• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketersediaan Sumber Daya dan Regulasi

Opsi 10: Pemisahan mekanis dan pengeringan biologis sampah organik basah diikuti dengan gasifikasi atau pirolisis untuk

6. Ketersediaan Sumber Daya dan Regulasi

Terdapat isu-isu terkait lahan yang harus diperhitungkan dalam implementasi proyek Pengelolaan Sampah Kota Batam ini. Isu-isu tersebut mencakup kepemilikan lahan, transfer lahan, zonasi lahan dan dokumentasi status lahan. Isu-isu tersebut akan dibahas di bawah ini.

6.1 Status Kepemilikan Lahan

Kewenangan pengelolaan lahan di Batam telah didelegasikan kepada BP Batam sejak 1977 oleh Presiden melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No.43/1977. Secara khusus, kewenangan BP Batam di bawah peraturan ini tercermin dalam pemberian Hak Pengelolaan/HPL atas seluruh pulau Batam kepada BP Batam. Sesuai dengan hal tersebut, ketersediaan lahan di Batam akan terkait dengan persetujuan BP Batam.

Pada 1998, Keputusan Penetapan Lokasi diterbitkan oleh BP Batam yang menentukan bahwa lahan seluas 46,8 hektar di Telaga Punggur diperuntukkan untuk TPA. BP Batam berhak mengelola seluruh lahan di bawah HPL selama BP Batam terus menjadi pihak pengguna lahan. Jika HPL merupakan aset negara/publik, transfer permanen apapun (baik sebagian maupun keseluruhan) dari lahan tersebut di bawah HPL BP Batam kepada pihak lain akan memerlukan persetujuan dari Kepala Badan Pertanahan Nasional (sebelumnya Menteri Dalam Negeri) dan Menteri Keuangan.

Semenjak TPA Telaga Punggur berada di bawah HPL Batam, area TPA dikategorikan sebagai aset negara/publik.

Agar Kota Batam mampu menerapkan kegiatan pengelolaan sampah padat di TPA Telaga Punggur sebagai bagian dari KPS, TPA harus ditransfer kepada Pemerintah Kota Batam. Transfer TPA ke Kota Batam akan memberikan Kota Batam kepastian lebih dalam kaitannya dengan kewenangannya untuk mengelola lahan di TPA. Karena area TPA dikategorikan sebagai aset negara/publik, implementasi transfer ini harus mematuhi prosedur terkait transfer aset negara/publik di bawah Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2007 tentang Prosedur Implementasi Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan danTransfer Aset Negara/Daerah (Peraturan Menteri Keuangan 96).

Regulasi ini menyatakan bahwa transfer aset negara/publik mengharuskan deregistrasi dari Daftar Barang Milik Negara dengan penerbitan keputusan oleh Menteri Keuangan. Setelah deregistrasi, transfer aset negara/publik kepada pihak ketiga dapat dilakukan.

6.2 Transfer Lahan

Transfer sebagian lahan dari keseluruhan HPL yang mencakup keseluruhan pulau Batam (yakni 46,8 hektar TPA Telaga Punggur) akan dimulai oleh BP Batam sebagai pemegang aset negara/publik di bawah HPLnya. Terdapat sejumlah pendekatan untuk transfer lahan di bawah Peraturan Menteri Keuangan 96:

Penjualan Hibah

 Tukar-menukar

 Partisipasi kepemilikan saham di BUMN/BUMD

Karena transfer akan dilakukan dari BP Batam kepada Kota Batam – artinya antara lembaga pemerintah – maka hibah akan menjadi bentuk yang paling memungkinkan untuk mentransfer TPA kepada Kota Batam karena Kota Batam tidak akan terlibat dalam pembayaran kompensasi atau pun pertukaran aset apapun.

Terdapat beberapa langkah yang harus diikuti terkait dengaan transfer FDS dengan menggunakan pendekatan hibah ini:  BP Batam harus menyerahkan permintaan formal kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara, DJKN yang bertindak

atas nama Kementrian Keuangan dan memberikan sejumlah dokumen pendukung (misalnya, alasan untuk diberikan hibah, detail pemanfaatan di masa mendatang);

 DJKN harus membentuk tim khusus untuk mengevaluasi proposal hibah dari Kota Batam;

 Berdasarkan hasil evaluasi proposal transfer dari BP Batam, DJKN akan memutuskan mengenai transfer TPA kepada Kota Batam. Jika DJKN setuju dengan proposal tersebut, DJKN akan menerbitkan Keputusan Pelaksanaan Hibah); dan  Setelah penerbitan Keputusan Pelaksanaan Hibah, TPA akan dideregistrasi dari Daftar Kekayaan Negara.

