• Tidak ada hasil yang ditemukan

Opsi 10: Pemisahan mekanis dan pengeringan biologis sampah organik basah diikuti dengan gasifikasi atau pirolisis untuk

7. Safeguard Sosial dan Lingkungan

7.3 Temuan

7.3.1 Umum

Penilaian lingkungan dan sosial awal terhambat oleh kurangnya informasi.

Tidak ada bentuk dokumentasi lingkungan untuk TPA Telaga Punggur yang dapat disediakan oleh BP Batam sebagai mantan operator TPA ini maupun oleh DKP sebagai operator TPA saat ini. PT. Surya Sejahtera Batam pun sebagai perusahaan yang bekerjasama dengan Kota Batam untuk Pengelolaan Sampah Kota pada 2009-2010 selama 18 bulan tidak dapat menyediakan dokumentasi tersebut. Tampak terdapat beberapa studi lingkungan awal yang dilakukan atas nama PT. Surya Sejahtera Batam pada akhir 2010, namun belum diserahkan untuk disetujui.

Selain itu bahkan terdapat penilaian lebih awal di 2003 sebagai bagian dari proposal sektor swasta untuk beroperasi dan mengelola 10 hektar area TPA Telaga Punggur sebagai pabrik biofertilizer. Akan tetapi laporan ini tidak mencakup seluruh area operasional yang saat ini digunakan di TPA Telaga Punggur (sekitar 17-20 hektar). Dokumen ini masih dalam bentuk draft dan belum disetujui oleh otoritas lingkungan setempat (Panitia AMDAL Kota Batam). Kerangka acuan untuk studi ini juga tidak tersedia.

Sejumlah statistik sekunder, data dan laporan sekunder juga telah dikumpulkan oleh Ahli. Data ini mencakup Status Baseline Lingkungan Regional Batam 2011 (Status Lingkungan Hidup Daerah), dari Batam in Figuers 2012, dan juga sejumlah hasil pengujian kualitas air yang telah dilakukan untuk PT. Surya Sejahtera dan DKP untuk memonitor lahan landfill yang ada.

7.3.2 Kondisi Lingkungan dan Overview Lokasi Proyek

TPA Telaga Punggur terletak di Desa Kabil di Kecamatan Nongsa sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 7.1 di bawah ini.

Saat ini wilayah TPA dikelillingi oleh kompleks perumahan dan komersial/bisnis seperti kompleks perumahan Jasinta, kompleks ruko Telaga Punggur, kompleks industri Dragon, kampung lama Telaga Punggur di wilayah hulu, dan kampung lama Teluk Lengung di wilayah hilir.

TPA Telaga Punggur terletak di wilayah bergelombang yang merupakan tempat pembuangan sampah yang ada saat ini dengan lapisan tanah padat sebagai penutupnya. Karena kondisi TPA dan wilayah disekelilingnya, terdapat kemungkinan longsor, khususnya pada musim hujan.

Sebelumnya area lahan TPA Telaga Punggur telah ditetapkan sebagai Hutan Lindung/HL di bawah Keputusan Kementrian Kehutanan No.202/Kpts-II/1994. Dengan keputusan ini wilayah seluas 6.486 hektar telah dinyatakan sebagai hutan lindung, terdiri dari HL Duriangkang, Baloi, Nongsa I dan Nongsa II. Status hutan lindung TPA Telaga Punggur saat ini sedang direvisi oleh Departemen Tata Ruang Pemkot Batam Bappeda untuk dikonversi menjadi Hutan Produksi/HP yang kemudian akan dikonversi menjadi Areal penggunaan Lain/APL. Ini akan memungkinkan TPA ditetapkan sebagai fasilitas umum.

