• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pra Studi Kelayakan Proyek Manajemen Pengelolaan Persampahan Kota Batam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pra Studi Kelayakan Proyek Manajemen Pengelolaan Persampahan Kota Batam"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Pra-Studi Kelayakan

Proyek Manajemen Pengelolaan Persampahan

Kota Batam

(2)

Ringkasan ... 6

1. Latar Belakang ... 18

1.1 Pendahuluan ... 18

1.2 Geografi dan Iklim ... 20

1.4 Kondisi Ekonomi ... 21

1.4.1 Peluang Investasi di Kota Batam ... 21

1.5 Sampah di Indonesia ... 22

2. Pemangku Kepentingan dan Pengaturan Kelembagaan ... 24

2.1 Overview ... 24

2.2 Pengaturan Kelembagaan Batam ... 25

3. Kebutuhan Proyek ... 27

3.1 Latar Belakang ... 27

3.2 Timbulan dan Sumber Sampah ... 27

3.3 Sistem Sampah Domestik ... 33

3.3.1 Pengumpulan sampah rumah tangga, pewadahan dan daur ulang dan transfer ke TPS ... 34

3.3.2 Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ... 34

3.2.3 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ... 36

4. Studi Pasar/Analisis Permintaan ... 40

4.1 Situasi Saat Ini ... 40

4.2 Kesediaan Membayar (Willingness-to-Pay) ... 42

4.2.1 Kesediaan Membayar Konsumen Rumah Tangga ... 42

4.2.2 Kesediaan Membayar Konsumen Non-Rumah Tangga ... 42

5. Analisis Teknis ... 44

5.1 Opsi Teknis ... 44

(3)

5.2 Pengolahan Sampah Padat Kota dan Opsi Pembuangan ... 47

Opsi 1: Status quo ... 48

Opsi 2: Hanya landfilling– upgrade untuk memenuhi standar regulasi ... 52

Opsi 3: Enhanced Landfill – untuk konversi gas ke energi ... 55

Opsi 4: Pemisahan organik dan komposting - dengan residu dibuang ke landfill... 60

Opsi 5: Refuse derived fuel (RDF)/bahan bakar sampah - dengan residu dibuang ke landfill ... 64

Opsi 6: Pemisahan organik dan digesti anaerobik untuk pembangkit listrik - dengan residu dibuang ke landfill ... 70

Opsi 7: Konversi sampah ke energi dasar (waste to energy/WTE) - dengan abu dan sampah yang melampaui kapasitas instalasi dibuang ke landfill ... 76

Opsi 8: Pemisahan sampah secara mekanis dilanjutkan dengan komposting dan WTE - dengan landfilling sampah yang melebihi kapasitas instalasi dan abu ... 82

Opsi 9: Pemisahan mekanis dan pengeringan biologis fraksi organik basah, dilanjutkan dengan WTE - dengan abu dan sampah yang melebihi kapasitas instalasi dibuang ke landfill... 88

Opsi 10: Pemisahan mekanis dan pengeringan biologis sampah organik basah diikuti dengan gasifikasi atau pirolisis untuk menciptakan syngas - dengan arang, residu pembersih gas dan sampah yang melebihi kapasitas instalasi dibuang ke landfill ... 93

5.3

Perbandingan dan Pemilihan Opsi

... 101

5.3.1 Pendekatan ... 101

5.3.2 Kapasitas Landfill ... 102

5.3.3 Opsi yang Menarik bagi Sektor Swasta ... 103

5.3.4 Keterjangkauan ... 104

5.3.5 Manfaat Lingkungan... 107

5.3.6 Ringkasan Berdasarkan KPI ... 108

5.3.7 Lembar Evaluasi Perbandingan Opsi ... 109

5.4 Kesimpulan dan Rekomendasi ... 110

6. Ketersediaan Sumber Daya dan Regulasi ... 110

6.1 Status Kepemilikan Lahan ... 111

(4)

6.3 Zonasi Lahan ... 112

6.4 Dokumentasi Status Tanah yang Sesuai untuk Proyek Pengelolaan Sampah Kota Batam ... 113

6.5 Isu Legal dan Regulasi Lainnya ... 114

6.5.1 Perizinan Pengelolaan Sampah ... 114

7. Safeguard Sosial dan Lingkungan ... 114

7.1 Pendahuluan ... 115

7.2 Survei Lapangan ... 115

7.3 Temuan ... 117

7.3.1 Umum ... 117

7.3.2 Kondisi Lingkungan dan Overview Situs Proyek ... 117

7.3.3 Kondisi Sosial... 120

7.3.4 Potensi Dampak Lingkungan dan Sosial ... 120

7.4 Alokasi Risiko dan Beban Lingkungan (Liabilities) ... 122

7.5 Pengaturan Pelaksanaan ... 123

8. Analisis FInansial dan Ekonomi dan Kebutuhan akan Dukungan Pemerintah ... 123

8.1 Identifikasi dan Seleksi Proyek ... 124

8.2 Evaluasi Proyek ... 124

8.3 Keuangan Kota Batam ... 130

8.3.1 Pendapatan ... 130

8.3.2 Pengeluaran ... 134

8.3.3 Penilaian Keuangan Kota Batam ... 135

8.3.4 Keuangan DKP ... 136

8.4 Persyaratan Pendanaan Tahunan untuk Opsi 5 & 9: Dukungan Pemerintah ... 140

8.4.1 Persyaratan Pendanaan Tahunan ... 140

(5)

8.6 Analisis Ekonomi ... 142

9. Persyaratan Kelembagaan dan Rencana Pelaksanaan ... 145

9.1 Situasi Saat Ini ... 146

9.2 Persyaratan Jangka Pendek ... 147

9.3 Persyaratan Jangka Panjang ... 148

10. Kesimpulan... 150

Lampiran ... 154

1. Solid Waste Management Report ... 154

2. Technical Assessment ... 154

3. Legal Due Diligence Report ... 154

4. Social and Environmental Safeguards Report ... 154

5. Financial Report ... 154

(6)

RIngkasan

Pendahuluan

Kota Batam adalah kota terbesar di Provinsi Kepulauan Riau dan terdiri dari tiga pulau utama: Batam, Rempang dan Galang (sering disingkat sebagai Barelang), beserta lebih dari 300 pulau kecil lainnya. Pembangunan ekonomi yang pesat di Batam menyebabkan tiumbuhnya populasi sekitar 10% per tahun selama 10 tahun terakhir hingga populasi saat ini sebesar 1,1 juta. Status Batam sebagai kawasan pengembangan industri berorientasi ekspor telah memberikan insentif khusus untuk pembentukan sejumlah kawasan industri di seluruh pulau untuk mempromosikan industri berat dan ringan, perkapalan, transit kapal dan perdagangan. Pariwisata juga menjadi bagian penting dari pembangunan Batam.

Pertumbuhan ini diperkirakan akan terus berlanjut, dengan estimasi populasi akan mencapai 2,8 juta orang dalam 25 tahun atau pada tahun 2037.

Seperti banyak kota di Indonesia, sampah kota Batam telah meningkat sepanjang waktu seiring dengan bertumbuhnya populasi masyarkaat perkotaan serta membaiknya kondisi ekonomi. Sampah kota Batam saat ini dikelola oleh DInas Kebersihan dan Pertamanan/DKP. Sampah ini dibawa ke Telaga Punggur, yaitu landfill pusat Batam atau tempat pembuangan akhir (TP) yang doioperasikan oleh DKP. Saat ini terdapat kurang lebih 700 ton sampah per hari di Pulau Batam yang dibuang di TPA Telaga Punggur. TPA Telaga Punggur adalah satu-satunya landfill yang tersedia untuk pembuangan sampah di Batam, dan belum ada rencana untuk menambah situs lain. Karenanya tempat ini adalah sumber daya yang amat berharga dan upaya untuk memaksimalkan jumlah sampah yang dapat dibuang ke tempat tersebut di masa mendatang harus dilakukan dengan matang.

TPA pada awalnya dirancang pada 1997 oleh BP Batam (otoritas yang dibentuk untuk mengembangkan Batam sebagai kawasan industri utama) sebagai landfill saniter. Ini mencakup pemrosesan air lindi dan lining sebesar 2,5 hektar wilayah permukaan TPA. Operasi kemudian diserahkan pada Kota Batam pada 2002 dan proses landfilling saniter dengan manajemen lindi dikonversi menjadi pembuangan terbuka (open dumping) dari elevasi yang lebih tinggi untuk memenuhi lembah dari atas dengan sampah. Berdasarkan praktik yang ada saat ini dan tren yang diperkirakan di masa mendatang, diperkirakan bahwa TPA saat ini akan berusia kurang dari 10 tahun dengan kapasitas yang ada. Oleh karenanya Kota Batam harus mempertimbangkan suatu bentuk pemrosesan sampah yang akan memindahkan sebanyak mungkin sampah dari TPA dan mendapatkan kemampuan untuk mengelola (dan mengurangi) sampah di masa mendatang.

Opsi Teknis Pemrosesan Sampah

Terdapat sejumlah opsi teknis yang diidentifikasi untuk mengelola sampah Kota Batam di masa mendatang. Sasaran utama dari hal ini adalah mengamankan pemrosesan dan kapasitas pembuangan sampah jangka panjang yang efektif biaya.

1. Status Quo: tempat pembuangan dibiarkan seperti adanya saat ini tanpa penampungan lingkungan. 2. Hanya landfill: tempat pembuangan di-upgrade untuk memenuhi standar regulasi.

3. Enhanced landfill: untuk konversi gas landfill menjadi energi.

4. Pemisahan sampah organik dan komposting: dengan residu dibuang ke landfill. 5. Refuse derived fuel (RDF): dengan residu dibuang ke landfill.

(7)

7. Waste to Energy (WTE) dasar: abu dan sampah yang melebihi kapasitas instalasi dibuang ke landfill.

8. Separasi sampah mekanis menjadi fraksi yang dapat dikomposting dan fraksi yang dapat dbakar, yang menghasilkan dua aliran proses, yakni kompos dan WTE: residu serta sampah yang melebihi kapasitas instalasi dan abu akan dibuang ke landfill.

