• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keunggulan Komparatif Lada Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Keunggulan Komparatif Lada Indonesia

Analisis keunggulan komparatif dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat keunggulan komparatif lada Indonesia di negara tujuan eskpor utama. RCA (Revealed Comparative Advantage) digunakan sebagai alat analisis untuk melihat keunggulan komparatif lada Indonesia di negara tujuan ekspor utama. Jika nilai RCA lebih besar dari satu (RCA > 1) maka Indonesia mempunyai keunggulan komparatif pada komoditas lada. Nilai RCA lebih besar dari satu, mempunyai arti rasio nilai ekspor lada terhadap produk ekspor total dari Indonesia lebih besar daripada nilai rasio total ekspor lada ke dunia terhadap nilai total ekspor seluruh komoditi dunia. Sebaliknya, jika nilai RCA lada kurang dari satu (RCA < 1) maka Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif pada komoditas lada.

Nilai RCA lada Indonesia di lima negara tujuan ekspor utama yaitu Vietnam, India, Amerika Serikat, Jerman dan Singapura selama sepuluh tahun pada periode 2010 sampai dengan 2019 dapat digunakan untuk melihat tren perkembangan nilai

86 lada Indonesia di pasar Internasional, apakah memiliki tren yang dimiliki cenderung positif atau meningkat di setiap tahunnya, atau memiliki tren yang cenderung negatif atau menurun di setiap tahunnya, atau memiliki tren yang cenderung stagnan atau stabil di setiap tahunnya. Tabel 15 rata-rata nilai RCA lada Indonesia di lima negara tujuan ekspor utama.

Tabel 15. Rata-Rata RCA Lada Indonesia

Tahun Rata-Rata Nilai RCA

Vietnam India Amerika Serikat Jerman Singapura

2010 29,33 7,73 17,52 35,43 11,29

Pada Tabel 15 dapat diketahui bahwa lada Indonesia pada kelima negara tujuan ekspor utama memiliki tren yang negatif dimana nilai RCA lada Indonesaia cenderung mengalami penurunan selama periode sepuluh tahun terakhir yaitu pada tahun 2010-2019. Meskipun memiliki tren yang negatif rata-rata nilai RCA lada Indonesia pada kelima negara tujuan ekspor utama memilki rata-rata nilai RCA lebih dari satu dimana berarti bahwa Indonesia mempunyai keunggulan komparatif pada komoditas lada di lima negara tersebut. Keunggulan komparatif yang dimilki oleh lada Indoensia yaitu jumlah produksi lada Indoensia yang cukup besar diabndingkan dengan negara lainnya.

87 Jika dilihat pada penelitian mengenai keunggulan komparatif lada sebeumnya pada penelitian yang dilakukan oleh Susilawati (2017) diketahui bahwa nilai RCA lada Indonesia di lima negara tujuan ekspor yaitu Vietnam, India, Amerika, Jerman dan Singapura pada penelitian tersebut memiliki rata-rata nilai RCA lebih dari satu, berarti dalam penelitian tersebut lada Indonesia juga mempunyai keunggulan komparatif di lima negara tujuan utama. Pada penelitian Susilawati pada tahun 2017, pada kelima negara tujuan utama lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif dengan rata-rata nilai RCA Vietnam yaitu sebesar 25,09; India sebesar 7,32; Amerika sebesar 21,75; Jerman sebesar 21,84; dan Singapura sebesar 8,14.

5.2.1 Keunggulan Komparatif Lada Indonesia di Vietnam

Pada periode 2010-2019 dapat dilihat dari tren perkembangan nilai RCA lada Indonesia di negara Vietnam memiliki tren yang cenderung menurun selama sepuluh tahun terakhir. Lada Indonesia di Vietnam memiliki rata-rata nilai RCA sebesar 42,09. Pada periode tahun 2012, 2015 dn 2016 nilai RCA lada Indonesia di Vietnam mengalami kenaikan, sedangkan pada periode tahun yang lainnya nilai RCA mengalami penurunan hingga pada tahun 2019 niai RCA lada Indonesia di Vietnam sebesar 28,60.

