commit to user
ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2006-2009
SKRIPSI
Oleh:
PARWANTININGSIH
K7406119
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2006-2009
SKRIPSI
Oleh:
PARWANTININGSIH
K7406119
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Tata
Niaga Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Juni 2011
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I
Drs. Soemarsono, M. Pd NIP. 19470420 197501 1 001
Pembimbing II
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Pada hari : Senin
Tanggal : 27 Juni 2011
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua Dra. Sri Wahyuni, MM ...
Sekretaris Dra. Mintasih Indriayu, M.Pd ...
Anggota I Drs. Soemarsono, M.Pd ...
Anggota II Dra. Dewi Kusuma W, M.Si ...
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,
commit to user
v ABSTRAK
Parwantiningsih. ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2009 . Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2011.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009. (2) Untuk mengklasifikasikan kecamatan di Boyolali berdasarkan struktur pertumbuhan ekonomi menurut tipologi Klassen pada periode 2006-2009. (3) Untuk
menghitung ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009. (4) Untuk membuktikan benar/tidaknya hipotesis Kuznets tentang U-terbalik berlaku di kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian adalah PDRB Kabupaten Boyolali yang dihitung berdasarkan harga konstan dari tahun 2006-2009. Teknik analisis data menggunakan tipologi Klassen dan Indeks Williamson. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi dan wawancara. .
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: 1) Laju pertumbuhan ekonomi antar kecamatan Kabupaten Boyolali tahun 2006-2009 mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2006 sebesar 4, 19% menjadi 4,08% pada tahun 2007 dan tahun 2008 laju pertumbuhannya 4,04%, serta mengalami kenaikan pada tahun 2009 laju pertumbuhannya yaitu 5,16%. Beberapa tahun tersebut pertumbuhannya menunjukkan arah yang negatif kecuali pada tahun 2009 yaitu sudah masuk kriteria pertumbuhan Kabupaten Boyolali diatas 5% jadi sudah menunjukkan arah yang positif. 2) Terdapat pengelompokan pertumbuhan ekonomi berdasarkan tipologi Klassen di Kabupaten Boyolali pada tahun penelitian yaitu yang termasuk dalam kategori daerah cepat maju dan cepat
commit to user
vi
tertinggal meliputi Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Andong, Kecamatan Kemusu dan Kecamatan Juwangi. 3) Rata-rata ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali tahun 2006-2009 adalah 0,05, jadi ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali relatif merata karena angkanya mendekati nol. 4) Kurva Kuznets atau yang biasa disebut kurva U terbalik tidak berlaku di Kabupaten Boyolali pada tahun penelitian karena kurvanya tidak berbentuk U terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, ketimpangan daerah cenderung
commit to user
vii ABSTRACT
Parwantiningsih. ANALYSIS THE ECONOMIC GROWTH STRUCTURE AND THE GAP AMONG THE SUBDISTRICTS IN BOYOLALI REGENCY IN 2006-2009. Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, May 2011.
The objectives of research are (1) to find out the economic growth among the subdistricts of Boyolali Regency in 2006-2009 period, (2) to classify the subdistricts of Boyolali Regency based on the economic growth structure
according to Klassen’s typology in 2006-2009 period, (3) to calculate the gap between the subdistricts in Boyolali Regency in 2006-2009, and (4) to verify
whether or not Kuznet’s hypothesis that inversed U prevails in Boyolali in 2006-2009 is correct.
This research employed a descriptive quantitative method. The population of research is PDRB of Boyolali regency calculated based on the constant value from 2006-2009 period. Technique of collecting data used was Klassen’s typology and Williamson index. Techniques of collecting data used in this research were documentation and interview.
Considering the result of research, it can be concluded that: 1) the economic growth rate among the subdistricts of Boyolali Regency during 2006-2009 fluctuates: in 2006 it reaches 4.19% decreasing to 4.08 in 2007 and 4.04 in 2008, as well as 5.16% in 2009. Those growth shows negative direction except in
2009 in which the Boyolali Regency’s growth is higher than 5%, so it indicates
positive direction. 2) There is economic growth categorization based on Klassen’s
typology in Boyolali Regency in the research year. The subdistricts belonging to rapidly progressing and striving area are Boyolali, Sawit, Simo and Karanggede subdistrict. The ones belonging to developed but suppressed areas are Ampel, Cepogo, Teras, and Banyudono. The ones belonging to rapidly developing area
commit to user
viii
commit to user
ix MOTTO
“Kebijakan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin yang
komprehensif, yaitu menjaga pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan
meningkatnya kualitas SDM, dan memperkecil ketimpangan”
(Wahyu Prasetiawan).
