• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Penggunaan Sumber Informasi Kampanye Dan Partisipasi Politik (Kasus Pilpres 2014 Di Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Penggunaan Sumber Informasi Kampanye Dan Partisipasi Politik (Kasus Pilpres 2014 Di Kabupaten Bogor)"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER INFORMASI

KAMPANYE DAN PARTISIPASI POLITIK

(Kasus Pilpres 2014 di Kecamatan Cibinong Bogor)

LAYUNG PARAMESTI MARTHA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hubungan Penggunaan Sumber Informasi Kampanye dan Partisipasi Politik (Kasus Pilpres 2014 di Kecamatan Cibinong Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mana pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

RINGKASAN

LAYUNG PARAMESTI MARTHA. Hubungan Penggunaan Sumber Informasi Kampanye dan Partisipasi Politik (Kasus Pilpres 2014 di Kabupaten Bogor) dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan PARLAUNGAN ADIL RANGKUTI.

Kampanye politik pilpres 2014 telah berlangsung dari tanggal 4 Juni s/d 5 Juli 2014 yang dilaksanakan oleh pasangan calon dan tim kampanye masing-masing. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana saluran komunikasi baik media massa maupun media sosial (new media) menjadi sumber informasi pilpres tahun 2014 dibandingkan dengan saluran komunikasi antarpribadi, dan bagaimana tingkat penggunaan pemilih terhadap sumber informasi selama kampanye dapat memengaruhi tingkat partisipasi politik masyarakat Cibinong. Penelitian dilakukan pada bulan September – Oktober 2014, di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor dengan total 200 responden yang tersebar di empat kelurahan diambil secara purposif berdasarkan empat batas wilayah administratif. Hipotesis diuji dengan Korelasi rank Spearman. Hasil koefisien korelasi menunjukkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi politik dalam hal keterlibatan dalam kampanye serta keterlibatan mengawasi pemilu yang rendah, sementara keterlibatan dalam memberikan suara yang cukup baik.

Dalam variabel karakteristik demografis pemilih, korelasi yang nyata negatif yang ditemukan antara jenis kelamin dan keterlibatan dalam kampanye dan antara lingkungan tempat tinggal dan keterlibatan keterlibatan dalam kampanye. Sementara afiliasi politik berhubungan sangat nyata positif dengan keterlibatan dalam kampanye dan keterlibatan memberikan suara. Sebaliknya, variabel usia, pendapatan, dan pendidikan tidak memiliki hubungan dengan semua dimensi kampanye keterlibatan. Sebagaimana dimensi karakteristik demografi termasuk jenis kelamin, asal kelahiran, dan lingkungan tempat tinggal juga memiliki korelasi sangat nyata negatif dengan penggunaan sumber informasi kampanye.

Indikator dari jenis kelamin dan asal kelahiran memiliki korelasi negatif yang sangat nyata dengan jumlah sumber penggunaan informasi. Indikator kelahiran juga memiliki korelasi sangat nyata negatif dengan seringnya mengakses sumber kampanye informasi kampanye. Afiliasi politik berkorelasi nyata positif dengan jumlah penggunaan sumber informasi kampanye. Sementara, penggunaan sumber informasi kampanye memiliki korelasi sangat nyata positif dengan partisipasi politik dalam dimensi keterlibatan dalam kampanye, pemungutan suara, dan pengawasan pemilu.

(4)

SUMMARY

LAYUNG PARAMESTI MARTHA. Relationship between the Campaign Source of Information Use and Political Participation (Case in Indonesian Presidental Election 2014 at Sub-District of Cibinong Bogor). Supervisied by AMIRUDDIN SALEH and PARLAUNGAN ADIL RANGKUTI.

Indonesian presidential election campaigns had been held by the candidates and the campaign team respectively from June, 4th-July, 5th 2014. This study was aimed to know the extent of utilization of communication channels both mass media and social media (new media) as source of information, compared with interpersonal communication channel, and how the level of utilization of the information sources by voters during the political campaign influenced the level of political participation in Cibinong. This study had been conducted in September-Oktober 2014 at Sub-District of Cibinong, Bogor Regency. A number of 200 people were chosen as pemilihts by using purposive sampling technique. The collected data were analyzed with Spearman’s Rank correlation test. Results showed that political participation in the engagement of campaigns as well as the surveillance were poor, while the participation in voting was quite good.

In the variable of demographic characteristics, a negative significant correlation was found between sex and the campaign engagement and so between the birthplace and campaign engagement. While political affiliation had a positive significant correlation with campaign engagement and voting engagement. On the contrary, the variable of age, income, and education had no correlation with all dimensions of the campaigns engagement. In the variable of demographic characteristic, a negative significant correlation also found between sex, birthplace, and environment, with utilization of campaign source of information. All dimensions of demographic characteristics including sex, birthplace, and environment had a significant negative correlation with utilization of campaign source of information use.

The indicator of sex and birthplace had a significant negative correlation with the amount of source of information use. The indicator of birthplace also had a significant negative correlation with the frequent of accessing campaign sources of information. Political affiliation had a a positive correlation with amount of source of information use. The utilization of campaign sources of information had a significant positive correlation with political participation in the dimension of the engagement in the campaign, voting, and surveillance for the election.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(6)
(7)

HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER INFORMASI

KAMPANYE DAN PARTISIPASI POLITIK

(Kasus Pilpres 2014 di Kecamatan Cibinong Bogor)

LAYUNG PARAMESTI MARTHA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT, karena atas hidayah dan petunjukNya, karya ilmiah berjudul Hubungan Penggunaan Sumber Informasi Kampanye dan Partisipasi Politik (Kasus Pilpres 2014 di Kecamatan Cibinong Bogor) ini berhasil diselesaikan. Terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh, MS dan Dr Ir Parlaungan Adil Rangkuti, MS selalu komisi pembimbing yang telah dengan sabar memberi bimbingan, dorongan, arahan dan masukan untuk penulis. Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada Bapak Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA selaku penguji luar komisi yang telah memberi koreksi dan saran untuk perbaikan tesis ini. Kemudian ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Djuara P. Lubis yang telah berkenan mendorong dan mengarahkan penulis, kepada Ibu Dr Krishnarini Matindas MS atas bimbingan dan semangatnya, para sahabat Atika Rusli KMP 2011, Ezi Hendri KMP 2011, Amalia Dianah KMP 2012, Bapak Muslim Unversitas Pakuan, Ibu Ratih Universitas Pakuan, Bapak Aldinsyah Boer STIE Triguna, Ibu Lia dan Ibu Hetti di sekretariat KMP, para narasumber, informan dan semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian tesis.

Ungkapan terima kasih atas limpahan doa, perkenan dan kasih sayang penulis sampaikan kepada keluarga khususnya ibunda Retno Indro Estuti, ayahanda Sukendra Martha, adik-adikku Lalita Paraduhita Martha dan Tawang Amuhara dan anakku tercinta Kafi Alkhaira Martha. Serta tidak lupa ucapan terima kasih tak terhingga untuk Muadz Mughni Mustofa, para kerabat dan teman-teman seperjuangan di angkatan genap KMP 2011 dan KMP 2012 Sekolah Pascasarjana IPB.

Sementara proses menuju ujian tesis, sebagian hasil penelitian dari tesis ini telah disetujui untuk diterbitkan pada Jurnal KMP Forum Komunikasi Pembangunan Indonesia (Forkapi) Edisi Februari Tahun 2015 Volume 13 No 2. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca, pemerhati bidang komunikasi politik, komunikasi pembangunan dan penulis pada khususnya.

Bogor, November 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 9

Sumber-Sumber Informasi 9

Karakteristik Demografi Responden 11

Media Televisi dan Komunikasi Massa 14

Komunikasi Politik dan Strategi Komunikasi Pembangunan 16 Media Sosial sebagai Media Baru (New Media) 18 Komunikasi Massa dan Komunikasi Antarpribadi 20

Keterdedahan Informasi 23

Kampanye dan Strategi Pemasaran Politik 25 Teori Dampak dan Kegunaan (Uses and Effect) 27

Partisipasi Politik 30

Penelitian Terdahulu 34

3 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN 40

Kerangka Berpikir 40

Hipotesis Penelitian 43

4 METODE PENELITIAN 43

Desain Penelitian 44

Lokasi dan Waktu Penelitian 44

Populasi dan Sampel 45

Data dan Instrumentasi Penelitian 46

Definisi Operasional 46

Validitas dan Relialibilitas Instrumentasi 51

Pengumpulan Data 54

Pengolahan dan Analisis Data 54

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 55

Deskripsi Wilayah Penelitian 55

Partisipasi Politik 57

Keterlibatan dalam Kampanye 58

Keterlibatan Memberikan Suara 60

Keterlibatan Mengawasi Pemilu 62

(12)

Jumlah Sumber Informasi Kampanye 65 Frekuensi Mengakses Sumber Informasi Kampanye 66 Durasi Mengakses Sumber Informasi Kampanye 68 Hubungan Karakteristik Demografis Pemilih dengan Penggunaan dengan Sumber Informasi Kampanye 69