Saat ini sekitar 700 ton sampah per hari di Pulau Batam dibuang di TPA Telaga Punggur. Terdapat standar Pemerintah Indonesia untuk prosedur pengelolaan sampah untuk layanan perkotaan (SNI 19-2454-2002), namun kegiatan saat ini di TPA Telaga Punggur hanya mencakup pembuangan sampah padat ke sel-sel terpilih dan instalasi komposting yang amat sederhana untuk tujuan DKP. Sejumlah segregasi recyclables dari sampah padat domestik telah dilakukan secara langsung oleh para pemulung dan personil yang ditunjuk oleh DKP untuk pengumpulan sampah industri non B3 yang juga dibuang di TPA Telaga Punggur.

TPA Telaga Punggur telah beroperasi selama lebih dari 15 tahun sejak 1997, dan di wilayah ini sebagian besarnya tidak terdapat kegiatan masyarakat. Saat ini, wilayah disekelilingnya tengah dikembangkan sebagai wilayah perkotaan yang maju. Sekitar 1 km dekat TPA Telaga Punggur terdapat pusat kompleks Ruko Telaga Punggur dan Kompleks Industri Dragon dalam jarak 3 km. Sebagai campuran wilayah perkampungan dan perkotaan, Telaga Punggur dulunya berfungsi sebagai pedalaman dari pusat Kota Batam.

Sekitar 200 m di bagian hilir TPA Telaga Punggur terdapat wilayah muara, bagian dari Sungai Indras yang mengalir ke laut melalui Teluk Lengung. Hutan bakau masih terdapat di wilayah muara dan garis pantai di bagian hilir TPA Telaga Punggur, khususnya terdiri dari Bakau (Rhizopora sp.), yakni Bakau Merah (Rhizophora apliculata), Bakau Putih (Rizhopora mucronata), dan tanaman hutan bakau lainnya.

Sejumlah sampel kualitas air dari wilayah TPA Telaga Punggur pada 2010 hingga 2012 dites laboraturium oleh DKP dan menunjukkan bahwa parameter kualitas air sudah melebihi standar yang diperbolehkan. Hasilnya diringkas pada Tabel 7.2 berikut.

Tabel 7.2: Ringkasan Hasil Uji Kualitas Air oleh DKP

Tanggal Titik Sampling Parameter di Atas Standar

6 April , 2010

Inlet kolam lindi TDS, Cr+6, H2S, BOD5 and COD Outlet kolam lindi H2S, BOD5 and COD

Air bersih (sumur pengecekan) Fe

Air bersih (kolam kontrol) Fe and Nitrate (NO3-N)

Air permukaan (S. Indras) TDS, Cu, Fe, CN, F, and Nitrite (NO2-N) 5 Agustus,

2011

Inlet kolam lindi Nitrate (NO3-N)

Outlet kolam lindi Nitrate (NO3-N) Air bersih (sumur pengecekan) Pb

Air bersih (kolam kontrol) None

Air permukaan (S. Indras) Nitrate (NO3-N, Mn, Fe, H2S 16

Desember 2012

Inlet kolam lindi Ammonia (NH3-N), NO3-N, NO2-N, BOD5, COD Outlet kolam lindi Ammonia (NH3-N), NO3-N, NO2-N, BOD5, COD Air bersih (sumur pengecekan) None

Air bersih (kolam kontrol) Fe, Mn, NO3-N, NO2-N, Pb Air permukaan (S. Indras) NO3-N, NO2-N, NH3-N, Mn, Fe, SO4

20 Mei, 2012

Inlet kolam lindi NH3-N, NO3-N, NO2-N, BOD5, COD Outlet kolam lindi NH3-N, NO3-N, NO2-N, BOD5, COD Air bersih (sumur pengecekan) Cr+6, Mn, and NO3-N

