• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Keterkaitan Luas Pengusahaan Lahan dengan Kesenjangan Pendapatan

Sesuai dengan tujuan ketiga studi ini,Menganalisis keterkaitan distribusi penguasaan lahan dengan distribusi pendapatan petani dan kemiskinan. Sebagai alat analisisdistribusi lahan milik danpenguasaan lahan dihitung dengan Indek Gini(G), besaran nilai koefisien indek gini berkisar antara 0 sampai 1, semakin besar nilai koefisien indek gini menunjukkan bahwa distribusi lahan milik, dan lahan garapan semakin tidak merata atau ketimpangannya semakin besar. Menurut Oshima (1976) dalam Sumaryanto dan Pasaribu (1977), ketimpangan dibagi dalam tiga kelompok yaitu apabila G <0.4 ketimpangan tergolong rendah, 0,4 < G <0,5 ketimpangan tergolong sedang, dan G >0,5 menunjukkan tingkat ketimpangan yang tinggi.

Pada Gambar 22 nilai Gini ratio penguasaan lahan yang lebih kecil dari 2.000m2 nilai indeks Gini ratio 0.22 dengan jumlah 21 persen responden, luas lahan 2.001- 5.000 m2 nilai indeks Gini pengusaan lahan 0.14 dengan persentase

jumlah responden 22 persen, luas lahan 5001 – 10000m2 nilai indeks Gini pengusaan lahan 0.12 dengan persentase responden 30 persen, luas lahan 10.001 – 20.000m2 nilai indeks Gini ratio pengusaan lahan 0.11 dengan persentase jumlah responden 18 persen, dan luas lahan lebih besar 20.000m2 nilai indeks Gini 0.26 dengan jumlah responden 9 persen. Angka indek gini cenderung terus menurun dengan penambahan luas lahan terutama terjadi pada luas lahan kurang dari 20.000m2. Pada luas lahan diatas 20.000 m2 kita melihat indek Gini meningkat dan nilai indeks Gini ratio kembali menurun pada luasan diatas 20.000m2. Hubungan Gini ratio pengusaan lahan dengan luas lahan berbentuk kurva U dimana angka Gini ratio yang tinggi pada luas lahan kecil kemudian bergerak ke angka Gini ratio yang lebih kecil pada luas lahan yang lebih luas kemudian angka Gini ratio yang meningkat pada luas lahan yang sangat luas.

Gambar 22 Angka Gini ratio pengusaan lahan berdasarkan luas lahan

Berdasarkan Gambar 23 nilai Gini ratio pendapatan dilihat dari luas penguasan lahan yang lebih keci dari 2.000m2 nilai indeks Gini ratio 0.41 dengan jumlah 21 persen responden, luas lahan 2.001- 5.000 m2 nilai indeks Gini pendapatan 0.38 dengan persentase jumlah responden 22 persen, luas lahan 5001 – 10.000m2 nilai indeks Gini pendapatan 0.34 dengan persentase responden 30 persen, luas lahan 10.001 – 20.000m2nilai indeks Gini ratio pendapatan 0.44 dengan persentase jumlah responden 18 persen, dan luas lahan lebih besar 20.000m2 nilai indeks Gini pendapatan 0.42 dengan jumlah responden 9 persen.

0,22 0,14 0,12 0,11 0,26 0,21 0,22 0,30 0,18 0,09 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 <2000 2001-5000 5001-10000 10001-20000 >200000 An g k a G in i Rat io

53

Gambar 23Angka Gini ratio pendapatan berdasarkan luas penguasaan lahan Angka indek Gini cenderung terus menurun dengan penambahan luas lahan terutama terjadi pada luas lahan kurang dari 10.000 m2. Pada luas lahan diatas 10.000 – 20.000 m2 kita melihat indek Gini pendapatan meningkat dan nilai indeks Gini ratio kembali menurun pada luasan diatas 20.000 m2. Berdasarkan dari uraian diatas dapat disimpulkan hubungan Gini ratio pendapatan dengan luas penguasaan lahan berbentuk kurva U dimana angka Gini ratio yang tinggi pada luas lahan kecil kemudian bergerak ke angka Gini ratio yang lebih kecil pada luas lahan yang lebih luas kemudian angka Gini ratio yang meningkat pada luas lahan yang sangat luas. Dari penelitian Mudakir (2011) mengatakan status pengusaan lahan mempunyai pengaruh terhadap distribusi pendapatan, petani yang mempunyai pengusaan lahan yang lebih luas cenderung mempunyai pendapatan yang lebih besar dibanding pengusaan lahan yang lebih sempit.