Hubungan Karakteristik Demografis Pemilih dengan Partisipasi

Politik 71

Hubungan Penggunaan Sumber Informasi Kampanye dengan Partisipasi

Politik 74

6 SIMPULAN DAN SARAN 76

Simpulan 76

Saran 77

DAFTAR PUSTAKA 78

RIWAYAT HIDUP 94

DAFTAR TABEL

1 Jumlah sumber informasi kampanye, 2014 48

2 Frekuensi sumber informasi kampanye, 2014 49 3 Durasi mengakses sumber informasi kampanye, 2014 50

4 Partisipasi politik, 2014 51

5 Luas tanah dan penggunaan tanah Kecamatan Cibinong, 2014 56 6 Sebaran rataan skor dari peubah partisipasi politik, 2014 58

7 Sebaran rataan skor dari indikator keterlibatan dalam kampanye, 2014 58 8 Sebaran rataan skor dari indikator keterlibatan memberikan suara, 2014 61

9 Sebaran rataan skor dari indikator keterlibatan mengawasi pemilu, 2014 63 10 Sebaran rataan skor dari indikator jumlah sumber informasi

kampanye, 2014 65

11 Sebaran rataan skor dari indikator frekuensi mengakses sumber

informasi kampanye, 2014 67

12 Sebaran rataan skor dari indikator durasi mengakses sumber informasi

Kampanye, 2014 68

13 Hubungan karakteristik demografis dengan penggunaan sumber

informasi kampanye, 2014 70

14 Hubungan karakteristik demografis dengan partisipasi politik, 2014 72 15 Hubungan penggunaan sumber informasi kampanye dengan

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 42

2 Peta Administrasi Kecamatan Cibinong 89

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Penelitian 84

2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian 85 3 Gambar 2 Peta Administrasi Kecamatan Cibinong 89

4 Karakteristik Demografis Pemilih 90

5 Penggunaan Sumber Informasi Kampanye 91

6 Tingkat Partisipasi Politik 93

(14)

Latar Belakang

Pemilihan umum pesiden dan wakil presiden (pilpres) tahun 2014 adalah wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis sesuai Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun 1945. Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 1, pemilihan umum, selanjutnya disingkat pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, selanjutnya disebut pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres), adalah pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pilpres 2014 adalah momentum yang tepat untuk memperbaiki nasib bangsa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik dengan cara memilih kepemimpinan baru. Pada tanggal 9 Juli 2014, masyarakat Indonesia telah melaksanakan pemungutan suara dengan memilih presiden dan wakil presiden periode 2014-2019 yang akan menggantikan Presiden dan Wakil Presiden RI ke VI yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono. Kedua pasang peserta pilpres 2014 adalah pasangan calon nomor urut 1 yaitu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, sedangkan pasangan calon nomor urut 2 (dua) yaitu Joko Widodo dan M. Jusuf Kalla. Menurut hasil rekapitulasi perhitungan suara, pasangan calon dan tingkat partisipasi politik masyarakat Cibinong memperoleh peringkat tertinggi se Kabupaten Bogor yaitu 82,22% di mana jumlah perolehan suara pasangan calon nomor urut 1 mengungguli pasangan calon nomor urut 2 yaitu 107.445: 58.743 suara.

Proses demokrasi pilpres 2014 dilakukan melalui sosialisasi, publikasi, dan pendidikan pemilih yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan instansi terkait. Kotler dan Roberto mengartikan kampanye ialah sebuah upaya yang dikelola oleh satu kelompok (agen perubahan) yang ditujukan untuk memersuasi target sasaran agar bisa menerima, memodifikasi atau membuang ide, sikap dan perilaku tertentu (Cangara 2009:284). Kampanye politik akan menjadi salah satu kegiatan yang penting dilakukan oleh masing-masing kandidat sebagai sarana untuk membangun citra (image) dan meyakinkan (beliefs) pemilih atas visi, misi, program kandidat dan kompetensi serta legitimasinya (Suryatna 2007:19).

Relevan dengan hal tersebut, sumber informasi dalam mensosialisasikan pilpres 2014 pada kelompok sasaran berasal dari media komunikasi baik media massa maupun media sosial. Kampanye politik pilpres 2014 telah berlangsung dari tanggal 4 Juni s/d 5 Juli 2014 yang dilaksanakan oleh pasangan calon dan tim kampanye masing-masing. Menurut Mulyana (2014:243), salah satu pemanfaatan teknologi komunikasi yang potensial adalah untuk memperlancar dan mempercepat pemilihan umum (kampanye, perhitungan suara dan penyampaian hasilnya). Sejalan dengan pernyataan Abugaza (2013:117) bahwa perubahan

(15)

teknologi dalam dunia internet telah membuka ruang komunikasi yang lebih interaktif, yang semula hanya komunikasi satu arah menjadi komunikasi berbagai arah. Fenomena maraknya penggunaan media sosial sebagai medium kampanye lebih disukai karena murah, bersifat transparan dan mudah diakses sehingga mendorong tingkat partisipasi politik masyarakat.

Zachry (2009:3) mengatakan bahwa model kampanye politik telah digantikan oleh kehadiran media baru (new media). Pada pilpres 2014 ini, pengumpulan media massa, parade, orasi politik, pemasangan atribut seperti umbul-umbul, poster, spanduk, dan pengiklanan melalui media massa lainnya terlihat lebih sepi karena masyarakat telah beralih pada kampanye dengan menggunakan berbagai aplikasi media sosial seperti facebook, twitter, myspace, whatsapp, blackberry message (BBM), path, instagram, line, blog (situs blogspot.com), situs berita online (detik.com, okezone.com, kompas.com, dan sejenisnya), forum online (kaskus.com, kompasiana.com, dan sejenisnya), youtube, website dan lain-lain. Popularitas media sosial telah mengubah perspektif bahwa media massa mempunyai kekuatan paling ampuh untuk menggerakkan massa.

Media sosial kini telah menjadi tren dalam komunikasi pemasaran. Kampanye politik dewasa ini telah menunjukkan adanya kesadaran baru bagi para kandidat yang bersaing dalam pemilu tentang pentingnya pemasaran dalam bidang perpolitikan. Keefektivan arus informasi politik melalui saluran-saluran komunikasi yang melekat pada kehidupan masyarakat merupakan kerangka kajian komunikasi pemasaran politik. Sayuti (2014:52) mengatakan bahwa keunikan dan pentingnya sumbangan komunikasi pemasaran politik ini terletak pada kedudukan strategi di dalam kampanye pemilihan umum memengaruhi tujuan, prioritas-prioritas, kebijakan-kebijakan dan perilaku partai politik. Menurut Dilla, sebagai sebuah pendekatan dan strategi, komunikasi pembangunan senantiasa memerlukan perencanaan komunikasi yang baik. Para ahli umumnya melihat, kajian komunikasi pembangunan menitikberatkan pada studi tentang efek komunikasi sehingga memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang dalam menganalisisnya (Dilla 2012:179).

Cibinong adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang melakukan proses demokratisasi politik masyarakatnya melalui pilpres 2014. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, ibu kota Kabupaten Bogor dipindahkan dan ditetapkan di salah satu kecamatan yaitu Cibinong. Sejak tahun 1990 pusat kegiatan pemerintahan menempati Kantor Pemerintahan di Cibinong. Sementara pusat pemerintahan Kecamatan Cibinong berada di Kelurahan Cirimekar. Dari sisi demografi, total jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2010, Kabupaten Bogor adalah daerah yang memiliki populasi tertinggi yaitu sebanyak 43.053.735 jiwa atau 11,08% dari total populasi penduduk Jawa Barat. Kabupaten Bogor secara garis besar terdiri atas tiga wilayah yaitu wilayah timur, barat, dan tengah meliputi 40 kecamatan, 410 desa dan 16 kelurahan. Kabupaten Bogor mempunyai luas wilayah 2.071.21 km² dan jumlah penduduk yang mencapai 4.771.932 jiwa (Kemenkeu 2012:7).

(16)

Mekar, Cibinong, Pakansari, Tengah, Sukahati, Ciriung, Cirimekar dan Pabuaran. Menurut Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dilansir oleh KPUD Kabupaten Bogor, jumlah penduduk Kecamatan Cibinong yang dapat menggunakan hak pilihnya mencapai 204.392 orang yang terdiri dari jumlah pemilih laki-laki 102.573 orang dan pemilih perempuan 101.819 orang, yang disebar di 411 buah Tempat Pemungutan Suara (TPS) (Pemkab Bogor 2014:40). Pemilihan Kecamatan Cibinong sebagai lokasi penelitian dikarenakan kondisi daerahnya yang mampu mengembangkan potensi yang dimiliki dengan memanfaatkan kultur campuran masyarakat Cibinong yang mempunyai karakteristik rural-urban. Sebagai ibukota Kabupaten Bogor, Cibinong menjadi pusat kegiatan perdagangan, pemerintahan dan pembangunan yang paling maju di Kabupaten Bogor. Begitu pesatnya pemukiman dan perumahan penduduk yang terus bertambah, laju pertumbuhan ekonomi dan usaha juga meningkat, berimbas pada akses informasi yang dicapai dengan mudah di wilayah ini.