Nilai rata-rata RCA lada Indonesia di lima negara tujuan ekspor utama tertinggi adalah negara Vietnam dengan rata-rata nilai RCA sebesar 42,09. Vietnam sendiri merupakan negara eksportir dan produsen lada utama di dunia. Vietnam menempati urutan kedua sebagai eskportir lada terbesar di dunia. Pada tahun 2019 nilai ekspor lada Vietnam mencapai USD 682.629 jauh lebih besar dari nilai ekspor lada Indonesia yang hanya mampu mencapai angka USD 150.551 di tahun yang sama

88 hal ini karena meskipun Vietnam memiliki luas areal produksi yang lebih rendah dari Indonesia, justru Vietnam lebih memilki volume produksi dan produktivitas lada yang lebih tinggi dari Indonesia karena adanya perbedaan dalam pengembangan sistem perkebunan lada di Vietnam adalah milik pemerintah sehingga memudahkan pihak petaninya dalam mengusahakan produksi dan produktivitas komoditas lada di Vietnam khususnya untuk masalah permodalan.

Hal tersebut berbeda dari sistem pengelolaan perkebunan lada milik Indonesia yang hampir 99% adalah perkebunana milik rakyat sehingga dalam meningkatkan produksi dan produktivitasnya petani lada Indoensia kesulitan dalam bidang permodalan dan teknologi untuk menigkatkan kuantitas dan kualitas ladanya meskipun dengan luas lahan yang lebih besar (Arzila, 2019:03).

Penurunan ekspor (Tabel 4) terjadi karena rata-rata harga lada di pasar Vietnam mengalami penurunan setiap tahunnya. Meskipun begitu Vietnam masih melakukan impor lada dari Indonesia untuk diekspor kembali ataupun digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, seperti yang dipaparkan CBI (2019) dalam Jannah dkk. (2019:112) bahwa terdapat isu mengenai lada produksi Vietnam yang dikatakan menggunakan pupuk anorganik sehingga agar lada produksi Vietnam dapat lolos ekspor mereka mencampurkan lada yang telah diproduksi dengan lada yang diimpor dari Indonesia sehingga dapat lolos ekspor ke negara tujuan utamanya.

Adanya CEPT-AFTA juga menjadi peluang bagi Indonesia dalam meningkatkan ekspor lada Indonesia ke Vietnam, AFTA (ASEAN Free Trade Area) dibentuk pada Konsferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-4 di Singapura pada tahun

89 1992 yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan ASEAN.

AFTA diwujudkan dengan persetujuan dasar tentang tarif preferensi efektif bersama atau Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yaitu penurunan tarif secara bertahap sesuai mekanisme skema CEPT. Mekanisme CEPT dapat berdampak terhadap ekspor komoditi pertanian unggulan Indonesia termasuk lada.

Negara tujuan utama ekspor lada Indonesia lainnya bukanlah negara-negara ASEAN namun Vietnam dan Singapura merupakan negara tujuan utama ekspor lada Indonesia yang paling potensial di kawasan ASEAN (Setiawan dan Sugiarti, 2016:213).

5.2.2 Keunggulan Komparatif Lada Indonesia di India

Pada negara tujuan utama yang kedua yaitu di negara India, lada Indonesia memiliki tren yang cenderung negatif dengan nilai RCA rata-rata sebesar 5,67 dan dapat dilihat bahwa pada tahun 2019 nilai RCA negara India naik dari tahun sebelumnya menjadi 5,51.

Rata-rata nilai RCA lada Indonesia yang paling rendah dari lima negara tujuan ekspor utama adalah India dengan rata-rata nilai RCA sebesar 5,67. Lada Indonesia mememiliki keunggulan komparatif di India dengan nilai RCA lebih dari satu.

Seperti Vietnam, India juga merupakan negara produsen dan eksportir lada utama di dunia. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa produksi lada India mengalami fluktuasi.

India juga merupakan negara kedua dengan luas tanaman menghasilkan lada terbesar di dunia dengan kontribusi sebesar 24,52% (Pusdatin Pertanian, 2019:31).