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
(Q.S. ArRa’d :11)
”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dengan sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
urusan yang lain, dan hanya Tuhan-Mu lah hendaknya kamu berharap” (QS. Al Insyirah:6-8)
“Segeralah mengerjakan yang bisa kamu kerjakan sekarang daripada menyesal
kemudian”
(Penulis)
commit to user
x
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kusuntingkan skripsi ini untuk:
Orang tuaku, Bapak Paiman, Ibu Suminah, terima kasih untuk setiap doa,
semangat dan kasih sayang kalian semua
Saudara-saudaraku (Mas Joko, Mbk Betty, Mbk Puji), terima kasih atas motivasi,
dukungan dan bantuan yang diberikan
Keponakan yang selalu memberikan keceriaan (Ian & Callista)
Kekasihku Man terima kasih selalu menyalakan pelita ketika aku dalam
kejenuhan dan keletihan
Sahabat-sahabatku tercinta Yani, Nida, Mbk Yati, Sofie ,Nety, Novi, Nani, Ida dan
Pita terima kasih atas semua kebersamaan yang kalian berikan
Teman-teman PTN 2006, terima kasih untuk kebersamaan selama ini
commit to user
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Ekonomi bidang Keahlian Khusus Pendidikan Tata Niaga pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: ANALISIS
STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN
ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2009
ini, penulis mendapatkan bimbingan , petunjuk , dan dukungan yang berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik dan dari lubuk hati yang terdalam secara tulus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan
izin penulisan skripsi;
2. Drs. Saiful Bachri, M. Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang telah memberikan persetujuan skripsi;
3. DR. Wiedy Murtini, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui atas
permohonan ijin penulisan skripsi ini;
4. Dra. Sri Wahyuni, MM., Ketua BKK PTN yang telah memberikan izin
menyusun skripsi;
5. Drs. Soemarsono, M.Pd., selaku pembimbing I dan Dra. Dewi Kusuma
Wardani, M. Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
commit to user
xii
6. Dra Kristiani M. Si., Pembimbing Akademik, yang telah memberikan
arahan dan bimbingan selama menjadi mahasiswa di Program Studi
Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Tata Niaga FKIP UNS;
7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi BKK
Pendidikan Tata Niaga yang secara tulus memberikan samudra ilmu yang
begitu luas;
8. Rekan-rekan PTN’06 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang
membantu dan memberikan warna selama menjadi mahasiswa dan dalam
menyelesaikan skripsi ini;
9. Kepala dan seluruh staff BAPPEDA Boyolali yang telah membantu
selama proses penelitian;
10. Berbagai pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi
pembaca.
Surakarta, Juni 2011
commit to user
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN ABSTRAK ... v
HALAMAN MOTTO ... ix
HALAMAN PERSEMBAHAN ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
A. Tinjauan Pustaka ... 8
1. Pertumbuhan Ekonomi ... 8
a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 8
b. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi ... 9
c. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 13
d. Pertumbuhan Domestik Regional Bruto ... 14
2. Pembangunan Ekonomi ... 15
a. Pengertian Pembangunan Ekonomi ... 15
b. Tujuan Pembangunan ... 16
c. Pembangunan Ekonomi Daerah ... 16
commit to user
xiv
e. Struktur Pertumbuhan Ekonomi ... 20
f. Peran Pemerintah Pembangunan Daerah ... 22
3. Ketimpangan Derah ... 23
a. Pengertian Ketimpangan ... 23
b. Konsep Ketimpangan antar Derah ... 24
c. Indeks Williamson ... 25
d. Penyebab Ketimpangan Pembangunan antar Derah .... 26
e. Penanggulangan Ketimpangan Pembangunan Daerah. 28 f. Hipotesis Kuznets ... 30
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 31
C. Kerangka Berpikir ... 35
D. Hipotesis ... 38
BAB III METODE PENELITIAN... 39
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
B. Populasi ... 40
C. Teknik Pengumpulan Data ... 40
D. Rancangan Penelitian ... 44
E. Teknik Analisis Data ... 46
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi ... 46
2. Analisis Ketimpangan Regional ... 48
3. Analisis Kurva U Terbalik ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 50
A. Deskripsi Data ... 50
B. Pengujian Hipotesis ... 53
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi ... 54
2. Struktur Pertumbuhan Ekonomi ... 54
3. Ketimpangan antar Daerah ... 56
4. Hipotesis Kuznets ... 58
commit to user
xv
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 72
A. Simpulan ... 72
B. Implikasi ... 73
C. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 78
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Harga
Konstan Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009 ... 2 2. Fasilitas Perdagangan Kabupaten Boyolali Tahun 2006 ... 4 3. Matriks Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen 22 4. Jadwal Penelitian ... 39 5. Klasifikasi wilayah menurut tipologi Klassen ... 47 6. Pertumbuhan Ekonomi di Kecamatan dan Kabupaten Boyolali
Tahun 2006-2009 (persen) ... 50 7. PDRB Perkapita Masing-Masing Kecamatan di Kabupaten Boyolali
Tahun 2006-2009(Rupiah) ... 51 8. Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009
... 52 9. Struktur Pertumbuhan Ekonomi Menurut Klassen Typology ... 54 10. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun
2006-2009... 57
11. Korelasi Pearson antara Pertumbuhan PDRB dan Indeks Williamson
di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009 ... 59
commit to user
xvii DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Kurva U Terbalik ... 30
2. Kerangka Berpikir ... 36
3. Peta Boyolali menurut Tipologi Klassen tahun 2006-2009 ... 55
4. Grafik Indeks Williamson Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009 ... 58
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali ... 81
2. Pedoman Wawancara... 83
3. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kab Boyolali 2006 ... 85
4. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kab Boyolali 2007 ... 86
5. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kab Boyolali 2008 ... 87
6. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kab Boyolali 2009 ... 88
7. Output Korelasi PDRB dengan Indeks Williamson ... 89
8. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 ... 90
9. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2006 ... 92
10. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 ... 93
11. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2007 ... 95
12. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008 ... 96
13. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2008 ... 98
14. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 ... 99
15. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2009 ... 101
16. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 102
17. Surat Permohonan Ijin Research/Penelitian Kepada Kepala Kesbang Pol dan Linmas ... 103
18. Surat Permohonan Ijin Research/Penelitian Kepada Kepala Bappeda ... 104
19. Surat Ijin Menyusun Skripsi ... 105
20. Surat Ijin Penelitian dari Kesbang Pol dan Linmas ... 106
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan daerah, karena Negara Indonesia terdiri dari beberapa provinsi, kabupaten/ kota serta bagian daerah yang lebih kecil. Pembangunan daerah merupakan penjabaran
dari pembangunan nasional dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan sesuai dengan potensi, aspirasi, serta permasalahan pembangunan di daerah. MP Todaro (2006) mengatakan ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu
1. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru dalam tanah, peralatan fisik,
dan sumber daya manusia melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan, dan ketrampilan kerja.
2. Pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan
angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi, yang secara luas, diterjemahkan sebagai cara baru untuk
menyelesaikan pekerjaan.
Berdasarkan ketiga faktor diatas dapat disimpulkan bahwa sumber kemajuan ekonomi bisa meliputi berbagai macam faktor, akan tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa sumber-sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi adalah adanya investasi-investasi yang mampu memperbaiki kualitas modal atau sumber daya manusia dan fisik, yang selanjutnya berhasil meningkatkan kuantitas sumber daya produktif dan yang bisa menaikkan produktivitas seluruh sumber daya melalui penemuan-penemuan baru, inovasi dan kemajuan teknologi.
commit to user
memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang trampil di samping itu adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari Pemerintah Pusat kepada daerah.
Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang lebih merata. Masalah pertumbuhan ekonomi disuatu daerah tergantung kepada banyak faktor seperti salah satunya
adalah kebijakan pemerintah itu sendiri, ini harus dikenali dan diidentifikasi secara tepat supaya faktor tersebut dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.
Selama periode 2006-2009 Kabupaten Boyolali mempunyai pertumbuhan rata-rata sebesar 4,37% menurut harga konstan, sedangkan target pertumbuhan di Boyolali 5%, jadi pertumbuhan Kabupaten Boyolali masih berada di bawah target pertumbuhannya walaupun demikian pertumbuhannya sudah menunjukkan trend menaik positif. Pertumbuhan ekonomi dari tahun 2006-2009 mengalami kenaikan tetapi sedikit mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,11 dan 2008 sebesar 0,04. Lebih jelasnya, tentang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali tahun 2006 -2009 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Harga Konstan Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009
Tahun dasar (2000 = 100)
Tahun PDRB (.000) Pertumbuhan (%)
2006
3.601.225.198 4,19
2007
3.748.102.113 4,08
2008
3.899.372.585 4,04
2009
4.100.520.261 5,16
Rata-rata 3.837.305.039 4,37
Sumber : BPS Boyolali diolah 2009
commit to user
PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan juga mengalami pertambahan menjadi sebesar Rp3.748.102,113 juta atau menurun sebesar 0,11% yaitu menjadi 4,08%. Kemudian pada tahun 2008 nilai PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan adalah sebesar Rp. 3 899.372,585 juta atau turun sebesar 0,04 %. Tahun 2009 nilai PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan yaitu Rp 4.100.520.261 juta atau mengalami pertumbuhan sebesar 5,16%.
Meier dan Rauch (2000) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses untuk meningkatkan pendapatan perkapita riil dalam periode jangka
panjang, dengan syarat sejumlah orang yang hidup dibawah garis kemiskinan mutlak tidak naik, dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu agar pembangunan ekonomi yang dijalankan dapat mengakomodasikan persoalan-persoalan yang dihadapi daerah dengan efektif dan efisien maka strategi pembangunan yang dilaksanakan harus mengacu pada karakteristik yang dimiliki daerah terutama menyangkut bagaimana mendayagunakan potensi sumber daya manusia, sumber-sumber fisik serta kelembagaan lokal baik yang formal maupun non formal.
Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi modal, ketrampilan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antardaerah dan antarsektor ekonomi
suatu daerah.
commit to user
beberapa daerah tidaklah sama. Ukuran yang digunakan untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah Williamson Index, apabila ketimpangan semakin mendekati 1 berarti sangat timpang dan bila ketimpangan mendekati nol berarti sangat merata.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan sektoral terutama selalu terkonsentrasi pada daerah-daerah yang relatif lebih maju, sementara untuk daerah yang kurang berkembang tidak menjadi wilayah kegiatan. Perbedaan perlakuan inilah yang menyebabkan timbulnya kesenjangan pembangunan antar wilayah
dimana daerah maju memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sedangkan wilayah yang terbelakang mengalami perlambatan. Adanya perbedaan pertumbuhan inilah yang memicu adanya kesenjangan pendapatan antar masyarakat.
Sektor yang dominan andilnya dalam PDRB kabupaten Boyolali masih pada sektor pertanian, perdagangan dan industri. Sektor pertanian didukung oleh sub sektor pertanian pangan seperti padi, jagung, ubi kayu sedangkan sub sektor peternakan meliputi sapi potong, sapi perah dan kambing, tak kalah penting sebagai penyumbang PDRB terbesar kedua yaitu dari sektor perdagangan tapi dalam hal ini di Kabupaten Boyolali terjadi ketidakmerataan pembangunan seperti penyediaan fasilitas pasar. Sebagian besar kecamatan mengalami kelebihan ketersediaan dari kebutuhan standarnya tetapi didapati kecamatan yang sama sekali tidak memiliki pasar, seperti Kecamatan Selo, Musuk, Mojosongo, Teras, dan Nogosari. Kecamatan yang memiliki ketersediaan riil tertinggi yaitu Kecamatan Wonosegoro dan Karanggede yaitu 500% atau mempunyai lima kali lipat kebutuhan yang ada. Prosentase kesenjangan ketersediaan ini signifikan jika dibandingkan Kecamatan Selo, Musuk, Mojosongo, Teras, dan Nogosari. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Fasilitas Perdagangan Kabupaten Boyolali Tahun 2006
No Kecamatan Jumlah
Penduduk
Kebutuhan Pasar Standar
Ketersedian Pasar riil
% Ketersediaan Pasar riil
1 Selo 26.777 1 0 0
commit to user
3 Cepogo 51.722 2 4 200
4 Musuk 60.150 2 0 0
5 Boyolali 58.496 2 9 450
6 Mojosongo 51.026 2 0 0
7 Teras 44.866 1 0 0
8 Sawit 33.001 1 2 200
9 Banyudono 45.086 2 6 300
10 Sambi 48.572 2 0 0
11 Ngemplak 69.686 2 5 250
12 Nogosari 60.849 2 0 0
13 Simo 43.340 1 4 400
14 Karanggede 40.807 1 5 500
15 Klego 45.385 2 3 150
16 Andong 61.213 2 6 300
17 Kemusu 46.033 2 8 400
18 Wonosegoro 53.839 2 10 500
19 Juwangi 34.772 1 4 400
Sumber :Boyolali dalam Angka Tahun 2006, BPS diolah
Keterangan :
% Ketersediaan riil =
dar asarS
KebutuhanP
l anPasarRii Ketersedia
tan X 100%
Selain ketidakmerataan dalam pembangunan fasilitas pasar masih banyak
commit to user
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan judul penelitian sebagai berikut:
"ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2006-2009."