9. Separasi mekanis sampah menjadi fraksi kering dan fraksi organik basah yang dikeringkan secara biologis, kemudian dikombinasikan dan dibakar dalam instalasi WTE: abu dan sampah yang melebihi kapasitas instalasi dibuang ke landfill.

10. Separasi mekanis sampah menjadi fraksi kering dan fraksi organik basah yang dikeringkan secara biologis, kemudin dikombinasikan dan digasifikasi atau pirolisasi dengan teknologi baru untuk membuat gas sintetis yang dibakar untuk menghasilkan listrik: dengan arang, residu pembersihan gas dan sampah yang melebihi kapasitas instalasi dibuang ke landfill.

Yang menjadi bagian dari opsi ini adalah penyediaan pemungutan sampah atau pensortiran manual untuk memindahkan recyclables (sampah yang dapat didaur ulang) pada landfill ketika sampah datang. Untuk seluruh opsi kecuali status quo dan opsi landfill yang patuh regulasi (regulatory compliant landfill) yang paling sederhana, pemungutan recyclable ditingkatkan dengan menggunakan alat mekanis seperti konveyor untuk pemisahan dan pemindahan sampah, serta depo pemungutan sampah (picking station).

opsi ini telah dievaluasi dengan didasarkan pada empat kriteria: biaya, keluaran, teknis dan manajerial. Opsi-opsi tersebut juga telah dibandingkan berdasarkan bagaimana kemampuannya menyelesaikan isu-isu kunci:

 Memastikan kapasitas pembuangan landfill bisa bertahan setidaknya 20 tahun

 Mempertimbangkan opsi teknologi yang mungkin dapat menarik investasi sektor swasta melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta/KPS

 Menjaga biaya tetap terjangkau bagi rumah tangga dan bisnis

 Meminimalkan dampak lingkungan dan Gas Rumah Kaca (GHG)

Berdasarkan usia landfill yang saat ini relatif pendek, yakni sekitar 8 tahun di bawah praktik operasi saat ini, opsi yang ditawarkan adalah OPSI 5: menghasilkan RDF dan tetap mempertahankan landfill untuk pembuangan residu. OPSI 9 juga patut dipertimbangkan, yaitu memisahkan sampah menjadi fraksi basah dan kering, mengeringkan (bio-dry) sampah organik secara biologis dan menggunakan sampah campuran (kering) sebagai bahan bakar dengan pembakaran massa konvensional di instalasi WTE untuk menghasilkan listrik. Landfill akan dipertahankan untuk pembuangan abu dan sampah yang melebihi kapasitas instalasi WTE.

Implementasi KPS apapun baik untuk Opsi 5 dan 9 memerlukan pengembangan dan penyiapan untuk menghadapi isu utama sebagai berikut:

Tanah

BP Batam dan Kota Batam harus menyelesaikan masalah seputar kepemilikan lahan, transfer lahan, zonasi lahan dan dokumentasi status lahan.

Kepemilikan Lahan: Ketersediaan lahan di Batam harus disepakati BP Batam. Agar Kota Batam mampu menerapkan kegiatan pengelolaan sampah di TPA Telaga Punggur sebagai bagian dari KPS, TPA harus ditransfer kepada Kota

(8)

Batam. Karena wilayah TPA dikateorikan sebagai kekayaan negara/publik, implementasi dari transfer ini memerlukan deregistrasi dari Daftar Barang Milik Negara dengan penerbitan keputusan oleh Kementrian Keuangan. Setelah deregistrasi, transfer aset negara/publik kepada pihak ketiga dapat dilakukan.

Transfer Lahan: Transfer dari BP Batam kepada Kota Batam – yaitu antar otoritas pemerintah – sebaiknya dilakukan dengan grant/hibah karena Kota Batam tidak akan terlibat dalam pembayaran kompensasi maupun pertukaran aset. BP Batam harus mengambil peranan utama dalam menyarankan transfer kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara, DJKN. Jika DJKN setuju, DJKN akan mengeluarkan keputusan pelaksanaan hibah untuk deregistrasi TPA dari Daftar Kekayaan Negara. Perhatikan bahwa regulasi terkait tidak mengatakan apapun terkait kerangka waktu pelaksanaan transfer aset negara/publik dan oleh karenanya kerangka waktu dapat bervariasi dan tidak dapat diprediksi.

Zonasi Lahan: TPA Telaga Punggur pada awalnya ditetapkan sebagai Hutan Lindung, namun tata ruang Kota Batam telah menetapkan Telaga unggur sebagai TPA. Proses untuk mengubah status hutan lindung menjadi Areal Penggunan Lain/APL saat ini sedang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang Kota Batam, BAPPEDA, dengan bekerjasama dengan Kementrian Kehutanan.

Proses untuk mengkonversi hutan pelapis (lining) untuk menjadi APL dilakukan dalam dua tahap. Ini berarti hutan lindung harus dikonversi terlebih dahulu menjadi Hutan Produksi Konversi/HPK dan setelahnya baru dikonversi menjadi APL. Dengan konversi ini, TPA Telaga Punggur dapat dimanfaatkan secara efektif untuk pelaksanaan pengelolaan sampah.

Akan tetapi proses ini dapat memakan waktu, dan alternatif lain dapat diadopsi di mana Kota Batam dapat mengusulkan konversi status TPA dari status hutan lindung menjadi APL dengan cara rencana penggunaan lahan terrekonsiliasi. Cara ini akan mencakup rekonsiliasi peta tata ruang Kota Batam dengan peta Kementrian Kehutanan untuk mengkonversi status hutan lindung menjadi APL. BP Batam telah menyatakan bahwa rekonsiliasi telah diproses oleh Kementrian Kehutanan, dan Kota Batam kini menunggu Kementrian untuk menandatangani keputusan terkait status lahan TPA.

Hal-hal Terkait Regulasi

Legal: Peraturan nasional dari tahun 2008 memandatkan manajemen sampah diregulasi dibawah peraturan pelaksana yang mencakup perda, seperti pengeluaran izin oleh kepala pemerintahan daerah yang relevan. Regulasi Kota Batam yang relevan harus diubah untuk menyesuaikan dengan persyaratan operator Pengelolaan Sampah untuk mendapatkan izin pengelolaan sampah dari Walikota Batam.

Sosial dan Lingkungan: Terdapat perubahan signifikan baru-baru ini terkait pengaturan untuk melaksanakan penilaian lingkungan dan safeguard dalam KPS. Perubahan ini terkait dengan tanggung jawab atas penilaian lingkungan dan sosial yang harus dilaksanakan pada tahap awal (studi pra-kelayakan) dalam bentuk pemeriksaan lingkungan awal, penilaian sosial, dan studi pemindahan (termasuk akuisisi lahan) bilamana diperlukan. Perubahan tersebut juga terkait dengan tanggung jawab tahap persiapan (pra-konstruksi) KPS, di mana AMDAL harus disusun (dan disetujui) sebagai dokumen izin lingkungan untuk proposal bisnis/kegiatan. Lebih penting lagi, tanggung jawab penilaian kini berada pada pemerintah dan Laporan ini mencakup draft kerangka acuan pada Annex 2 Lampiran 4 yang dapat digunakan Kota Batam dalam pengembangan dan implementasi AMDAL yang dibutuhkan. Kerangka waktu yang optimis untuk menyelesaikan proses penilaian lingkungan akan memakan waktu sekitar 8 bulan. Penilaian ini harus diselesaikan sebelum transaksi KPS apapun dapat dilaksanakan.

Uji kualitas air sampel menunjukkan parameter yang perlu diperhatikan karena sudah melampaui tingkat yang mematikan bagi ikan. Perlu diperhatikan bahwa pada Juli 2012, terdapat laporan mengenai matinya banyak ikan dan

(9)

makhluk laut lain di wilayah Teluk Lengung di sekitar TPA. Ini bisa merupakan tanda adanya polusi air permukaan laut yang disebabkan kurang layaknya pemrosesan sampah lindi dari sistem kolam lindi di TPA Telaga Punggur yang berada dekat Sungai Indras dan wilayah pantai.

Finansial dan Ekonomi

Berdasarkan data biaya awal pada penilaian teknis untuk Opsi 5 dan 9, evaluasi proyek selama 25 tahun telah dilaksanakan. Pendapatan telah direvisi berdasarkan “glidepath” tarif sebagai strategi lima tahun yang diusulkan untuk meningkatkan pendapatan dari tarif ke tingkat yang mampu menghasilkan pemulihan total untuk biaya operasi dan pemeliharaan untuk kedua opsi tersebut. Tarif saat ini amat jauh di bawah tingkat yang dapat memulihkan biaya, yang berarti subsidi operasional yang besar diperlukan untuk saat ini, bahkan untuk tingkat layanan yang cukup rendah saat ini. Untuk layanan sampah kota yang baru dan teknologi yang diusulkan pada Opsi 5 atau 9, peningkatan tarif yang signifikan diperlukan untuk memperbaiki tingkat pemulihan biaya operasional (dan juga mengurangi ketergantungan pada subsidi saat ini). Lihat Tabel 8.5 dan 8.6 di bawah ini.

Tabel 8.5 Glidepath Lima Tahun unuk Menyesuaikan Trif WTP untuk Pemulihan Opex untuk Osi 5

Tabel 8.6: Glidepath Lima Tahun untuk Menyesuaikan Tarif WTP untuk Pemulihan Opex untuk Opsi 9

Sumber: Analisis Konsultan & DKP

Glidepath tarif untuk masing-masing opsi telah diterapkan dalam evaluasi proyek yang ditunjukkan pada Tabel 8.7 untuk Opsi 5 dan Tabel 8.8 untuk Opsi 9. Untuk masing-masing opsi, tabel menunjukkan jumlah Pendapatan Total terkait (baris 2 pada tabel di bawah) yang dihitung selama 25 tahun usia proyek. Pendapatan Total telah dikalkulasi berdasarkan rumus berikut:

Total Revenue = Solid Waste Retribution Revenue + Revenue from sales of output (Option 5 = RDF, Option 9 = electricity)

Pendapatan Total = Pendapatan Retribusi Sampah + Pendapatan dir penjualan output (Opsi 5=RDF, Opsi 9=listrik) Istilah Jeda Pendanaan (Funding Gap) (baris Ketiga di tabel di bawah) telah dikembangkan untuk Opsi 5 dan Opsi 9, yang menunjukkan adanya gap antara pendapatan dari seluruh sumber untuk masing-masing opsi dan CAPEX dan OPEX penuh untuk masing-masing opsi.

