• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Wilayah Penelitian

3. Keterlibatan Mengawasi Pemilu

Keterlibatan mengawasi merupakan dimensi ketiga yang menjadi ukuran dari tingkat partisipasi politik. Keterlibatan mengawasi pemilu direpresentasikan melalui sikap seseorang yang secara sukarela menjalankan fungsi tahapan penyelesaian pilpres 2014 dimulai keaktifannya menegur oknum calon yang melakukan politik uang (moneypolitic) dengan membagikan sembako, uang dan sejenisnya; keaktifan melaporkan kecurangan baik dalam kampanye maupun pemilihan; keaktifan memberi masukan atau ide kepada pihak yang berwenang terkait kesuksesan pilpres 2014; keaktifan memantau jumlah perhitungan suara (rekapitulasi suara) di tingkat Kecamatan Cibinong maupun nasional; dan keaktifan mengikuti jalannya sidang sengketa pilpres 2014.

Menurut Najib (2004:xii), perubahan sistem pemilu dari sistem proporsional dengan daftar tertutup menjadi sistem proporsional dengan daftar terbuka yang diintrodusir dalam pemilu 2004 membawa konsekuensi pada merebaknya praktek politik transaksional dalam bentuk politik uang. Dari pemilu ke pemilu kecenderungan praktek politik uang selalu meningkat. Sementara, menurut Bawono (2008:256), untuk menuju pemilu yang demokratis dengan partisipasi yang tinggi dari masyarakat diperlukan adanya upaya pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan adanya strategi pemberdayaan masyarakat yang lebih sesuai agar dalam melakukan pengembangan masyarakat dalam pendidikan politik dan demokratisasi dapat berhasil dengan baik.

Sejalan dengan dimensi keterlibatan memberikan suara, dimensi keterlibatan mengawasi pemilu dalam peubah tingkat partisipasi politik masih dikategorikan rendah dengan sebaran skor sebesar 1,96. Dengan kata lain, tingkat keaktifan atau keikutsertaan masyarakat Kecamatan Cibinong dalam memberikan suara dan mengawasi pemilu relatif lebih baik dibandingkan dengan dimensi keterlibatan dalam kampanye. Kondisi ini juga menjelaskan bahwa antusiasme anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam pilpres 2014 tergolong rendah. Bentuk sikap atau semangat yang nyata ialah dalam bentuk keikutsertaan atau keterlibatan aktif anggota masyarakat dalam seluruh tahapan pilpres 2014 mulai dari tahapan persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian.

Fungsi pengawasan pemilu dalam pilpres 2014 menjadi kewajiban seluruh warga negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban pemilu. Menurunnya partisipasi pemilih dalam pemilu tersebut tentu juga punya implikasi pada rendahnya partisipasi publik untuk bersedia ikut mengawasi seluruh tahapan pemilu dan sekaligus bersedia melaporkan pada pengawas pemilu jika ditemukan indikasi adanya pelanggaran pemilu. Padahal keterbatasan jumlah personal dan daya dukung yang dimiliki oleh pengawas pemilu sesungguhnya berakibat adanya kebutuhan bagi pengawas pemilu akan hadirnya pengawas partisipatif. Kehadiran pengawas partisipatif ini diharapkan akan mampu menutup kekosongan pengawas pemilu pada obyek-obyek pengawasan pemilu akibat keterbatasan personal pengawas pemilu (Najib 2004:x). Berikut ini dalam Tabel 9 disajikan sebaran frekuensi dan persentase item-item pertanyaan kuesioner terkait dimensi keterlibatan mengawasi pemilu.

Tabel 9 Sebaran rataan skor dari indikator keterlibatan mengawasi pemilu, 2014 Keterlibatan mengawasi pemilu Rataan skor* Menegur jika ada oknum membagikan sembako/uang dan lain-

lain

Melaporkan jika ada kecurangan pemilu

Memberi masukan/ ide untuk kesuksesan pemilu Memantau jumlah perhitungan suara tingkat kecamatan/ nasional

Mengikuti sidang sengketa pilpres 2014

1,88 1,95 1,99 2,00 1,97 *

Rentang skor 1,00-2,13 = kurang aktif; 2,14-3,27 = cukup aktif; 3,28-4,40 = aktif

Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa skor jawaban pemilih terpusat pada skor 1-2 (kurang aktif). Artinya, secara umum anggota masyarakat kurang memahami bahwa fungsi pengawasan pemilu berperan penting dalam menentukan keberhasilan pilpres 2014. Rendahnya keterlibatan mengawasi pemilu sebagai indikator menunjukkan minimnya kesadaran masyarakat dalam mendorong terlaksananya pemilu agar berlangsung tertib dan demokratis, dengan seminimal mungkin terjadinya pelanggaran pemilu. Diharapkan ke depannya, masyarakat dapat menyadari pentingnya menunjang pelaksanaan pemilu yang luber jurdil serta demokratis. Hal ini yang disebut dengan pengawasan partisipatif. Peran- peran partisipatif masyarakat dan para pihak dalam pengawasan pemilu tersebut untuk menujang pelaksanaan tugas dan kewenangan pengawas pemilu demi terselenggaranya pemilu yang demokratis (Najib 2004:14).

Secara umum dapat disimpulkan bahwa kecenderungan tingkat partisipasi politik menunjukkan nilai yang kurang memuaskan. Ketiga indikator yang digunakan untuk melihat partisipasi politik belum memperlihatkan nilai yang relatif tinggi. Dimensi keterlibatan memberikan suara dan keterlibatan mengawasi pemilu misalnya memiliki nilai dengan kategori rendah. Hal ini juga diperkuat oleh nilai indikator keterlibatan dalam kampanye pilpres 2014 di mana usaha untuk mencapai tujuan meningkatkan partisipasi politik dinilai sangat rendah. Arti lain, peran keikutsertaan anggota masyarakat dalam seluruh tujuan tahapan pilpres 2014 belum terpenuhi. Menurut warga, hal ini dikarenakan kurangnya keyakinan, minimnya insiatif menanamkan semangat, hilangnya harapan dan kesadaran politik masyarakat bahwa pilpres 2014 dapat memperbaiki nasib bangsa di kabinet pemerintahan yang baru.

Namun, beberapa dugaan yang muncul dalam konteks demokratisasi adalah masyarakat yang belum memiliki kesadaran berdemokrasi yang benar. Menurut Aziz (2010:2-3), pembentukan warga negara yang demokrasi dilakukan secara efektif hanya melalui pendidikan kewarganegaraan atau civic education. Aktualisasi dari civic education sebenarnya terletak pada tingkat partisipasi politik masyarakat di setiap momentum politik seperti pemilu. Pemerintahan otonom yang demokratis berarti bahwa warga negara aktif terlibat dalam pemerintahannya sendiri. Mereka tidak hanya menerima dan memenuhi tuntutan orang lain, yang pada akhirnya cita-cita demokrasi dapat di wujudkan dengan sesungguhnya bila setiap warga negara dapat berpartisipasi dalam pemerintahannya.

Penggunaan Sumber Informasi Kampanye

Bab ini menyajikan pola penggunaan sumber informasi kampanye pilpres 2014 di Kecamatan Cibinong, baik melalui saluran media massa (elektronik) yaitu televisi, saluran media sosial (new media) dan media interpersonal. Sumber informasi kampanye pilpres 2014 kali ini sebagai wadah komunikasi politik bagi pasangan calon nomor urut 1 yaitu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, sedangkan pasangan calon nomor urut 2 yaitu Ir. Joko Widodo dan M. Jusuf Kalla. Penelitian dilakukan di 4 (empat) wilayah administratif yang mewakili Kecamatan Cibinong sebagai ibukota Kabupaten Bogor, yaitu Kelurahan Pabuaran, Kelurahan Nanggewer, Kelurahan Sukahati dan Kelurahan Ciriung.

Rakhmat (2002:65) mengemukakan bahwa pengukuran keterdedahan media massa dilihat dari aspek-aspek yang berkaitan dengan penggunaan media massa. Aspek-aspek keterdedahan media yang diukur dalam penelitian antara lain frekuensi, lama dan waktu mencari informasi di media massa. Sementara, menurut Nurudin (2007:194) sumber pemuas kebutuhan yang berhubungan dengan non-media di antaranya komunikasi interpersonal seperti peneguhan kontak dengan keluarga dan teman-teman, sedangkan penggunaan media massa terbagi menjadi jenis-jenis media; isi media; terpaan media dan konteks sosial dan terpaan media. Indikator dalam menjelaskan sekaligus mengukur pola penggunaan sumber informasi kampanye terdiri dari jumlah sumber informasi kampanye, frekuensi mengakses sumber informasi kampanye dan durasi mengakses sumber informasi kampanye.

Dokumen terkait