Perlu dicatat bahwa persetujuan dari Presiden Republik Indonesia akan diperlukan jika nilai lahan lebih dari Rp.10 milyar. Lebih lanjut, Permen 96 tidak menyebutkan apapun mengenai jangka waktu pelaksanaan transfer aset negara/publik dan karenanya jangka waktu ini dapat bervariasi dan tidak dapat diprediksi.

6.3 Zonasi Lahan

Wilayah lahan di TPA Telaga Punggur TPA pada awalnya ditetapkan sebagai Hutan Lindung/HL di bawah Keputusan Kementrian Kehutanan No.202/Kpts-II/1994 (Keputusan Kementrian Kehutanan 202). Dengan Keputusan ini, wilayah seluas 6.645,95 hektar di Batam ditetapkan sebagai hutan lindung yang terdiri dari HL Duriangkang, Baloi, Nongsa I dan Nongsa II.

Sesuai dengan Keputusan Kementrian Kehutanan 202, wilayah untuk TPA Telaga Punggur telah ditetapkan sebagai wilayah hutan lindung di bawah tata ruang terbaru Kota Batam, sebagaimana ditetapkan di bawah Peraturan Presiden No.87/2011 tentang Tata Ruang di Batam, Bintan dan Karimun (Perpres 87/2011) dan Peraturan Daerah Batam No.2/2004 tentang Tata Ruang Kota Batam untuk periode 2004-2014 (Perda 2/2004).

Akan tetapi, menurut tata ruang Kota Batam, TPA Telaga Punggur telah ditetapkan untuk tujuan TPA.

Proses untuk mengubah status hutan lindung TPA Telaga Punggur menjadi zona non-hutan (disebut juga sebagai Areal penggunaan Lain/APL) saat ini dilakukan oleh Dinas Tata Ruang Kota Batam, BAPPEDA, dengan berkoordinasi dengan Kementrian Kehutanan.

Di bawah undang-undang dan regulasi kehutanan yang relevan, proses untuk mengkonversi hutan lindung menjadi area APL dilakukan dengan dua tahap. Ini berarti area hutan lindung pertama-tama harus dikonversi menjadi Hutan Produksi Konversi/HPK) dan setelah itu dapat dikonversi menjadi APL. Dengan konversi ini, TPA Telaga Punggur dapat dimanfaatkan secara efektif untuk implementasi pengelolaan sampah padat.

Karena proses konversi status wilayah hutan dipandang memakan waktu, ada proses alternatif yang akan memungkinkan perubahan status hutan TPA Telaga Punggur. Kota Batam, berkoordinasi dengan Kementrian Kehutanan, dapat mengusulkan konversi status TPA dari status hutan lindung menjadi APL dengan cara Paduserasi Rencana Penggunaan Lahan dengan menyesuaikan peta yang didasarkan pada rencana tata ruang Kota Batam dengan peta hutan yang dikeluarkan oleh Kementrian Kehutanan. Rekonsiliasi Peta Kota Batam dan Peta Kehutanan terkait dengan konversi stataus hutan lindung menjadi area non-hutan (atau APL) dapat dianggap sebagai cara yang paling memungkinkan untuk mendukung perubahan status TPA Telaga Punggur. Seorang pejabat di BP Batam menyatakan bahwa rekonsiliasi telah diproses oleh Kementrian Kehutanan, dan Kota Batam saat ini menunggu Kementrian Kehutanan menandatangani keputusan terkait status area TPA berdasarkan rekonsiliasi tersebut.

