-buruh dan agen-agennya selama dalam batas lingkungan pekerjaannya, sehubungan dengan pengangkutan yang dilaksanakan oleh pengangkut yang sesungguhnya.

Bagi actual carrier itu berlakulah seluruh ketentuan-ketentuan yang mengatur tanggung jawab carrier terhadap pengangkutan yang dilakukan dari konvensi tersebut. Setelah ditinjau pertanggungjawaban serta kewajiban pengangkut sehubungan dengan pengangkutan barang, maka masalah yang timbul adalah bagaimana pertanggungjawaban dan kewajiban pengangkut, kalau dalam hal ini yang diangkut itu adalah orang.26

Pertama yang harus diperhatikan adalah ketentuan yang terdapat di dalam Buku II KUHD Bab VB yang mengatur tentang pengangkutan orang. Di dalam Pasal 521 KUHD disebutkan : “pengangkut dalam arti menurut title ini adalah

26

Sution Usman Adji, Djoko Prakoso dan Hari Pramono, Hukum Pengangkutan di

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight orang yang baik karena penggunaan penyediaan kapal menurut waktu maupun penggunaan penyediaan kapal menurut perjalanan, ataupun karena perjanjian lainnya mengikat diri untuk melaksanakan pengangkutan orang-orang (musafir, penumpang) seluruhnya atau sebagian menyeberang laut”.

Sebagai pengangkut dalam pengangkutan orang, maka ia dibebani kewajiban seperti yang terdapat di dalam Pasal 522 KUHD, yaitu : “Perjanjian untuk pengangkut mewajibkan pengangkut untuk mengusahakan keamanan penumpang sejak saat masuk ke kapal dan saat keluar dari kapal”.

Apabila dalam pengangkutan itu terdapat penumpang yang terluka karena pengangkutannya, pengangkut wajib memberi ganti rugi dan apabila penumpang tersebut meninggal dunia akibat lukanya, maka pengangkut wajib mengganti kerugian yang diderita karenanya oleh suami atau istri yang ditinggalkannya, anak-anak dan orang tua si penumpang.27

27

Ibid, hal. 23.

Di dalam pengangkutan orang ini, maka orang yang diangkut itu merupakan salah satu pihak yang berhadapan langsung dengan pihak pengangkut di pihak lain (wederparty), sehingga orang ini di dalam perjanjian pengangkutan merupakan “medecontractant”, namun demikian dapat juga terjadi seseorang mengadakan perjanjian pengangkutan yang bukan merupakan medecontractant, tapi untuk kepentingan pihak ketiga misalnya seorang pengusaha yang mengirim buruhnya dengan pengangkutan laut.

The Hague Rules 1924 dan The Hamburg Rules 1978 tidak mengatur mengenai pengangkutan orang, karena kedua konvensi ini hanya mengatur pengangkutan barang.