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali
pada periode 2006-2009?
2. Bagaimana klasifikasi struktur pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di
Kabupaten Boyolali menurut tipologi Klassen pada periode 2006-2009? 3. Berapa besar tingkat ketimpangan regional antar kecamatan di Kabupaten
Boyolali pada periode 2006-2009?
4. Apakah hipotesis Kuznets tentang U-terbalik berlaku di Kabupaten Boyolali
pada periode 2006-2009?
C. Tujuan Penelitian
Seseorang yang akan mengadakan penelitiaan sebelum melaksanakan kegiatanya tentu sudah menetapkan tujuan-tujuan yang nantinya akan dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten
Boyolali pada periode 2006-2009.
2. Untuk mengetahui klasifikasi struktur pertumbuhan ekonomi antar
kecamatan di Kabupaten Boyolali menurut tipologi Klassen pada periode
2006-2009.
3. Untuk menghitung ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali
pada periode 2006-2009.
4. Untuk membuktikan benar/tidaknya hipotesis kuznets tentang U-terbalik
commit to user D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun manfaat praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ekonomi pembangunan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan
dan informasi bagi pihak lain untuk mengadakan penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis
a. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Boyolali diharapkan hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai bahan dan sumbangan pemikiran dalam mengambil kebijakan dalam pengalokasian dana pembangunan kepada kecamatan sesuai kondisi alamnya yang dapat dikembangkan.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang bisa
commit to user
8 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pertumbuhan Ekonomi
a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Suatu masyarakat atau suatu negara dikatakan mengalami adanya
pertumbuhan ekonomi apabila dinegara tersebut terdapat lebih banyak output dibandingkan dengan kurun waktu sebelumnya. Sadono Sukirno (2006: 9)
mendefiniskan ”Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya”. Para teoritisi ilmu ekonomi pembangunan masa kini, masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi, mereka menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tentram yang dirasakan masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 2009).
Simon Kuznets dalam Jhingan (2004) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya. Definisi ini mempunyai 3 komponen pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada
commit to user
Berdasarkan pendapat para ahli diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dimana penekanannya pada tiga hal yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses” bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat tertentu. Disini kita melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya pada perubahan atau perkembangan itu sendiri.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sadono Sukirno (2006), faktor yang mempengaruhi tingkat dan laju pertumbuhan suatu perekonomian yaitu:
1) Luas tanah (termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya).
Luas tanah dan kekayaan alam suatu negara adalah tetap oleh sebab itu dianggap sebagai faktor penentu pertumbuhan yang kurang penting, walaupun begitu kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk membangun perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi. Dalam setiap negara dimana pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi di luar sektor primer yaitu sektor dimana kekayaan alam terdapat kekurangan modal, kekurangan tenaga ahli dan kekurangan pengetahuan para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi modern di satu pihak, dan terbatasnya pasar bagi berbagai jenis barang kegiatan ekonomi di lain pihak, sehingga membatasi kemungkinan untuk mengembangkan berbagai jenis kegiatan ekonomi.
2) Jumlah dan perkembangan penduduk
commit to user
diakibatkannya. Besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan dalam suatu perekonomian tergantung pendapatan penduduk dan jumlah penduduk.
Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi dapat terjadi ketika jumlah penduduk tidak sebanding dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia. Berarti penambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan pertambahan dalam tingkat produksi atau pun kalau bertambah, pertambahan tersebut akan lambat sekali dan tidak
mengimbangi pertambahan jumlah penduduk.
3) Jumlah stok modal dan perkembangannya dari tahun ke tahun
Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan, dan bahan baku meningkatkan stok modal (capital stock) secara fisik suatu negara (nilai riil “neto” atas seluruh barang modal produktif secara fisik) dan hal itu jelas memungkinkan akan terjadinya peningkatan ouput dimasa mendatang.
4) Tingkat teknologi dan perbaikannya dari tahun ke tahun.
Kemajuan teknologi terjadi apabila teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Inovasi yang sederhana, seperti pengelompokan tenaga kerja (spesialisasi) yang dapat mendorong peningkatan output dan kenaikan konsumsi mayarakat. Kemajuan tekknologi dapat berlangsung sedemikian rupa sehingga menghemat pemakaian modal atau tenaga kerja (artinya, penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memperoleh output yang lebh tinggi dari
jumlah input kerja atau modal yang sama).
