• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

B. Keterlekatan Kelembagaan Bakul Semanggi Gendong

Telahdijabarkan di muka bahwa, keterlekatan yang dibangun oleh Granovetter karena adanya jaringan sosial yang bermanfaat ekonomi. Pada tataran makro maupun mikro, teori keterlekatan Granovetter sangat sesuai dengan perkembangan jaman untuk memperluas jaringan sosial, baik terhadap modal sosial, tenaga kerja, produksi, distribusi dan pasar hingga migrasi. Teori Granoveter yang telah dijabarkan tersebut di muka, khususnya yang terikat dengan jaringan sosial mempunyai peranan penting dalam migrasi, karena ikatan kekerabatan, persahabatan atau komunitas yang sama. Berdasarkan teori dari granovetter tersebut bila penulis hubungkan dengan bakul semanggi gendong yang tetap eksis, salah satu faktor karena bermigrasi sirkuler ke Kota Surabaya. Namun migrasi bakul semanggi gendong ternyata berbeda.

Bakul semanggi gendong tetap eksis karena ada keterlekatan dengan pelanggan di Kota Surabaya sebagai jaringan informalnya. Bakul semanggi gendong tetap eksis karena melakukan migrasi sirkuler. Pada teori Granovetter, terjadinya migrasi karena ada keterlekatan kekerabatan, persahabatan atau komunitas yang sama, tetapi pada bakul semanggi gendong melakukan migrasi bukan karena ada keterlekatan kekerabatan, pertemanan atau komunitas yang sama dengan pelanggannya, tetapi karena ada keterlekatan romantisme masa lalu yang terjadi diantara bakul semanggi dan pelanggan.

Dengan demikian penelitian yang dilakukan oleh Granovetter dan penelitian yang penulis lakukan walaupun terkait dengan embeddednes/keterlekatan, namun terdapat perbedaan yang mendasar. Keterlekatan jaringan sosial yang terkait dengan migrasi jelas berbeda. Pada teori granovetter dikatakan, bahwa jaringan sosial migrasi itu kuat karena terdapat keterlekatan kekerabatan, pertemanan dan komunitas yang sama.Namun pada bakul semanggi gendong jaringan sosial bermigrasi kuat bukan karena kekerabatan, pertemanan

ataupun komunitas yang sama, tetapi karena ada keterlekatan dengan pelanggan yang setia. Untuk semua hal tersebut menurut Granovetter harus ada keterlekatan, didasarkan pada kekerabatan atau komunitas yang sama. Tidak kalah penting pula bahwa, membangun sebuah jaringan sosial diperlukan inovasi.

Selain migrasi, teori Granovetter juga membahas tentang inovasi. Bila dikaji dari fenomena bakul semanggi gendong di Surabaya, khususnya yang berkaitan dengan inovasi, cenderung berbeda atau bertolakbelakang denganketerlekatan yang terjadi pada bakul semanggi gendong yang sedang diteliti. Dengan demikian, penelitian dengan meminjam

logika berpikir dari Granovetterini,walaupunterkaitdenganembeddednes

(keterlekatan),namunterdapat perbedaan yang mendasar, terutamapada kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya.

Perbedaankondisimasyarakat,di mana lahirnya teori Granovetter tersebut di negarayangsudahmaju dan bakul semanggi terlahir di Kampung Kendung, salah satu kampung di Kota Surabaya, Indonesia, yang termasuk negaraberkembang.Namun dengan logika berpikirGranovetter tentangembededness, disini digaliketerlekatankelembagaandari fenomenabakulsemanggigendongyangkonsistendaneksisdalam gempuran budayakulinermodernsaatini,termasuk mengapa merekamasihmaumenjualdanmenjajakan semanggi,padahalkulinerinitidaksemuaorangterutamakaummudamengetahui

apalagimenggemari, ditambahlagiharus bermigrasi sirkuler, bersaingdengankuliner-kulinerlainyang lebihmodern yang terus berinovasi. Disinilah letak perbedaan keterlekatan bakul semanggi gendong dengan keterlekatan Granovetter.