Mengacu pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa nilai RCA lada Indonesia di india memiliki tren yang negatif atau cenderung menurun, hal ini berbanding lurus

90 dengan nilai ekspor lada Indonesia ke India selama sepuluh tahun terakhir yaitu pada periode tahun 2010-2019 dimana nilai ekspor lada Indonesia ke India cenderung menurun. Berikut pada Tabel 16 disajikan nilai impor lada India pada tahun 2010-2019.

Tabel 16. Nilai Impor Lada India

Tahun Negara

Sri Lanka Vietnam Indonesia

2010 20.343 17.800 8.260

2011 19.523 30.301 17.920

2012 37.499 31.832 31.966

2013 47.359 30.002 15.979

2014 49.093 88.886 24.997

2015 90.485 72.361 25.719

2016 47.994 77.205 47.425

2017 74.924 56.370 21.619

2018 69.395 36.290 17.375

2019 34.952 30.992 15.030

Sumber: Trademap (2020:1)

Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa ekspor lada Indonesia selain cenderung mengalami penurunan dalam sepuluh tahun terakhir, nilai ekspor lada Indonesia ke India juga masih dibawah nilai ekspor lada Vietnam dan Sri Lanka. Penurunan ekspor (Tabel 4) terjadi karena rata-rata harga lada di pasar India mengalami penurunan setiap tahunnya. Vietnam dan Sri Lanka sendiri juga diketahui merupakan negara produsen dan eksportir lada dunia. Meskipun memilki tren nilai RCA yang cenderung menurun, lada Indonesia memilki keunggulan secara komparatif di India, hal ini dapat dilihat dari nilai RCA lada Indonesia di India pada periode sepuluh tahun terakhir yaitu pada tahun 2010-2019 dimana rata-rata nilai RCA lada indonesia di India memiliki nilai lebih dari satu.

91 Secara historis, Indonesia dan India memiliki kedekatan kultural sehingga berpotensi untuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan ekonomi dan perdagangan khususnya mulai muncul seiring dengan adanya upaya kerja sama antara negara-negara ASEAN dan Asosiasi Kerja Sama Regional Asia Selatan (South Asian Association for Regional Cooperation) untuk menuju kerja sama yang lebih luas di wilayah Asia, sehingga lada Indonesia masih memilki potensi yang cukup besar di India.

5.2.3 Keunggulan Komparatif Lada Indonesia di Amerika Serikat

Pada negara tujuan utama yang ketiga yaitu di negara Amerika Serikat memiliki tren yang cenderung negatif selama sepuluh tahun terakhir dengan rata-rata nilai RCA sebesar 9,71, hal ini juga dapat terlihat pada tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2017-2019 dimana pada periode tiga tahun tersebut nilai RCA Amerika Serikat terus mengalami penurunan hingga mencapai nilai RCA yang paling rendah selama sepuluh tahun terakhir yaitu sebesar 2,43.

Tren yang cenderung negatif selama sepuluh tahun terakhir pada nilai RCA lada Indonesia tahun 2010-2019 di Amerika Serikat disebabkan oleh hilangnya pangsa pasar lada Indonesia di Amerika Serikat karena pasar lada Amerika Serikat di dominasi oleh lada Vietnam dan India yang memiliki kuantitas impor lada yang jauh lebih banyak daripada lada Indonesia yang hasil produksi ladanya belum mampu melampaui hasil produksi lada Vietnam. Lada Indonesia 99% di produksi di lahan perkeunan rakyat, petani lada juga masih banyak yang menggunakan tanaman lada yang sudah tidak produktif karena kurangnya modal untuk usahatani sehingga kuantitas lada yang dihasilkan saat panen tidak dapat memenuhi

92 kebutuhan domestik dan kebutuhan untuk diekspor ke negara maju seperti Amerika serikat.

