• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan)"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight

(Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

DEWI MEIVISA HARAHAP

NIM :

040200210

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(2)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight

PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDER) DALAM

PROSES PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT

(Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

DEWI MEIVISA HARAHAP

NIM :

040200210

DISETUJUI OLEH :

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN KETUA,

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS NIP. 131 764 556

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Hasnil Basri Siregar, SH Zulkarnain,SH.M.Hum NIP. 130 279 505 NIP. 131 757 012

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(3)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah mengaruniai kesehatan dan kelapangan berpikir kepada Penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul : “PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT

FORWARDER) DALAM PROSES PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT (Studi

Kasus : PT. Kartike Gloria Bahari Medan)”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan

untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Keperdataan Dagang.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum. sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH,M.Hum sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH.MH,DFM., sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight 5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS sebagai Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Program Kekhususan Dagang Fakultas Hukum USU.

6. Bapak Hasnil Basri Siregar, SH sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan Penulis selama proses penulisan skripsi ini.

7. Bapak Zulkarnain, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak memberikan masukan serta kritik kepada Penulis selama proses penulisan skripsi ini.

8. Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum USU yang telah mendidik dan membina Penulis selama masa perkuliahan.

9. Seluruh staf Departemen Hukum Keperdataan Dagang pada khususnya dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum USU dimana Penulis menimba ilmu selama ini.

10. Papa Indra dan Mama Eviku beserta keluarga besar keduanya.

Alhamdulillah ya Allah telah memberikan Penulis kedua orang tua yang sangat mengerti Penulis, dan sembah sujud Ananda haturkan atas curahan dan belaian kasih sayang yang tulus dan dengan susah payah serta dengan segala usaha telah membesarkan dan mendidik Ananda hingga sampai sekarang ini. Semoga Mama dan Papa selalu dalam lindungan Allah SWT. 11. Kedua adikku yang sudah mulai beranjak dewasa, M. Hafiz Sanory Harahap

(5)

12. Herman Arbieku tersayang yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuannya kepada Penulis. Thank’s for everything hon,You’re my soulmate 13 Teman-teman seperjuangan ku yang dari awal masa perkuliahan selalu ada

dan selalu menolong Penulis, Dhira M.W.S Nasution, Karina Utari Nasution, Mahalia Nola Pohan, Riska Mareba Meliala. Gonna miss you girls.

14. Rekan-rekan mahasiswa satmbuk 2004 Fakultas Hukum USU yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Dan juga mahasiswa-mahasiswi stambuk 2003, 2005, 2006 dan 2007, nice to know you all.

Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semuanya yang telah memberikan bantuan kepada Penulis, dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua walaupun penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari berbagai kekurangan. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayahNya bagi kita semua. Amin Ya Robbal Alamin.

Medan, 17 Juni 2008 Penulis,

(6)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight

B A B I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(7)

yang karena sesuatu hal misalnya untuk melakukan peninjauan di dalam atau di luar negeri, mereka tentu memerlukan pengangkutan 1

Di dalam praktik, sering didapati bahwa pengirim tidak melakukan sendiri perjanjian tersebut. Pihak pengirim beranggapan bahwa tidaklah efisien waktu yang digunakan bila pengirim sendiri yang mengurus langsung pengiriman barangnya, sehingga untuk hal ini ia menyerahkan kepada perantara pengangkutan untuk mengurusnya, yaitu orang yang mempunyai keahlian di bidang penyelenggaraan pengangkutan.

.

Di dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, bidang transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda kehidupan perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta memengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan Negara. Peranan transportasi dalam banyak segi kehidupan ini tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa angkutan bagi pengangkutan orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan ke luar negeri.

Dengan peningkatan jumlah jasa angkutan yang ada perlu pula diikuti dengan adanya suatu perlindungan terhadap penumpang dan barang yang diangkut. Dalam hal tersebut ditetapkan berdasarkan pada Undang-Undang yang dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah maupun yang berdasarkan pada perjanjian pengangkutan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal pengangkutan, yang terdiri dari pengangkut, pengirim, penumpang, penerima, ekspeditur, pengatur muatan dan pengusaha pergudangan.

1

(8)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Perjanjian pengangkutan antara pihak-pihak yang berkepentingan itu akan melahirkan hubungan kewajiban dan hak yang harus direalisasikan melalui proses penyelenggaraan pengangkutan, sedangkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak yang berkepentingan itu pada dasarnya meliputi tibanya penumpang dan barang dengan selamat dan lunasnya pembayaran biaya pengangkutan. Dalam pengertian tujuannya yang dimaksud disini adalah termasuk juga segi kepentingan masyarakat, yaitu manfaat yang mereka peroleh setelah pengangkutan selesai 2

Perkembangan peradaban manusia, khususnya dalam bidang teknologi telah membawa peradaban manusia ke dalam suatu sistem transportasi yang lebih maju dibandingkan dengan era sebelumnya. Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pengangkutan itu adalah suatu kegiatan memuat barang atau penumpang yang kemudian membawa barang atau penumpang itu ke tempat lain dan menurunkan barang atau penumpang tersebut.

.

3

Mengenai peraturan pengangkutan ini diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Buku I Bab V pasal 86-90. Menurut ketentuan Pasal 86 ayat (1) KUHD, menyatakan bahwa : “kreditur adalah orang yang pekerjaannya mencarikan pengangkut barang di darat atau di perairan bagi pengirim. Dilihat dari perjanjiannya dengan pengirim, ekspeditur adalah pihak yang mencarikan pengangkut yang baik bagi pengirim, sedangkan pengirim mengikatkan diri kepada ekspeditur.4

Menurut HMN. Purwosutjipto, Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat

2

HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 1981, h al. 2.

3

Abdul Kadir Muhammad, “Hukum Darat, Laut dan Udara, Peneribit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991,. hal. 20.

4

(9)

ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.5

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dirasakan sangat tertarik untuk melihat proses pengangkutan barang khususnya yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi yang biasa disebut Freight Forwarder. Seperti diketahui, freight forwarder memiliki kompleksitas peran dan fungsi, maka freight forwarder bukan hanya sekedar usaha penunjang angkutan laut. Namun,

pada akhirnya freight forwarder menjadi “arsitek pengangkutan” dimana peranannya sangat penting dalam mata rantai gerak arus barang-barang dari satu tempat / negara ke tempat / negara lain. Freight forwarder harus dapat mendisain dengan baik proses pengangkutan barang mulai dari mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara yang sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerima dengan selamat, dengan kata lain proses penyelenggaraan pengangkutan yang Pengangkut sebagai salah satu pihak dalam proses pengangkutan memiliki tanggung jawab yang sangat berat di dalam menjalankan tugasnya. Dalam Pasal 468 KUHD yang dapat dikatakan sebagai suatu pasal mengenai pertanggungjawaban pengangkut menyatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas keselamatan barang-barang yang diangkutnya sejak barang diterima dari si Pengirim sampai barang diserahkan kepada penerima atau mulai barang berada di pelabuhan pemuatan sampai ke pelabuhan pembongkaran.

5

(10)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight dilakukan oleh freight forwarder adalah dengan sistem “door to door service”, yaitu mulai dari pintu gudang pemilik barang sampai pintu gudang penerima barang.