Air bersih (kolam kontrol) Cr+6, Mn, color, and pH

Air permukaan (S. Indras) DO, NO2-N, NH3-N, Mn, Cl, Cl-, and H2S

Sumber: Data dari DKP

Berdasarkan data di atas, khususnya yang terkahir diuji pada Mei 2012, parameter untuk amonia (NH3-N) pada inlet dan outlet kolam lindi dan titik-titik sampel air permukaan berada di atas standar yang mematikan bagi ikan. Perlu dicatat bahwa pada Juli 2012 terdapat laporan bahwa banyak ikan dan hewan laut lain yang mati di wilayah pantai Teluk Lengung yang berada di sekitar TPA. Ini bisa jadi merupakan indikasi polusi air permukaan laut yang disebabkan kurang

layaknya pemrosesan sampah lindi dari sistem kolam lindi di TPA Telaga Punggur yang berlokasi tepat di dekat Sungai Indras dan area pesisir.

7.3.3 Kondisi Sosial

Secara keseluruhan, Batam merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari beragam kelompok etnis seperti Melayu, Jawa, Batak, Minangkabau, Cina, dan lainnya. Di bawah budaya Melayu sebagai “payung” dan dipertahankan oleh semangat Bhinneka Tunggal Ika, Batam telah menjadi wilayah yang kondusif dan salah satu wilayah dengan ekonomi yang berkembang cepat dan dinamis serta pusat kegiatan sosial, politik dan budaya.

Informasi yang diterima dari petugas lapangan DKP dan pemulung yang tinggal di sekitar TPA Telaga Punggur menunjukkan bahwa sekitar 600 pemulung menggantungkan penghidupan keluarganya di wilayah TPA ini, dengan sekitar 100 diantaranya datang dan pergi sesuai kebutuhan mereka. Sebanyak 500 orang yang tinggal di wilayah sekitar TPA terdiri dari sekitar 200 rumah tangga. DI luar wilayah TPA Telaga Punggur, terdapat pemulung dan keluarganya. Di dekat wilayah ini di bagian hilir TPA terdapat peternakan babi yang dibuat pemiliknya di daerah tersebut untuk mendekatkan lokasi peternakan dengan sumber pakan di wilayah TPA.

Konsultasi telah dilakukan di Teluk Lengung di mana orang Melayu Asli Batam yang berasal dari Melayu Riau telah tinggal selama lebih dari satu abad. “Kampung Tua” sudah berusia 100 tahun di Teluk Lengung dan ditinggali sekitar 60 kepala keluarga yang berasal dari Melayu Batam. Sebagian besar dari mereka masih mengandalkan penghidupannya sebagai nelayan dalam skala subsisten di bawah garis kemiskinan. Para penduduk kampung tersebut telah mengutarakan masalah penurunan kondisi lingkungan di Teluk Lengung, dan menyebutkan mengenai kejadian matinya ikan-ikan di sana. Para penduduk melaporkan bahwa kejadian tersebut terjadi khususnya pada saat musim hujan. Di pulau-pulau kecil di dekat Teluk Lengung terdapat pula Suku atau Orang Laut1 yang telah mendiami wilayah tersebut lebih dari satu abad, khususnya di Pulau Kubong. Para petugas lapangan DKP mencatat bahwa dalam beberapa bulan terakhir di 2012 Orang Laut terkadang datang ke TPA untuk mengumpulkan makanan atau pakaian yang dibuang. Situasi ini menunjukkan bahwa saat ini mereka tidak dapat bergantung pada laut dan menjadi nelayan adalah satu-satunya mata pencaharian mereka.

7.3.4 Dampak Lingkungan dan Sosial Potensial

Masalah lingkungan dari pengembangan TPS Telaga Punggur akan meliputi dampak pembangunan dan operasi (termasuk pemeliharaan) dari instalasi pemroses sampah dan fasilitas pendukungnya. Dampak lingkungan tersebut akan mencakup kepadatan lalu lintas sementara pada tahap konstruksi, potensi polusi air tanah jangka panjang dari kebocoran lindi jika tidak diproses dan dikelola secara baik, dari operasi landfill sebelum seluruh perbaikan lingkungan dilakukan, dan polusi udara dari senyawa organik volatile (VOC) jika sampah yang terkontaminasi hidrokarbon dibuang tanpa pemrosesan.