Menurut penulis, bakul semanggi gendongmemilikiketerlekatan kelembagaan terhadap eksistensi dankonsistensinya menjadi bakul semanggi. Keterlekatankelembagaanbakulsemanggigendongantara lain: 1) Keterlekatan yang berasal dari diri bakul semanggi gendong sendiri (internal), (di antaranya: makanan/ kuliner

semanggi, pengalaman yang dimiliki, cara memperoleh bahan-bahan semanggi, cara berpakaian bakul semanggi, dan cara memasarkan kuliner semanggi; 2) Keterlekatan antara bakul semanggi gendong dan pelanggan (eksternal), hingga bermigrasi sirkuler; serta keterlekatannya antara dengan juragan sebagai pemasok.

1. Keterlekatan Bakul Semanggi Gendong Sendiri.

Keterlekatan ini meliputi kuliner semanggi, sejarah semanggi, cara memperoleh bahan-bahan semanggi, cara berpakain bakul semanggi, dan cara memasarkan kuliner semanggi. Secara keseluruhan unsur- unsur tersebut adalah melekat secara kelembagaan dalam keluarga bakul semanggi gendong. Keterlekatan tersebut diturunkan secara genetik/turun-temurun dari nenek moyang bakul semanggi gendong itu sendiri. Keterlekatan tersebut konon merupakan hal yang mengikat bagi kaum perempuan di kampung Kendung. Apabila ada kaum perempuan yang tidak bersedia untuk melanjutkan tradisi bakul semanggi gendong, maka ia akan dikucilkan oleh keluarganya.

Dalam tradisi bakul semanggi gendong, biasanya kaum perempuan akan memakai pakaian khas yang berbeda dengan pedagang lain pada umumnya. Pakaian tersebut juga merupakan pakaian khas bakul semanggi gendong yang dilakukan oleh para pendahulunya. Pakaian tersebut adalah kebaya, kain panjang bermotif batik pesisir atau batik Madura, kemudian memakai kerudung dan selendang untuk menggendong semanggi, seperti foto-foto berikut ini.

Ibu Rukana, (65 tahun), (Ibu Sumi,52 tahun) dan Ibu Mu’ripah,(67 tahun). Mereka bertiga sebagai subyek penelitian, sedang berangkat dari Desa Kendung ke Kota Surabaya.

Para bakul semanggi gendong sedang menyiapkan dagangannya dengan menata daun-daun pisang yang akan dijadikan pincuk setibanya di Pasar Kupang Surabaya, sebelum menjajakan semanggi berkeliling di Kota Surabaya.

Ibu Rukana, 65 tahun (gambar kiri) yang siap menjajakan semanggi dan Ibu Mu’ripah 67 tahun (gambar kanan), sedang melayani pembeli. Keduanya sebagai (subyek-subyek

Ibu Patemi, 56 tahun dan Ibu Salamah, 57 tahun (subyek-subyek penelitian), baru sampai di Pasar Kupang dan siap menjajakan semanggi.

Ibu Rukana, 65 tahun (subyek penelitian), sedang menjajakan semanggi di lokasi perumahan.

Ibu Muni, 67 tahun (subyek penelitian) sedang menjajakan semanggi

Sejarah Semanggi Surabaya

Kuliner semanggi di Kota Surabaya bila ditelisik dari sisi sejarah keberadaannya telah dikenal oleh masyarakat Surabaya sejak jaman orde lama, tepatnya lima tahun setelah Indonesia merdeka yaitu pada tahun 1950. Bukti ini penulis temukan pada syair lagu “Semanggi Suroboyo” yang diciptakan S. Padimin. Saking melegendanya kuliner semanggi ini hingga terciptalah lagu tersebut. Adapun syair lagu Semanggi Suroboyo, seperti berikut ini:

Semanggi Suroboyo, Lontong Balap Wonokromo Di makan enak sekali, sayur semanggi krupuk puli bung…beli…

harganya sangat murah, sayur semanggi suroboyo didukung serta dijual, masuk kampung, keluar kampung bung..beli…

kangkung turi cukulan dicampurnya dan tak lupa tempenya

mari bung, mari beli, sepincuk hanya setali tentu memuaskan hati

mari beli, sayur semanggi, bung… beli…

Lagu ciptaan S Padimin yang populer di tahun 50-an ini sedikit memberi gambaran tentang makanan khas Surabaya yang satu ini. Dengan bahan utama daun semanggi yang biasa tumbuh di pematang sawah lalu disiram bumbu khas yang terbuat dari ketela. Oleh karena bentuknya yang mirip dengan pecel, beberapa orang mengenalnya dengan sebutan pecel semanggi, meskipun menurut penulis pecel lebih cenderung identik dengan bumbu kacang, sedang semanggi menggunakan bumbu ketela sehingga berbeda.

Satu hal yang pasti sajian kuliner ini cuma ada di Surabaya. Kalau pun dijual di luar Surabaya, kemungkinan pembuatnya pasti berasal dari Surabaya. Uniknya, penjual semanggi ini biasanya datang dari wilayah Benowo dan sekitarnya (Kendung, Sememi, Pakal). Ini bisa dimengerti karena di wilayah itulah masih tersisa sawah dan tegalan tempat menanam semanggi. Akan tetapi, beberapa tahun terakhir justru sebagian besar bahan baku semanggi didatangkan dari luar Surabaya seperti Jombang dan Lamongan. Adapun tegalan semanggi sendiri masih tersisa di beberapa tempat seperti di Kendung dan Klakah Rejo meskipun kondisinya semakin terdesak pembangunan perumahan.

Menurut pengamatan penulis dan wawancara dengan bakul semanggi, terdapat beberapa tipe penjual semanggi. Pertama bakul semanggi yang memiliki tegalan semanggi sendiri. Kedua, beberapa bakul semanggi urunan bertanam semanggi di lahan bersama. Biasanya, penjual tipe ini tidak berjualan setiap hari, seminggu cuma 3-4 kali.

Ini terkait dengan persediaan dari semanggi itu sendiri yang dipanen bergantian. Ketiga, bakul semanggi yang mendapat pasokan semanggi dari luar kota, seperti dari Lamongan dan Jombang. Menurut penuturan bakul semanggi, kategori ini mendapat kiriman semanggi dari Lamongan setiap 2--3 hari sekali bergantung kondisi pengiriman. Bakul semanggi kategori ini ada dua macam, yang memakai modal sendiri dan yang memakai modal orang lain atau juragan. Khusus bakul semanggil yang memiliki juragan, segala keperluan bahan baku dipenuhi oleh sang juragan, bakul semanggi tinggal mengolah sendiri. Untuk memperoleh semanggi, para juragan mendatangkan dari Lamongan atau Jombang. Sedang yang memiliki modal sendiri, ada pula yang menjual semanggi di depot makan seperti di kawasan Dempo Surabaya atau pujasera Plaza Surabaya. Bakul semanggi kategori ini sudah memodernisasi, sehingga tidak penulis kategorikan dalam penelitian kali ini.

Menurut penulis berdasarkan uraian tersebut, maka bakul semanggi dapat dikategorikan sebagai berikut: (1) bakul semanggi gendong dengan menanam sendiri, (2) bakul semanggi gendong dengan menanam patungan, (3) bakul semanggi gendong dengan memasok bahan dari luar daerah (modal sendiri dan modal juragan).

Setelah menjelaskan tentang bakul semanggi gendong, sekarang sampailah pada apa dan bagaimana kuliner semanggi. Semanggi adalah salah satu makanan/kuliner khas kota Surabaya. Kuliner ini dikenal sejak tahun 1950. Saking melekatnya kuliner tersebut pada masyarakat kota Surabaya, hingga diciptakanlah syair lagu Semanggi Soeroboyo.

Kuliner semanggi terbuat dari tanaman semanggi yang konon banyak terdapat di daerah Kendung karena sawah yang terbentang luas. Disanalah kaum perempuan Kendung memanfaatkan tanaman semanggi yang liar tersebut untuk dijadikan sayuran bahan kuliner semanggi. Selain sayur semanggi biasanya ada kecambah dan diatasnya

ditaburi bumbu semacam bumbu pecel, yang terbuat dari ketela rambat dan petis serta cabe, kemudian diatasnya ada krupuk puli. Itulah gambaran kuliner semanggi.