Oleh karena itu, untuk memperjelas peranan dan tanggung jawab freight forwarder dalam proses pengangkutan barang di laut, maka diadakan penelitian

tentang proses pengangkutan barang yang dilaksanakan PT. Kartika Gloria Bahari selaku pengangkut dimulai dengan Perintah Angkutan (Shipping Instruction) yang dikeluarkan oleh PT. Samudra Mandiri Jaya. Shipping Instruction ini berupa perintah melaksanakan pemuatan, pengangkutan dan penurunan 400 ton material bangunan (semen) dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang/Simeuleu untuk Proyek Pembangunan Perumahaan BRR Type 36 di Pulau Simeuleu. Sesuai dengan packing list, kualitas barang dalam keadaan baik. Dengan penelitian kasus ini diharapkan dapat menjelaskan peranan PT. Kartika Gloria Bahari selaku Freight Forwarder dan bagaimana tanggung jawabnya selaku pengangkut untuk

melaksanakan pengangkutan barang dengan baik dan selamat sampai ke tujuan.

B. Perumusan Masalah

Adapun pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah :

1. Bagaimana peranan Freight Forwarder dalam proses pengangkutan barang? 2. Bagaimana proses pengangkutan material bangunan (semen) yang dilakukan

(11)

3. Bagaimana pertanggungjawaban proses pengangkutan material bangunan (Semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudera Mandiri Jaya dan PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeuleu?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, Penulis mengharapkan skripsi ini dapat juga kiranya dapat mencapai tujuan dan manfaat sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui peranan dari Freight Forwarder dalam proses

pengangkutan barang.

2. Untuk mengetahui proses pengangkutan material bangunan (semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudra Mandiri Jaya dan PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeuleu.

3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban proses pengangkutan material bangunan (semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudra Mandiri Jaya dengan PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeuleu.

Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk :

1. Manfaat secara teoritis.

(12)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan penerapan pertanggungjawaban perusahaan jasa pengurusan transportasi (freight forwarder) selaku pengangkut dalam proses pengangkutan barang di laut.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan dan masukan pada berbagai pihak baik itu aparat penegak hukum maupun pihak-pihak yang terkait (praktisi) dalam pengangkutan barang dilaut, khusus nya tentang pelaksanaan dan tanggung jawab dalam proses pengangkutan barang melalui laut oleh freight forwarder. Sebagai arsitek pengangkutan freight forwarder tidak saja merupakan arsitek pengangkutan yang mendisain pelaksanaan pengangkutan sedemikian rupa namun juga bertanggung jawab terhadap keselamatan seluruh barang yang diangkut pada saat barang diterima sampai ke tempat tujuan.

D. Keaslian Penulisan

Pembahasan skripsi ini dengan judul: “PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT

FORWARDER) DALAM PROSES PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT (Studi

Kasus : PT. Kartika Gloria Bahari Medan)”.

(13)

memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Pengangkutan

Menurut Abdul Kadir, pengertian “pengangkut” berasal dari kata “angkut” yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Sedangkan “pengangkutan” artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan atau pengiriman barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul pengertian adanya suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pengangkutan itu adalah suatu kegiatan memuat barang atau penumpang yang kemudian membawa barang atau penumpang itu ke tempat lain dan menurunkan barang atau penumpang tersebut 6

Menurut HMN. Purwosutjipto, Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan

.

7

Kalau diihat dari berbagai pengertian dan definisi pengangkutan di atas, maka dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan, sebagai berikut

(14)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Pelaku ini ada yang berupa badan usaha, seperti perusahaan pengangkutan, dan ada pula yang berupa manusia pribadi, seperti buruh pengangkutan di pelabuhan.

2. Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Alat ini digerakkan secara mekanik dan memenuhi syarat Undang-Undang, seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, derek (crene) dan sebagainya.

3. Barang, yaitu muatan yang diangkut dan penumpang.

4. Perbuatan, yaitu kegiatan yang mengangkut barang atau penumpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan di tempat tujuan yang ditentukan.

5. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan kegunaan dan nilai barang atau penumpang (tenaga kerja).

6. Tujuan pengangkutan, yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas.

Pengangkut sebagai salah satu pihak dalam proses pengangkutan memiliki tanggung jawab yang sangat berat di dalam menjalankan tugasnya. Pengangkut bertanggung jawab atas keselamatan barang-barang yang diangkutnya sejak barang diterima dari si pengirim sampai barang diserahkan kepada penerima atau mulai barang berada di pelabuhan pemuatan sampai ke pelabuhan pembongkaran.

2. Pengertian Freight Forwarder

Freight Forwarder berasal dari bahasa Inggris yang merupakan gabungan

(15)

dan menjadi satu bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan, akhirnya membentuk suatu makna untuk tujuan tertentu, yang bermakna pengangkutan.9

Dalam bahasa Indonesia, freight itu diartikan dengan ongkos atau uang tambang dan pengangkutan, mengangkut dan membawa. Lebih jauh dikatakan bahwa angkutan dan pengangkutan itu adalah pembawa barang (orang-orang) dari satu tempat ke tempat lain untuk tujuan tertentu sesuai dengan yang diinginkan pemiliknya. Selanjutnya forwarder berarti agen ekspeditur, kantor ekspedisi, mengirimkan barang-barang dan pengiriman barang-barang. 10

Secara terminologi pengertian freight forwarder dapat dilihat dari Pasal 1 Keputusan Mentri (KM) Perhubungan No. 10 Tahun 1998 freight forwarder merupakan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara yang mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerima.11

9

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda-Indonesia-Inggris, Aneka Ilmu, Indonesia, 1977, hal. 129.

10

Hasnil Basri Siregar, op.cit hal. 63. 11

(16)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Secara internasional Freight Forwarder yaitu perusahaan atau Badan Hukum yang menjalankan kegiatan dan usahanya untuk kepentingan umum dan masyarakat atau pemakai jasa, dengan memberikan pelayanan, mempersiapkan serta melaksanakan pengiriman sejumlah barang (milik orang lain), dengan memperoleh imbalan upah (kompensasi), dimana untuk maksud tersebut maka terhadap barang-barang dimaksud akan ditata sedemikian rupa pengapalannya secara teratur dan berkelompok dengan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap operasional dan sisten distribusi atau logistik pengapalan barang secara konsolidasi (grouping system) dan bertanggung jawab terhadap pengangkutan barang tersebut dari tempat penerimaan sampai ke tempat tujuan serta mengatur pengangkutannya sedemikian rupa baik pengapalan.

Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa freight forwarder itu adalah setiap perusahaan atau badan yang menjalankan kegiatan dan usahanya untuk kepentingan umum dengan memberikan pelayanan, mempersiapkan serta melaksanakan pengiriman sejumah barang milik orang lain dengan memperoleh imbalan. Untuk maksud ini maka dilakukan pengapalan barang secara terencana, teratur dan bertanggung jawab, demikian juga dengan pemberian pelayanan sesuai dengan peraturan distribusi yang berlaku. Dengan hal ini barang-barang dimaksud

juga sejalan dengan redaksi Pasal 1 SK Menhub No. PM/7/M/Phb-74, tentang pengusahaan dan penyelenggaraan ekspedisi muatan kapal laut dan lain-lain, Hasnil Basri Siregar, Himpunan

Peraturan Perundang-undangan tentang EMKL dan JPT, Kelompok Studi Hukum dan

Masyarakat Fak. Hukum USU, Medan, 1995, hal. 280, lihat juga M. Noch Idris Ronosentono,

(17)

akan dapat diberangkatkan dari tempat penerimaannya semula dan diantar sampai ke tempat tujuannya.12

Jadi pertanggungjawaban pengangkut itu menurut The Hague Rules 1924 adalah sejak saat barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Ini terlihat 3. Pengertian Tanggung Jawab Pengangkut

Ketentuan umum mengenai tanggung jawab pengangkut (Liability of the

Carrier) dapat dilihat di dalam Pasal 468 KUHD yang berbunyi : “perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang

diangkut sejak saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang kecuali bilamana ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau dihindarinya akibat dari sifat keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan dari mereka yang ia pekerjakan dan terhadap benda-benda yang ia pergunakan pada pengangkutan”.