Permasalahannya, karakteristik masyarakat Cibinong tersebut mewakili masyarakat Indonesia secara umum yang masih menganut budaya kolektif dan paternalistik yang berarti bahwa nilai, harapan, cita-cita, pilihan, atau keputusan individu masih sangat dipengaruhi oleh pemimpin kelompoknya. Menurut Mulyana (2014:66), dalam masyarakat Amerika (yang menganut budaya individualis) saja pilihan politiknya masih kuat dipengaruhi pilihan politik keluarga, apalagi dalam masyarakat Indonesia yang menganut budaya kolektivis, keseragaman mencoblos partai tertentu di kalangan keluarga, kerabat, komunitas etnik atau agama tertentu, tidaklah mengherankan, khususnya di kalangan masyarakat yang masih tradisional. Selanjutnya, Mulyana mengatakan, sebagian rakyat Indonesia tampaknya tidak mudah dibujuk secara politik lewat media massa. Kesetiaan mereka kepada partai politik lebih bersifat primordial alih-alih merupakan pilihan rasional. Para calon presiden pun belum sepenuhnya memanfaatkan seluruh perangkat teknologi komunikasi yang ada (termasuk media sosial), untuk meningkatkan kredibilitas dan elektabilitas mereka (Mulyana 2014:110).

Terpaan media dan pergaulan sehari-hari jelas akan memengaruhi sikap dan perilaku. Terpaan media akan lebih mudah diterima oleh orang yang biasa menyesuaikan diri dengan hal-hal yang baru. Proses penerimaan pesan media tergantung dari tingkat terpaan seseorang terhadap jenis media tertentu. Begitu pun menurut Nurudin, pembujukan yang dilakukan orang lain berpengaruh terhadap proses penerimaan pesan-pesan media massa (Nurudin 2007:233). Sejalan dengan yang dikatakan Suryatna (2007:89), bahwa media massa berfungsi sebagai perangkat politik yang mampu membentuk sikap, keyakinan politik dan membentuk opini masyarakat. Media massa yang biasa digunakan dalam kampanye politik adalah media cetak, media elektronik, media luar ruang (outdoor) dan media format kecil. Sementara, terpaan media massa (media exposure) adalah penggunaan media, baik jenis media cetak, audio maupun audio visual, maupun kombinasi antar media dalam suatu kegiatan kampanye politik, penyebaran informasi kampanye tidak hanya dilakukan melalui media massa, tetapi juga komunikasi tatap muka seperti kampanye terbuka (rapat umum) dan komunikasi antarpribadi.

(17)

dikonsumsi masyarakat. Bahkan dari hasil monitoring Yose Rizal, pendiri situs politicalwave.com, diketahui bahwa calon presiden (capres) dan partai yang paling banyak menghiasi layar televisi bukanlah capres yang paling populer di media sosial. Oleh sebab itu, selain media sosial dan televisi, model kampanye dengan cara tatap muka, dialog yang intens, silaturahmi yang terus-menerus tetap disuka masyarakat, dan nampaknya akan terus menjadi model kampanye di masa depan.

Penggunaan media sosial dan televisi sebagai media kampanye yang paling sering dikonsumsi adalah kegiatan seseorang dalam mencari informasi mengenai calon selama kampanye pilpres 2014. Sebagaimana hasil penelitian Mcleod dan Chafee (dalam Wan Abas 2013:9) yang menunjukkan bahwa komunikasi keluarga memengaruhi penggunaan media, termasuk televisi dengan menekankan nilai keluarga dalam hal kepatuhan kepada kekuasaan. Sementara Klapper (Johnson-Cartee & Copeland 2004:113-114) berargumen bahwa media bekerja dalam suatu jaringan pengaruh dan kebanyakan pengaruh ini misalnya keluarga, agama, teman-teman, pendidikan, jauh lebih penting dalam menciptakan sikap, kepercayaan dan perilaku daripada media. Saluran komunikasi antarpribadi (interpersonal) dianggap lebih memengaruhi khalayak pemilih karena komunikasi antarpribadi terjadi dalam pergaulan sehari-hari melalui kontak langsung atau tatap muka dengan keluarga, tetangga dan pemuka pendapat (opinion leader), baik secara sengaja maupun tidak sengaja masih sering dilakukan pada masa kampanye pilpres 2014 sehingga memungkinkan seseorang terkena pengaruh dari komunikasi tersebut.

Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana saluran komunikasi baik media massa maupun media sosial (new media) menjadi sumber informasi pilpres 2014 dibandingkan dengan saluran komunikasi antarpribadi, dan bagaimana tingkat penggunaan pemilih terhadap sumber informasi selama kampanye dapat memengaruhi tingkat partisipasi politik masyarakat Cibinong. Penggunaan terhadap media sosial dan saluran televisi (media massa) yang selama ini gencar menayangkan informasi politik selama kampanye pilpres 2014, serta intensitas komunikasi tradisional atau tatap muka, yaitu dengan keluarga, teman, tetangga dan pemuka pendapat (opinion leader) dapat memengaruhi tingkat partisipasi politik di Kecamatan Cibinong. Apabila komunikasi berjalan lancar, wajar dan sehat, sistem politik akan mencapai tingkat kualitas responsif yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi dan masyarakat sesuai dengan tuntutan zaman (Cangara 2009:17). Pengetahuan dan pemahaman tentang informasi mengenai calon selama kampanye akan dapat menunjukkan sejauh mana tingkat efektivitas penyelenggaraan kampanye pilpres 2014 secara langsung dalam membangun kesadaran politik dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan tata kehidupan politik yang lebih demokratis dalam menuju terwujudnya suatu pemerintahan yang baik (good governance) yang didukung dan dipercaya masyarakat (Suryatna 2007:4).

(18)

antarpribadi di antaranya tatap muka dengan keluarga, teman, tetangga dan pemuka pendapat (opinion leader) pada kampanye pilpres 2014 di Kecamatan Cibinong? lalu sejauh mana penggunaan sumber informasi tersebut memengaruhi partisipasi politik masyarakat Kecamatan Cibinong?

Perumusan Masalah

Dalam Peraturan KPU Nomor 21 Tahun 2014 tentang rekapitulasi hasil pemilu presiden dan wakil presiden terpilih Tahun 2014, Pasal 42 menyebutkan bahwa KPU/KIP kabupaten/kota mengumumkan rekapitulasi penghitungan suara di tingkat website kabupaten/kota di tempat yang mudah diakses oleh masyarakat dan/atau, sedangkan Pasal 28 menyebutkan bahwa PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) mengumumkan rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan di tempat yang mudah diakses oleh masyarakat. Sejauh ini, Pasal 5 Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2014 tentang tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan pilpres Tahun 2014 sudah dilaksanakan.

Proses rekapitulasi hasil perhitungan suara di Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat desa/kelurahan telah dilaksanakan tanggal 10-12 Juli 2014, penyampaian berita acara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan kepada KPU kabupaten/kota sudah dilaksanakan tanggal 13-15 Juli 2014. Sementara KPU kabupaten/kota melakukan rekapitulasi hasil perhitungan suara dan penyusunan berita acara dan pengumuman salinan sertifikat tanggal 16-17 Juli 2014, hingga penetapan hasil pemilu secara nasional sudah digelar tanggal 21-22 Juli 2014.

Materi kampanye yang meliputi visi, misi dan program pasangan calon kemudian disebarluaskan dalam metode kampanye yang tercantum dalam Pasal 15 Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2014 di antaranya; (a) pertemuan terbatas; (b) tatap muka dan dialog; (c) penyebaran melalui media massa cetak dan media elektronik; (d) penyiaran melalui radio dan/atau televisi; (e) penyebaran bahan kampanye kepada umum; (f) pemasangan alat peraga di tempat kampanye dan di tempat lain yang ditentukan oleh KPU; (g) debat pasangan calon tentang materi kampanye pasangan calon; dan kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan.

(19)

dimenangi Jokowi telah dibantu oleh pemaksimalan media sosial sebagai salah satu metode kampanye (Abugaza 2013:117).

Di Indonesia, belum banyak penelitian serius mengenai peran media kontemporer seperti media baru (new media) dalam komunikasi pembangunan. Oleh karena itu, penelitian yang mengangkat kasus pilpres 2014 di Kecamatan Cibinong ini penting, mengingat Cibinong adalah ibu kota Kabupaten Bogor yang mengalami pertumbuhan pembangunan yang cukup pesat dan paling maju dibandingkan kecamatan lainnya. Pendekatan komunikasi pembangunan dinilai memiliki peran strategis dalam proses penyebaran informasi secara merata dan usaha perubahan perilaku dengan memanfaatkan media komunikasi seperti media massa dan media sosial serta peran komunikasi antarpribadi di Kecamatan Cibinong. Namun, karakteristik masyarakat Cibinong masih menganut paham paternalistik di mana pendapat tokoh masyarakat dan pemuka pendapat (opinion leader) dapat memengaruhi pilihan politik seseorang. Budaya kolektivis juga masih melekat pada masyarakat Cibinong yang masih tergolong primordial, di mana pilihan politik sering kali memiliki keseragaman dengan pilihan politik keluarga, teman atau tetangga. Menurut Mulyana (2014:134), tidak mungkin menerapkan suatu strategi diseminasi informasi bersifat seragam (nasional) di semua daerah di Indonesia. Diperlukan modifikasi dan cara penyebaran informasi yang sesuai dengan karakteristik budaya masyarakat yang bersangkutan, termasuk kepemilikan media dan tingkat ekonominya.