1

Suku Laut atau disebut juga Orang Laut adalah suku yang mendiami Kepulauan Riau. Dalam pengertian yang lebih luas, Orang Laut mencakup “berbagai etnik atau kelompok yang mendiami pulau-pulau atau mulut sungai Riau Lingga, Pulau Tujuh, Kepulauan Batam, dan wilayah pantai dan pulau-pulau di lepas pantai Sumatra di Timur dan sebelah selatan Semenanjung Malaysia. Selain Orang Laut, mereka disebut juga Orang Selat. Dalam sejarah mereka dikenal sebagai bajak laut, namun memainkan peranan penting ke Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Malaka dan Johor. Mereka menjaga selat, mengusir bajak laut, memandu pedagang ke berbagian kerajaan/kesultanan, dan menjaga hegemoni mereka di wilayah-wilayah tersebut. Saat ini, mayoritas Orang Laut bekerja sebagai nelayan. Seperti Suku Bajau atau Bajo yang berasal dari Kepulauan Sulawesi, Orang Laut seringkali disebut sebagai “kelana laut” karena gaya hidupnya yang nomaden dan menghabiskan hidup mereka di laut di atas kapal (sumber: Website Pemko Batam dan Wikipedia).

Potensi dampak negative lingkungan dan sosial yang dapat muncul dari Proyek Pengelolaan Sampah Kota Bata mini bergantung pada skala dan jenis teknologi yang digunakan di fasilitas, serta persyartaan operasionalnya. Pada tahap ini, hanya dampak umum yang dapat disebutkan, seperti:

 Pengangkutan sampah yang berpotensi menyebabkan polusi lingkungan, seperti bau dari sampah itu sendiri maupun dari kolam lindi, dan sampah yang tercecer.

Tanpa fasilitas pengelolaan sampah kota yang layak secara teknis, terdapat kemungkinan meningkatnya dampak lingkungan dari bahaya terhadap kesehatan masyarakat dan gangguan dari bau, asap dari pembakaran, serta penyakit yang dibawa oleh lalat, serangga, burung dan tikus.

 Tanpa fasilitas pengelolaan sampah kota yang layak secara teknis, dampak lingkungan dapat terjadi yang mencakup polusi air permukaan dan tanah dari lindi yang berasal dari landfill saniter. Metan, yang merupakan bagian utama dari gas landfill yang dihasilkan dari penguraian sampah padat dapat lepas melalui celah tanah dan berpindah ke tempat yang jauh dari landfill, yang dapat menyebabkan risiko kebakaran atau ledakan. Ini dapat dikelola dengan menggunakan standard dan tindakan pengelolaan sampah yang sesuai, dan opsi-opsi teknis yang direkomendasikan dalam laporan ini mencakup tindakan-tindakan tersebut.

Selama operasi dan pasca operasi dari tempat pembuangan tersebut, akan ada emisi dari gas landfill, khususnya sekitar 25% yang tidak tertangkap dalam sistem pengumpulan gas landfill. Gas landfill ini dilepaskan ke atmosfer namun biasanya konsentrasinya terlalu rendah untuk menjadi masalah lingkungan. Kontaminasi tanah di landfill dapat muncul karena bocornya basis geotekstil atau pelapis (liner) seiring waktu dan/atau pengelolaan landfill yang tidak layak.

 Para pekerja di TPA berisiko terpapar gas beracun dan bahan berbahaya lainnya di tempat pembuangan. Ini dapat menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan bagi para pekerjia jika tindakan teknis dan operasional yang sesuai tidak dilakukan dalam operasi TPA tersebut.

Opsi waste-to-energy akan mencakup operasi insinerator. Upaya teknis dan operasional yang sesuai dibutuhkan untuk memastikan dapat dikelolanya emisi potensial dari instalasi pembakaran, termasuk partikel kecil.