Funding Gap Tahunan juga telah dihitung (Baris 4 pada tabel di bawah) yang menunjukkan Funding Gap NPV selama 25 tahun secara keseluruhan dengan berbasis tahunan. Funding Gap Tahunan ini ditunjukkan di bawah tiga setting:

a. Tidak ada kontribusi pemerintah di awal untuk CAPEX, dengan tanpa pengurangan Funding Gap Tahunan

b. Kontribusi pemerintah di awal sebesar 25% untuk CAPEX, dengan pengurangan sebagian dari Funding Gap Tahunan

c. Kontribusi pemerintah di awal sebesar 50% untuk CAPEX dengan pengurangan signifikan Funding Gap Tahunan

(10)

Tabel 8.7: Funding Gap untuk Opsi 5 – Refuse Derived Fuel Tabel 8.8: Funding Gap untuk Opsi 9 – Pemrosesan dengan Bio-Drying dan WTE

Option 5: Refuse Derived Fuel (RDF)

CAPEX (Rp. millions) 703,212 OPEX (Rp. millions/year) 148,400 Funding Gap WTP to OPEX Recovery after 5 years

1. Tarif (Rp./HH/month) at end year 5

45,539 2. Revenue (Rp. millions) 10,874,732 3. Funding Gap (Rp. millions) 544,767 4. Annual Funding Gap (Rp

millions/year):

a.with 0% CAPEX Support 86,551

b.with 25% CAPEX Support 68,438

c.with 50% CAPEX Support 49,948

Option 9: Bio-Drying & WTE

CAPEX (Rp. Millions) 1,855,365 OPEX (annually-Rp. Millions) 212,632

Funding Gap WTP to OPEX

Recovery after 5 years

1. Tarif (Rp./HH/month) at end year 5

26,217 2. Revenue (Rp. Millions) 15,492,222 3. Overall Funding Gap

(Rp./Millions)

1,286,641 4. Annual Funding Gap (Rp/millions/year):

a.with 0% CAPEX Support 204,418 b.with 25% CAPEX Support 156,668 c.with 50% CAPEX Support 108,103 Kedua opsi tersebut telah dinilai pada asumsi tingkat pengumpulan retribusi sebesar 70%.

Untuk pemerintah, isu dukungan yang harus disediakan berpusat pada kombinasi subsidi CAPEX dan OPEX seperti apa yang terjangkau: pemerintah nasional (dan provinsi) dapat membayar suatu bentuk kontribusi CAPEX sementara Kota Batam (dan kemungkinan pihak lainnya) harus membayar suatu kontribusi OPEX untuk menutup jeda pendanaan (funding gap).

Untuk Kota Batam, Kapasitas FInansial rata-ratanya sepanjang lima tahun data anggaran aktual (yaitu 2007-2011) adalah kurang lebih sebesar Rp.70 milyar per tahun. Kapasitas Finansial didefinisikan sebagai:

Financial Capacity = Local Income + Tax/Non-Tax Sharing + General Allocation Fund – Non-discretionary Expenses Kapasitas Finansial = Pendapatan Lokal + Pembagian Pajak/Non Pajak + Dana Alokasi Umum – Pengeluaran Non-diskresioner

Upaya ini menyediakan dasar untuk mempertimbangkan kemungkinan dukungan subsidi untuk KPS, namun harus disadari bahwa Kapasitas Finansial tidak memperhitungkan pengeluaran modal oleh Kota Batam dan jelas pengeluaran modal terkait non-pelayanan sampah harus dimasukkan kedalamnya. Hal ini masih harus dibahas antara Kota Batam dan DKP, penilaian anggaran DKP menunjukkan kurang lebih sekitar Rp.49 milyar per tahun tidak lagi diperlukan untuk kegiatan Pengelolaan Sampah Kota Batam jika proyek ini dijalankan sebagai KPS. Dana DKP yang kemungkian tersedia ini dapat menutup sekitar 70% kapasitas finansial rata-rata Kota Batam sebesar Rp.70 milyar.

Tabel 8.17 di bawah ini didasarkan pada glidepath tarif yang diidentifikasi sebelumnya. Kontribusi CAPEX dan Gap Funding Tahunan untuk masing-masing opsi merupakan konsekuensi dari pengadopsian prinsip penentuan harga tersebut.

(11)

Tabel 8.17: Dukungan Jeda Pendanaan Tahunan (Annual Funding Gap) pada Pemulihan OPEX dan Kapasitas FInansial Kota Batam

Up-front CAPEX OPTION 5 Annual Funding Gap

(Rp millions/year)

@ WTP to OPEX Recovery byend-Year 5

OPTION 9 Annual Funding Gap (Rp millions/year)

@ WTP to OPEX Recovery by end-Year 5

a. 0% CAPEX Support 86,551 204,418

b. 25% CAPEX Support 68,438 156,668

c. 50% CAPEX Support 49,948 108,103

Potential COB Financial Capacity based on FY2012 (Rp millions/year)

20% of Financial Capacity 64,600 64,600

30% of Financial Capacity 96,900 96,900

40% of Financial Capacity 129,200 129,200

50% of Financial Capacity 161,500 161,500

60% of Financial Capacity 193,800 193,800

Indikator finansial kunci untuk Opsi 5 dan 9 ditunjukkan di bawah ini pada Tabel 8.18, berdasarkan skenario tarif glidepath yang relevan untuk masing-masing opsi.

Tabel 8.18: Indikator Finansial Menggunakan Tarif Glidepath dengan Dukungan Pendanan Pemerintah

Financial Indicators Option 5 Option 9

Operating Ratio 0.84 0.51

Project NPV (25 years) Rp 45 billion Rp 56 billion Project FIRR (25 years) 15.46% 15.46%

WACC 15.45% 15.45%

Equity IRR (25 years) 21.36% 21.34%

DSCR (average) 1.51 1.54

Dampak potensial berbagai bentuk subsidi pemerintah – kontribusi CAPEX dan dukungan Funding Gap Tahunan – pada pembiayaan proyek KPS Pengelolaan Sampah Kota Batam, dan ketidapastian pada tingkat pemulihan biaya yang dapat dicapai dengan peningkatan glidepath tarif, menyisakan sejumlah variabel. DSCR untuk kedua opsi di atas adalah lebih dari 1,2, dengan memperhatikan meningkatnya pasar KPS Indonesia dan adanya pemeirntah sub-nasional sebaai sponsor kunci untuk banyak jalur pipa proyek awal yang memandang bank bersifat konservatif/menghindari risiko dan mencari DSCR yang lebih tinggi.

(12)

Tabel 8.19 di bawah ini merngkas tingkat dukungan untuk menutup funding gap tahunan yang dibutuhkan sepanjang usia operasional proyek dengan berbagai tingkat dukungan CAPEX di awal.

Tabel 8.19: Dukungan Jeda Pendanaan (Funding Gap) Tahunan

Annual Funding Gap Support

CAPEX Support 0% 25% 50%

Option 5 86,551 68,438 49,948 Option 9 204,418 156,668 108,013

Osi 5 (RDF) akan masuk ke dalam kapasitas finansial Kota Batam yang dinilai dan dapat menyediakan hingga Rp. 70 juta dukungan subsidi tahunan untuk KPS, berdasarkan setidaknya 25% dukungan CAPEX. Opsi 9 akan memerlukan lebih dari 50% dukungan plafon CAPEX yang didasarkan pada analisis ini guna membuat subsidi tahunan masuk ke dalam kapasitas finansial Kota Batam yang dinilai.

Basis ekonomi untuk proyek ini berada pada manfaat lingkungan signifikan untuk opsi 5 dan 9, khususnya pengimbangan (offset) gas rumah kaca (GHG) yang dapat dicapai ketika RDF menggantikan batubara dalam kiln semen pada Opsi 5. Komponen WTE Opsi 9 juga menawarkan pengimbangan GHG substansial dari listrik yang dihasilkan dan GHG yang dihindarkan dari landfill karena sebagian besar abu inert akan dibuang dan tidak akan menghasilkan gas landfill.

Selain ketika Opsi 5 dan 9 dinilai dan dibandingkan dengan status quo, biaya yang dihindarkan dari mengakuisisi dan mengembangkan tempat landfill baru adalah manfaat signifikan bagi proyek. Pada tahap penilaian proyek ini, dan karena tidak ada keputusan tentang teknologi yang disarankan, tidak ada evaluasi ekonomi kuantitatif yang telah diambil. Akan tetapi, dengan dihadapkan pada FIRR sekitar 15,5% untuk masing-masing proyek, manfaat yang amat signifikan dari pengimbangan GHG pada setiap opsi harus diketahui khussnya dengan bagaimana karbon dihargai di banyak pasar. Timbulan lindi yang dihindarkan dengan cara ini juga akan meningkatkan secara signifikan rate of return (tingkat pengembalian) ekonomi proyek secara mendekati atau lebih besar dari FIRR.

Implementasi

Agar implementasi proyek KPS berhasil, akan ada sejumlah persyaratan jangka pendek maupun panjang yang harus dipertimbangkan oleh Kota Batam.