Sumber informasi kampanye utama yang masih banyak diminati adalah media massa yaitu televisi karena sifatnya yang serempak dan massif. Kehadiran media baru (new media) semakin melengkapi kebutuhan informasi kampanye melalui berbagai aplikasi media sosial seperti facebook, twitter, blog (situs blogspot.com), situs berita online (detik.com, okezone.com, kompas.com, dan sejenisnya), forum online (kaskus.com, kompasiana.com, dan sejenisnya), youtube, website dan televisi. Sementara sumber informasi lainnya menggunakan saluran komunikasi antarpribadi meliputi tatap muka dengan orang tua, pasangan (suami atau isteri), teman, pemuka pendapat (opinion leader) dan tim sukses calon pada kampanye pilpres 2014. Tujuan penggunaan sumber informasi kampanye yang melibatkan berbagai saluran komunikasi tersebut adalah untuk menyosialisasikan pentingnya keikutsertaan rakyat dalam pilpres 2014 sehingga dapat mendongkrak tingkat partisipasi politik di Kecamatan Cibinong. Penelitian ini ingin mengetahui sejauh mana media komunikasi yaitu media massa dan media sosial menjadi sumber informasi pilpres 2014 dibandingkan dengan komunikasi antarpribadi, dan sejauh mana penggunaan media tersebut memengaruhi tingkat partisipasi politik di Kecamatan Cibinong. Penelitian berjudul Hubungan Penggunaan Sumber Informasi Kampanye dan Partisipasi Politik (Kasus Pilpres 2014 di Kecamatan Cibinong) diharapkan menjadi rekomendasi bagi pemerintah untuk memperbaiki sosialisasi undang undang pilpres pada pemilu selanjutnya. Berdasarkan paparan di atas, beberapa rumusan masalah di antaranya sebagai berikut:

1. Sejauh mana partisipasi politik masyarakat Kecamatan Cibinong pada pilpres 2014?

(20)

3. Sejauh mana hubungan karakteristik demografis pemilih dengan penggunaan sumber informasi kampanye pada pilpres 2014 di Kecamatan Cibinong? 4. Sejauh mana hubungan karakteristik demografis pemilih dengan partisipasi

politik masyarakat Kecamatan Cibinong pada pilpres 2014?

5. Sejauh mana hubungan penggunaan sumber informasi kampanye dengan partisipasi politik masyarakat Kecamatan Cibinong pada pilpres 2014?

Tujuan Penelitian

Penelitian penggunaan sumber informasi kampanye oleh pemilih pada kasus kampanye pilpres 2014 di Kecamatan Cibinong menggunakan model uses and effects (kegunaan dan dampak) berkaitan dengan media exposure (terpaan media) karena mengacu pada kegiatan menggunakan media. Penelitian uses and effects merupakan sintesis antara pendekatan uses and gratifications dan teori tradisional tentang efek. Model ini banyak ditemukan pada riset mengenai pengaruh atau efek media terhadap khalayak. Pola keterdedahan terhadap sumber informasi bukan hanya kegiatan mengakses sumber informasi tapi apakah seseorang itu benar-benar terbuka terhadap pesan atau isi dari sumber informasi kampanye baik media massa, media sosial maupun komunikasi antarpribadi.

Penggunaan sumber informasi kampanye tentunya berkaitan dengan tingkat partisipasi politik. Melimpahnya berbagai sumber informasi kampanye bergantung pada kemampuan media dalam memersuasi dan seberapa besar khalayak yang menjadi pengguna aktif sumber informasi tersebut. Kuatnya pengaruh media dalam menyosialisasikan pilpres 2014 akan menentukan seberapa besar dukungan masyarakat yang diukur dari tingkat partisipasi politik. Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka tujuan penelitian adalah:

1. Menganalisis tingkat partisipasi politik masyarakat Kecamatan Cibinong pada pilpres 2014.

2. Menganalisis pola penggunaan sumber informasi kampanye politik pada pilpres 2014 di Kecamatan Cibinong.

3. Menganalisis hubungan karakteristik demografis pemilih dengan penggunaan sumber informasi kampanye pada pilpres 2014 di Kecamatan Cibinong. 4. Menganalisis hubungan karakteristik demografis pemilih dengan partisipasi

politik masyarakat Kecamatan Cibinong pada pilpres 2014.

5. Menganalisis hubungan pola penggunaan sumber informasi kampanye dengan partisipasi politik masyarakat Kecamatan Cibinong pada pilpres 2014.

Manfaat Penelitian

Berkaitan dengan judul penelitian di atas, maka kegunaan penelitian terbagi menjadi manfaat praktis dan manfaat teoritis, antara lain:

1. Secara Praktis

a. Bagi Dinas Komunikasi dan Informatika Pemerintah Kabupaten Bogor: Penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi yang dijadikan rekomendasi untuk menetapkan kebijakan pemerintah dan peraturan penyelenggaraan pemilu lima tahun mendatang.

(21)

Penelitian ini diharapkan dapat mengurai permasalahan teknis dan nonteknis dalam penyelenggaraan pemilu di Kabupaten Bogor. Di samping itu, hasil penelitian dapat menjadi bahan evaluasi dan rekomendasi dalam melakukan kegiatan sosialisasi Undang-Undang Pilpres di Kabupaten Bogor Tahun 2014 dengan tujuan meningkatkan partisipasi politik pemilih.

c. Bagi tim sukses partai politik atau calon:

Hasil penelitian diharapkan dapat membantu mengumpulkan informasi dan memberi masukan dalam hal stategi dan langkah-langkah yang perlu diambil oleh partai atau calon dalam mencapai tujuan yaitu memenangkan pemilu serta merangkul pihak-pihak yang turut menentukan dalam pemberian suara.

d. Bagi kalangan akademisi:

Penelitian diharapkan dapat menjadi referensi, masukan dan menambah keilmuan komunikasi politik khususnya berhubungan dengan pentingnya pemanfaatan sumber informasi selama kampanye politik dalam pelaksanaan pemilu. Hasil penelitian ini dapat berguna untuk mempelajari riset kampanye untuk Ilmu Pemasaran Politik.

2. Secara Teoritis

a. Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan sebagai pengembangan Ilmu Komunikasi yang dapat menambah wawasan keilmuan di bidang Komunikasi Politik maupun Komunikasi Massa serta dapat mencapai tujuan yang dikehendaki.

(22)

9

Pada bagian ini dipaparkan beberapa konsep yang menjadi tinjauan pustaka di antaranya, sumber-sumber informasi, karakteristik demografis pemilih, media televisi dan komunikasi massa, komunikasi politik dan strategi komunikasi pembangunan, media sosial sebagai media baru (new media), komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi, keterdedahan informasi, kampanye, dan strategi pemasaran politik, teori dampak dan kegunaan (uses and effect), dan tingkat partisipasi politik. Berikut pemaparan masing-masing sub-bab bagian tinjauan pustaka.

Sumber- Sumber Informasi

Setiap komunikasi manusia terdiri dari serangkaian sistem yang digabung menjadi rantai. Sistem ini diartikan sebagai segala bagian dari rantai informasi yang bisa terwujud di satu keadaan atau lebih atau di mana satu kejadian atau lebih bisa terjadi. Sistem komunikasi bisa berupa kabel telepon, udara, atau saraf penglihatan manusia. Sistem tidak hanya meliputi saluran informasi tetapi juga sumber, pengirim (transmitter), penerima dan sasaran. Dari sudut pandang teori informasi, komunikasi terjadi ketika dua sistem yang sesuai yang digabungkan melalui satu atau lebih sistem yang tidak berhubungan, mempunyai keadaan yang serupa sebagai akibat dari transfer sinyal melalui sebuah rantai (Schramm 1955:132).

Informasi adalah hasil dari proses intelektual seseorang. Proses intelektual adalah mengolah/memroses stimulus, yang masuk ke dalam diri individu melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak/pusat syaraf untuk diolah/diproses dengan pengetahuan, selera dan iman yang dimiliki seseorang. Setelah mengalami pemrosesan, stimulus itu dapat dimengerti sebagai informasi. Informasi ini bisa diingat di otak, bila dikomunikasikan kepada individu/khalayak, maka akan berubah menjadi pesan (Wiryanto 2006:29).

Sementara, pesan adalah segala sesuatu yang disampaikan oleh seseorang dalam bentuk simbol yang dipersepsi dan diterima oleh khalayak dalam serangkaian makna. Kemampuan manusia menciptakan simbol membuktikan manusia telah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi, mulai dari simbol yang sederhana seperti bunyi, isyarat, dan warna sampai pada simbol-simbol yang dimodifikasi dalam bentuk sinyal-sinyal melalui gelombang udara dan cahaya, seperti radio, televisi, telegram, telex, dan satelit (Cangara 2009:317). Dengan demikian, semua pesan adalah informasi. Namun, tidak semua informasi adalah pesan.