Dalam Pasal 468 KUHD yang dapat dikatakan sebagai suatu pasal mengenai pertanggungjawaban pengangkut, pertanggungjawaban ini membawa konsekuensi yang berat bagi pengangkut kalau tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya. Pertanggungjawaban pengangkut ini juga diatur dialam The Hague Rules 1924 dan juga diatur dalam The Hamburg Rules 1978.

Menurut The Hague Rules 1924 pertanggungjawaban pengangkut sedemikian itu terdapat di dalam article 1 (2) yang berbunyi : “carriage of the goods covers the period from the time goods are loaded on to the time they are

discharge from the ship”.

12

CIFFA, Canadian International Freight Forwarder Association, Jld. I, CIFFA Course

(18)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight dalam kata “from the time when the goods are loaded on to the time when they are discharge from the ship”. Dengan demikian maka pertanggungjawaban

pengangkut itu berakhir sejak barang dibongkar dan diserahkan dekat kapal (delivery of goods alongside the ship).

The Hamburg Rules 1978 mengenai pertanggungjawaban pengangkut perumusannya lebih terperinci. Hal ini dapat ditemukan di dalam article 4 (period of responsibility).

Article 4 (1) : “ the responsibility of the carrier for the goods under this convention covers the period during which the carrier is in charge of the goods at

the port of loading, during the carriage and at the port of discharge”

Jadi menurut pasal ini, pertanggungjawaban pengangkut adalah pada saat barang-barang berada di bawah penguasaannya yaitu di pelabuhan pemberangkatan, selama berlangsungnya pengangkutan sampai di pelabuhan pembongkaran. Dengan ketentuan demikian itu jelaslah, bahwa masa pertanggungjawaban pengangkut (period of responsibility of the carrier) dalam The Hamburg Rules 1978 adalah lebih tegas, nyata, dan memberi tanggung jawab yang besar terhadap pengangkut.13

Pertanggungjawaban yang dipikul oleh pengangkut itu adalah suatu kenyataan, bahwa pengangkut dalam perjanjian pengangkutan ini merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk memberikan sesuatu jasa. Sehubungan dengan Pasal 1 KUHD di dalam ketentuan umum disebutkan : “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur di dalam Kitab

13

(19)

Undang ini, sekedar di dalam Kitab Undang-Undang ini tidak diatur secara

khusus menyimpang”.

Dengan berdasarkan ketentuan Pasal 1 KUHD itu maka terhadap perjanjian pengangkutan itu, maka Pasal 1235 sampai dengan pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) tentang perikatan–perikatan untuk memberikan sesuatu dan juga pasal 1706 dan pasal 1707 KUHP tentang kewajiban si penerima titipan “bewaarnemer” dapat dianggap sebagai asas pertanggungjawaban pengangkut seperti dimaksud di atas, dapat pula diperlakukan baginya.

Dalam hal yang diangkut barang, maka pengangkut diwajibkan untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut serta selanjutnya adalah menjadi tanggung jawabnya apabila barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkan atau menjadi rusak (Pasal 468 KUHD).

Pasal 477 KUHD menetapkan pula bahwa pengangkut juga bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang diangkut. Juga di dalam Pasal 477 KUHD itu ditentukan, bahwa pengangkut bebas dari tanggung jawab sebagai demikian itu, apabila dapat dibuktikan oleh pengangkut, bahwa hal-hal itu disebabkan karena bahaya yang tidak mungkin dapat dicegah atau dihindarkannya

F. Metode Penulisan

1. Bentuk Penelitian

(20)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum perdata khususnya terhadap peranan dan tanggung jawab freight forwarder dalam pengangkutan barang di laut. Selain itu dipergunakan juga

bahan-bahan tulisan lain yang berkaitan dengan persoalan ini.

Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perdata khususnya yang terkait dengan masalah peranan dan tanggung jawab freight forwarder dalam pengangkutan barang di laut.

2. D a t a

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dan studi lapangan (Field Research) untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi

serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

Bahan atau data yang diteliti berupa : 1. Data primer yang terdiri :

a) Hasil observasi b) Hasil wawancara

2. Data Sekunder yang terdiri dari :

(21)

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer yang terdiri hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini, dan situs Internet.

c). Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini. 14

14

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakrta 1998, hal. 195, sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif

suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), hal. 41.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di PT. Kartika Gloria Bahari selaku Freight Forwarder dengan responden dari bagian umum dan bagian operasional.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (Library Research) dan studi lapangan (Field Research), yaitu mempelajari dan

(22)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

G. Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah bagi pembaca dalm memahami isi dari tulisan ini, sehingga pembaca dapat mengambil kesimpilan dari apa yang diuraikan, maka tulisan ini dikelompokkan menjadi beberapa bab, dan tiap-tiap bab terdiri dari bagian-bagian

Bab I merupakan Pendahuluan yang memuat Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan yang merupakan gambaran isi dari skripsi ini.

Bab II pada pokoknya menjelaskan mengenai Tinjauan Pengangkutan Secara Umum, Ketentuan Umum Mengenai Tanggung Jawab Pengangkut, Prinsip Tanggung Jawab dalam Perjanjian Pengangkutan, Batas-Batas Ganti Rugi yang Menjadi Tanggung Jawab Pengangkut, Tanda Bukti Tuntutan Ganti Rugi dan Proses Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi

Bab III berisi ulasan mengenai sejarah Freight Forwarder, pengertian Freight Forwarder, Peraturan Perundang-Undangan tentang Freight Forwarder,

Tata Cara, Izin Pendirian dan Kewajiban Freight Forwarder .

(23)

PT. Samudra Mandiri Jaya dengan PT. Kartika Gloria Bahari, Pertanggungjawaban proses pengangkutan PT. Kartika Gloria Bahari dan Proses Tuntutan Ganti Rugi terhadap Freight Forwarder yang melaksanakan pengangkutan barang di laut.

(24)
(25)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight

PENGANGKUT DALAM PENGANGKUTAN LAUT

A. Tinjauan Mengenai Pengangkutan Secara Umum

Sebelum diuraikan lebih lanjut mengenai tanggung jawab pengangkut, terlebih dahulu perlu dibahas mengenai definisi pengangkutan. Menurut Abdul Kadir, arti kata “pengangkut” berasal dari kata “angkut” yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Sedang “pengangkutan” artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan atau pengiriman barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul pengertian adanya suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pengangkutan itu adalah suatu kegiatan memuat barang atau penumpang yang kemudian membawa barang atau penumpang itu ke tempat lain dan menurunkan barang atau penumpang tersebut 15

Menurut HMN. Purwosutjipto, Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan

.

16

Kalau kita lihat dari berbagai pengertian dan definisi pengangkutan di atas, maka dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan, sebagai berikut

.

17

15

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Darat, Laut dan Udara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 20.

16

HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Buku III, Hukum

Pengangkutan, Djambatan Jakarta, 1987, hal. 2.

17

Muchtaruddin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 12.

: 1. Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan.

Pelaku uni ada yang berupa badan usaha, seperti perusahaan pengangkutan, dan ada pula yang berupa manusia pribadi, seperti buruh pengangkutan di pelabuhan.

2. Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Alat ini digerakkan secara mekanik dan memenuhi syarat undang-undang, seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, Derek (crene) dan sebagainya.