Dalam jangka pendek melalui tahap pengadaan dan implementasi, Kota Batam memerlukan dukungan advisori sesuai yang seringkali melibatkan beberapa adviser/penasihat dari beragam latar belakang dan ketrampilan:

Overall Transaction Adviser/Penasihat Transaksi Umum (seringkali juga mencakup peran Penasihat Keuangan) Technical Adviser(s)/Penasihat Teknis

Legal Advisers/Penasihat Hukum

Dari perspektif Kota Batam, akan ada kebutuhan untuk menentukan siapa yang akan memiliki otoritas relevan untuk mengadakan para penasihat ini, berinteraksi dan mengarahkan mereka, serta mengambil keputusan tepat waktu terkait isu-isu dan pertanyaan yang dapat muncul dalam transaksi. Arti penting memiliki garis kewenangan yang jelas dan

(13)

ditentukan sejak awal dan pengambilan keputusan oleh pemerintah pada tahap kritis ini harus benar-benar diperhatikan.

Dalam jangka panjang, begitu kesepakatan komersial dan finansial terlah dicapai, Kota Batam bertanggung jawab untuk memonitor dan melakukan pengawasan selama tahap manajemen kontrak yang amat penting untuk memastikan keberhasilan proyek .

Tahap pasca-pengadaan dari KPS yang umum terjadi terdiri dari tiga: konstruksi, operasi, dan berakhirnya/masa kadaluarsa kontrak.

Selama masa manajemen kontrak, Kota Batam harus membentuk suatu strategi manajemen risiko internal yang menentukan rencana manajemen kontrak dan mengalokasikan sumber daya internal untuk berbagai tugas sangat penting untuk sumber daya internal untuk menjadi familiar dengan sejumlah prinsip kunci kontrak KPS, termasuk informasi yang diperlukan dari perusahaan KPS, protokol pemerintahan, penyelesaian dan komisioning program dan protocol handback.

Pelaporan dan Monitoring Kinerja: Kontrak akan memberikan informasi yang diperlukan dari perusahaan KPS dan frekuensi dan pengaturan waktunya (timing). Begitu perusahaan KPS telah menyerahkan aset dan mulai melaksanakan layanan persampahan, Kota Batam harus memonitor komisioning aset dan penyerahan layanan sebagamana dinyatakan dalam kontrak.

Administrasi Kontrak: KPS harus diatur berdasarkan kesepakatan proyek. Administrasi kontrak yang efektif memerlukan pemahaman yang baik atas perjanjian. Proses manajemen kontrak akan berubah sepanjang usia kesepakatan KPS dan harus ditinjau kembali oleh Kota Batam secara terus menerus untuk memastikan seluruh risiko dan isu yang mungkin terjadi telah dipertimbangkan secara matang.

Tata Kelola (Governance): Perlu dibentuk komite dan Kota Batam maupun perusahaan KPS akan menunjuk perwakilan untuk mengawasi implementasi kesepakatan proyek. Komite ini harus mencakup komite kerja (yang meninjau hal-hal terkait rancangan, konstruksi dan komisioning fasilitas pengelolaan sampah) dan komite operasional (yang meninjau hal-hal terkait layanan pengelolaan sampah yang diberikan sektor swasta).

Komisioning dan Penyelesaian: Perusahaan KPS harus menyiapkan rencana komisioning yang menjelaskan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengintegrasikan penyelesaian fasilitas pengelolaan sampah dan dimulainya layanan. Kota Batam akan menyetujui rencana tersebut, memonitor kemajuan perusahaan KPS dan menangani isu-isu yang muncul. Seringkali dibutuhkan penasihat eksternal untuk membantu memonitor kerja komisi.

Komunikasi: Sementara kesepakatan/kontrak proyek akan memberikan kejelasan peran dan tanggung jawab Kota Batam dan perusahaan KPS, komunikasi berkala dan terus menerus memungkinkan setiap pihak untuk secara proaktif mengidentifikasi dan mengantisipasi isu yang tidak terduga. Hubungan kuat yang dibangun pada komunikasi berkala ini akan membangun rasa saling percaya (trust) dan meningkatkan peluang keberhasilan proyek.

Kota Batam harus menjalankan suatu peran yang didasarkan pada informasi yang cukup, terlibat dan bertahan lama dalam manajemen kontrak jangka panjang. Ini akan mengharuskan adanya sejumlah personil Kota Batam yang khusus ditugaskan untuk keperluan ini, walaupun tidak dalam jumlah besar. Peran potensial yang harus dibentuk dapat mencakup:

(14)

 Penasihat Komisioning: Peran ini merupakan peran spesifik untuk masa pengembangan dan komisioning dari fasilitas pengelolaan sampah dan biasanya dijalankan oleh seseorang dengan pengalaman dan keahlian teknis/rekayasa/kontrak. Bergantung pada opsi dn fasilitas yang dipilih, hal ini dapat memakan waktu pengembangan selama 23 tahun seiring dengan periode awal dimulainya operasi (start up).

 Komite kerja: Komite ini tidak memerlukan personil KPS yang direkrut secara khusus, namun bisa didapat dari personil Kota Batam yang ada.

 Komite operasi: komite ini juga tidak memerlukan personil KPS spesifik yang direkrut untuk tujuan ini, namun bisa diambil dari personil Kota Batam yang ada.

 Monitoring KPS secara berkala: terdapat dua peran di sini: peran monitoring kinerja/finansial dan monitoring teknis. Keduanya memerlukan pengetahuan mendalam terkait ketentuan kontrak.

Sementara Kota Batam telah menjalin kontrak dengan perusahaan KPS untuk pemberian suatu layanan Pengelolaan sampah (termasuk opsi teknis dan fasilitas yang relevan), tanggung jawab mendasar untuk memberikan layanan tersebut kepada masyarakat Batam berada di Kota Batam. Membentuk struktur yang sesuai untuk mendukung Kota Batam selama usia proyek akan memungkinkan Kota Batam untuk mengelola proyek tersebut dengan baik sehingga dapat menghasilkan keluaran dan hasil yang terbaik bagi masyarakat Batam.

Kesimpulan Tabel 10.1: Kesimpulan

Isu Pertimbangan/Keputusan

Isu di TPA

1. Operasi jangka panjang (>20 tahun) di TP Telaga Punggur memerlukan pengenalan fasilitas pemrosesan sampah yang akan mengurangi secara signifikan tonase/volume residu yang dibuang ke landfill. Pada metode operasi saat ini, usia landfill yang tersisa adalah kurang dari 10 tahun.

2. Kurangnya lahan landfill alternatif di Batam menegaskan kembali kebutuhan Kota Batam unuk memastikan kebersinambungan operasi jangka panjang di TPA Telaga Punggur saat ini.

Opsi Teknis

11. Opsi 5 (RDF) adalah opsi yang disarankan secara teknis, yang diikuti dengan Opsi 9 (WTE dan Bio-drying), yang keduanya sama-sama mengurangi tonase/volume sampah yang dibuang ke landfill.

12. Hambatan terbesar untuk instalasi RDF adalah mendapatkan pelanggan yang berkomitmen jangka panjang untuk produk RDF dan logistik dan biaya terkait dengan pengangkutan RDF kepada pelanggan. Kontrak penjualan bahan bakar jangka panjang akan diperlukan untuk mendapatkan pendanaan untuk fasilitas RDF.

Tarif

Tarif saat ini untuk pengumpulan sampah amat rendah dan perbaikan tingkat layanan dan pengenalan teknologi pemrosesan sampah baru akan memerlukan peningkatan tarif yang signifikan di seluruh sektor: domestik/rumah tangga,

(15)

komersial/non-rumah tangga, fasilitas publik dan kawasan industri (non-B3). 13. Sebagai prinsip penentuan harga secara umum, Kota Batam harus

mempertimbangkan strategi untuk meningkatkan tarif guna memenuhi OPEX untuk Pengelolaan Sampah di Kota Batam. Strategi ini harus melibatkan “glidepath” untuk pergerakan tarif bertahap menuju pemulihan OPEX selama beberapa tahun (kemungkinan lima tahun). Hal ini untuk memastikan sosialisasi kenaikan tarif ini terhadap masyarakat berjalan lancar dan berkesinambungan.

Tingkat Pengumpulan

14. Berdasarkan pendapatan dari pengumpulan yang diterima oleh DKP, retribusi yang dikumpulkan sekitar 30-36 persen berasal dari rumah tangga di wilayah pengumpulan. Survei sebagai bagian dari Real Demand Survey untuk proyek ini menemukan bahwa 30% responden menyatakan membayar retribusi tersebut kepada pengumpul dari DKP, sementara 40% lainya membayar melalui perwakilan masyarakat. Hal ini harus diklarifikasi dan diperlukan strategi untuk meningkatkan tingkat pengumpulan retribusi guna memperkuat komersialitas sektor tersebut. Inisiatif DKP untuk memasukkan tagihan layanan sampah kepada proses tagihan listrik PLN harus dimonitor secara ketat agar berhasil .

Pendanaan

15. Kesalingterkaitan otoritas Batam untuk meningkatkan tarif dan memperbaiki tingkat pengumpulan dengan pendanaan secara umum adalah krusial. Ketentuan Kota Batam atas dukungan pendanaan OPEX tahunan untuk proyek ini amat penting untuk keberhasilan proyek, bersamaan dengan dukungan pendanaan tambahan dari pemerintah pusat untuk CAPEX.

16. Kota Batam harus menilai kapasitas finansialnya unuk memberikan dukungan pendanaan tahunan, dengan berkoordinasi secara erat dengan pemerintah pusat.

17. Opsi 5 (RDF) berada dalam kapasitas finansial Kota Batam untuk menyediakan hingga Rp. 70 milliar dukungan subsidi tahunan untuk KPS, berdasarkan setidaknya dukungan CAPEX 25%. Opsi 9 akan membutuhkan dukungan CAPEX lebih besar dari 50% yang telah diilustrasikan dalam analisis ini agar subsidi tahunan dapat berada dalam kapasitas finansial Kota Batam.

Sosial dan Lingkungan

18. Proyek KPS Pengelolaan Sampah Kota Batam akan dioperasikan di wilayah TPA Telaga Punggur dan manajemen dan penampungan lindi telah mulai menjadi masalah bagi masyarakat sekitar. Sampling awal menunjukkan parameter untuk amonia (NH3-N) telah melebihi ambang batas di sejumlah lokasi.