(23)

Di antara banyak kebutuhan manusia, kebutuhan yang paling mencolok peningkatannya adalah kebutuhan akan informasi. Oleh karena itu, pemilihan sumber informasi menentukan seseorang terhadap pemenuhan kebutuhannya. Di samping itu, pemilihan sumber informasi seseorang juga didasarkan pada pola kebiasaan. Meyers et al. (2006) dalam Novianto (2012:21) menyatakan bahwa pola kebiasaan diartikan bila di masa lalu sebuah sumber informasi dapat memenuhi kebutuhan seseorang, maka ia akan cenderung menggunakan sumber informasi tersebut untuk waktu selanjutnya. Leckie et al. (1996) dan Ishak (2006) dalam Novianto (2012:21) menambahkan bahwa pengetahuan seseorang tentang sumber informasi (awareness of information sources) yang akan digunakan, seperti kecepatan akses (accessibility), kualitas (quality), ketepatan waktu (timeliness), kepercayaan (trustworthiness), kebiasaan (familiarty) dan keberhasilan sebelumnya (previous success) akan berdampak lansung pada pelaksanaan pencarian informasi (information is sought), sehingga hal inilah yang mendorong seseorang untuk memilih media yang tepat sebagai sumber informasi bagi pemenuhan kebutuhannya.

Menurut Cangara (2009:327), sifat informasi dapat dibedakan atas dua macam, yakni informasi yang bersifat aktual dan informasi yang bersifat umum. Informasi yang bersifat aktual ditandai dengan kebaruan atas kejadian informasi itu, sementara berita yang bersifat umum digolongkan dalam kategori publikasi, misalnya berita tentang pelaksanaan seminar strategi politik yang dihadiri ketua umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dianggap sebagai berita umum atau berita tentang kunjungan duta besar ke Universitas. Dalam komunikasi politik, informasi sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan, misalnya peta kekuatan lawan, peta wilayah daerah potensi pemilih, dan peta wilayah di mana partai kurang mendapat dukungan.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan informasi sebagai keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik maupun non-elektronik. Dengan demikian pemahaman tentang informasi politik mengacu pada definisi tersebut dengan menekankan pada konten politik.

Jika kita mengevaluasi teori informasi menurut kriteria yang diberikan, teori informasi akan memungkinkan orang untuk mengatur, menyusun, dan menghubungkan data dan menunjukkan kesamaan dan hubungan yang sebelumnya tidak terlihat. Teori informasi bersifat heuristik, dalam arti ia membimbing kita menuju fakta dan metode baru dan tidak dikenali sebelumnya. Teori informasi cukup umum untuk mengorganisir material jumlah yang besar, yang sebagian besar bersifat strategis atau penting bagi periset komunikasi (Severin & Tankard 2011:75).

(24)

Pada model aspek kebutuhan media yang coba digambarkan oleh Nurudin (2007:194), dapat dijelaskan bahwa kebutuhan individu menentukan beragam pilihan atas media yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhannya, yang dalam hal ini bisa berupa pemenuhan kebutuhan yang non-media dan pemenuhan kebutuhan dengan media. Sumber pemuas kebutuhan yang berhubungan dengan non-media di antaranya komunikasi interpersonal seperti peneguhan kontak dengan keluarga dan teman-teman, sedangkan penggunaan media massa terbagi menjadi jenis-jenis media seperti televisi, radio, majalah, film; isi media; konteks sosal dan terpaan media.

Dari tinjauan di atas, dapat diketahui bahwa informasi merupakan sistem yang terintegrasi dari hasil pengolahan stimulus dengan pengetahuan untuk dapat dimengerti manusia. Meskipun tidak semua informasi dapat dikomunikasikan menjadi pesan, namun transfer informasi memiliki peran penting dalam penelitian komunikasi politik di mana masyarakat memperoleh informasi dari berbagai sumber baik media massa, media sosial (new media) maupun media antarpribadi yang berasal dari komunikasi tatap muka secara langsung (komunikasi antarpribadi). Dalam hubungannya dengan informasi politik yang dapat diterima oleh khalayak tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pemilu, sumber informasi memiliki peran penting. Sumber informasi yang berasal dari media massa dan media sosial menyebarkan informasi secara massif dan cepat. Sementara, sumber informasi interpersonal mengandalkan komunikasi antarpribadi, meskipun kecepatan jangkauannya lebih lambat namun kekuatan informasi yang disampaikan pada komunikasi antarpribadi jauh lebih kuat. Banyak fakta mengungkapkan bahwa informasi interpersonal lebih memiliki pengaruh yang lebih kuat pada masyarakat umum terutama pada isu-isu tertentu yang membuat masyarakat menjadi terancam.

Karakteristik Demografi Pemilih

Karakteristik adalah ciri khas seseorang dalam meyakini, bertindak ataupun merasakan. Setiap pemilih merupakan individu dalam masyarakat yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Karakterstik demografis pemilih adalah ciri khas yang diyakini di dalam diri pemilih berdasarkan aspek demografi. Venus (2012:126) menjelaskan, dalam bahasa yang sederhana segmentasi dapat diartikan sebagai pengelompokkan khalayak ke dalam kategori-kategori tertentu berdasarkan ciri-ciri umum yang dimiliki baik secara geografi, demografi maupun psikografi. Dari aspek demografi khalayak umumnya dikelompokkan berdasarkan karakteristik sosial ekonomi seperti usia, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, ukuran keluarga hingga status sosial ekonomi mereka.

(25)

organisasi, sistem sosial, dan struktur sosial. komponen anteseden terdiri dari komponen individu, termasuk data demografi dan peubah lingkungan.

Mengenai sifat, karakteristik dan keinginan masyarakat yang menjadi target sasaran kampanye, Cangara (2009:314) melihat dari tiga aspek, yakni (1) aspek sosiodemografik; (2) aspek profil psikologi; dan (3) aspek karakteristik perilaku masyarakat. Untuk membuat peta tentang target sasaran (khalayak), Kotler dalam Cangara (2009:314) mengajukan enam hal yang perlu dipetakan, yakni (1) demografi; (2) kondisi ekonomi; (3) kondisi fisik misalnya lokasi, perumahan dan jalan raya; (4) teknologi yang tersedia, misalnya jaringan telekomunikasi, mobilitas transportasi; (5) partai politik yang dianut masyarakat; dan (6) kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Dengan riset, dapat diketahui target atau peta wilayah khalayak, keinginan, sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai yang mereka pegang. Dalam konteks politik, data tentang daerah sasaran sangat penting karena bisa memberi informasi untuk dijadikan acuan dalam menetapkan langkah-langkah kampanye, terutama dalam kaitannya dengan strategi, pendekatan, tema, penyusunan pesan, dan pemilihan media yang tepat.

Terkait dengan perilaku politik, perbedaan-perbedaan besar dalam hal keyakinan politik dari orang-orang pada kelompok umur yang berbeda dengan kelas sosial, pendidikan, agama dan kelompok etnis yang berbeda telah menjadi perhatian dari banyak survei pendapat. Usia yang berbeda dan pengalaman-pengalaman hidup yang berhubungan dengan umur tersebut memengaruhi perilaku politik seseorang.

Lipset (2007:126) menambahkan, aktivitas-aktivitas yang diarahkan oleh pekerjaan ini memengaruhi kemampuan individu untuk terlibat dalam aktivitas politik. Partisipasi rendah di kalangan masyarakat paling miskin sebagian karena perjuangan untuk hidup yang hanya sedikit energi mereka untuk “berinvestasi” dalam aktivitas politik, yang hasilnya tidaklah pasti. Seperti yang dikemukakan oleh seorang sosiolog, ketersediaan waktu yang lebih sedikit dalam politik mencerminkan isolasi yang lebih dalam dari perhatian dan aktivitas di luar keluarga.

Hal ini menunjukkan, mobilitas, baik tempat tinggal, sosial, atau pekerjaan, juga memberikan kontribusi menurunkan tingkat keterlibatan dalam politik karena berbagai jenis mobilitas mengurangi sejauh mana individu terlihat di dalam berbagai bentuk aktivitas. Mobilitas juga meningkatkan kemungkinan bahwa mereka yang mengalaminya akan terkena tekanan-tekanan politik yang sangat berarti.

Aspek demografis lainnya adalah jenis kelamin yang menentukan tingkat partisipasi politik dalam suatu masyarakat. Perbedaan jenis kelamin dalam pemberian suara mencerminkan keterlibatan laki-laki dan wanita dalam aktivitas politik. Tingkat pemberian suara di kalangan wanita yang universal barangkali sebagian karena gagasan tradisional tentang “tempat wanita” sebagai hanya di rumah.

(26)

kerja maupun dalam aktivitas di luar waktu kerja, oleh nilai-nilai berbeda di masyarakat. Wanita, terutama ibu rumah tangga, berhubungan hanya dengan sedikit orang dengan pengetahuan luas secara politik dari latar belakang dan kepentingan yang sama sehingga karenanya wanita lebih berpeluang untuk mempertahankan nilai-nilai konservatif yang telah dimiliki.

Sementara, wanita dari kelas buruh, karenanya mendapatkan tekanan dari pandangan-pandangan yang berbeda, yakni dari nilai-nilai lebih liberal dari kelas sosial yang menjadi orientasi mereka, nilai-nilai yang dibawa pulang oleh suami mereka dari tempat kerja, dan tekanan dari elemen-elemen yang lebih konservatif dari pengalaman hidup mereka. Berada di bawah tekanan saling bertentangan yang lebih banyak daripada yang mengenai suami mereka membuat para wanita kelas buruh condong untuk menarik diri sepenuhnya dengan tidak membuat keputusan politik.