 Penggunaan insinerator akan menghasilkan abu dasar dan abu terbang. Keduanya harus diuji kadar racunnya. Abu dasar biasanya tidak berbahaya dan dapat dibuang di landfill saniter normal. Abu terbang, yang mengandung polutan yang ditangkap sistem kontrol polusi udara, biasanya berbahaya karena adanya muatan logam dan harus distabilkan untuk mengurangi potensinya menghasilkan lindi. Ini dapat dicapai dengan fiksasi kimiawi atau melalui penambahan semen. Setelah pemrosesan ini, terbangash juga dapat dibuang di landfill saniter.

 Karena TPA Telaga Punggur terletak di wilayah yang sebelumnya ditetapkan sebagai hutan lindung karena kondisi topografinya yang spesifik, terdapat dampak lingkungan potensial seperti longsor yang dapat menyebabkan sedimentasi air permukaan (sungai dari pantai/laut) dan potensi perubahan terhadap fungsi dasar hutan lindung.

 Karena wilayah di sekeliling TPA diklasifikasikan sebagai wilayah sensitif (muara dan garis pantai berada dalam ekosistem pantai unik Teluk Lengung), dan dengan keberadaan kampung dengan orang-orang yang rentan di sana, terdapat potensi peningkatan polusi pantai karena operasi TPA Telaga Punggur, seperti kebocoran lindi

dsb. Diperlukan tindakan teknis dan operasional untuk memastikan keseluruh dampak potensial tersebut terkelola dengan baik.

Dampak potensial teknis dari Proyek Pengelolaan Sampah Kota Batam lainnya akan bergantung pada opsi teknis yang dipilih.

Sejumlah dampak sosial lingkungan positif dapat terjadi pada saat pengembangan TPA Telaga Punggur, termasuk:  Manfaat akan didapat sepanjang tahap pembangunan, khususnya bagi buruh tidak terampil. Begitu operasi

berjalan, akan tercipta sejumlah lapangan pekerjaan permanen terkait dengan operasi di instalasi dan opsi/fasilitas teknis yang dikembangkan (operasi fasilitas, landfill dan fasilitas pendukung lainnya, penggabungan pemulung ke dalam tenaga kerja daur ulang yang diformalkan), meskipun jumlah lapangan kerja dan/atau peluang bisnis yang akan tercipta tidak dapat dikuantifikasi pada tahap ini.

 Dampak dan manfaat positif potensial pada aspek sosial-ekonomi ini akan terjadi pada wilayah yang lebih luas di Kota Batam dan khususnya bgi masyarakat local di sekitar wilayah Telaga Punggur.

Sekitar separuh dari pemulung di TPA Telaga Punggur adalah wanita dan anak-anak. Penerapan opsi KPS di TPA Telaga Punggur akan membutuhkan operator baru unuk menerapkan standar teknis yang sesuai bergantung pada opsi teknis/fasilitas yang dikembangkan) dan membaiknya kondisi kerja bagi seluruh pekerja, termasuk pemulung yang dalam beberapa opsi akan digabungkan ke dalam tenaga kerja daur ulang yang diformalkan.  Sejumlah manfaat lingkungan (dan sosial) bisa didapatkan dari sejumlah opsi teknis: Pemisahan Organik dan

Komposting (Opsi No.4); Refuse Derived Fuel (Opsi No.5); dan WTE dan Bio-drying (Opsi No.9). Ini mencakup: o Pelindian terkontrol dan GHG yang berkurang.

o Dampak negatif lingkungan potensial minimal dalam hal polusi air tanah yang disebabkan oleh pelindian dan polusi air laut terkontrol di Teluk Lengung sehingga sumber pendapatan masyarakat lokal baik Melayu Batam maupun Suku Laut yang tinggal di kampong Teluk Lengung dan pulau-pulau kecil disekelilingnya tidak akan terkena dampak.

Dokumen terkait