Menurut Wiradi (2009) bahwa hasil produksi per hektar umumnya berkorelasi negatif dengan luas usahatani, sehingga usaha pemerataan penguasaan atas tanahmelalui land reform secara potensial dapat menunjang sekaligusdua tujuan utama pembangunan, yaitu kenaikan produksidan pemerataanusahatani, sehingga usaha pemerataan penguasaan atas tanahmelalui land reform secara potensial dapat menunjang sekaligusdua tujuan utama pembangunan, yaitu kenaikan produksidan pemerataan.

Analisis Korelasi Pearson

Korelasi Gini ratio pendapatan dengan Gini ratio luas pengusaan lahan menurut luasan yang berbeda dengan menggunakan minitab 15 maka didapat angka sebagai berikut :

Pearson correlation of Gini ratio pendapatan usahatani and Gini Ratio Pengusaan Lahan r = 0,338P-Value = 0,578

Nilai r = 0,33 menunjukan adanya korelasi yang rendah antara Nilai Gini ratio pendapatan usahatani dengan nilai gini ratio pendapatan usahatani

Berdasarkan hasil korelasi ada hubungan antar luas pengusaan lahan dengan besaran pendapatan usahatani yang diterima oleh petani.

Mengenai distribusi lahan, Wiradi (2009) memperlihatkan Gini ratio pengusaan lahan rata-rata diatas 0.70 untuk daerah pedesaan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Wiradi juga mencoba melihat hubungan antara Gini

0,41 0,38 0,34 0,44 0,42 0,21 0,22 0,30 0,18 0,09 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 <2000 2001-5000 5001-10000 10001-20000 >200000 An g k a G in i Rat io

ratio pendapatan dan luas penguasaan lahan. Dari penelitian diperoleh hubungan yang erat antara distribusi pengusaan lahan dengan distribusi pendapatan petani.

Gambar 24 Gini Ratio pendapatan berdasarkan status lahan

Berdasarkan Gambar 24 nilai Gini ratio pendapatan status milik 0.44 ketimpangan sedang, nilai gini ratio pendapatan status sewa 0.38 ketimpangan sedang, nilai Gini ratio pendapatan milik+sewa 0.31 ketimpangan rendah. Status milik+sewa mampu memperlihatkan distribusi pendapatan lebih merata. Menurut Adnyana(2000)Indeks Gini di Jawa cenderung meningkat dari 0.72 menjadi 0,78, demikian juga di luar Jawa, meningkat dari 0.53 menjadi 0.54. Ketimpangan pemilikan tanah di Jawa lebih besar dibandingkan luar Jawa.

Berdasarkan Gambar 25 nilai Gini ratio pengusaan lahan menurut status milik 0.46 ketimpangan sedang, nilai Gini ratio penguasaan lahan menurut status sewa 0.28 ketimpangan rendah, nilai Gini ratio pengusaan lahan menurut status miliks+sewa 0.36 ketimpangan sedang. Status sewa memiliki nilai Gini ratio yang paling merata dibanding dengan sistem milik maupun sistem milik+sewa, karena pada sistem sewa jumlah 11 responden dari 122 responden dengan luas rata-rata sewa 2.174 m2.