Menurut H Syamsudin dalam (2009), Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah:
1) Faktor sumber daya manusia, sama halnya dengan proses pembangunan,
commit to user
merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.
2) Faktor sumber daya alam, sebagian besar negara berkembang bertumpu
kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya
dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud diantaranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
3) Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
4) Faktor budaya, faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap
pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
5) Sumber daya modal, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah
commit to user c. Teori Pertumbuhan Ekonomi
1)Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Sadono Sukirno (2006) mengatakan bahwa ahli-ahli ekonomi klasik, dalam menganalisis masalah pembangunan terutama ingin mengetahui sebab-sebab perkembangan eknomi dalam jangka panjang dan corak proses pertumbuhannya. Mereka memiliki pandangan yang berbeda antara satu dengan yang lain, maka dari itu dipilih pandangan ahli ekonomi klasik yang terkemuka.
a) Pandangan Adam Smith
Faktor yang menentukan pembangunan, Adam Smith berpendapat bahwa perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meninggikan tingkat spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Akibat dari spesialisasi maka tingkat kegiatan ekonomi akan bertambah.
Mengenai corak proses pertumbuhan ekonomi, Adam Smith mengatakan bahwa apabila pembangunan sudah terjadi maka proses tersebut terus berlangung secara kumulatif. Kenaikan produktivitas dapat ditimbulkan karena pasar berkembang, pembagian kerja, dan spesilisasi. Kenaikan pendapatan nasional yang disebabkan oleh perkembangan tersebut dan perkembangan penduduk dari masa ke masa yang terjadi secara bersamaan dengan kenaikan pendapatan nasional akan memperluas pasar dan mnciptakan tabungan yang lebih banyak.
b) Pandangan Ricardo dan Mill
Kedua ahli ekonomi Klasik ini berpendapat bahwa dalam jangka panjang perekonomian akan mencapai stationery state atau suatu keadaan dimana perkembangan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Menurut Ricardo, pola proses ekonomi adalah sebagai berikut :
(1) Pada permulaannya jumlah penduduk rendah dan kekayaan alam
commit to user
(2) Sesudah tahap tersebut, karena jumlah tenaga kerja yang
dipekerjakan bertambah, maka upah akan naik dan kenaikan upah ini mendorong pertambahan penduduk.
(3) Tahap selanjutnya tingkat upah akan menurun dan pada akhirnya
akan berada pada tingkat yang minimal.
2) Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik
Dalam Sadono Sukirno (2006: 266) Teori pertumbuhan Neo-Klasik pada umumnya didasarkan pada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas, yang lazim dikenal sebagai fungsi poduksi Cobb-Douglas. Fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Yt = Tt Kt L t (2.1)
Keterangan:
Yt = tingkat produksi pada tahun t Tt = tingkat teknologi pada tahun t
Kt = jumlah stok barang-barang modal pada tahun t Lt = jumlah tenaga kerja pada tahun t
yang artinya α dan β nilainya adalah sama dengan produksi marjinal dari masing-masing faktor tersebut. Jadi nilai α dan β ditentukan dengan melihat peranan tenaga kerja dan modal dalam menciptakan pendapatan nsional.
Persamaan (2.1) diatas dapat diubah menjadi persamaan berikut : Log Yt = log Tt + αlog Kt + βlog Lt (2.2)
Kalau persamaan tersebut didiferensiasikan akan diperoleh:
t
Selanjutnya persamaan (2.3) dapat disederhanakan menjadi: rY = rT+ αrK + βrL (2.4) keterangan :
rY = tingkat pertambahan pendapatan nasional rT = tingkat perkembangan teknologi
αrK = tingkat pertambahan stok modal
βrL = tingkat pertambahan tenaga kerja
commit to user
tenaga kerja dalam menciptakan pendapatan negara dikalikan dengan tingkat pertambahan tenaga kerja.
d. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2002: 3 ) adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Pendekatan yang digunakan untuk menghitung PDRB yang ditimbulkan dari satu daerah ada empat (BPS 2002: 5-6) yaitu :
1) Pendekatan Produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun.
2) Pendekatan Pendapatan, adalah pendekatan yang dilakukan dengan menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, meliputi:
a) Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja) b) Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah) c) Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal)
d) Keuntungan (balas jasa faktor produksi wiraswasta/skill)
3) Pendekatan Pengeluaran, adalah model pendekatan dengan cara menjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan jasa, yaitu:
a) Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga swasta yang tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah. b) Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap
bruto.
c) Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto. 4) Metode Alokasi, model pendekatan ini digunakan karena
kadang-kadang dengan data yang tersedia tidak memungkinkan untuk mengadakan penghitungan Pendapatan Regional dengan menggunakan metode langsung seperti tiga cara di atas, sehingga dipakai metode alokasi atau metode tidak langsung.
Contohnya bila suatu unit produksi mempunyai kantor pusat dan kantor cabang. Kantor pusat berada di wilayah lain sedangkan kantor cabang tidak mengetahui nilai tambah yang diperoleh karena perhitungan rugi-laba dilakukan
commit to user
Cara penyajian PDRB dilakukan sebagai berikut:
1) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi dan biaya maupun pada penilaian komponen nilai PDRB. 2) PDRB Atas Dasar Harga Konstan, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas
dasar harga tetap, maka perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi riil bukan karena kenaikan harga atau inflasi.
Dalam penelitian ini PDRB yang digunakan untuk penelitian pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali adalah PDRB Atas Dasar Harga Konstan.