19. TPA Telaga Punggur telah beroperasi tanpa AMDAL dan Izin Lingkungan. Sebelum melibatkan sektor swasta untuk suatu proyek KPS potensial, prioritas yang harus diperhatikan Kota Batam adalah memastikan bahwa semua proses AMDAL dan Izin Lingkungan telah didapatkan agar mematuhi prosedur dalam kerangka peraturan yang berlaku.

20. Terdapat 600 orang yang tinggal di sekitar TPA Telaga Punggur dan menggantungkan hidupnya pada aktivitas memulung sampah. Pengembangan

(16)

perbatasan terkait di sekitar TPA dapat memberikan peluang untuk merelokasi keluarga-keluarga pemulung ini. Implementasi KPS juga dapat memberikan peluang lapangan kerja bagi masyarakat pemulung, termasuk melibatkan mereka ke dalam operasi TPA sebagai tenaga kerja yang diformalkan yang dibutuhkan unuk memungut recyclables secara manual (yang ditawarkan dalam sejumlah opsi teknis).

Legal

21. Lahan pada TPA saat ini berada di bawah HPL Kota Batam. Prosedur transfer lahan dari BP Batam kepada Kota Batam harus diselesaikan sesegera mungkin.

22. TPA saat ini dikategorikan sebagai Wilayah Hutan Lindung. Status ini harus dikonversi dan ditentukan sebagai wilayah dengan fungsi yang sesuai untuk memastikan keamanan operasi fasilitas pengelolaan sampah dalam jangka panjang.

Implementasi

16. Kontrak KPS untuk Pengelolaan Sampah Kota Batam adalah kontrak jangka panjang dan akan memerlukan keterlibatan Kota Batam pada Implementasi, Konstruksi, Operasi, dan Pengakhiran/Kadaluarsa kontrak. 17. Kota Batam harus merencanakan untuk menyediakan sumber daya (seperti staf, penasihat) untuk:

a. Komisioning dan Penyelesaian b. Pelaporan dan Monitoring Kinerja c. Administrasi Kontrak

d. Tata Kelola (Governance)/komite seperti komite kerja (yang meninjau hal-hal terkait rancangan, konstruksi dan komisioning fasilitas pengelolaan sampah) dan komite operasi (yang meninjau hal-hal terkait layanan pengelolaan sampah yang diberikan sektor swasta).

(17)
(18)

1. Latar Belakang

1.1 Pendahuluan

Kota Batam merupakan kota terbesar di Provinsi Kepulauan Riau dan teridir dari tiga pulau utama: Batam, Rempang dan Galang (biasa disingkat sebagai Barelang), serta 300 pulau kecil lainnya. Jembatan Barelang menghubungkan pulau tersebut dengan Batam. Kota Batam berada di jalur pelayaran internasional dan dekat dengan Singapura dan Malaysia. Ketika pertama kali dikembangkan pada awal 1970-an, populasi Kota Batam sekitar 6.000 orang, and pada 2011 telah bertumbuh menjadi lebih dari 1 juta orang.

Gambar 1.1: Kota Batam

Kota Batam membagi pulau-pulau yang ada menjadi tiga sub-kawasan: perkotaan (Pulau Batam), kawasan baru (Pulau Rempang dan Galang), dan pedalaman (pulau-pulau kecil) sebagai berikut:

a. Kawasan Perkotaan Batam: Pada awal 1980-an, Batam didirikan sebagai kawasan pengembangan industri dan sejumlah insentif khusus untuk investasi dan juga pengecualian pajak ditetapkan untuk pulau tersebut. Perubahan di bidang pembangunan khususnya amat cepat semenjak 1996. Kegiatan-kegiatan produksi penting mencakup industri, perkapalan, pariwisata, transit kapal dan perdagangan. Lingkungan kawasan ini amat dipengaruhi oleh kegiatan pengembangan industri.

b. Kawasan Baru: Kota Batam berencana melindungi pulau-pulau ini untuk pengembangan eko-turisme, budidaya air laut dan perikanan. Secara relatif hanya sedikit penduduk (sekitar 1000 orang) yang mendiami pulau-pulau tersebut. Jalan baru telah dibangun di pulau-pulau tersebut, yang dihubungkan dengan sembilan jembatan

(19)

c. Pedalaman: Tidak terdapat industri di kawasan Pedalaman. Pertanian dan perikanan merupakan kegiatan utama dan masyarakat setempat pada umumnya miskin. Kurangnya infrastruktur seperti pasokan air bersih, listrik dan pelabuhan laut untuk transportasi lokal dipandang sebagai beberapa dari masalah utama yang dihadapi.

Gambar 1.2: Pedalaman

Sumber: Bappeda Kota Batam

Baru-baru ini Kota Batam menjadi semakin terkenal bagi wisatawan domestik dan asing. Kedekatannya dengan Singapura menjadi salah satu alasan pertumbuhan ini. Pariwisata difokuskan pada keindahan alam pulau tersebut dan juga sebagai tujuan belanja. Dalam kurun waktu yang relatif singkat semenjak 1970-an, Batam telah berkembang dari wilayah dengan penduduk yang jarang menjadi salah satu kawasan industri dan pariwisata utama di Indonesia. Selain itu, status Kota Batam sebagai kawasan perdagangan bebas juga membuatnya menjadi bagian integral dari Segitiga Pertumbuhan Sijori. Segitiga Pertumbuhan Sijori adalah kerjasama antara Singapura, Johor (di Malaysia), dan Kepulauan Riau yang mengkombinasikan kekuatan kompetitif dari ketiga wilayah tersebut untuk membuat subregion ini menjadi lebih menarik bagi investor regional dan internasional. Lebih khusus lagi, segitiga ini menghubungkan infrastruktur, modal, dan keahlian Singapura dengan sumber daya alam dan manusia serta berlimpahnya lahan di Johor dan Riau. Batam dahulu merupakan tempat tinggal suku Orang Laut, namun pembangunan ekonomi yang berlangsung telah mengubah gambaran ini secara signifikan, khususnya dengan adanya migrasi dari daerah lain ke Batam, yang akhirnya membawa keragaman budaya Inodnesia ke pulau tersebut.

Kota Batam dapat dicapai dari jalur laut dan udara. Bandara Hang Nadim (BTH) adalah satu-satunya bandara di pulau Batam dan memiliki landas pacu terpanjang di Indonesia, yang bahkan mampu dilandasi oleh pesawat A380. Terdapat penerbangan domestik dari Jakarta dan dari berbagai kota di Indonesia lainnya ke BTH. BTH juga melayani penerbangan

(20)

dari dan ke Kuala Lumpur di Malaysia, namun kebanyakan pengunjung internasional memilih Bandara Changi Singapura yang terletak sekitar 30 km dari Batam dan terhubung ke pulau tersebut dengan kapal feri berkecepatan tinggi, yang memakan waktu kurang dari satu jam.

Selain Singapura, terminal feri di Batam (sejumlah lima terminal) juga menghubungkan Batam dengan Bintan dan Johor Baru (Malaysia).

1.2 Geografi dan Iklim

Kota Batam berbatasan dengan Kabupaten Karimun di Barat, Kecamatan Bintan Utara (Pulau Bintan) dan Tanjung Pinang di timur, Selat Singapura dan Malaysia di utara, dan Kecamatan Senayang (Kabupaten Lingga) di selatan. Antara Batam dan Bintan dipisahkan oleh Selat Riau.

Gambar 1.3: Perbatasan Kota Batam

Kota Batam beriklim tropis dengan temperatur antara 21-35C dengan kelembaban berkisar 79-85%. Curah hujan tahunan rata-rata adalah sekitar 2.600 mm.

(21)

1.3 Demografi

Batam dihuni oleh masyarakat yang beragam yang teridri dari berbagai suku dan kelompok, seperti Melayu, Jawa, Batak, Minangkabau, dan etnis Cina. Data populasi tahun 1994-2010 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1: Populasi Kota Batam pada 1994-2010

Sumber: Dinas Kependudukan Kota Batam, Batam Dalam Angka 2011, dan Analisis

Pertumbuhan penduduk tahunan rata-rata hampir mencapai 13% sepanjang 1994-2000 dan sekitar 10% untuk 2001-2010. Data terbaru 2012 menyatakan populasi Batam sebesar 1,15 juta penduduk. Pertumbuhan penduduk yang tinggi ini disebabkan oleh migrasi warga dari daerah lain yang tertarik dengan prospek kerja di Batam. Dengan populasi yang relatif muda, tingkat kelahiran Batam juga menjadi faktor dalam pertumbuhan populasinya. Aliran migrasi yang cepat juga berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan tata ruang serta kualitas lingkungan.

1.4 Kondisi Ekonomi

Industri di Batam secara umum dapat dikategorikan menjadi industri berat dan industri ringan. Industri berat didominasi oleh galangan kapan (shipyard), fabrikasi, baja, dan logam. Industri ringan mencakup industri manufaktur, elektronik, garmen, dan plastik. Industri-industri ini terkonsentrasi di sejumlah kawasan atau kompleks industri di seluruh pulau.