Gambar 25 Gini Ratio penguasaan lahan berdasarkan status lahan

Berdasarkan Gambar 26 memperlihat nilai angkaGini ratio pendapatan usahatani 0.47 dibandingkan dengan nilai angka Gini ratio pendapatan total 0.45. Artinya dengan adanya pendapatan dari luar pertanian mampu menurunkan nilai angka indeks Gini dari 0.47 menjadi 0.45. Berdasarkan angka indeks Gini pada gambar menunjukan bahwa ketika terdapat pendapatan diluar hasil pertanian, ketimpangan jadi lebih kecil. Dari perubahan indeks tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya pendapatan diluar pertanian mampu meningkatkan pendapatan total. Menurut Mudakir(2011) tingkat ketimpangan pendapatan petani tanpa pendapatan di luar pertanian relatif lebih tinggi dibandingkan ketimpangan

0,44 0,38 0,31 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

Status Milik Status Sewa Status Milik + Sewa

An g k a G in i R at io 0,46 0,28 0,36 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

Status Milik Status Sewa Status Milik + Sewa

An g k a G in i Rat io

55

pendapatan petani yang telah memasukan pendapatan dari luar pertanian, Pendapatan petani di luar hasil pertanian mampu mengurangi ketimpangan pendapatan.

Gambar 26Gini ratio berdasarkan sumber pendapatan

Berdasarkan Gambar 27 ditampilkan angka rata-rata Gini ratio pendapatan 0.4 menunjukan ketimpangan sedang, kemudian angka Gini ratio pengusaan lahan 0.28 dikatagorikan kedalam ketimpangan sedang. Dilihat dari distribusi luas lahan yang sedang menunjukan bahwa masih terdapat ketimpangan dalam pemilikan maupun pengusaan luas lahan,ditinjau dari distribusi pendapatan dengan ketimpangan sedang menunjukan adanya kondisi yang kurang baik dalam jumlah pendapatan yang diterima. Angka Gini ratio rata-rata penguasaan lahan lebih merata dibanding dengan angka rata-rata Gini ratio pendapatan dikarenakan lahan terprahmentasi karena adanya hukum waris.

Gambar 27 Angka rata-rata Gini ratio

Besarnya pendapatan rumah tangga petani di pedesaan akan berpengaruh dalam pengeluaran untuk barang dan jasa yang akan dibeli. Jumlah pendapatan yang diperoleh tiap rumah tangga di perdesaan tidak sama besarnya, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan dalam : (1) penguasaan lahan pertanian, (2) modal usaha, (3) kesempatan untuk memperoleh lapangan kerja, baikdi sektor pertanian maupun diluar sektor pertanian. Perbedaan dalam pendapatan akan berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga petani kecil, yang hanya mampu membeli barang kebutuhan pokok saja, seperti beras dan lauk pauk ala kadarnya.

Distribusi pengusaan lahan dapat dilihat dari kurva Lorenz berdasarkan gambar 28A menunjukan distribusi pendapatan untuk masing-masing status

0,47 0,45 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

Pendapatan Usahatani pendapatan Total

A ngk a G ini R a ti o 0,4 0,28 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45

Rata-rata Gini ratio Pendapatan Rata-rata Gini ratio Penguasaan Lahan

An g k a g in i Rat io

pengusaan lahan. Garis distribusi sewa dan milik sewa hampir berhimpitan dan paling dekat dengan garis diagonal (garis kemerataan), yang berati tingkat kepincangan lebih rendah jika dibandingkan dengan satus milik.

Gambar 28B menunjukan kurva Lorenz pengusaan lahan menurut status sewa, serta status milik + sewa juga saling berhimpitan dan juga lebih mendekati garis diagonal, artinya lebih merata pengusaan lahan menurut status sewa,maupun milik + sewa.

Secara teoritis, petani yang memiliki dan menguasai lahan yang luas akan mempunyai pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan petani yang berlahan sempit, karena luas pemilikan dan pengusaan lahan merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani, seperti dikemukakan oleh Sajogyo (1989), Tan (1991) dan Singarimbun dan Effendi (1989). Jumlah penduduk miskin dilihat dari luas lahan kurang dari 1 ha sangat banyak dilihat menurut pendapatan pertanian maupun pendapatan total baik dilihat dari sisi kecamatan maupun dari sisi status kepemilikan lahan.

Gambar 28 Kurva Lorenz

Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) membuat perkiraan jumlah penduduk miskin (dibedakan antara wilayah perdesaan, perkotaan dan propinsi di Indonesia) yang berpatokan pada pengeluaran rumah tangga menurut data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Penduduk miskin ditentukan berdasarkan pengeluaran atas kebutuhan pokok, yang terdiri dari bahan makanan maupun bukan makanan yang dianggap sebagai "dasar" dan diperlukan dalam jangka waktu agar dapat hidup secara layak. Dengan cara ini, maka kemiskinan diukur sebagai tingkat konsumsi per kapita di bawah suatu standar tertentu yang disebut sebagai garis kemiskinan (poverty line).