(26)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight 4. Perbuatan, yaitu kegiatan yang mengangkut barang atau penumpang sejak

pemuatan sampai dengan penurunan di tempat tujuan yang ditentukan.

5. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan kegunaan dan nilai barang atau penumpang (tenaga kerja).

6. Tujuan pengangkutan, yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas.

Selanjutnya bahwa pengaturan perjanjian pengangkutan pada dasarnya diatur di dalam 2 klasifikasi peraturan perundangan, yaitu undang-undang yang bersifat keperdataan dan undang-undang-undang-undang yang bersifat administratif. Undang-Undang yang mengatur pengangkutan ada yang berbentuk kodifikasi, yaitu KUHD dan KUHP serta ada juga yang berbentuk undang-undang biasa, yaitu yang terdapat di luar KUHD dan KUHP.

Seperti yang diketahui bahwa terdapat beberapa jenis pengangkutan yang ada di dalam dunia perdagangan dan lalu lintas perniagaan dan jasa, yakni pengangkutan darat, laut, pengangkutan udara, dan pengangkutan perairan darat. Dan setiap jenis pengangkutan di atas diatur secara tersendiri dan khusus.

Adapun peraturan-peraturan yang mengatur mengenai perjanjian pengangkutan adalah sebagai berikut 18

18

Hasnil Basri Siregar, Op.cit, , hal. 10-28. :

1. Pengangkutan Darat

a. KUHD, Buku I pasal 91-98 tentang Pengangkutan Barang, kemudian pasal 90 mengenai surat angkutan, pengangkut dan juragan perahu melalui sungai-sungai dan perairan darat.

b. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan dengan kereta api, yakni Stb. 1927-262, Stb. 1939-556, Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1963 dan Peraturan Pemerintah NO. 61 tahun 1971,

(27)

d. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan pos, Undang-Undang No. 4 tahun 1959, Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1959, Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1959, Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1965, Undang-Undang No. 13 tahun 1969 dan sebagainya.

e. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan melalui telekomunikasi, Undang-Undang No. 5 tahun 1964, Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1965, Peraturan Pemerintah No. 35 tahuin 1965, Undang-Undang No. 4 tahun 1957, Undang-Undang No. 10 tahun 1969 dan sebagainya.

2. Pengangkutan Udara

a. Undang-Undang No. 83 tahun 1958 tentang Penerbangan. b. Stb. 1936-425 tentang Lalu Lintas Udara.

c. Stb. 1939-42 tentang Pengawasan atas Penerbangan.

d. Stb. 1939-149 jo Stb. 1939-150 tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan disebarluaskannya penyakit menular oleh penumpang pesawat terbang.

e. Stb. 1939-100 tentang Ordonansi Pengangkutan udara yang mengatur pengangkutan penumpang, bagasi, dan pengangkatan barang, serta pertanggungjawaban pengangkutan udara.

f. Perjanjian Roma tanggal 23 Mei 1933, perjanjian tentang tanggung jawab pengangkut udara mengenai kerusakan/kerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga di muka bumi.

g. Di samping itu ada perjanjian internasional khusus yang dihasilkan oleh International Air Tranport Association (IATA) dalam bentuk General Condition of Carriage.

3. Pengangkutan Perairan Darat

a. Stb. 1927-289 jo. Stb. 1929-111 tentang pengawasan atas kapal-kapal yang berlayar di sungai dan perairan darat lainnya.

b. Stb. 1914-266 yang diubah dengan Stb. 1947-50 tentang tubrukan kapal di sungai dan perairan darat lainnya.

c. Surat Keputusan Menteri Perhubungan tanggal 4 Agustus 1964, No. Kab. 4/12/25 pengaturan tentang penyelenggaraan pelayaran sungai, terusan dan danau.

d. Surat Keputusan Menteri Perhubungan tanggal 15 April 1970 No. SK/117/M/70 tentang penggunaan perairan pedalaman untuk angkutan umum dan angkutan barang khusus.

e. KUHDBuku I, Bab V, Bagian III Pasal 91 s.d. Pasal 98 tentang pengangkutan barang melalui jalan darat dan perairan darat.

f. KUHD Buku II, pasal 748 s.d. Pasal 754 mengenai kapal-kapal yang melalui perairan darat.

g. KUHD pasal 749, pasal 215 s.d. 319, pasal 714 s.d. 746 dan sebagainya.

(28)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight a. KUHD Buku II, Bab V tentang Perjanjian Charter Kapal.

b. KUHD Buku II, Bab VA tentang Pengangkutan Barang-Barang. c. KUHD Buku II, Bab VB tentang Pengangkutan orang.

d. Peraturan khusus lainnya, yaitu Stb. 700 bsd 1948-224, Stb. 1936-703 bsd 1937-445, Stb. 1940-62, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1985, PP No. 17 tahun 1988 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut.

e. Disamping peraturan-peraturan tersebut terdapat konvensi-konvensi internasional mengenai pengangkutan laut, yaitu :

1) The Charter Act yang dibentuk pada tanggal 13 Februari 1893 yang isi pokoknya melarang adanya syarat (beding) pembebasan pertanggungan jawab terhadap laiknya kapal laut, untuk kemampuan kapal bagi pelayaran yang telah diperjanjikan, untuk penganakbuahan dan perlengkapan yang baik dan sempurna, begitu juga penataan barang-barang muatan yang teliti dan tertib serta perlakuan yang hati-hati terhadap muatan. Peraturan yang sejenis dengan The Charter Act ini terdapat di beberapa Negara dengan nama yang berbeda-beda, seperti Australia disebut dengan The Sea-Carriage of Goods Act, 1904. 2) The Hague Rules dibentuk untuk pertama kali oleh International Law Association pada tahun 1921, yang kemudian dirubah pada tahun 1922 dan terakhir dirubah di Brussel pada tanggal 25 Agustus 1924, yang secara resmi disebut International Convention for Unification of Certain Rules of Law Relating to Bill of Lading yang pada pokoknya mengatur tanggung jawab pengangkut terhadap pengiriman barang. Selanjutnya dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam perjanjian pengangkutan, adalah :19

Dalam pasal 90 KUHD dinyatakan bahwa surat muatan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dengan pengangkut, ditanda tangani oleh pengirim atau ekspeditur. Memperhatikan ketentuan pasal itu, maka dapat dinyatakan bahwa surat muatan dibuat oleh pengirim atau nama pengirim, dan (a). Surat muatan untuk pengangkutan barang

(b). Tiket penumpang untuk pengangkutan penumpang/orang

Baik surat muatan maupun tiket penumpang diatur dalam undang-undang. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai alat bukti adanya perjanjian pangangkutan antara pengangkutan an pengirim atau penumpang. Surat muatan untuk pengangkutan barang di dalam pengangkutan, adalah :

1). surat muatan (vrachbrief) untuk pengangkutan darat.

2). surat muatan kereta api (spoorvrachbrief) untuk pengangkutan kereta api. 3). surat muatan laut (cognossement) untuk pengangkutan laut.

4). surat muatan udara (luchtvachtbrief) untuk pengangkutan udara.

(a) Surat muatan untuk pengangkutan barang 1) Surat muatan (vracbrief)

19

(29)

baru berfungsi sebagai surat perjanjian (bukti ada perjanjian) jika pengangkut menandatangani juga surat muatan tersebut.