6.4 Dokumentasi Status Lahan yang Sesuai untuk Proyek Pengelolaan Sampah Kota Batam

Undang-undang No.5/1960 mengenai Prinsip-prinsip Dasar Urusan Agraria (UU 5/1960) dan peraturan pelaksananya membagi beberapa jenis hak lahan yang dapat dipegang pihak ketiga (baik orang maupun badan):

Hak Milik/HM

 Hak Guna Bangunan/HGB  Hak Pakai/HP

Hak Pengelolaan Lahan/HPL

Seluruh hak lahan di atas harus mematuhi persyaratan dan prosedur yang ditetapkan di UU 5/1960 dan peraturan pelaksananya, dan dengan demikian baru dapat diserahkan kepada pihak ketiga (namun HM hanya boleh dipegang oleh orang Indonesia). Jika hak lahan dikategorikan sebagai aset Negara/publik, seluruh persyaratan dan prosedur terkait transfer aset Negara/publik di bawah Peraturan Menteri Keuangan 96 harus dipatuhi.

Terkait jenis lahan untuk implementasi proyek Pengelolaan Sampah Kota Batam di bawah skema KPS, HPL merupakan hak lahan yang sesuai untuk mendukung proyek tersebut. Konsep HPL di bawah UU 5/1960 dan peraturan pelasananya memungkinkan sejumlah hak atas lahan (yaitu HGB dan HP) untuk diberikan di dalam area HPL berdasarkan kesepakatan atau izin dari pemegang HPL.

Setelah penyelesaian transfer permanen sebagian HPL BP Batam kepada Kota Batam (yaitu TPA Telaga Punggur), Kota Batam akan sepenuhnya berhak mengelola sebagian area lahan tersebut dan lahan dimaksud dapat diberikan HPL. Pihak ketiga harus mematuhi kesepakatan atau izin dari Kota Batam, baru kemudian dapat diberikan status lahan lainnya (HP atau HGB) di bawah HPL yang kini ditransfer Kota Batam. Kondisi ini juga akan memungkinkan pihak ketiga mengoperasikan proyek Pengelolaan Sampah Kota Batam untuk mendapatkan jaminan keamanan atas lahan HGB. Perlu

dicatat bahwa di bawah keputusan untuk memberikan HGB, harus terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa HGB dapat dibebankan (encumbered).

Lebih lanjut, konsep Kota Batam sebagai pihak dan operator Proyek Pengelolaan Sampah Kota Batam yang akan diberikan HGB atau HP juga harus mendukung implementasi proyek ini di bawah skema KPS Transfer Bangun-Operasi (Built-Operate Transfer PPP Scheme).

6.5 Isu Legal dan Regulasi Lainnya

6.5.1 Perizinan Pengelolaan Air

UU No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah (UU 18/2008) mengamanahkan implementasi pengelolaan sampah diatur lebih lanjut di bawah peraturan pelaksana termasuk peraturan daerah. UU 18/2008 juga menyatakan bahwa penerapan pengelolaan sampah harus didasarkan pada izin yang dikeluarkan kepala pemerintah daerah yang relevan (yaitu Gubernur, Walikota atau Bupati, jika sesuai).

Di Kota Batam, ketentuan terkait pengelolaan sampah diatur di bawah Perda No.5/2001 tentang Kebersihan Kota Batam (diamandemen dengan Perda No.5/2007, Perda 5/2001).

Perda 5/2001 dikeluarkan sebelum UU 18/2008 dan karenanya tidak menjelaskan persyaratan untuk mendapatkan izin khusus dalam implementasi kegiatan pengelolaan sampah dari kepala Kota Batap (yakni Walikota). Perda 5/2001 hanya menyatakan bahwa implementasi pengelolaan sampah di Kota Batam harus dijalankan sesuai dengan Prosedur Operasional Standar (SOP) yang ditetapkan oleh Walikota Batam.

Hingga saat ini, belum ada izin atau SOP yang dikeluarkan atau disusun oleh Kota Batam terkait dengan implementasi kegiatan pengelolaan sampah di Kota Batam.

Oleh karenanya, mengingat ketentuan di Perda 5/2001 tidak ditetapkan berdasarkan ketentuan di bawah UU 18/2008, penting bagi Kota Batam untuk mengamandemen Perda 5/2001 untuk menyesuaikan ketentuannya agar sesuai dengan UU 18/2008, termasuk terkait dengan persyaratan untuk mendapatkan izin pengelolaan sampah dari Walikota Batam.

7. Safeguard Sosial dan Lingkungan

Dokumen terkait