• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

3. Ketimpangan Daerah a. Pengertian Ketimpangan

Menurut hipotesa neo klasik pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menururn. Berdasarkan hipotesa ini, dapat ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa pada negara-negara sedang berkembang umumnya ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih tinggi, sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan menjadi lebih rendah.

Berdasarkan konteks daerah (ekonomi regional), ketimpangan daerah adalah konsekuensi logis dari adanya proses pembangunan dan akan berubah sejalan dengan tingkat perubahan proses pembangunan itu sendiri. Pola

commit to user

pembangunan dan tingkat ketimpangan dalam pembangunan yang ditemui di beberapa daerah tidaklah sama. Kenyataan ini disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda yang dijumpai di negara tersebut. Faktor-faktor terkait antara lain kepemilikan sumber daya, fasilitas, yang dimiliki, infrastruktur, sejarah wilayah , lokasi dan sebagainya.

Adelman dan Moris (1991) dalam Mudrajad Kuncoro (2001) berpendapat bahwa ketimpangan pendapatan di daerah ditentukan oleh jenis pembangunan ekonomi yang ditunjukan oleh ukuran negara, sumber daya alam, dan kebijakan yang dianut.

b. Konsep Ketimpangan antar Daerah

Menurut Rostow pada tahun 1960 dalam Mudrajad Kuncoro (2004) mengembangkan teori penahapan pembangunan ekonomi. Teori ini menempatkan bermacam-macam isu yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi. Rostow mengusulkan lima tahapan peningkatan ekonomi yaitu; masyarakat tradisional, masa persiapan, proses tinggal landas, proses pendewasaan dan periode masyarakat konsumtif. Masyarakat tradisional berada dalam masa equilibrium statis dimana pertanian merupakan aktivitas dominan. Masa persiapan terjadi secara perlahan khususnya dalam perilaku dan organisasi sedangkan peningkatan ekonomi muncul sejalan dengan berubahnya kekakuan tradisional menuju mobilitas sosial, geografi dan pekerjaan. Fungsi produksi baru disesuaikan dengan kegiatan pertanian dan industri tetapi perubahannya tetap lambat.

Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, kesenjangan atau ketimpangan antardaerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga akan mengakibatkan peningkatan ketimpangan antar daerah. Tujuan utama dari

commit to user

usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (M.P.Todaro, 2006).

Mudrajad Kuncoro (2004) menyebutkan beberapa indikator yang digunakan untuk menganalisis development gap antar wilayah. Indikator tersebut adalah: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), konsumsi rumah tangga perkapita, kontribusi sektoral terhadap PDRB, tingkat kemiskinan dan struktur fiskal. Faktor-faktor penyebab ketimpangan ekonomi daerah adalah: konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, alokasi investasi, tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah, perbedaan sumber daya alam antar wilayah, perbedaan kondisi demografis antar wilayah dan kurang lancarnya perdagangan antar wilayah.

Investor cenderung memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang terampil dan fasilitas lain yang dapat menunjang kemudahan usahanya. Bagi daerah-daerah yang belum terjangkau fasilitas-fasilitas tersebut dimungkinkan akan relatif tertinggal, demikian akan menyebabkan ketimpanggan antar daerah yang semakin besar, yang akan berdampak pula terhadap tingkat pendapatan daerah.

c. Indeks Williamson

Dalam Sjafrizal (2008) Indeks Williamson merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah yang semula dipergunakan oleh Jeffrey G. Williamson. Perhitungan indeks Williamson didasarkan pada data PDRB per kapita pada masing-masing daerah. Indeks Williamson mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain sensitif terhadap definisi wilayah yang cukup digunakan dalam perhitungan, namun demikian indeks Williamson lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah.

commit to user

Indeks Williamson menggunakan PDRB per kapita sebagai data dasar karena yang dibandingkan tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat kemakmuran antar kelompok. Hasil pengukuran dari nilai Indeks Williamson ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < VW < 1, jika indeks Williamson semakin mendekati angka 0 maka semakin kecil ketimpangan pembangunan ekomoni dan jika indeks Wlliamson semakin mendekati angka 1 maka semakin melebar ketimpangan pembangunan ekonomi.

d. Penyebab Ketimpangan Pembangunan antar Daerah

Menurut Sjafrizal (2008) Faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah sebagai berikut :

1) Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam.

Penyebab pertama yang mendorong timbulnya ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan sumber daya alam pada masing-masing daerah. Perbedaan kandungan sumber daya alam jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumberdaya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil dapat memproduksi barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah, sehingga pertumbuhan ekonominya lebih lambat. 2) Perbedaan Kondisi Demografis

Kondisi demografis yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkat laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah yang beersangkutan.

commit to user

Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Daerah yang kondisi demografisnya kurang baik maka hal ini akan menyebabkan relatif rendahnya produktivitas kerja masyarakat setempat yang menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi penanaman modal sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi lebih rendah.

3) Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa

Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi sontan. Mobilitas tersebut apabila kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual kedaerah lain yang membutuhkan, begitu pula dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat membutuhkan. Ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.

4) Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah.

Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat, begitu pula konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadi pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat setempat.

5) Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah.

Daerah yang dapat alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah, atau dapat menarik lebih banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai

commit to user

tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat pula mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi, sebaliknya terjadi bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk kesuatu daerah ternyata lebih rendah. e. Penanggulangan Ketimpangan Pembangunan Daerah

Menurut Sjafrizal (2008) Upaya pemerintah baik pusat maupun daerah yang dapat dilakukan dalam rangka penanggulangan ketimpangan pembangunan antar daerah adalah sebagai berikut :

1) Penyebaran Pembangunan Prasarana Perhubungan

Upaya untuk mendorong kelancaran mobilitas barang dan faktor produksi antar daerah dapat dilakukan melalui penyebaran pembangunan prasarana dan sarana perhubungan keseluruh pelosok wilayah. Prasarana perhubungan yang dimaksudkan disini adalah fasilitas jalan, terminal dan pelabuhan laut guna mendorong proses perdagangan antar daerah. Jaringan dan telekomunikasi juga sangat penting untuk dikembangkan agar tidak ada daerah yang teriolir dan tidak dapat berkomunikasi dengan daerah lainnya. Pemerintah perlu pula mendorong berkembangnya sarana perhubungan seperti perusahaan angkutan dan fasilitas telekomunikasi, bila hal ini dapat dilakukan, maka ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas faktor produksi, khususya invetasi akan dapat lebih diperlancar.

2) Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan.

Proses transmigrasi dan migrasi spontan dapat menanggulangi ketimpangan pembangunan, melalui program ini kekurarngan tenaga kerja yang dialami oleh daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga proses pembangunan daerah bersangkutan akan dapat pula digerakkan. Kegiatan ekonomi pada daerah terbelakang pun dapat ditingkatkan sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi.

commit to user 3) Pengembangan Pusat Pertumbuhan

Kebijakan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah melalui pengembangan pusat pertumbuhan (growth poles) secara tersebar. Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena pusat pertumbuhan menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi secara sekaligus. Aspek konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan masih terus mempertahankan tingkat efisiensi usaha yang sangat diperlukan untuk pengembangan usaha terebut. Aspek desentralisasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan antar daerah dapat dilakukan sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi.

4) Pelaksanaan Otonomi Daerah

Dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi maka aktifitas pembangunan daerah, termasuk daerah terbelakang akan dapat lebih digerakkan karena ada wewenang yang berada pada pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Adanya kewenangan tersebut, maka berbagai inisiatif dan aspirasi masyarakat untuk menggali potensi daerah akan dapat lebih digerakkan, bila hal ini dapat dilakukan maka proses pembangunan daerah secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat pula dikurangi. Melalui kebijakan ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan didaerahnya masing-masing. Setiap daerah diberikan Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumberdaya Alam, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan otonomi daerah dapat berjalan baik sehingga proses pembangunan daerah dapat ditingkatkan dan ketimpangan antar wilayah secara bertahap akan dapat dikurangi.

commit to user f. Hipotesis Kuznets

Simon Kuznets dalam MP Todaro, (2006 ) mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk (ketimpangan membesar), namun pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatan akan membaik. Observasi inilah yang kemudian dikenal sebagai kurva Kuznets “U-terbalik” (Hipotesis Kuznets). pembuktian hipotesis Kuznets dilakukan dengan membuat grafik antara pertumbuhan PDRB dengan indeks ketimpangan (Indeks Williamson). Jika kurva yang dibentuk oleh hubungan antara variabel tersebut menunjukkan kurva U-terbalik, maka hipotesis Kuznets terbukti bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi terjadi ketimpangan yang membesar dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, namun pada suatu waktu ketimpangan akan menaik dan demikian seterusnya dan akan membentuk kurva U terbalik seperti gambar berikut :

Gambar 1. Kurva U Terbalik Sumber : Sjafrizal (2008)

Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern, seiring dengan perkembangan sebuah negara dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Di samping itu, imbalan yang diperoleh dari investasi di sektor

Kurva U terbalik Indeks Williamson

commit to user

pendidikan mungkin akan meningkat terlebih dahulu, karena sektor modern yang muncul memerlukan tenaga kerja terampil, namun imbalan ini akan menurun karena penawaran tenaga terdidik meningkat dan penawaran tenaga kerja tidak terdidik menurun. Jadi, walaupun Kuznets tidak menyebutkan mekanisme yang dapat menghasilkan kurva U-terbalik ini, secara prinsip hipotesis tersebut konsisten dengan proses bertahap dalam pembangunan ekonomi. Namun terlihat bahwa, dampak pengayaan sektor tradisional dan modern terhadap ketimpangan pendapatan akan cenderung bergerak berlawanan arah, sehingga perubahan neto pada ketimpangan bersifat mendua (ambiguous), dan validitas empiris kurva Kuznets masih patut dipertanyakan. Terlepas dari perdebatan metodologisnya, beberapa ekonom pembangunan tetap berpendapat bahwa tahapan peningkatan dan kemudian penurunan ketimpangan pendapatan yang dikemukakan Kuznets tidak dapat dihindari.