Berdasarkan kenyataan, dalam pengangkutan darat dengan truk, surat muatan dibuat oleh pengirim atau ekspeditur atas nama pengirim dan ditandatangani. Ketika barang diserahkan kepada pengangkut untuk diangkut, surat muatan diperiksa guna mengetahui kesesuaian isinya dengan barang yang ada. Kemudian surat itu diparaf dan diberi stempel pengangkut. Satu lembar dipegang pengirim. Satu lembar dipegang oleh pengangkut, dan satu lembar lainnya disertakan bersama barang yang diangkut untuk diserahkan kepada penerima, diparaf dan stempel disamakan dengan penandatanganan.

2)Surat muatan kereta api

Dalam Pasal 36 ayat (1) BVS dinyatakan bahwa pengirim berkewajiban menyertai tiap barang kirimannya dengan surat muatan yang sudah diisi dan ditandatangani dengan baik. Jika menurut ketentuan pasal ini surat muatan kereta api dibuat dan ditandatangani oleh pengirim, bukan oleh pengangkut. Dengan demikian surat muatan kereta api merupakan surat bukti bagi pengangkut, bukan bagi pengirim. Berdasarkan kenyataannya, surat muatan yang sudah diisi dan ditandatangani oleh pengirim itu diserahkan kepada pengangkut bersama dengan barang muatan. Pengangkut menerima barang dan dicocokkan dengan isi surat muatannya. Setelah itu surat muatan distempel oleh pangangkut dan ditulis tanggal penerimaannya. Surat muatan asli disertakan dengan muatannya, dan surat muatan kopinya diterima oleh pengirim. Dalam hal ini surat muatan berfungsi sebagai alat bukti adanya perjanjian pengangkutan antara kedua belah pihak.

3). Surat muatan laut.

(30)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight apabila ada barang yang harus diterima untuk diangkut, sedangkan pengangkut atau perwakilannya tidak ada di tempat itu.

4). Surat muatan udara

Dalam Pasal 8 Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) dinyatakan bahwa surat muatan asli dibuat oleh pengirim dalam rangkap dan diserahkan bersama dengan barang-barang. Lembar pertama memuat kata-kata “untuk pengangkut” ditandatangani oleh pengirim. Lembar kedua memuat kata-kata “untuk penerima” ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut dan dikirim bersama-sama dengan barang. Lembar ketiga ditandatangani oleh pengangkut dan setelah barang diterima, dan diserahkan kepada pengirim. Pengangkut harus menandatangani surat muatan segera setelah barang diterimanya. Tanda tangan pengangkut dapat diganti dengan cap, jika pengangkut membuat surat muatan udara atas permintaan pengirim, maka dianggap bertindak atas tanggungan pengirim, kecuali ada bukti yang dinyatakan sebaliknya.

Berdasarkan kenyataan, perusahaan pengangkutan udara telah menyimpan formulir surat muatan udara yang memenuhi ketentuan undang-undang dalam bentuk catatan. Setiap orang yang ingin mengirim barang meminta formulir kepada pengangkut dan mengisi formulir tersebut dalam rangkap tiga, formulir yang sudah diisi tersebut diserahkan bersama barang yang diangkut kepada pengangkut.

(b). Tiket penumpang untuk pengangkutan penumpang/orang

Dalam pengangkutan penumpang, istilah “tiket penumpang” adalah sebutan yang umum. Tetapi dalam praktek pengangkutan, setiap jenis pengangkutan mempunyai sebutan yang tidak sama, sebutan itu selalu menunjukkan pada jenis alat pengangkutannya, yaitu :20

Dalam pengangkutan laut, tiket penumpang disebut “tiket kapal laut”. Tiket kapal laut dapat diterbitkan “atas nama” atau “atas pengganti” atau “atas tunjuk” atau “blanko”. Tiket yang diterbitkan blanko dianggap diterbitkan atas tunjuk. Tiket yang diterbitkan atas nama maksudnya supaya tidak dapat diperalihkan secara bebas pada pihak lain. Tiket atas pengganti boleh diperalihkan secara bebas pada pihak lain dengan endosemen. Tiket atas tunjuk boleh diperalihkan dengan penyerahan dari tangan ke tangan (pasal 531 KUHD). Tiket atas pengganti dan atas tunjuk hanya dapat diperalihkan (a) Dalam pengangkutan darat

Dalam pengangkutan darat, tikep penumpang disebut “karcis”, seperti karcis bis kota, karcis taksi antar kota, karcis kereta api. Karcis bis kota diterbitkan atas tunjuk atau blanko karena pelayanan jarak dekat dalam kota untuk penumpang yagn jumlahnya banyak, jadi untuk kepentingan praktis. Tetapi karcis kereta api diterbitkan atas tunjuk, walaupun untuk pelayanan jarak jauh, karena jumlah penumpang yang dilayani sangat banyak, jadi untuk kepentingan praktis juga. Dalam undang-undang tidak ada perubahan rincian isi yang perlu dicantumkan dalam karcis atau tiket penumpang.

(b) Dalam pengangkutan laut

20

(31)

kepada pihak lain dengan persetujuan pengangkut bila penumpang yang bersangkutan sudah berada di dalam kapal (Pasal 532 KUHD).

c. Dalam pengangkutan udara.

Dalam pengangkutan penumpang udara, tiket penumpang disebut “tiket pesawat udara”. Menurut ketentuan pasal 5 ayat 1 OPU, tiket penumpang diterbitkan “tidak atas nama”, sebab dalam pasal tersebut tidak ada ketentuan mencantumkan nama penumpang.

Dalam praktek pengangkutan udara, ternyata nama penumpang justru harus dicantumkan. Jadi tiket penumpang diterbitkan “atas nama”. Pencantuman nama dalam pengangkutan udara. Tiket pesawat diberikan kepada setiap penumpang yang telah melunasi biaya pengangkutan. Dengan demikian, tiket pesawat berfungsi sebagai alat bukti pengangkutan penumpang udara.

B. Ketentuan Umum Mengenai Tanggung Jawab Pengangkut

Ketentuan umum mengenai tanggung jawab pengangkut (Liability of the Carrier) dapat dilihat di dalam Pasal 468 KUHD yang berbunyi : “perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang kecuali bilamana ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau dihindarinya akibat dari sifat keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan dari mereka yang ia pekerjakan dan terhadap benda-benda yang ia pergunakan pada pengangkutan”.

Dalam Pasal 468 KUHD tersebut dapat dikatakan sebagai suatu pasal mengenai pertanggungjawaban pengangkut. Pertanggungjawaban ini membawa konsekuensi yang berat bagi pengangkut kalau tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya. Pertanggungjawaban pengangkut ini juga diatur dialam The Hague Rules 1924 dan juga diatur dalam The Hamburg Rules 1978.

Menurut The Hague Rules 1924 pertanggungjawaban pengangkut sedemikian itu terdapat di dalam artikel ke-1 ayat (2) yang berbunyi : “carriage of the goods covers the period from the time goods are loaded on to the time they are

(32)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Jadi pertanggungjawaban pengangkut itu menurut The Hague Rules 1924 adalah sejak saat barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Ini terlihat dalam kata “from the time when the goods are loaded on to the time when they are discharge from the ship”. Dengan demikian maka pertanggungjawaban

pengangkut itu berakhir sejak barang dibongkar dan diserahkan dekat kapal (delivery of goods alongside the ship).21

Jadi menurut pasal ini, pertanggungjawaban pengangkut adalah pada saat barang-barang ada di bawah penguasaannya yaitu di pelabuhan pemberangkatan, selama berlangsungnya pengangkutan sampai di pelabuhan pembongkaran.