2.Pembangunan Ekonomi
a. Pengertian Pembangunan Ekonomi
Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara, untuk daerah makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi, kabupaten, atau kota ( Mudrajad Kuncoro, 2004). Menurut Raharjo Adisasmita (2005: 9) ”Pembangunan adalah suatu proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada tingkat yang lebih tinggi
dan serba sejahtera”.
Alternatif definisi pembangunan ekonomi menekankan pada peningkatan income per capita (pendapatan per kapita). Definisi ini menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan tradisional sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara atau sering kita kenal dengan industrialisasi. Kontribusi mulai
digantikan dengan kontribusi industri. Definisi yang cenderung melihat segi kuantitatif pembangunan ini dipandang perlu menengok indikator-indikator sosial yang ada (Mudrajad Kuncoro, 2004).
commit to user
dari sifat dan proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan ekonomi berkaitan pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting yang saling berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita berarti pendapatan total dibagi dengan jumlah penduduk.
b. Tujuan Pembangunan
Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non ekonomi. Menurut MP Todaro (2006: 24 ) Tujuan pembangunan yang minimal dan pasti ada adalah
1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok-seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan.
2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan.
3. Perluasanpilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara-bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.
c. Pembangunan Ekonomi Daerah
commit to user
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Perencanaan pembangunan daerah di definisikan sebagai suatu usaha yang sistematis dari berbagai pelaku (aktor), baik umum (publik), atau pemerintah, swasta maupun kelompok masyarakat lain pada tingkatan yang
berbeda untuk menghadapi saling kebergantungan dan keterkaitan aspek-aspek fisik, sosial-ekonomi, dan aspek-aspek-aspek-aspek lingkungan lainnya dengan cara :
1) Secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan
daerah.
2) Merumuskan tujuan-tujuan dan kebijakan-kebijakan pambangunan daerah. 3) Menyusun konsep strategi-strategi bagi pemecahan masalah (solusi). 4) Melaksanakannya dengan menggunakan sumber-sumber daya yang
tersedia.
5) Sehingga peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat daerah dapat di tangkap secara berkelanjutan.
Argumen tentang pentingnya pembangunan daerah dan perencanaan pembangunan adalah berdasarkan alasan politik, perencanaan pembangunan daerah dapat dilihat sebagai wahana untuk menciptakan hubungan yang lebih baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan, sementara dalam dimensi alasan ekonomi, perencanaan pembangunan dapat dilihat sebagai wahana untuk mencapai sasaran pengentasan kemiskinan dan sasaran pembangunan sosial secara lebih nyata di daerah-daerah. Dalam pembangunan daerah, pemerintah daerah diharapkan
mampu melakukan manajemen pembangunan daerah dengan fokus pembangunan wawasan.
commit to user
sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan berbeda pula. Peniruan secara mentah pola kebijaksanaan yang diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberikan manfaat yang sama bagi daerah yang lain. Kebijakan yang
diambil harus sesuai kondisi (kondisi, kebutuhan dan potensi) daerah yang bersangkutan, sebab itu penelitian yang mendalam tentang keadaan tiap daerah harus dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang berguna bagi penentuan perencanaan pembangunan daerah yang bersangkutan.
d. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah
Pengembangan metode untuk menganalisis suatu perekonomian suatu daerah penting sekali kegunaannya sebagai sarana mengumpulkan data tentang perekonomian daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya. Menurut Lincolin Arsyad (2009), beberapa faktor yang sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis perekonomian diantaranya adalah :
1) Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan
berdasarkan pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).
2) Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan
untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.
3) Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab
perekonomian daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan
perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran -aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah sukar diperoleh.
4) Bagi Negara Sedang Berkembang, disamping kekurangan data sebagai
commit to user
kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.
Menurut (Lincolin Arsyad : 2009) beberapa teori dalam pembangunan daerah yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory):
“Teori basis ekonomi ini yang menyatakan bahwa faktor penentu
utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah”(Lincolin Arsyad
2009:116). Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor.
Kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada permintaan eksternal bukan internal, pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan pasar secara nasional maupun global. Model ini berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi.
2) Teori Tempat Sentral:
Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang
menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industri yang berbeda-beda terpadu membentuk suatu sistem regional kota-kota.
commit to user
Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai wilayah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.
3) Teori interaksi spasial:
Merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat pelayanan
baik berupa barang, penduduk, uang maupun yang lainnya. Perlu adanya hubungan antar daerah satu dengan yang lain karena dengan adanya interaksi antar wilayah maka suatu daerah akan saling melengkapi dan bekerja sama untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya.
Teori ini didasarkan pada teori gravitasi, dimana dijelaskan bahwa interaksi antar dua daerah merupakan perbandingan terbalik antara besarnya massa wilayah yang bersangkutan dengan jarak keduanya, dimana massa wilayah diukur dengan jumlah penduduk. Model interaksi spasial ini mempunyai kegunaan untuk:
a) Menganalisa gerakan antar aktivitas dan kekuatan pusat dalam suatu
daerah.
b) Memperkirakan pengaruh yang ada dan ditetapkannya lokasi pusat
pertumbuhan terhadap daerah sekitarnya.