Surbakti dalam Sastroatmodjo (1995:91-93) menyebutkan dua peubah penting yang memengaruhi tingkat partisipasi politik seseorang, yakni kesadaran politik seseorang dan kepercayaan politik. Aspek kesadaran politik meliputi kesadaran terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara baik hak politik, hak ekonomi maupun jaminan sosial dan hukum. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi politik masyarakat ditandai dengan beberapa karakteristik sosial individu; di antaranya pengetahuan, status sosial dan ekonomi; afiliasi politik, sikap, nilai-nilai, kepribadian. Sementara Milbrath menyebut karakteristik sosial individu meliputi status ekonomi, karakter suku usia, jenis kelamin dan keyakinan/ agama.

Kelompok sosial dianggap menentukan dalam membentuk perilaku pemilih. Untuk itu pemahaman terhadap pengelompokan sosial, baik secara formal (seperti keanggotaan seseorang dalam organisasi keagamaan, organisasi profesi dan sebagainya) maupun secara informal (seperti keluarga, pertemanan ataupun kelompok kecil lainnya) merupakan faktor yang sangat penting dalam memahami perilaku pemilih, karena kelompok-kelompok tersebut mempunyai peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi dan orientasi seseorang. Gerald Pomper (dalam Sudaryanti 2008:57) memerinci pengaruh pengelompokan social dalam kajian voting behavior kedalam dua peubah, yaitu peubah predisposisi sosial ekonomi pemilih. Menurutnya, predisposisi sosial ekonomi pemilih dan keluarga pemilih mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku pemilih. Preferensi-preferensi politik keluarga, apakah Preferensi-preferensi politik ayah atau Preferensi-preferensi politik ibu akan berpengaruh pada preferensi politik anak. Predisposisi sosial ekonomi ini bisa berupa agama yang dianut, tempat tinggal, kelas sosial, karakteristik demografis dan semacamnya.

(27)

Dari penjelasan di atas, karakteristik demografis pemilih menjadi aspek yang berkaitan erat dengan tingkat partisipasi politik karena memiliki ciri demografi atau karakteristik sosial ekonomi seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan afiliasi politik. Karakteristik demografis pemilih sendiri mencerminkan faktor-faktor yang menentukan perubahan sistem demokrasi untuk berkembang, sedangkan beragamnya tingkat partisipasi menjelaskan konsensus dalam pola pemberian suara dalam suatu masyarakat. Dengan melakukan identifikasi dan segmentasi sasaran, maka proses perencanaan selanjutnya akan lebih mudah, hingga akhirnya akan melancarkan pelaksanaan kampanye. Salah satu contohnya dengan menetapkan sasaran kampanye adalah orang-orang desa, maka proses perencanaan pesan juga akan menjadi mudah karena secara terfokus kita akan membuat pesan yang sesuai dengan karakteristik orang desa. Memahami masyarakat yang menjadi target sasaran dalam sebuah kampanye merupakan hal yang sangat penting karena semua aktivitas komunikasi diarahkan ke mereka.

Media Televisi dan Komunikasi Massa

Komunikasi menurut Lasswell dalam Siagian (2000:7) adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Unsur-unsur komunikasi menurut Berlo (1960) dalam Siagian (2000:7) terdiri dari S-M-C-R, di mana S (source) adalah sumber yang memberikan pesan, M (message) adalah pesan yang disampaikan, C (channel) adalah saluran komunikasi yang menyebarkan pesan dan R (receiver) adalah penerima. Rogers and Shoemaker dalam Siagian (2000:7) menyatakan bahwa saluran komunikasi dibagi menjadi saluran interpersonal dan media massa. Saluran interpersonal adalah saluran yang melibatkan pertemuan tatap muka (sumber dan penerima) antara dua orang atau lebih, misalnya rapat atau pertemuan kelompok, percakapan langsung, pembicaraan dari mulut ke mulut, dan sebagainya. Saluran media massa adalah saluran penyampai pesan yang memungkinkan sumber mencapai suatu audiens dalam jumlah besar, yang dapat menembus batasan waktu dan ruang, misalnya radio, televisi, film, surat kabar, dan sebagainya.

Elvinaro dalam bukunya Komunikasi Massa Suatu Pengantar, memberikan pengertian bahwa komunikasi massa adalah: Pengertian komunikasi massa, pada satu sisi adalah proses dimana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain diartikan sebagai bentuk komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak maupun elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Ardianto & Erdinaya 2005:31). Dalam pengertian lain, Wright (1959:15) mengatakan bahwa komunikasi massa bisa didefinisikan dalam tiga ciri di antaranya:

1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan anonim.

(28)

3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar (Severin & Tankard 2011:4).

Pada masa lalu, media massa elektronik dimiliki dan dikuasai pemerintah sehingga para komunikator pusat leluasa dalam segala permasalahan mulai dari peraturan waktu, pemilihan pesan, penetapan metode penyajian sampai kepada penentuan biaya. Pengaruh televisi itu kuat terhadap kehidupan manusia, sudah diduga dan disadari ketika media massa itu pada tahun 1962 mulai dimunculkan di tengah-tengah masyarakat (Effendy 2002:122). Kelebihan media massa elektronik adalah bisa menembus ruang dan waktu, sehingga informasinya sangat cepat dan serempak meliputi semua wilayah yang berada dalam radius penerimaan. Selain cepat, pesan-pesan juga disertai gambar hidup yang berwarna sehingga menarik untuk ditonton oleh pemirsa. Penyebarluasan media sangat menentukan keberhasilan suatu kampanye, sebab jika tidak, selain akan membuang waktu dan tenaga, juga bisa menjadi pemborosan dari segi uang. Terkait dengan penyebarluasan media televisi, selain waktu, jangkauan, juga perlu diperhatikan televisi itu sendiri. Acara-acara yang disajikan oleh televisi sedapat mungkin bisa diisi, misalnya talkshow, partai-partai, debat kandidat calon, interaktif dan semacamnya (Cangara 2009:409).

Televisi merupakan media elektronik yang bersifat audio visual sehingga televisi dianggap sebagai media yang paling mudah mempengaruhi khalayak. Maka dari itu sebagai media komunikasi massa, televisi merupakan media yang sangat efektif dalam hal penyajian berita. Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata tele dan vision yang mempunyai arti masing-masing jauh (tele) dan tampak (vision). Jadi televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Penyiaran televisi dalam Undang-Undang Nomor 32 Bab 1 Pasal 1 Ayat 4 tentang Penyiaran, menyebutkan, bahwa media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan (Effendy 2002:23).

Saluran televisi merupakan salah satu jenis sumber informasi media konvensional yang berhubungan dengan tingkat partisipasi karena kekuatannya mampu membentuk sikap, keyakinan politik dan opini masyarakat. Media televisi baik nasional, lokal swasta maupun lokal pemerintah, dinilai menjadi saluran media massa paling efektif dalam melakukan jajak pendapat dalam pilpres 2014. Penggunaan televisi sebagai saluran informasi “Televisi Pemilu” selama kampanye pilpres 2014 menunjukkan dan mempromosikan figur, karakter serta memperkenalkan kandidat pada seluruh masyarakat di Kecamatan Cibinong.

(29)

Komunikasi Politik dan Strategi Komunikasi Pembangunan

Perkembangan studi komunikasi politik dinilai cukup lambat di Indonesia karena tekanan rezim orde baru. Namun sejak reformasi demokrasi digulirkan, komunikasi politik menjadi kajian menarik dalam disiplin ilmu komunikasi. Berangkat dari konsep ilmu komunikasi dan politik sebagai bidang yang mempelajari perilaku dan kegiatan komunikasi yang bersifat politik juga berkaitan dengan perilaku politik, telaah konsep ini mendekati pada pengertian komunikasi politik. Dengan demikian, pengertian komunikasi politik dapat dirumuskan sebagai suatu proses pengoperan lambang-lambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada orang lain dengan tujuan untuk membuka wawasan atau cara berpikir, serta memengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak menjadi target politik (Cangara 2009:35). Unsur komunikasi politik terdiri dari berbagai unsur yaitu sumber, pesan, media atau saluran, penerima dan efek komunikasi politik (Cangara 2009:37).

Dengan kata lain, komunikasi politik merupakan aliran informasi melalui masyarakat dengan berbagai struktur yang terdapat dalam sistem politik. Adapun fungsi komunikasi politik menurut Sastroatmodjo adalah fungsi struktur politik menyerap berbagai aspirasi, pandangan-pandangan, dan gagasan-gagasan yang berkembang dalam masyarakat dan menyalurkan sebagai bahan dalam penentuan kebijaksanaan. Lebih lanjut, fungsi komunikasi politik juga merupakan fungsi penyebarluasan rencana-rencana atau kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah kepada rakyat (Sastroatmodjo 1995:123). Fungsi ini yang membawa arus informasi timbal balik dari rakyat kepada pemerintah begitu pula sebaliknya.

Penjelasan hubungan komunikasi dengan pembangunaan dalam berbagai hal melibatkan masalah yang luas dan selalu menyentuh bidang-bidang spesialisasi lain seperti komunikasi politik, komunikasi sosial-budaya dan kebijakan komunikasi. sedangkan ulasan yang dikemukakan Pye dalam Dilla (2012:116) mengenai peranan komunikasi dalam pembangunan, merupakan bagian dari tinjauan komunikasi politik dalam masyarakat. Komunikasi memiliki peran yang tidak sederhana bagi pelaksanaan pembangunan. Banyak proses pembangunan yang tidak mencapai sasarannya hanya karena rendahnya frekuensi informasi dan komunikasi kepada masyarakat sehingga tidak menimbulkan tingkat partisipasi yang memadai. Padahal, partisipasi masyarakat sangat diperlukan bagi usaha pencapaian tujuan pembangunan (Dilla 2012:118).