The Hamburg Rules 1978 mengenai pertanggungjawaban pengangkut

perumusannya secara lebih terperinci. Hal ini dapat ditemukan di dalam artikel ke-4 yang mnatur tentang batas periode tanggung jawab (period of responsibility). Artikel ke-4 ayat (1) : the responsibility of the carrier for the goods under this convention covers the period during which the carrier is in charge of the goods at

the port of loading, during the carriage and at the port of discharge”.

22

Selanjutnya artkel ke-4 ayat (2) dari The Hamburg Rules 1978 menetapkan tentang sejak kapan barang berada di dalam penguasaan pengangkut sehubungan dengan article (1) tersebut.23

21

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang Hukum Dagang dan

Undang-Undang Kepailitan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, hal. 21.

22

Ibid, hal. 22.

23

Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan

Udara Internasional dan Nasional, Cetakan I, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 34.

Artikel ke- 4 ayat (2) mengatakan : “for the purpose of paragraph 1 of this article, the carrier is deemed to be in charge of the goods”.

(33)

2. An authority or orher third party to whom pursuant to law or regulations applicable at the part of loading. The goods must be handed over for shipment.

b. until the time he has delivered the good :

1. By handing over the goods to the consignee, or

2. In cases where the consignee doen not receive the goods from the carrier, by placing them at the disposal or the consignee in accordance with the usage of the particular trade, applicable at the part of discharge.

3. By handing over the to an authority or other third party to whom, pursuant to law or regulations applicable at the part of discharge, the goods must be handed over.

Menurut artikel ke-4 ayat (2) tersebut dianggap berada dalam penguasaan pengangkut adalah :24

Pertanggungjawaban yang dipikul oleh pengangkut itu adalah suatu kenyataan, bahwa pengangkut dalam perjanjian pengangkutan ini merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk memberikan sesuatu jasa. Sehubungan dengan a. Sejak barang diterimakan atau diserahkan kepadanya oleh :

1. Pengirim atau orang lain yang bertindak atas namanya atau

2. Seseorang yang dikausakan atau pihak ketiga yang terhadapnya hukum atau aturan diperlakukan di pelabuhan mana barang harus diserahkan untuk diangkut.

b. Sampai saat barang diserahkan. 1. kepada consignee (penerima).

2. dalam hal di mana consignee tidak menerima barang dari pengangkut, maka sebagai gantinya dalam hubungannya dengan perjanjian atau berdasar atas hukum atau atas dasar kebiasaan dalam dunia perdagangan yang berlaku di tempat pelabuhan barang-barang dibongkar atau

3. penyerahan barang-barang keapda yang dikuasakan atau kepada pihak ketiga berdasarkan hukum atau ketentuan yang berlaku di tempat pelabuhan pembongkaran.

Dengan ketentuan demikian itu jelaslah, bahwa masa pertanggungjawaban pengangkut (period of responsibility of the carrier) dalam The Hamburg Rules 1978 adalah lebih tegas,nyata, dan memberi tanggung jawab yang besar terhadap pengangkut.

24

(34)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Pasal 1 KUHD di dalam ketentuan umum disebutkan : “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur di dalam Kitab

Undang-undang ini, sekedar di dalam Kitab Undang-Undang ini tidak diatur secara

khusus menyimpang”.

Dengan berdasarkan ketentuan Pasal 1 KUHD itu maka terhadap perjanjian pengangkutan itu, maka Pasal 1235 sampai dengan Pasal 1238 KUHP tentang perikatan–perikatan untuk memberikan sesuatu dan juga Pasal 1706 dan Pasal 1707 KUHP tentang kewajiban si penerima titipan “bewaarnemer” dapat dianggap sebagai asas pertanggungjawaban pengangkut seperti dimaksud di atas, dapat pula diperlakukan baginya. Selain tanggung jawab pengangkut, maka pengangkut masih dibebani beberapa kewajiban, yaitu dalam hal yang diangkut itu : 1) barang dan 2) orang.

(35)

Khusus terhadap rusaknya barang, dibebaskan dari tanggung jawab apabila pengangkut dapat membuktikan, bahwa rusaknya itu disebabkan karena cacat barang atau karena kesalahan pengirim (Pasal 91 KUHD jo. Pasal 468 KUHP).

Mengenai kewajiban-kewajiban dari pengangkut The Hague Rules 1924 juga memuatkannya di dalam artikel ke-3, yaitu pada sebelum dan pada awal pelayaran sebagai berikut :

Artikel ke-3 ayat (1) : The carrier shall be bound before and it the beginning of the voyage to exercise due diligence to :

a. make the ship sea worthny

b. properly man, equip and supply the ship

c. make the holds, refrigerating and cool chambers, and all other parts of the ship in which goods are carried, fit and safe for their reception, carriage and preservation.

Maka dengan memperhatikan artikel ke-3 dari The Hague Rules tersebut, mengenai kewajiban-kewajiban pengangkut pada sebelum dan pada awal pelayaran ditetapkan bahwa pengangkut diharuskan meneliti secermat-cermatnya tentang : 25

Selanjutnya The Hague Rules tidak mengatur secara rinci mengenai tanggung jawab pengangkut, sebaliknya yang tegas dikemukakan adalah hal-hal dimana pengangkut bebas dari tanggung jawab. Hal ini dapat ditemui dalam artikel ke-4 yang menyatakan bahwa pengangkut dapat dibebasakan dari kewajiban dan tanggung jawab setelah dapat membuktikan bahwa pengangkut a. Kapal harus layak laut (sea worthy)

b. Kapal harus diawaki, diperlengkapi dan diberi persediaan sebagaimana layaknya.

c. Membuat palka, kamar-kamar pendingin, dan semua bagian lain dari kapal di mana barang-barang akan diangkut, siap dan aman untuk menerima, mengangkut dan mengawasi barang-barang tersebut.

25

(36)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight telah melakukan usaha-usaha yang sewajarnya untuk menghindari kerusakan dan kehilangan barang.

The Hamburg Rules 1978 dalam hubungannya dengan tanggung jawab

pengangkut itu menetapkan dengan tegas bahwa pengangkut bertanggung jawab atas akibat daripada hilangnya dan rusaknya barang, bahkan diperluas lagi dengan tanggung jawab atas keterlambatan penyerahan barang-barang, jika hal itu terjadi sepanjang barang-barang itu ada di dalam penguasaan pengangkut (The carrier is liable for loss resulting from loss or damage to the goods, as well as from delay in

delivery, if the occurrence which caused the loss, damage of delay took place

while the goods were in his charge).

Ini berarti bahwa kalau terjadi keterlambatan penyerahan barang misalnya oleh pengangkut, maka pihak pengangkutlah yang harus membuktikan tentang ketidaksalahannya apabila terjadi tuntutan ganti kerugian yang disebabkan oleh karena lambatnya penyerahan barang tersebut. Juga keadaan demikian itu dapat pula terjadi dalam barang itu hilang ataupun barang itu rusak.

Sesuai dengan pengertian pengangkut yang oleh The Hamburg Rules 1978 dibedakan antara carrier (pengangkut) dan actual carrier (pengangkut sesungguhnya), maka The Hamburg Rules juga mengatur tentang tanggung jawab untuk masing-masing pengangkut, yaitu carrier dan actual carrier, untuk mana hal ini sama sekali tidak disinggung di dalam The Hague Rules.

(37)

contract of carriage by sea to do so, the carrier nevertheless remains responsible

for the entire carriage according to the provesions of this convention”.