Interaksi antar kelompok masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lain sebagai produsen dan konsumen serta barang-barang yang diperlukan menunjukkan adanya gerakan. Produsen suatu barang pada umumnya terletak pada tempat tertentu dalam ruang geografis, sedangkan para langganannya tersebar dengan berbagai jarak di sekitar produsen.
e. Struktur Pertumbuhan Ekonomi
commit to user
pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah. Mudrajad Kuncoro (2003: 101) mengatakan bahwa dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan domestik regional domestik bruto (PDRB) perkapita sebagai sumbu horisontal, yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income). Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah adalah sebagai berikut:
a. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) adalah laju pertumbuhan PDRB dan pendapatan perkapita lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan dan pendapatan perkapita rata-rata nasional.
b. Daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah daerah yang relatif maju, tetapi dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekonominya menurun akibat tertekannya kegiatan utama daerah yang bersangkutan. Daerah ini merupakan daerah yang sudah maju, tetapi untuk masa yang akan datang, laju pertumbuhannya tidak akan begitu cepat walaupun potensi pengembangan yang dimiliki pada dasarnya sangat besar. Daerah ini mempunyai pendapatan perkapita lebih tinggi tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional.
c. Daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalah daerah yang dapat berkembang pesat dengan potensi pengembangan yang dimiliki sangat besar tetapi belum diolah sepenuhnya dengan baik. Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah sangat tinggi, namun tingkat pendapatan perkapita yang mencerminkan dari tahap pembangunan yang telah dicapai
sebenarnya masih relatif rendah. Daerah ini memiliki tingkat pertumbuhan tinggi tetapi tingkat pendapatan perkapita lebih rendah dibandingkan denga rata-rata nasional.
commit to user
dari pada rata-rata nasional. Menurut Klassen dalam Lincolin Arsyad (2009: 147) daerah tertekan terjadi karena kondisi wilayahnya yang kurang menguntungkan dan kurang bisa berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional. Daerah ini tidak dapat bersaing dengan daerah-daerah lainnya, bahkan dalam satu cabang.
Tabel 3. Matriks Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen
PDRB perkapita (Y)
Laju pertumbuhan (r)
yi > y yi < y
ri > r Daerah cepat maju
dan cepat tumbuh
Daerah berkembang cepat
ri < r Daerah maju tetapi
tertekan
Daerah relatif tertinggal
Keterangan:
ri : rata-rata laju pertumbuhan kecamatan yang diamati r : rata-rata laju pertumbuhan Kabupaten Boyolali yi : rata-rata PDRB perkapita kecamatan yang diamati y : rata-rata PDRB perkapita Kabupaten Boyolali f. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah
Lincolin Arsyad (2009) mengatakan ada 4 peran yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi daerah dalam proses pembangunan ekonomi daerah yaitu sebagai entrepreneur, koordianator, fasilitator dan stimulator bagi lahirnya inisiatif-inisiatif pembangunan daerah.
1) Entrepeneur
Dalam perannya sebagai entrepeneur, pemerintah daerah bertanggungjawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis. Aset–aset
commit to user 2) Koordinator
Pemerintah daerah sebagai koordinator yaitu untuk menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan di daerahnya. Perluasan dari peranan ini dalam pembangunan ekonomi bisa melibatkan kelompok dalam masyarakat dalam proses pengumpulan dan pengevaluasian informasi ekonomi misalnya tingkat kesempatan kerja, angkatan kerja, pengangguran dan sebagainya.
3) Fasilitator
Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya masyarakat) di daerahnya. Hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta pengaturan penetapan daerah yang lebih baik.
4) Stimulator
Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan unttuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan yang telah ada tetap berada di daerah tersebut.
3. Ketimpangan Daerah
a. Pengertian Ketimpangan
Menurut hipotesa neo klasik pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menururn. Berdasarkan hipotesa ini, dapat ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa pada negara-negara sedang berkembang umumnya ketimpangan pembangunan
antar wilayah cenderung lebih tinggi, sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan menjadi lebih rendah.
commit to user
pembangunan dan tingkat ketimpangan dalam pembangunan yang ditemui di beberapa daerah tidaklah sama. Kenyataan ini disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda yang dijumpai di negara tersebut. Faktor-faktor terkait antara lain kepemilikan sumber daya, fasilitas, yang dimiliki, infrastruktur, sejarah wilayah , lokasi dan sebagainya.
Adelman dan Moris (1991) dalam Mudrajad Kuncoro (2001) berpendapat bahwa ketimpangan pendapatan di daerah ditentukan oleh jenis pembangunan ekonomi yang ditunjukan oleh ukuran negara, sumber daya
alam, dan kebijakan yang dianut. b. Konsep Ketimpangan antar Daerah
Menurut Rostow pada tahun 1960 dalam Mudrajad Kuncoro (2004) mengembangkan teori penahapan pembangunan ekonomi. Teori ini menempatkan bermacam-macam isu yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi. Rostow mengusulkan lima tahapan peningkatan ekonomi yaitu; masyarakat tradisional, masa persiapan, proses tinggal landas, proses pendewasaan dan periode masyarakat konsumtif. Masyarakat tradisional berada dalam masa equilibrium statis dimana pertanian merupakan aktivitas dominan. Masa persiapan terjadi secara perlahan khususnya dalam perilaku dan organisasi sedangkan peningkatan ekonomi muncul sejalan dengan berubahnya kekakuan tradisional menuju mobilitas sosial, geografi dan pekerjaan. Fungsi produksi baru disesuaikan dengan kegiatan pertanian dan industri tetapi perubahannya tetap lambat.
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, kesenjangan atau ketimpangan antardaerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang
commit to user
usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (M.P.Todaro, 2006).
Mudrajad Kuncoro (2004) menyebutkan beberapa indikator yang digunakan untuk menganalisis development gap antar wilayah. Indikator tersebut adalah: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), konsumsi rumah
tangga perkapita, kontribusi sektoral terhadap PDRB, tingkat kemiskinan dan struktur fiskal. Faktor-faktor penyebab ketimpangan ekonomi daerah adalah: konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, alokasi investasi, tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah, perbedaan sumber daya alam antar wilayah, perbedaan kondisi demografis antar wilayah dan kurang lancarnya perdagangan antar wilayah.