Aliran informasi massa ini dijalankan oleh media massa dari media cetak hingga elektronik sebagai alat strategis dalam sistem politik. Lebih dari sekedar tempat mengalirnya informasi, media massa berperan penting dalam membentuk pendapat massa (opini publik). Pendapat massa ini sengaja menggiring pendapat atau pandangan masyarakat terhadap suatu ulasan tajuk rencana yang menjadi isu aktual dalam masyarakat. Penerapan komunikasi politik yang baik akan membawa dampak positif pada kehidupan politik. Perubahan kehidupan politik dapat dimulai dari adanya keterbukaan politik dalam mengembangkan aspirasi masyarakat, hingga pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan berkaitan dengan kepentingan rakyat.

(30)

yang lebih spesifik dengan memahami peranan media massa dapat dipakai secara efisien untuk mengajarkan pengetahuan tertentu kepada masyarakat suatu bangsa. Selain itu, pandangan yang dikemukakan Schramm (1964) dalam Dilla (2012:123), media massa mempunyai potensi membuka dan meluaskan cakrawala pemikiran masyarakat agar menjadi masyarakat maju. Artinya media massa mempunyai kekuatan pengendali pengetahuan khalayak melalui pesan-pesannya. Dengan mengorganisasi isi pesan, media massa pada dasarnya dapat membantu masyarakat memusatkan perhatian pada masalah-masalah pembangunan. Beberapa prinsip umum mengenai potensi saluran komunikasi dewasa ini yakni media penyiaran media penyiaran (broadcast media), media cetak, media rakyat (folk media) dan komunikasi antar pribadi. Potensi saluran komunikasi yang lebih penting dari ketiga hal di atas adalah mampu menjangkau khalayak dengan cepat, efektif dan efisien. Melalui ketiga media ini, komunikasi yang efektif dapat diwujudkan dalam mempercepat proses sosialisasi ide pembangunan secara menyeluruh (Dilla 2012:187-188).

Kajian komunikasi pembangunan, khususnya dalam perencanaan komunikasi, bukan hanya menyangkut bagaimana melakukan transformasi ide dan pesan melalui penyebaran informasi, melainkan juga memerlukan analisis atas sifat sumber, pesan, saluran dan karakteristik lapisan khalayak penerima ide baru (difusi-inovasi), sehingga suatu perencanaan komunikasi selalu dikonsentrasikan pada pendayagunaan unsur-unsur tersebut sebagai pendekatan komunikasi pembangunan partisipatoris antara pemerintah, agen perubahan dan masyarakat. Para ahli umumnya melihat kajian komunikasi pembangunan menitikberatkan perhatiannya pada studi tentang efek komunikasi sehingga memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang dalam menganalisisnya (Dilla 2012:179).

Senada dengan pentingnya studi komunikasi pembangunan dalam pemilu, Cangara (2009:37-39) mengatakan bahwa komunikasi politik merupakan elemen yang dinamis dan yang menentukan sosialisasi politik dan partisipasi politik. Dalam hal ini, komunikasi politik menentukan corak perilaku insan politik (Maran 2001:159). Efek komunikasi politik yang diharapkan adalah terciptanya pemahaman terhadap sistem pemerintahan dan partai-partai politik, di mana nuansanya akan bermuara pada pemberian suara dalam pemilihan umum. Pemberian suara sangat menentukan terpilih tidaknya seorang kandidat untuk posisi mulai tingkat presiden dan wakil presiden, anggota DPR, MPR, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota sampai tingkat DPRD.

(31)

(new media) menjadi strategi baru dalam menerapkan komunikasi pembangunan di seluruh sektor kehidupan. Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi politik dan strategi komunikasi pembangunan memiliki hubungan erat dengan pola penggunaan sumber informasi kampanye oleh khalayak pemilih. Keberhasilan dalam penyelenggaraan pilpres 2014 juga ditentukan dari tingkat penggunaan saluran komunikasi sebagai sumber informasi kampanye dalam menyebarluaskan pesan-pesan politiknya.

Media Sosial sebagai Media Baru

Saluran berita televisi berkembang jumlahnya dan format berita yang berbeda kini muncul dalam dunia penyiaran sampai saluran hiburan (Chadwick 2013:2). Menurut Chadwick (2013:3), monopoli pemberitaan melalui televisi sudah menghilang, tidak hanya karena situs berita online yang lebih siap menghadapi risiko dengan mempublikasikan cerita tanpa standar verifikasi yang dibutuhkan jurnalis profesional, tapi juga karena hubungan secara horizontal dari komunikasi media sosial kini lebih disukai di mana berita akan disebarkan ke seluruh jaringan interpersonal sebelum keterangan resmi didapat. Beberapa pemberitaan politik kini diberitakan pertama kali secara online dan diambil materinya oleh televisi dan wartawan media cetak dengan mengikuti perkembangan email, twitter, facebook dan blog.

Bagi Effendi (2010:130-142), komunikasi dengan menggunakan media internet secara teknis dan fisik merupakan fenomena baru dalam proses komunikasi yang dilakukan manusia pada akhir abad 20 dan telah menjadi bagian integral dari masyarakat, pendidikan, industri dan pemerintahan. Secara akademis, komunikasi bermedia internet merupakan konsep dan area studi yang relatif masih baru serta belum banyak tersentuh. Beberapa eksplorasi tentang media internet memberikan kontribusi pada terminologi komunikasi bermedia internet atau computer mediated communication. Pixy Ferris secara general mendefinisikan komunikasi bermedia internet sebagai “interaksi secara interpersonal yang dihubungkan oleh komputer, yang meliputi komunikasi asynchronousdan synchronous melalui fasilitas dalam internet.” John December mendefinisikan sebagai telekomunikasi dengan menggunakan komputer dalam bentuk massa. Sementara itu, terminologis aplikatifnya, komunikasi bermedia internet adalah “penggunaan komputer beserta fasilitas dan kemampuannya untuk didayagunakan sebagai alat penyampai pesan baik bersifat massa ataupun pribadi.”

(32)

keberadaan media sosial melalui gerakan koin untuk Prita, gerakan #saveKPK yang telah menjadi semangat dan moral kegerakan KPK untuk melawan diskriminasi (Abugaza 2013:41).

Lebih lanjut, perubahan teknologi dalam dunia internet telah membuka ruang komunikasi yang lebih interaktif, yang semula hanya komunikasi satu arah menjadi komunikasi berbagai arah. Media sosial memungkinkan penciptaan dan pertukaran informasi dengan cepat dan masif. Integrasi politik dan media sosial mulai terasa sejak kemenangan Obama pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2008. Model kampanye Obama melalui media sosial telah membangunkan wilayah bawah sadar kita untuk mampu memaksimalkan media sosial ini.

Orientasi politik dan media sosial jelas, seperti yang digambarkan Howard Rheingold, politik bisa lebih berkualitas dengan dunia maya, karena setiap orang terdorong untuk bisa berpartisipasi, disebabkan ruang artikulasi mereka tidak memiliki lagi batasan. Penafsiran cara yang baru maksud di sini adalah masyarakat bisa menyalurkan hak politik dengan menggunakan kecanggihan teknologi informasi, seperti tidak lagi harus menghadiri kampanye untuk bisa bertemu kandidat, tidak lagi harus terganggu dengan pemasangan baliho. Cukup berinteraksi dengan media sosial, mereka bisa menentukan pilihannya (Abugaza 2013:117-118).

Dalam bidang politik, software sosial dapat digunakan untuk alat demokrasi dan partisipasi. Software sosial membantu menciptakan, menukar dan menghubungkan konten tanpa pengetahuan dalam memprogram teknologi informasi. Dari sudut pandang politisi, mereka membutuhkan banyak sumber daya (waktu dan uang) untuk memastikan perkembangan diskusi terkini dan memantau reputasinya dalam komunitas virtual. Topik lebih lanjut muncul untuk mengakhiri skandal atau krisis politik tertentu. Melalui monitoring media sosial dari jaringan sosial, politisi dapat menerima instrumen untuk mengidentifikasi perkembangan multi informasi sejak dini. Informasi yang hilang dapat dikumpulkan dan disarikan dalam bentuk laporan, yang digeneralisasi untuk orang, topik dan partai tertentu (Stieglitz & Kaufhold 2011:779).