Ketentuan yang terdapat di dalam artikel ke-10 ayat (1) The Hamburg Rules tersebut menetapkan suatu prinsip yang tegas, yaitu bahwa meskipun

sebagian ataupun seluruh pelaksanaan pengangkutan oleh carrier tetapi dipercayakan kepada actual carrier maka carrier masih tetap bertanggung jawab terhadap seluruh pelaksanaan pengangkutan sesuai dengan ketentuan konvensi ini. Selanjutnya artikel ke-10 memberikan ketentuan yang lebih tegas lagi, yaitu hal ini dapat dilihat dalam kata-kata : “the carrier is responsible, in relation to the carriage performed by the actual carrier, for the acts and commissions of

the actual carrier and of his servants and agents acting within the scope of their

employment”.

Ini berarti bahwa carrier tetap bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan dan kealpaan yang dilakukan oleh actual carrier dan buruh-buruh dan agen-agennya selama dalam batas lingkungan pekerjaannya, sehubungan dengan pengangkutan yang dilaksanakan oleh pengangkut yang sesungguhnya.

Bagi actual carrier itu berlakulah seluruh ketentuan-ketentuan yang mengatur tanggung jawab carrier terhadap pengangkutan yang dilakukan dari konvensi tersebut. Setelah ditinjau pertanggungjawaban serta kewajiban pengangkut sehubungan dengan pengangkutan barang, maka masalah yang timbul adalah bagaimana pertanggungjawaban dan kewajiban pengangkut, kalau dalam hal ini yang diangkut itu adalah orang.26

Pertama yang harus diperhatikan adalah ketentuan yang terdapat di dalam Buku II KUHD Bab VB yang mengatur tentang pengangkutan orang. Di dalam Pasal 521 KUHD disebutkan : “pengangkut dalam arti menurut title ini adalah

26

Sution Usman Adji, Djoko Prakoso dan Hari Pramono, Hukum Pengangkutan di

(38)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight orang yang baik karena penggunaan penyediaan kapal menurut waktu maupun

penggunaan penyediaan kapal menurut perjalanan, ataupun karena perjanjian

lainnya mengikat diri untuk melaksanakan pengangkutan orang-orang (musafir,

penumpang) seluruhnya atau sebagian menyeberang laut”.

Sebagai pengangkut dalam pengangkutan orang, maka ia dibebani kewajiban seperti yang terdapat di dalam Pasal 522 KUHD, yaitu : “Perjanjian untuk pengangkut mewajibkan pengangkut untuk mengusahakan keamanan

penumpang sejak saat masuk ke kapal dan saat keluar dari kapal”.

Apabila dalam pengangkutan itu terdapat penumpang yang terluka karena pengangkutannya, pengangkut wajib memberi ganti rugi dan apabila penumpang tersebut meninggal dunia akibat lukanya, maka pengangkut wajib mengganti kerugian yang diderita karenanya oleh suami atau istri yang ditinggalkannya, anak-anak dan orang tua si penumpang.27

27

Ibid, hal. 23.

(39)

The Hague Rules 1924 dan The Hamburg Rules 1978 tidak mengatur

mengenai pengangkutan orang, karena kedua konvensi ini hanya mengatur pengangkutan barang.

C. Prinsip Tanggung Jawab dalam Perjanjian Pengangkutan

Prinsip Tanggung Jawab dalam Perjanjian Pengangkutan ada 3 (tiga), yaitu :28

Menurut prinsip ini pengangkut harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian terhadap setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Pengangkut tidak dimungkinkan untuk membebaskan diri dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian tentang kesalahan. Untuk kesalahan tidak 1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (fault liability)

2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga (presumption of liability) 3. Prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability)

1). Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (fault liability)

Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian atas segala kerugian yang timbul akibat dari kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu. Beban pembuktian itu ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini adalah yang umum berlaku seperti yang diatur dalam pasal 1365 KUHP tentang perbuatan melawan hukum.

2). Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga (presumption of liability)

Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakan. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa tidak bersalah, maka dapat dibebaskan dari kewajiban membayar kerugian. Yang dimaksud dengan “tidak bersalah” adalah tidak melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut.

3). Prinsip tanggung jawab mutlak.

28

(40)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight relevan 29

1. Pengangkutan Darat

. Apabila prinsip-prinsip ini dihubungkan dengan undang-undang yang mengatur pengangkutan darat, laut dan udara di Indonesia, ternyata undang-undang pengangkutan yang mengatur ketiga jenis pengangkutan tersebut menganut prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga. Hal ini terbukti dari antara lain ketentuan pasal-pasal yang diuraikan berikut ini.

Dalam Pasal 24 UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Jalan Raya ditentukan bahwa pengusaha pengangkutan kendaraan bermotor umum bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang dan kerusakan barang yang berada dalam kendaraan tersebut, kecuali bila pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian itu terjadi di luar kesalahannya atau buruhnya.

Dalam Pasal 78 BVS ditentukan pertanggungjawaban itu meliputi kehilangan atau kerusakan, baik seluruhnya atau sebagian, ataupun keterlambatan penyerahan barang yang diangkut itu, kecuali jika pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian itu di luar kesalahannya dan buruhnya.

2. Pengangkutan Laut

Dalam Pasal 468 ayat (2) KUHD ditentukan bahwa apabila barang yang diangkut itu tidak diserahkan seluruh atau sebahagian, atau rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada pengirim. Tetapi pengangkut tidak bertanggung jawab mengganti kerugian apabila dapat membuktikan bahwa tidak diserahkan seluruh atau sebahagian atau rusaknya barang itu karena suatu peristiwa yang tidak dapat dicegah atau dihindari terjadinya……dan seterusnya.

29

Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan

(41)

Pada pasal 522 ayat (2) KUHD ditentukan bahwa pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian yang disebabkan oleh luka yang dialami oleh penumpang karena pengangkutan itu, kecuali ia dapat membuktikan bahwa luka itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang tidak dapat dicegah atau dihindari terjadinya, atau kesalahan penumpang sendiri.

3. Pengangkutan Udara

Dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) OPU ditentukan bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian, bila dapat dibuktikan bahwa ia dan semua orang yang dipekerjakan olehnya yang berhubungan dengan pengangkutan itu telah mengambil semua tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian atau bahwa tidak mungkin bagi mereka untuk mengambil tindakan-tindakan tersebut.

Pada pengangkutan bagasi dan barang, pengangkut tidak bertanggung jawab apabila dapat dibuktikan bahwa kerugian adalah akibat dari suatu kesalahan pada pengemudi, pada pimpinan penerbangan dan pesawat terbang atau pada navigasi dan bahwa dalam semua hal ini, pengangkut dan semua orang yang dipekerjakannya yang berhubungan dengan pengangkutan itu telah mengambil semua tindakan yang perlu untuk menghindarkan itu atau bahwa mereka tidak mungkin dapat mengambil tindakan-tindakan tersebut.

(42)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight membuktikan adanya pada pihak pengangkut. Tetapi karena berdasarkan praduga, maka pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila dapat membuktikan dirinya tidak bersalah (absence of fault).