1.4.1 Peluang Investasi di Kota Batam

Semenjak tahun 1970-an, Pulau Batam mengalami transformasi yang signifikan, dari yang sebagian besar terdiri dari wilayah hutan menjadi kawasan pelabuhan dan industri utama. Galangan kapal dan manufaktur elektronik merupakan

Male Female Sub total % Growth Male Female Sub Total % Growth People %

1994 88,927 74,210 163,137 638 127 765 163,902 1995 99,777 95,547 195,324 20% 641 115 756 -1% 196,080 32,178 20% 1996 122,988 124,126 247,114 27% 697 147 844 12% 247,958 51,878 26% 1997 126,693 127,609 254,302 3% 717 160 877 4% 255,179 7,221 3% 1998 153,895 139,313 293,208 15% 405 87 492 -44% 293,700 38,521 15% 1999 159,104 176,520 335,624 14% 962 371 1,333 171% 336,957 43,257 15% 2000 209,120 226,714 435,834 30% 1205 319 1,524 14% 437,358 100,401 30% 2001 241,667 281,509 523,176 20% 2517 1,458 3,975 161% 527,151 89,793 21% 2002 254,193 290,794 544,987 4% 3079 1,885 4,964 25% 549,951 22,800 4% 2003 266,235 292,641 558,876 3% 2196 1,589 3,785 -24% 562,661 12,710 2% 2004 279,563 307,745 587,308 5% 2244 1,701 3,945 4% 591,253 28,592 5% 2005 330,333 351,253 681,586 16% 2387 1,814 4,201 6% 685,787 94,534 16% 2006 346,244 365,891 712,135 4% 1331 494 1,825 -57% 713,960 28,173 4% 2007 353,924 368,051 721,975 1% 1768 572 2,340 28% 724,315 10,355 1% 2008 448,594 440,908 889,502 23% 2342 625 2,967 27% 892,469 168,154 23% 2009 506,758 481,797 988,555 11% 2842 698 3,540 19% 992,095 99,626 11% 2010 540,354 511,239 1,051,593 6% 4835 273 5,108 44% 1,056,701 64,606 7%

Indonesian Citizen Foreign Country Citizen Total Growth

(22)

industri penting di Batam. Letaknya yang dekat dengan Singapura meningkatkan kecepatan pengapalan barang serta distribusi produk dari Batam, dengan biaya buruh yang rendah serta insentif khusus pemerintah. Batam merupakan tempat banyak pabrik yang dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan asing. Di bawah kerangka kerja yang ditandatangani pada Juni 2006, Batam beserta sejumlah bagian dari Bintan dan Karimun ditetapkan sebagai bagian dari Kawasan Ekonomi Khusus dengan Singapura, yang menghilangkan tarif dan pajak pertambahan nilai untuk barang-barang yang dikapalkan antara Batam dan Singapura.

Kota Batam mencanangkan pembangunan ekonomi lebih lanjut di sejumlah sektor seperti pertanian, perdagangan, pariwisata, transportasi dan teknologi.

1.5 Sampah Padat di Indonesia

Pengelolaan sampah padat merupakan masalah kritis di banyak kota di Indonesia, termasuk Kota Batam. Sampah padat kota meningkat dari waktu ke waktu, sejalan dengan pertumbuhan populasi wilayah perkotaan. Secara umum, pengolahan sampah padat biasanya dilakukan hanya dengan membuang sampah. Dalam banyak hal, ini adalah salah satu dari masalah lingkungan paling nyata yang dihadapi masyarakat, mengingat sampah padat yang dibuang sembarangan menjadi masalah yang kasat mata yang diamati oleh masyarakat dalam kegiatan sehari-hari mereka. Masalah yang seringkail muncul dalam penanganan sampah padat di perkotaan terkait dengan tingginya biaya operasional dan kesulitan dalam menemukan lahan yang sesuai untuk pembuangan akhir, serta kurangnya kesadaran masyarakat secara umum tentang sampah padat. Akibatnya, sebagian besar kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang sekitar 50% dari total produksi sampahnya. Dari 50% ini, sebagian besar ditangani dengan cara pembuangan yang tidak higienis, berantakan dan mencemari lingkungan. Sampah yang tidak dikumpulkan, yang juga seringkali bercampur dengan kotoran manusia dan hewan, juga sering dibuang di jalan-jalan dan saluran pembuangan, yang akhirnya turut menyebabkan banjir, menjadi lahan pertumbuhan serangga dan vektor seperti tikus serta penyebaran penyakit.

Menurut Undang-undang No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah (Undang-undang Pengelolaan Sampah), pengelolaan sampah padat harus dilakukan berdasarkan asas tanggung jawab, kesinambungan, profitabilitas, keselamatan dan nilai ekonomis. Pengelolaan sampah dilakukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan lingkungan, serta untuk mengubah sampah menjadi sumber daya. Di sebagian besar kota di Indonesia, pelaksanaan dari penanganan pengelolaan sampah kota yang tepat sebagaimana diamanahkan dalam undang-undang ini masih jauh dari ideal.

Berdasarkan studi dan evaluasi yang dilakukan di banyak kota di Indonesia, masalah utama pengelolaan sampah kota di Indonesia mencakup:

a. Semakin kompleksnya permasalahan sampah kota sebagai akibat logis dari meningkatnya populasi, khususnya di perkotaan;

b. Kurangnya kewenangan untuk menyelesaikan masalah penduduk, infrastruktur dan resourcing, karena pengelolaan sampah kota kurang dipandang sebagai prioritas;

c. Kebingungan birokratis dan penundaan dikarenakan berbagai lembaga (di tingkat lokal, provinsi dan nasional() yang bekerja dalam batas wilayah yang sama;

d. Kurangnya akuntabilitas;

e. Komunikasi yang terbatas di dalam administrasi kota dan khususnya antara administrasi kota dengan berbagai pemangku kepentingan;

(23)

f. Campur tangan politik, di mana seringkali wakil-wakil terpilih tidak membatasi diri mereka pada perencanaan strategis, penetapan kebijakan dan pengawasan kinerja, namun justru terlibat dalam operasi sehari-hari;

g. Kurangnya ketrampilan tenaga kerja pemerintah kota; dan

(24)

2. Pemangku Kepentingan dan Pengaturan Kelembagaan

2.1 Overview

Secara keseluruhan, Undang-undang Pengelolaan Sampah menetapkan tanggung jawab untuk setiap tingkatan pemerintah terkait sampah padat kota:

Tabel 2.1: Tanggung Jawab Terkait Sampah Padat Kota

Tanggung Jawab Pemerintah di Tingkat Nasional

Tanggung Jawab Pemerintah Provinsi

Tanggung Jawab Pemerintah Kota/Kabupaten

Menetapkan kebijakan dan strategi nasional terkait pengelolaan sampah padat

Menetapkan kebijakan dan strategi di tingkat provinsi terkait pengelolaan sampah padat sesuai kebijakan dan strategi nasional

Menetapkan kebijakan dan strategi di tingkat lokal terkait pengelolaan sampah padat sesuai dengan kebijakan dan strategi di tingkat nasional dan provinsi

Menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria terkait pengelolaan sampah padat

Melaksanakan pengelolaan sampah padat di tingkat lokal sesuai norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan di tingkat nasional Memfasilitasi kerjasama antar

provinsi dalam pengelolaan sampah padat

Memfasilitasi kerjasama antar kabupaten/kota di satu provinsi dalam pengelolaan sampah padat

Melaksanakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah lokal dalam pengelolaan sampah padat

Melaksanakan koordinasi, pembinaan, pengawasan kinerja kota/kabupaten dalam pengelolaan sampah padat

Melaksanakan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah padat yang dilaksanakan oleh pihak lain (jika ada)

Menentukan lokasi tempat

pembuangan akhir terintegrasi dari tempat pemrosesan akhir

Memonitor dan mengevaluasi secara berkala (setiap 6 bulan selama 20 tahun) tempat pembuangan akhir sampah padat dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup

Memformulasikan dan

melaksanakan tanggap darurat pengelolaan sampah padat sesuai dengan kewenangan pemerintah lokal (kota/kabupaten)

Menetapkan kebijakan penyelesaian sengketa antar pemerintah lokal dalam

Memfasilitasi penyelesaian sengketa antar kota/kabupatan dalam satu provinsi

(25)

Tanggung Jawab Pemerintah di Tingkat Nasional

Tanggung Jawab Pemerintah Provinsi

Tanggung Jawab Pemerintah Kota/Kabupaten

pengelolaan sampah padat

2.2 Pengaturan Kelembagaan Batam

Walikota Batam dipilih oleh penduduk sah Kota Batam melalui suatu proses pemilihan langsung yang demokratis (Pilkada). Walikota secara administratif didukung oleh Sekretaris Daerah Batam, dan secara teknis didukung oleh Asisten dan Kepala Dinas dan/atau Kecamatan sebagaimana diperlukan. Struktur organisasional dan prosedur kerja dinas lokal sesuai dengan Peraturan Kota Batam No.12/2007 tentang Pengaturan Organisasional dan Prosedur Kerja Dinas Lokal untuk Kota Batam.

Kota Batam terbagi atas 12 kecamatan dan 74 kelurahan sebagai berikut: Tabel 2.2: Kecamatan dan Kelurahan di Kota Batam

Kecamatan Jumlah Kelurahan Batam Kota 7 Nongsa 5 Bengkong 5 Batu Ampar 7 Sekupang 8 Sagulung 6

Lubuk Baja (berpenduduk terbesar, sebelumnya bernama Nagoya)

6

Sungai Beduk 4

Batu Aji 5

Belakang Padang (pulau) 7

Bulang (pulau) 6

Galang (pulau) 8

Cakupan studi ini adalah sembilan kecamatan di pulau Batam, tidak termasuk tiga kecamatan di pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Belakang, Bulang dan Galang.

Pengelolaan sampah padat Kota Batam saat ini dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Batam. Struktur DKP dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.

(26)

Gambar 2.1: Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Batam (Peraturan Kota Batam No.12/2007)

Proses pengambilan keputusan terkait KPS untuk pengelolaan sampah kota didasarkan pada masukan dari Kepala DKP Kota Batam melalui Sekda atau Asisten II (Pembangunan Ekonomi). Mengingat proyek pengelolaan sampah padat kota berpotensi untuk berdampak kolateral secara substansial, proses pengambilan keputusan akan melibatkan para pemangku kepentingan terkait untuk memastikan seluruh dampak sudah diperhitungkan.

Salah satu komponen penting dalam mengembangkan proposal pengelolaan sampah untuk Kota Batam adalah mengidentifikasi para pemangku kepentingan yang akan terdampak oleh proyek yang diusulkan (serta teknologi dan operasi terkait). Para pemangku kepentingan ini akan mencakup:

 DPRD Kota Batam, yang berfungsi sebagai legislator, pengendali dan pengevaluasi kebijakan pemerintah terkait pengelolaan sampah padat Kota Batam.

 Lembaga-lembaga internal Kota Batam, termasuk Dinas Pengelola Dampak Lingkungan, Departemen Pekerjaan Umum dan DKP, serta lembaga pemerintah lainnya.