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa tren volume impor lada Indonesia di pasar Amerika Serikat cenderung negatif. Pada tahun 2014 Indonesia yang tadinya menempati posisi tiga besar importir lada di pasar Amerika Serikat turun menjadi posisi empat hal ini terjadi akibat perubahan komposisi volume impor lada Indonesia di pasar Amerika Serikat yaitu karena pada tahun tersebut Amerika Serikat lebih banyak meningkatkan komposisi impor lada dari Vietnam, India dan Brazil dibanding dari Indonesia. Selain itu pada tahun selanjutnya hingga tahun 2019 volume impor lada Indonesia di pasar Amerika Serikat cenderung semakin menurun, sehingga posisi Indonesia sebagai importir lada di pasar Amerika yang sebelumya tiga besar pada tahun 2010-2013 menjadi posisi delapan di tahun 2018, diamana volume impor lada Indonesia di pasar Amerika berada di bawah Vietnam, India, China, Meksiko, Spanyol, Peru dan Brazil.

5.2.4 Keunggulan Komparatif Lada Indonesia di Jerman

Pada negara tujuan yang keempat yaitu di negara Jerman memiliki tren yang cenderung negatif selama sepuluh tahun terakhir, meskipun begitu nilai RCA lada Indonesia di Jerman mengalami kenaikan di tahun terakhir yaitu tahun 2019 dimana nilai RCA negara Jerman naik menjadi 28,49. Tren yang cenderung negatif selama sepuluh tahun terakhir pada nilai RCA lada Indonesia tahun 2010-2019 di Jerman disebabkan oleh hilangnya pangsa pasar lada Indonesia di pasar Jerman karena pasar lada Jerman di dominasi oleh lada Vietnam dan Brazil yang mampu mengimpor lada ke Jerman dengan volume dua kali lipat lebih banyak dari volume

93 impor lada Indonesia ke Jerman. Kurangnya nilai tambah pada produk lada Indonesia yang sebagian besar dijual dalam bentuk mentah (raw materials) juga membuat nilai impor lada Indoensia ke negara maju seperti Jerman rendah.

Hilangnya pangsa pasar produk lada Indonesia di Jerman juga disebabkan karena perbandingan total ekspor Indonesia ke negara tersebut dengan total ekspor dunia ke negara tersebut cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini menyebabkan Indonesia kehilangan pangsa pasar produk lada di pasar Jerman.

5.2.5 Keunggulan Komparatif Lada Indonesia di Singapura

Pada negara tujuan utama yang kelima yaitu di negara Singapura memiliki tren yang cenderung negatif dengan rata-rata nilai RCA sebesar 8,67. hal tersebut juga dapat dilihat pada tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2017-2019 dimana nilai RCA negara Singapura terus mengalami penurunan hingga mencapai nilai RCA terendah selama sepuluh tahun terakhir yaitu sebesar 2,40.

Tren yang cenderung negatif selama sepuluh tahun terakhir pada nilai RCA lada Indonesia tahun 2010-2019 di Singapura disebabkan oleh hilangnya pangsa pasar lada Indonesia di pasar Singapura karena pasar lada Singapura di dominasi oleh India dan Malaysia. Malaysia merupakan pesaing dalam industri lada di kawasan ASEAN, meskipun dengan nilai pangsa pasar yang berkisar sekitar 10%

dari tota nilai ekspor di pasar dunia. Namun Malaysia terus melakukan branding pada ladanya yang dikenal dengan nama “Sarawak Black” dan “Sarawak White”

mampu mengungguli lada Indonesia di pasar Singapura dengan kuantitas impor lada yang lebih tinggi dari impor lada Indonesia di Singapura .Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa tren volume impor lada Indonesia di pasar Singapura cenderung

94 negatif. Pada tahun 2012 pangsa pasar lada Indonesia di Singapura mulai tersaingi oleh Vietnam, meskipun begitu Indonesia mampu kembali menguasai pangsa pasar lada Singapura pada tahun 2016-2018 namun lada Indonesia kembali kehilangan pangsa pasar lada di Singapura pada tahun 2019, karena Singapura lebih banyak melakukan impor lada dari Vietnam, Malaysia, India dan China.