Investor cenderung memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang terampil dan fasilitas lain yang dapat menunjang kemudahan usahanya. Bagi daerah-daerah yang belum terjangkau fasilitas-fasilitas tersebut dimungkinkan akan relatif tertinggal, demikian akan menyebabkan ketimpanggan antar daerah yang semakin besar, yang akan berdampak pula terhadap tingkat pendapatan daerah.
c. Indeks Williamson
Dalam Sjafrizal (2008) Indeks Williamson merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah yang semula dipergunakan oleh Jeffrey G. Williamson. Perhitungan indeks Williamson didasarkan pada
commit to user
Indeks Williamson menggunakan PDRB per kapita sebagai data dasar karena yang dibandingkan tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat kemakmuran antar kelompok. Hasil pengukuran dari nilai Indeks Williamson ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < VW < 1, jika indeks Williamson semakin mendekati angka 0 maka semakin kecil ketimpangan pembangunan ekomoni dan jika indeks Wlliamson semakin mendekati angka 1 maka semakin melebar ketimpangan pembangunan ekonomi.
d. Penyebab Ketimpangan Pembangunan antar Daerah
Menurut Sjafrizal (2008) Faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah sebagai berikut :
1) Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam.
Penyebab pertama yang mendorong timbulnya ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan sumber daya alam pada masing-masing daerah. Perbedaan kandungan sumber daya alam jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumberdaya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil dapat memproduksi barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah, sehingga pertumbuhan ekonominya lebih lambat. 2) Perbedaan Kondisi Demografis
Kondisi demografis yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat
commit to user
Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Daerah yang kondisi demografisnya kurang baik maka hal ini akan menyebabkan relatif rendahnya produktivitas kerja masyarakat setempat yang menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi penanaman modal sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi lebih
rendah.
3) Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa
Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi sontan. Mobilitas tersebut apabila kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual kedaerah lain yang membutuhkan, begitu pula dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat membutuhkan. Ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.
4) Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah.
Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat, begitu pula konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah
relatif rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadi pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat setempat.
5) Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah.
commit to user
tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat pula mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi, sebaliknya terjadi bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk kesuatu daerah ternyata lebih rendah.
e. Penanggulangan Ketimpangan Pembangunan Daerah
Menurut Sjafrizal (2008) Upaya pemerintah baik pusat maupun daerah yang dapat dilakukan dalam rangka penanggulangan ketimpangan
pembangunan antar daerah adalah sebagai berikut : 1) Penyebaran Pembangunan Prasarana Perhubungan
Upaya untuk mendorong kelancaran mobilitas barang dan faktor produksi antar daerah dapat dilakukan melalui penyebaran pembangunan prasarana dan sarana perhubungan keseluruh pelosok wilayah. Prasarana perhubungan yang dimaksudkan disini adalah fasilitas jalan, terminal dan pelabuhan laut guna mendorong proses perdagangan antar daerah. Jaringan dan telekomunikasi juga sangat penting untuk dikembangkan agar tidak ada daerah yang teriolir dan tidak dapat berkomunikasi dengan daerah lainnya. Pemerintah perlu pula mendorong berkembangnya sarana perhubungan seperti perusahaan angkutan dan fasilitas telekomunikasi, bila hal ini dapat dilakukan, maka ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas faktor produksi, khususya invetasi akan dapat lebih diperlancar.
2) Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan.
Proses transmigrasi dan migrasi spontan dapat menanggulangi ketimpangan pembangunan, melalui program ini kekurarngan tenaga kerja yang dialami oleh daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga
commit to user 3) Pengembangan Pusat Pertumbuhan
Kebijakan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah melalui pengembangan pusat pertumbuhan (growth poles) secara tersebar. Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena pusat pertumbuhan menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi secara sekaligus. Aspek konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan masih terus
mempertahankan tingkat efisiensi usaha yang sangat diperlukan untuk pengembangan usaha terebut. Aspek desentralisasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan antar daerah dapat dilakukan sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi.
4) Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi maka aktifitas pembangunan daerah, termasuk daerah terbelakang akan dapat lebih digerakkan karena ada wewenang yang berada pada pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Adanya kewenangan tersebut, maka berbagai inisiatif dan aspirasi masyarakat untuk menggali potensi daerah akan dapat lebih digerakkan, bila hal ini dapat dilakukan maka proses pembangunan daerah secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat pula dikurangi. Melalui kebijakan ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan didaerahnya masing-masing. Setiap daerah diberikan Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumberdaya Alam, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan
commit to user f. Hipotesis Kuznets
Simon Kuznets dalam MP Todaro, (2006 ) mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk (ketimpangan membesar), namun pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatan akan membaik. Observasi inilah yang kemudian dikenal sebagai kurva Kuznets “U-terbalik” (Hipotesis Kuznets). pembuktian hipotesis Kuznets dilakukan dengan membuat grafik antara pertumbuhan PDRB dengan indeks ketimpangan (Indeks Williamson). Jika kurva yang dibentuk oleh
hubungan antara variabel tersebut menunjukkan kurva U-terbalik, maka hipotesis Kuznets terbukti bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi terjadi ketimpangan yang membesar dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, namun pada suatu waktu ketimpangan akan menaik dan demikian seterusnya dan akan membentuk kurva U terbalik seperti gambar berikut :
Gambar 1. Kurva U Terbalik Sumber : Sjafrizal (2008)
Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern, seiring dengan perkembangan sebuah negara dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Di samping itu, imbalan yang diperoleh dari investasi di sektor
Kurva U terbalik Indeks Williamson