 Pengguna jasa kebersihan – masyarakat/rumah tangga lokal, entitas bisnis dan industri.

Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Peneliti Sekretari s Umum Keuangan HR n Divisi Program Div. Perbaikan Layanan Divisi Kebersihan Divisi Pertamana n Pengembangan Program Evaluasi & Pelaporan Data & Informasi Layanan Teknis & Pengaturan Pengawasan & Kontrol Retribusi Sosialisasi & Pembinaan Kebersihan Jalan & Lingkungan. Rencana Pertamanan Pengembangan & Pertamanan Pengelolaan Pertamanan

(27)

3. Kebutuhan Proyek

3.1 Latar Belakang

Populasi Kota Batam saat ini adalah lebih dari 1,1 juta orang, di mana pada dekade sebelumnya telah bertumbuh rata-rata 10% per tahun. Hal ini diperkirakan akan terus berlangsung dan dalam 25 tahun populasi akan mencapai 2,7 juta orang (2037). Seiring dengan pertumbuhan populasi, semakin meningkat pula timbulan sampah. Bahkan jika tingkat timbulan per kapita tetap sama atau sedikit menurun karena adanya upaya daur ulang dan pengalihan sampah, peningkatan populasi dan kegiatan bisnis, industri dan institusional akan menyebabkan peningkatan volume sampah yang memerlukan pengolahan dan pembuangan yang dikelola dengan baik.

Sampah berasal dari berbagai sumber dan ditangani dengan cara-cara berbeda sebagai berikut:

1. Sampah domestik – didefinisikan sebagai sampah yang berasal dari rumah tangga, lembaga dan sektor bisnis – yang tanggung jawab pengumpulan dan pembuangannya berada di Pemerintah Kota Batam. Perlu dicatat bahwa meskipun Kota Batam bertanggung jawab menangani pengumpulan dan pembuangan, namun sejauh ini hal ini dilaksanakan oleh sektor swasta, PT Royal Gensa Asih, di bawah kontrak dengan Kota batam. Sampah domestik dibawa ke TPS di Telaga Punggur yang dioperasikan oleh DKP.

2. Sampah fasilitas umum (ruang publik, jalan, dsb.) dikumpulkan oleh DKP.

3. Sampah industri, yaitu sampah yang serupa dengan sampah domestik (bukan residu proses) yang ditimbulkan oleh industri berat dan ringan. Sampah ini dikumpulkan dan dibuang oleh kontraktor swasta yang ditunjuk oleh industri, di mana kontraktor tersebut diharuskan mendapatkan izin dari DKP untuk membuang sampah ke TPS Telaga Punggur. Sampah industri seperti residu proses yang ditangani secara on-site, didaur ulang atau dibuang di luar Kota Batam tidak dimasukkan ke dalam analisis ini.

3.2 Timbulan dan Sumber Sampah

Volume dan komposisi sampah yang dihasilkan bergantung pada populasi dan tingkat pertumbuhannya, pendapatan per kapita dan pola konsumsi, pola penyediaan kebutuhan sehari-hari, dan iklim. Terdapat sejumlah standar Indonesia untuk tingkat timbulan sampah padat (misalnya SNI 19 3964-1995, dan SNI 19 3983-1995). Namun berdasarkan uji lapangan selama beberapa hari di beberapa lokasi dan kecamatan di Kota Batam, tingkat timbulan sampah rata-rata rumah tangga di Kota Batam lebih tinggi dari 0,60 kg/kapita/hari.

(28)

Gambar 3.1: Tingkat Timbulan Sampah di Kota Batam (kg/kapita/hari).

Sumber: Uji lapangan dan analisis, 2012

Kecamatan Batam Kota diamati memiliki tingkat timbulan sampah tertinggi (0,84 kg/kapita/hari), yang mana juga merupakan wilayah dengan rumah tangga berpendapatan tinggi terbanyak.

Sumber sampah padat di Kota Batam adalah rumah tangga, pasar, bisnis (hotel, kantor, dsb), fasilitas umum dan kawasan industri. Berdasarkan uji lapangan, total berat yang diangkut ke TPS, serta kondisi lain di lapangan, diasumsikan bahwa tingkat timbulan sampah rata-rata di kota tersebut dari seluruh sumber adalah 1kg/kapita/hari.

Sumber-sumber sampah padat ini ditangani dengan beberapa cara:

1. Sampah domestik – didefinisikan sebagai sampah yang berasal dari rumah tangga, lembaga dan sektor bisnis – yang tanggung jawab pengumpulan dan pembuangannya berada di Pemerintah Kota Batam. Perlu dicatat bahwa meskipun Kota Batam bertanggung jawab menangani pengumpulan dan pembuangan, namun sejauh ini hal ini dilaksanakan oleh sektor swasta, PT Royal Gensa Asih, di bawah kontrak dengan Kota Batam. Sampah domestik dibawa ke TPS di Telaga Punggur yang dioperasikan oleh DKP.

2. Sampah fasilitas umum (ruang publik, jalan, dsb.) dikumpulkan oleh Kota Batam di bawah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP).

3. Sampah industri adalah sampah sejenis dengan sampah domestik (bukan residu proses) yang ditimbulkan oleh industri berat dan ringan. Sampah ini dikumpulkan dan dibuang oleh kontraktor swasta yang ditunjuk industri, di mana kontraktor tersebut diharuskan untuk mendapatkan izin dari Dinas Kebersihan untuk membuang sampah di TPS Telaga Punggur.

Estimasi yang ada menunjukkan bahwa sekitar sepertiga sampah tersebut didaur ulang, yang merupakan jumlah yang wajar untuk sebuah sistem daur ulang informal, dan di mana tidak terdapat atau hanya sedikit pembuangan dan daur ulang organik. Estimasi ini juga menunjukkan bahwa sekitar 10% sampah tersebut akan dibuang secara ilegal atau dengan cara yang tidak teridentifikasi. Ini berarti terdapat 90% tingkat tangkapan,

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90

Lubuk Baja Batu Ampar

Bengkong Sekupang Nongsa Sei Beduk Batam Kota

(29)

yang masih harus diperbaiki, mengingat sama sekali tidak boleh ada sampah yang dibuang ke lingkungan dengan cara yang tidak terkendali. Pengamatan adhoc oleh tim proyek di Batam menunjukkan bahwa terdapat sejumlah tempat pembuangan antara tidak resmi yang lebih kecil, yang meskipun tidak legal, memberikan peluang transfer karena Kota Batam juga memerintahkan untuk mengangkut sampah tersebut untuk dikirim ke TPS. Berdasarkan dokumentasi DKP atas sampah yang diangkut ke TPS, sampah industri mencakup 22% dan sampah fasilitas umum mencakup 8% dari keseluruhan. Total sampah yang dihasilkan dan diangkut ke TPS dari 2006 hingga saat ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1: Sampah yang Dikumpulkan di Tempat Pembuangan Akhir dari 2006-2012

No. Tahun Bulan Berat (kg) Rata-rata

ton/hari

Rata-rata ton/hari

Total Per Tahun (ton) 1. 2006 Januari 12,724,760 410 453 165,276 Februari 12,277,420 438 Maret 12,869,890 415 April 13,775,140 459 Mei 14,302,160 461 Juni 13,921,210 464 Juli 13,254,790 428 Agustus 14,292,020 461 September 13,788,190 460 Oktober 14,476,357 467 November 14,613,663 487 Desember 14,980,049 483 2. 2007 Januari 15,215,200 491 535 195,172 Februari 13,571,520 485 Maret 14,728,990 475 April 15,701,180 523 Mei 16,925,180 546 Juni 16,675,660 556 Juli 17,055,370 550 Agustus 17,206,130 555 September 17,907,820 597 Oktober 17,519,580 565 November 16,478,240 549 Desember 16,186,790 522 3. 2008 Januari 15,423,380 498 488 178,044 Februari 14,927,580 533 Maret 15,121,300 488 April 15,374,990 512 Mei 15,118,180 488 Juni 14,700,270 490 Juli 15,041,010 485 Agustus 13,412,900 433 September 14,055,720 469 Oktober 14,417,613 465

(30)

No. Tahun Bulan Berat (kg) Rata-rata ton/hari

Rata-rata ton/hari

Total Per Tahun (ton) November 15,140,370 505 Desember 15,311,190 494 4. 2009 Januari 15,433,290 498 523 190,927 Februari 16,975,150 606 Maret 16,676,040 538 April 7,111,830 237 Mei 15,935,840 514 Juni 15,520,660 517 Juli 18,206,130 587 Agustus 17,521,770 565 September 15,426,180 514 Oktober 17,271,150 557 November 17,157,560 572 Desember 17,691,420 571 5. 2010 Januari 16,570,940 535 573 208,999 Februari 15,013,640 536 Maret 16,594,690 535 April 17,777,270 593 Mei 16,712,330 539 Juni 19,130,050 638 Juli 19,874,500 641 Agustus 19,581,030 632 September 17,761,210 592 Oktober 16,916,290 546 November 16,445,050 548 Desember 16,621,720 536 6. 2011 Januari 16,861,690 544 596 217,599 Februari 15,731,230 562 Maret 18,720,850 604 April 17,590,300 586 Mei 19,341,710 624 Juni 19,481,460 649 Juli 20,720,320 668 Agustus 18,285,010 590 September 13,079,330 436 Oktober 19,052,490 615 November 18,648,330 622 Desember 20,086,420 648 7 2012 Januari 20,764,260 670 690 Februari 20,085,730 693 Maret 22,182,550 716 April 20,311,470 677 Mei 21,558,290 695 Juni 20,857,590 695 Rata-rata

(31)
(32)

Pada 2011, total sampah yang diangkut termasuk sampah dari industri kelapa sawit rata-rata 37 ton/hari dan pada 2012 rata-rata 42 ton/hari. Sampah ini tampak seperti tanah dan dibuang di bagian lain di TPS tanpa diolah sama sekali.