Berdasarkan Tabel 21 pada luas lahan 0 – 2000 m2 jumlah penduduk miskin 100 %, luas lahan 2.001- 10.000 m2 jumlah penduduk miskin 46,1 %, dan luas lahan > 10.000 m2 jumlah penduduk miskin 6,8 %. Jika dilihat dari 122 responden maka 49,1 % responden tergolong miskin. Semakin luas proporsi lahan yang dikuasai maka maka sedikit presentase jumlah responden miskin. Menurut Wiradi (2009) penyebaran keluarga miskin menurut luas pemilikan tanah, bahwa dalam strata pemilikan tanah yang lebih rendahlah terdapat proporsi keluarga miskin yang lebih besar.

57

Tabel 21 Persentase responden miskin menurut luas lahan Luas lahan Jumlah Responden Keluarga Miskin Persentase Keluarga miskin berdasar luas lahan 0 – 2.000 m2 2.001 – 10.000 m2 28 65 28 30 100 46,1 >10.000 m2 29 2 6,8 Total 122 60 49,1

Luas lahan yang sempit mengakibatkan pendapatan petani rendah selain luas lahan, faktor umur responden yang rata rata berumur 55 tahun ini akan membuat rendah tingkat produktifitas produk petani karena usia yang sudah lanjut. Usia lanjut ini adalah masalah utama di sektor pertanian saat ini karena orang yang lebih muda tidak terlalu tertarik untuk terjun ke sektor pertanian karena tingkat upah yang sangat rendah, bagi kaum muda lebih baik menjadi tukang ojek dengan pekerjaan yang lebih ringgan dan pendapatan yang lebih tinggi.

Jumlah tanggungan keluarga di daerah penelitian rata-rata 4 orang perkepala keluarga. Jumlah tanggungan keluarga yang banyak ini seharusnya dapat meningkatkan ekonomi keluarga seandainya mereka juga dapat menjadi tenaga kerja tambahan di lahan yang mereka miliki namun, pada kenyataan yang bekerja tetaplah hanya satu orang saja pada lahan yang mereka miliki.

Juamlah Responden yang berpendidikan hanya Sekolah Dasar adalah yang paling banyak di daerah penelitian yaitu 53 persen responden berpendidikan SD/sederajat. Rendahnya tinggka pendidikan petani ini diduga berpengaruh terhadap kemampuan penggunaan teknologi ini dapat dibuktikan ternyata hanya 23 persen petani yang menggunakan teknologi dalam membantu proses tanam.

Ditinjau dari segi kondisi perumahan responden banyaknya petani miskin dapat dilihat ada 57 persen rumah non permanen, 51 persen memakai air minum dari sumur sendiri, ada 45 persen pengguna kayu bakar sebagai bahan bakar. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa memang jumlah pemilik lahan sempit yang banyak sebanding dengan jumlah rumah non permanen yang cukup banyak pula. Serta kondisi lainnya yang juga cukup memperihatinkan.

Bank Dunia dalam laporan tahunannya menyatakan bahwa untuk dapat memerangi kemiskinan di perdesaan maka petani harus diberi kesempatan untuk dapat memperoleh bantuan kredit bagi petani. Namun di daerah peneliatan di dapatkan fakta tidak ada satupun responden yang pernah berhubungan dengan lembaga keuangan baik melaui Bank atau koperasi. Kondisi ini dapat saja terjadi dikarenakan wilayah penelitian masyarakat masih mengharamkan bunga bank dan juga takut tidak mampu mengembalikan pinjaman.

Kemiskinan juga terjadi karena petani tidak memperoleh akses kepada kegiatan ekonomi di luar peranian oleh karena umur, rendahnnya pendidikan mereka tidak dapat memperoleh pendapatan tambahan dari pekerjaan sampingan lain. Hanya ada 20 persen responden yang memilik pekerjaan di luar sektor pertanian ini sejalan dengan jumlah keluarga yang tidak miskin di daerah penelitian.

Dokumen terkait