Foto tanaman semanggi

Foto kuliner semanggi Surabaya 2. Keterlekatan bakul semanggi gendong dengan pelanggan.

Bakul semanggi gendong memasarkannya ke Kota Surabaya dengan bermigrasi sirkuler. Walaupun mereka berasal dari Kendung, Benowo, bakul semanggi gendong melakukan perjalanan dengan berjalan kaki untuk memasarkan ke kota Surabaya, berkeliling dari kampung satu ke kampung yang lain, bakul semanggi menjajakannya dengan menggendong dagangannya menggunakan bakul. Dengan demikian tidak heran bila kuliner khas tersebut dinikmati oleh warga Kota Surabaya, yang rata-rata sekarang sudah berusia tua, yang notabene sebagai pelanggan semanggi, seperti foto di bawah ini.

Ibu Sumi (53 tahun), subyek penelitian dan Ibu Winarni (59 tahun) pelanggan semanggi.

3. Keterlekatan bakul semanggi gendong dengan juragan.

Bakul semanggi gendong memiliki keterlekatan yang terjalin lama dengan pemasok bahan-bahan kelengkapan semanggi, yang disebut sebagai Bakul semanggi selalu membeli pada juragan ini baik dengan cara yunai maupun meminjam terlebih dahulu dan membayar saat membeli lagi, Diantara mereka ada kepercayaan (trust), sehingga terjalin keterlekatan.

Keberadaanbakul semanggi gendongdiKota Surabaya

merupakansebuahfenomenasosial yang langka dan masih dibutuhkan oleh sekelompok masyarakat Kota Surabaya, penggemar kuliner tradisional. Konsistensidaneksistensimerekamencerminkan kemandirian dari seorang bakul semanggi

gendong. Kenyataan bahwa keberadaan merekasampaisekarangmasihbisabertahanjugasangatbergantungdaristrategiadaptif yang

dilakukan dan tetap menjaga hubungan baik dengan pelanggannya, sehingga masing-masingberfungsidalam memenuhikebutuhannya, baik dari sisi bakul semanggi gendong sebagaisupplayer (penjual) yang bertujuan untuk mendapatkan hasil dari penjualannya,

Setiap orang sesungguhnya dapat menemukan cara untuk menghadapi tantangan agar tetap bertahan hidup. Hal ini berkaiatan dengan strategi bertahan, sebagaimana dikutipolehIbrahim danMurniBaheram,(2009)menyebutkantigajenisstrategi bertahan,yaitu:Strategibertahansebagaistrategiuntukmemenuhikebutuhanhiduppada tingkatminimum agardapatbertahanhidup,Strategikonsolidasiyaitustrategiuntuk

memenuhihidup,yangdicerminkandari pemenuhankebutuhanpokokdansosial. Strategiakumulasi,yaitustrategi pemenuhankebutuhanhidupuntukmencapai kebutuhan

pokok, sosial, dan pemupukan modal.

Strategi yang dilakukan oleh bakul semanggi gendong merupakan strategi ketiga-tiganya, alasannya adalah bahwa dilihat dari kacamata ekonomi bakul semanggi gendong tetap bertahansampaisaatiniberartimereka sudahbisamemenuhikebutuhanhidupnyadan tidak semata-mata mencari keuntungan. Dari sisi social budaya, mereka juga menjalindanmenjagahubunganbaikdengan pelanggannya,sehinggaterjalinsuasana keakraban di antara keduanya yang disebut sebagai romantisme masa lalu.

Romantisme masa lalu antara bakul semanggi gendong dan pelanggan,yangmenganggapbahwabentukdasardarihubungan sosial adalah sebagai suatu transaksi dagang, dan orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untukmemenuhi kebutuhannya. Pada perkembangan selanjutnya,bagaimana

kekuatan hubungan antar pribadi mampu membentuk suatu hubungan

interaksidanmenghasilkansuatuusaha,untukmencapaikeseimbangandalamhubungan tersebut.