Berdasarkan data dan tren ini telah dikembangkan suatu proyeksi untuk 25 tahun mendatang dengan menggunakan tingkat pertumbuhan populasi rata-rata dari 2001-2011 (10%). Jumlah sampah total yang dihasilkan mencakup tiga kecamatan non-Pulau Batam (Belakang Padang, Bulang dan Galang), yang tidak dilayani oleh TPS Telaga Punggur. Karena cakupan Laporan ini tidak mencakup ketiga kecamatan tersebut, maka perhitungan sampah total untuk TPS Telaga Punggur telah diturunkan sebesar 4% berdasarkan proporsi populasi di kecamatan-kecamatan ini terhadap populasi total Kota Batam.

Tabel 3.2: Proyeksi Populasi dan Sampah yang Dihasilkan pada 2013-2037

Population

People % Arithmetic Domestic Inc. Com

Non Domestic (industry & PF) Total

Improper treatment

incl. un-transpoted Scavenging

Specific Waste Composting Total Reduction 0 2012 1,149,902 1,103,906 773 331 1,104 275.98 110.39 37.00 too small 423.37 681 1 2013 67,768 10% 1,217,670 1,168,963 818 351 1,169 280.55 116.90 397.45 772 2 2014 1,285,437 1,234,020 864 370 1,234 283.82 123.40 407.23 827 3 2015 1,353,205 1,299,077 909 390 1,299 285.80 129.91 415.70 883 4 2016 1,420,973 1,364,134 955 409 1,364 286.47 136.41 422.88 941 5 2017 1,488,741 1,429,191 1,000 429 1,429 285.84 142.92 428.76 1,000 6 2018 1,556,508 1,494,248 1,046 448 1,494 283.91 149.42 433.33 1,061 7 2019 1,624,276 1,559,305 1,092 468 1,559 280.67 155.93 436.61 1,123 8 2020 1,692,044 1,624,362 1,137 487 1,624 276.14 162.44 438.58 1,186 9 2021 1,759,811 1,689,419 1,183 507 1,689 270.31 168.94 439.25 1,250 10 2022 1,827,579 1,754,476 1,228 526 1,754 263.17 175.45 438.62 1,316 11 2023 1,895,347 1,819,533 1,274 546 1,820 254.73 181.95 436.69 1,383 12 2024 1,963,114 1,884,590 1,319 565 1,885 245.00 188.46 433.46 1,451 13 2025 2,030,882 1,949,647 1,365 585 1,950 233.96 194.96 428.92 1,521 14 2026 2,098,650 2,014,704 1,410 604 2,015 221.62 201.47 423.09 1,592 15 2027 2,166,418 2,079,761 1,456 624 2,080 207.98 207.98 415.95 1,664 16 2028 2,234,185 2,144,818 1,501 643 2,145 214.48 214.48 428.96 1,716 17 2029 2,301,953 2,209,875 1,547 663 2,210 220.99 220.99 441.97 1,768 18 2030 2,369,721 2,274,932 1,592 682 2,275 227.49 227.49 454.99 1,820 19 2031 2,437,488 2,339,989 1,638 702 2,340 234.00 234.00 468.00 1,872 20 2032 2,505,256 2,405,046 1,684 722 2,405 240.50 240.50 481.01 1,924 21 2033 2,573,024 2,470,103 1,729 741 2,470 247.01 247.01 494.02 1,976 22 2034 2,640,791 2,535,160 1,775 761 2,535 253.52 253.52 507.03 2,028 23 2035 2,708,559 2,600,217 1,820 780 2,600 260.02 260.02 520.04 2,080 24 2036 2,776,327 2,665,274 1,866 800 2,665 266.53 266.53 533.05 2,132 25 2037 2,844,095 2,730,331 1,911 819 2,730 273.03 273.03 546.07 2,184 Total Waste Transported TO FDS (ton/day) No Year

Growth Waste Production (ton/day) Reduction (ton/day) Population in 9

(33)

Peningkatan dalam timbulan sampah berdasarkan populasi dan pertumbuhan ekonomi diperkirakan pada Gambar 3.2 di bawah dan dijabarkan berdasarkan asal sampah. Sampah rumah tangga/domestik merupakan porsi terbesar dari arus sampah tersebut. Arti hal ini sebagai batu lompatan untuk strategi pengolahan sampah amat penting karena ukurannya dan karena hingga saat ini masih dikendalikan oleh Kota Batam/DKP. Hal ini memungkinkan Kota Batam untuk mengadakan hubungan kontrak di mana Kota Batam dapat menjamin akses bagi arus sampah rumah tangga/domestik sebagai bahan baku untuk proses pemulihan energi, bilamana sesuai dan memungkinkan.

Gambar 3.2: Perkiraan Pertumbuhan Sampah

Nilai kalor (heating value) dari arus sampah diperkirakan sebesar 4.600 kJ/kg dengan kandungan kelembaban antara 50-60%. Ini merupakan nilai yang umum dari sampah domestik dengan kandungan kelembaban seperti ini. Begitu kandungan kelembaban menurun, maka nilai kalor naik, dan di negara-negara Barat sampah dengan kandungan kelembaban sekitar 30% memiliki nilai kalor sekitar 10.000 kJ/kg.

3.3 Sistem Sampah Domestik

Sistem sampah domestik amat penting karena berpotensi menyediakan pasokan bahan baku jangka panjang yang handal untuk sistem konversi sampah ke energi. Sistem ini juga penting karena merupakan bagian terbesar dari arus sampah dan memakan sebagian besar ruang landfill, mengurangi usia landfill lebih dari sumber sampah lainnya. Sistem sampah domestik terdiri dari komponen-komponen berikut:

 Pengumpulan, pewadahan dan daur ulang sampah rumah tangga - 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 To n n e s p e r Ye ar

Project Year

household (domestic)

commercial

Public Facility and

Domestic Industrial

Total

(34)

 Transfer ke depo transfer (transfer station) atau tempat pembuangan sementara (TPS). Sebagian sampah juga diangkut langsung ke TPS tanpa ditransfer.

 Kegiatan memulung atau daur ulang informal di TPS

 Pemuatan ke dalam truk di TPS dan pengangkutan ke TPA

 Kegiatan memulung dan pembuangan di TPA

3.3.1 Pengumpulan, pewadahan dan daur ulang sampah rumah tangga dan transfer ke TPS

Rumah tangga adalah tempat di mana sampah ditimbulkan dan ditimbun hingga diangkut atau dibawa untuk dibuang di TPS. Ada rumah tangga yang telah menggunakan jasa pengumpulan; sementara rumah tangga lainnya membuang sampahnya di TPS. Saat ini tidak ada data yang menunjukkan berapa jumlah rumah tangga yang ada atau berapa banyak kontrak layanan pembuangan yang ada (dan berapa yang membayar untuk layanan ini). Daur ulang juga terjadi di tingkat rumah tangga dan barang-barang berharga dikumpulkan di sini dan memasuki saluran daur ulang.

3.3.2 Tempat Pembuangan Sementara

Tempat pembuangan sementara adalah wilayah di mana sampah dibawa dan ditimbung hingga dimuat ke dalam truk untuk diangkut ke TPS. Diperkirakan terdapat 355 TPS di Kota Batam, dan kemungkinan jumlahnya lebih dari angka tersebut. Sistem TPS tampak sebagai sistem yang tumbuh secara organik di lokasi-lokasi yang cukup dekat dengan wilayah pemukiman sehingga sampah dapat dikumpulkan oleh operator dengan gerobak, dibawa ke TPS oleh penduduk dengan berjalan kaki, atau dengan menggunakan kendaraan bermotor (lokal).

Sejumlah TPS memiliki bagian yang terbuat dari beton yang dimaksudkan untuk menampung sampah hingga diangkut, namun pada fasilitas-fasilitas yang diamati, sampah dapat menyebar ke bagian lainnya yang lebih luas. TPS yang lebih besar memiliki pemulung yang memisahkan barang-barang berharga, seperti logam, kardus dan botol plastik. Memuat sampah residu ke dalam truk untuk dibuang biasanya dilakukan secara manual.

Terdapat banyak ruang untuk perbaikan di TPS untuk mengurangi jumlah sampah, dampak lingkugan potensial dari pembuangan terbuka serta perbaikan faktor kesehatan bagi penduduk sekitar maupun pemulung, dan juga perbaikan efisiensi dalam penanganan sampah. Terdapat keterbatasan dalam hal tingginya jumlah TPS yang diperlukan dalam sistem saat ini, sehingga pembuangan sampah domestik dapat terjadi tanpa selalu bergantung pada kendaraan bermotor. Mengubah mode operasi dasar ini akan berdampak luas secara finansial dan sosial, yang memerlukan diciptakannya suatu infrastruktur dan proses baru yang menyeluruh. Perubahan besar-besaran semacam itu dapat menjadi topik pembahasan untuk penelitian terpisah.

(35)

Gambar 3.3: TPS Menunjukkan Bagian Wadah yang Terbuat dari Beton dan Sampah yang Berceceran

Gambar 3.4: Sampah di Bagian Penampung dari Beton Bagian 3.5: Sampah yang Dibuang di Jalan untuk Diangkut Pick-up

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan keseluruhan analisis rasio keuangan dapat disimpulkan bahwa PT Pakuwon Jati Tbk mampu mengelola aktiva modal untuk meningkatkan penjualan dan laba

Skripsi ini membahas tentang masalah pengaruh kecerdasan logis- matematis dan kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar matematika peserta didik kelas VII SMPN

Beberapa permasalahan yang peneliti temui terkait kesulitan peserta didik dalam menyelesaikan soal pada materi pokok lingkaran, membuat peneliti tertarik melakukan

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis deskriptif, untuk mendeskripsikan pelaksanaan media animasi dalam belajar matematika, dan hasil pelaksanaan

Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fase bergerak dalam kromatografi lapisan tipis sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan

Nilai intensitas pada Gambar 10 menunjukkan adanya kesesuaian karakteristik nilai intensitas suara dengan salinitas yang ada, yaitu semakin banyak atau semakin

Berikut adalah screenshot hasil dari pengembangan WebGIS neraca sumber daya mineral, batubara, dan panas bumi menggunakan API ArcGIS yang diakses dari 2 jenis perangkat