Semakin meningkatnya peranan penting kampanye politik dengan menggunakan internet terjadi dalam kampanye politik pemilihan presiden yang dilakukan tim kampanye Barrack Obama. Tim kampanye Obama memberikan penekanan yang sangat besar pada penggunaan saluran komunikasi berupa media sosial (social media) dan media baru (new media) untuk menarik perhatian, melibatkan sekaligus untuk mengikat para audiensnya untuk memilihnya. Media sosial dan media baru yang digunakan tim Barrack Obama meliputi facebook, youtube, dan blogging. Berbagai situs-situs sosial yang ada di internet lainnya juga tidak terlewatkan dari penggunaannya untuk kampanye Obama. Media baru tersebut secara sangat mengejutkan dan hampir sulit dipercaya berhasil meraih warga negara berusia muda dan membantu publik di dalam berkomunikasi satu sama lain sehingga mampu mempromosikan berbagai langkah dukungan yang berakhir dengan pemilihan Obama untuk menjadi pemenang pemilihan umum kepresidenan (Sayuti 2014:134)

(33)

blackplanet, faithabse, glee, migente, mybatanga dan asian ave, serta semua situs jaringan sosial yang ditujukan untuk masyarakat berdasarkan aspek demografis tertentu (Zachry 2009:7). Karakter media sosial atau media baru (new media) adalah (a) partisipasi; media sosial mendorong kontribusi dan umpan balik (feedback) dari setiap orang yang tertarik. Setiap orang dapat melakukannnya secara bersama-sama berdasarkan kesadaran sendiri; (b) keterbukaan; setiap kata telah dipublikasikan dimedia sosial berpeluang untuk ditanggapi oleh orang lain karena pada dasarnya media sosial bersifat terbuka untuk siapa saja; (c) saling terhubung; sifat media sosial adalah berjejaring, media sosial dapat melakukan percakapan dua arah atau lebih, beda halnya dengan media konvensional hanya memiliki satu arah. Antara satu dengan yang lainnya akan saling terhubung, dan keberhasilan media sosial terletak pada link-link yang menghubungkan media sosial dengan situs-situs, antara media sosial, juga perorangan; (d) advokasi; media sosial memungkinkan siapa saja mampu menjangkau orang banyak serta mendapat dukungan terhadap satu isu yang sedang mereka perjuangkan. Media ini juga memudahkan satu komunitas atau lembaga nirlaba untuk menyebarkan pesan sosial kejaringan mereka masing-masing.

Perkembangan media hibrid saat ini telah menjadi tren baru dalam kampanye politik modern. Teknologi komunikasi yang menggunakan jaringan komputer (internet) berupa email, website dan podcast telah memungkinkan komunikasi dalam berbagai bentuknya menjadi jauh lebih cepat dan efisien, dapat dengan mudah menghubungkan dan melibatkan warga negara dalam jumlah yang sangat massal dan mencapai audiens sasarannya masing-masing dalam bilangan yang ekstra besar. Perangkat teknologi internet tersebut bahkan digunakan untuk penggalangan dana biaya kampanye, untuk melobi, untuk merekrut dan mengorganisasikan para relawan dan untuk mengumpulkan, membentuk, dan mengaktivasi komunitas yang menjadi pendukung partai politik dan para kandidat (Sayuti 2014:133).

Maraknya penggunaan saluran media sosial sebagai sumber informasi kampanye pilpres 2014 terlihat ramainya pemberitaan politik seputar kandidat. Pengukuran tingkat penggunaan saluran media sosial diamati dari jumlah sumber informasi, frekuensi dan durasi selama mengakses teknologi hibrid tersebut. Kecanggihan teknologi internet dalam berbagai fitur yang ditawarkan semakin menegaskan kehandalan media baru (new media) dalam menciptakan ruang bagi kandidat dan masyarakat untuk saling mengisi dengan menampilkan strategi kandidat berupa profil, citra, prestasi, sekaligus memersuasi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.

Komunikasi Massa dan Komunikasi Antarpribadi

(34)

alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas (Nurudin 2007: 9).

Komunikasi dalam komunikasi massa (mass mediated) tidak terlepas dari jenis komunikasi antarpribadi (non-mediated) yang berlangsung dalam konteks tatap muka. Perbedaan komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi terletak pada jenis saluran yang digunakan dalam penerusan pesan-pesannya dan dengan segala konsekuensinya (Wiryanto2006:13). Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Barnlund mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai pertemuan antara dua, tiga orang, atau mungkin empat orang, yang terjadi sangat spontan dan tidak berstruktur. Saluran komunikasi antarpribadi dapat digunakan untuk melihat struktur keluarga karena saluran komunikasi ini paling tinggi frekuensinya digunakan untuk berkomunikasi. Komunitas yang ada di sekeliling tempat tinggal berperan di dalam mendukung lancarnya komunikasi antarpribadi di antara keluarga dan masyarakat (Wiryanto 2006:32-34). Saluran komunikasi antarpribadi adalah suatu bentuk komunikasi yang berlangsung secara tatap muka, tetapi karena pesan-pesannya yang sangat pribadi (privacy) dan tidak boleh didengar orang lain, kecuali mereka yang terlibat langsung dalam komunikasi disebut komunikasi antarpribadi (Cangara 2009:380).

Pada hakikatnya, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang. Komunikasi antarpribadi bersifat dialogis. Artinya, arus balik terjadi secara langsung. Taylor dan Altman, sebagaimana dikutip oleh DeVito (1997:237-238) menekankan, bahwa dengan berkembangnya hubungan sosial, maka keluasan dan kedalaman komunikasi antarpribadi akan meningkat. Sumber-sumber informasi di pedesaan dari negara-negara berkembang, seperti di Indonesia, cenderung melalui jalur komunikasi antarpribadi. Caranya menggunakan jasa juru penyuluh, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Peranan keempat sumber informasi tersebut cukup penting sebagai agen perubahan dalam menyebarkan ide-ide baru. Kredibilitas keempat sumber sangat terpercaya untuk mengajak orang lain dalam menerima ide-ide baru (Wiryanto 2006:36-37).

Menurut Bungin (2008:278), Lazarsfeld mengajukan gagasan mengenai “komunikasi dua tahap” (two step flow) dan konsep “pemuka pendapat”. Konsep ini muncul dikarenakan informasi mengalir dari radio dan surat kabar kepada para pemuka pendapat, dan dari pemuka pendapat kemudian kepada orang lain yang kurang aktif dalam masyarakat.

(35)

yang kedua berkaitan dengan repson dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau penyampaian informasi; (d) individu tidak bersikap sama terhadap pesan media, melainkan memiliki berbagai pesan yang berbeda dalam proses komunikasi, dan khususnya dapat dibagi di antara mereka yang secara aktif menerima dan menyebarkan gagasan dari media, dan mereka yang semata-mata hanya mengandalkan hubungan personal dengan orang lain sebagai panutannya; (e) individu-individu yang berperan aktif (pemuka pendapat) ditandai oleh penggunaan media massa yang lebih besar, tingkat pergaulan yang lebih tinggi, anggapan bahwa dirinya berpengaruh terhadap masing-masing lain, dan memiliki pesan sebagai sumber informasi dan panutan. Secara garis besar, menurut teori ini media massa tidak bekerja dalam situasi sosial yang pasif, tetapi memiliki akses ke dalam jaringan hubungan sosial yang sangat kompleks, dan bersaing dengan sumber-sumber gagasan, pengetahuan, dan kekuasaan yang lainnya (Bungin 2008: 278-279).

Selama tahun 1980-an, studi komunikasi antarpribadi dicirikan sejumlah perspektif teoritis yang baru dan segar. Pemeo pada tahun 1980-an ialah hubungan dan pesan-pesan atau relationship and messages. Bagi pihak tertentu, istilah hubungan merupakan sinonim bagi proses yang dirancang oleh ungkapan komunikasi antarpribadi; bagi yang lainnya, hubungan merupakan sebuah konteks biasanya hubungan pribadi untuk mempelajari komunikasi antarpribadi. Fokus pada pesan-pesan yang termasuk proses-proses kognitif dan produk berupa lisan dan tulisan dianggap merupakan kepentingan khusus bagi mereka yang percaya ini merupakan di mana para ilmuwan komunikasi dapat melakukan sumbangan khusus bagi pemahaman mengenai transaksi antarpribadi. Menurut definisinya, fungsi komunikasi antarpribadi adalah sebagai tujuan di mana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi utama komunikasi ialah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi dan sosial (Budyatna & Ganiem 2011: 25-27).

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
gambar tentang pemilu selama kampanye
Tabel 5 Luas tanah dan penggunaan tanah Kecamatan Cibinong, 2014
Gambar 2 Peta Administrasi Kecamatan Cibinong

Referensi

Dokumen terkait

persyaratan berdasarkan Berita Acara Penelitian dan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), segera ditindaklanjuti dengan penyerahan kendaraan dari Pengguna

Upaya minimum kritis mengatasi pengaruh perekonomian terbelakang agar laju pertumbuhan ekonomi merangsang POSITIVE-SUM menjadi lebih besar dari ZERO-SUM, shg

V DL Gaya lintang akibat beban mati yang terjadi pada balok, ton V kapal Kecepatan kapal pada saat membentur dermaga, m/detik V LL Gaya lintang akibat beban hidup yang terjadi

[r]

[r]

Untuk itu, sekolah perlu memanfaatkannya sebaik-baiknya, paling tidak bahwa pendidikan harus dapat mempergunakan sumber-sumber pengetahuan yang ada di masyarakat

Program ini merupakan program penyuluhan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat se-Kabupaten Sukoharjo, dengan cara mendatangi setiap sekolahan untuk

Setelah melakukan proses konseling, konselor datang dengan tujuan untuk mengetahui perubahan secara signifikan dari waktu ke waktu. Selama terapi dan tugas yang telah