D. Batas-Batas Ganti Rugi Yang Menjadi Tanggung Jawab Pengangkut

Menurut ketentuan Pasal 468 ayat (2) KUHD, pengangkut terikat untuk mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang-barang, baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian atau karena kerusakan barang, kecuali bilamana dapat dibuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau adanya kerusakan itu adalah akibat dari suatu peristiwa yang sepantasnya yang tidak dapat dicegah atau dihindarinya akibat dari sifat, keadaan atau cacat yang terdapat pada barang-barang itu sendiri.30

Perumusan undang-undang membawa konsekuensi, bahwa barang siapa menggugat pihak pengangkut pada umumnya cukup mendalihkan dan kalau perlu membuktikan bahwa barang-barang yang diangkut telah diterima oleh pengangkut dalam keadaan baik, namun diserahkannya dalam keadaan tidak lengkap. Dalam keadaan semacam itu, maka pihak pengangkut harus dapat membuktikan bahwa telah terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan cacatnya barang, peristiwa mana sebelumnya tidak dapat dicegahnya.31

Dalam Pasal 468 ayat (3) KUHD itu disebutkan, bahwa pihak pengangkut bertanggung jawab terhadap perbuatan mereka yang ia pekerjaan dan ia bertanggung jawab pula terhadap alat-alat yang ia gunakan oleh pengangkut

30

HMN Purwosutjipto, Op.cit, hal. 78. 31

(43)

dalam melaksanakan pengangkutan. Arti dari pasal tersebut ialah bahwa pengangkut adalah bebas dari pertanggungjawaban untuk mengganti kerugian, apabila orang lain yang dikerjakan pengangkut dapat menunjukkan adanya suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau dihindarinya.

Untuk pengiriman barang-barang berharga, maka pihak yang bersangkutan dengan barang-barang berharga tersebut harus diberitahukan kepada pengangkut. Apabila pihak yang bersangkutan dengan barang-barang berharga itu lalai memberitahukan kepada pihak pengangkut, maka ada alasan bagi pengangkut untuk mengadakan pembatasan tentang tanggung jawabnya. Ketentuan ini diatur di dalam pasal 469 KUHD. Jadi dalam hal ini pengangkut hanyalah bertanggung jawab, apabila sifat dan harga dari barang-barang berharga tersebut diberitahukan lebih dulu kepadanya. Sedang terhadap kerugian yang timbul karena sebab-sebab lain dengan tidak adanya pemberitahuan itu tetap menjadi tanggung jawab pengangkut.

(44)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Apabila pengangkut itu adalah si pengusaha kapal itu sendiri, maka sesuai dengan Pasal 474 KUHD tanggung jawab pengangkut sebagai demikian itu tentang kerugian yang ditimbulkan kepada barang-barang yang diangkut adalah terbatas sampai jumlah Rp. 50,- per tiap m3 isi bersih kapal tersebut, ditambah sekedar mengenai kapal-kapal yang digerakkan dengan tenaga mesin, dengan apa yang untuk menentukan isi tersebut, harus dikurangkan dari isi kotor ruangan yang diperlukan oleh tenaga penggerak. Apabila kerugian itu disebabkan karena kesengajaan atau kesalahan berat dari pihak pengangkut, maka berdasarkan Pasal 467 KUHD, pengangkut dapat dituntut penggantian kerugian terhadap seluruh kerugian.32

32

Hasnil Basri Siregar, Op.cit, hal. 89.

(45)

Untuk itu perlulah kiranya melihat kepada ketentuan yang terdapat di dalam The Hague Rules pada artikel ke-4, yaitu : “Neither the carrier nor the ship shall in even be or become lieable for any loss or damage to or in connection with

goods in on amount exceeding 100 poundsterling prepackage or unit or the

equivalent of that sum in other currency unless and value of such goods have been

declared by shipper before shipment and in serted in the Bill of Ladin”..

Atas ketentuan yang terdapat di dalam The Hague Rules tersebut yang membatasi tangung jawab pengangkut sampai pada jumlah seratus (100) poundsterling untuk setiap bungkus/colli atau unit barang menimbulkan ketidakpuasan. Sehubungan dengan itu, maka pada tahun 1968 di Brussel diadakan suatu protokol untuk menyempurnakan artikel ke -4 atau pasal 4 ayat (5) dari The Hague Rules tersebut. Nama Protocol Brussel 1968 tersebut adalah “Protocol to amend the international convention for the unification of certain rules relating to Bill of Lading, signed at Brussel on 25 August 1924”. Mengenai

perubahan terhadap pasal 4 ayat (5) The Hague Rules itu yang kemudian dijadikan pasal 2 dalam The Brussels Protocol 1968 adalah merubah tentang jumlah batasan ganti rugi yang menjadi tanggung jawab pengangkut.

The Brussels Protocol menetapkan tentang masalah tersebut terdapat di dalam artikel ke-2, yaitu : “for the nature and value of such goods have been declared by the shipper before shipment and inserted in the Bill of Lading, neither the carrier nor the ship shall in event be or become lieable for any loss or damage to or in connection with the goods in an amount exceeding the equivalent of francs 10.000 perpackage or unit or francs 30 per kilo of gross weight or unit lost damaged, whichever is the higher”.33

Jadi apabila keadaan dan harga barang yang telah diberitahukan oleh shipper kepada ekspeditur atau pengangkut sebelum pemuatan dan telah

33

(46)

Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight disebutkan hal itu dalam Bill of Lading, maka dalam hal terjadi adanya kehilangan atau kerusakan, pengangkut tetap bertanggung jawab terhadap barang dalam batas jumlah dengan 10.000 francs per fax/colli atau 30 francs per kilo per tiap bagian yang hilang atau rusak.

Di dalam artikel ke-2 ayat (2) dari The Brussels Protocol 1968 itu disebutkan : “Neither the carrier nor the ship shall be responsible in any event for loss or damage to, or in connection with the goods, if the nature or value there of

has been know lingly mis-stated by the shipper in the Bill of Lading”.

Dalam pengertian ini maka pengangkut tidak akan bertanggung jawab terhadap setiap kejadian mengenai kehilangan dan keruskaan barang, apabila keadaan, sifat atau harga barang ternyata yang disebut dalam Bill of Lading adalah tidak benar, juga apabila kerusakan atau kehilangan itu karena kesengajaan pengangkut, maka “limitation of liability” seperti tersebut terdahulu tidak berlaku bagi pengangkut.

Mengenai pembatasan tanggung jawab pengangkut di dalam The Hamburg Rules 1978 itu menetapkan di dalam artikelnya yang ternyata lebih tegas lagi,

yaitu di dalam ayat (1) yang dinyatakan bahwa : “for loss or damage is limited amount equivalent to 835 units account per perkilogram of gross weight of the

goods lost damaged, whichever is higher”. Selanjutnya di dalam ayat (2)

dinyatakan : “for delay in delivery limited to an amount equivalent to two and a half times the freight payable for the goods delayed, but not exceedinging the total

Referensi

Dokumen terkait

yang menyelenggarakan pelayaran (fair share) dari volume muatan perdagangan luar negeri Indonesia, satu dan lain dengan tetap memperhatikan kemampuan yang riil serta

pengangkutan dalam hal tanggung jawab Pimpinan Kapal/Nakhoda terhadap keselamatan, keamanan dan ketertiban kapal maupun pelayar pada pokoknya bermuara pada kepentingan barang

Penulisan hukum ini membahas mengenai ketentuan peraturan tentang perjanjian pengangkutan barang melalui laut dalam hukum perdata dan hukum dagang dan tanggung jawab para

2008, Sistem Peti Kemas (Container System), Jakarta. Martono, K.H., & Tjahjono, Eka Budi, 2011, Asuransi Transportasi Darat, Laut dan Udara, Penerbit CV. Mandar Maju,

Dari berbagai pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa didalam tanggung jawab pengangkut atas kerusakan barang tersebut diwujudkan melalui pemberian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab pengangkut dengan adanya laik layar dan untuk mengetahui pelaksanaan hubungan tanggung jawab pengangkut dengan

Untuk itu diperlukan adanya jasa suatu perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) yang bertanggung jawab terhadap pengurusan dokumen dan

Skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkutan Di Kabupaten Kudus Terhadap Pengiriman Barang Elektronik Jika Terjadi Kecelakaan Lalu Lintas