• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Pasar Lada Indonesia di Jerman

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Posisi Struktur Pasar Lada Indonesia

5.1.4 Struktur Pasar Lada Indonesia di Jerman

Pada pasar Jerman nilai rata-rata HI lada Indonesia adalah yang terendah yaitu sebesar 1424,99 dimana setiap tahunnya nilai HI berkisar di angka seribu sampai dua ribu. Nilai rata-rata HI lada Indonesia di pasar Jerman menandakan struktur pasar monopolistik. Struktur pasar monopolistik dapat diidentifikasi dengan mengetahui nilai HI lada terbesar di pasar Jernan terjadi pada tahun 2019 yaitu sebesar 2832,44 sedangkan nilai HI lada terendah di pasar Jerman terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 1236,38. Tingkat persaingan pada tahun 2019 tinggi karena jumlah eksportir pada tahun tersebut adalah tujuh puluh dua negara dengan nilai ekspor sebesar USD 187.897 lebih tinggi dari tahun 2010 dengan nilai ekspor sebesar USD 140.062. Dari tujuh puluh dua negara eksportir lada ke Jerman, eksportir terbesar adalah Vietnam, Brazil, China, Spanyol dan Indonesia.

Menurut ITPC Hamburg (2014:17-18) segala jenis produk makanan yang memasuki ke pasar Eropa harus dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Uni Eropa atau negara tujuan ekspor karena hal ini terkait dengan keamanan pangan (food safety). Persyaratan tersebut terdiri atas persyaratan legal dan non legal. Persyaratan legal atau regulasi yang dimiliki Uni Eropa berfokus pada higienitas makanan dan kemampuan untuk melacak rantai pasok makanan dari produsen (petani) hingga konsumen.Persyaratan legal merupakan syarat minimum yang harus dipenuhi oleh produk pangan untuk dapat dipasarkan di pasar Uni Eropa. Badan legislasi Uni Eropa telah menetapkan basis atau dasar penerapan

82 persyaratan legal untuk Uni Eropa, namun mungkin terdapat perbedaan pada implementasi di tiap negara terkait. Seluruh produk yang masuk ke pasar Uni Eropa harus memenuhi persyaratan yang terdapat pada General Food Law (Regulation (EC) 178/2002). Regulasi ini mengatur tentang prinsip standar dan persyaratan dalam undang-undang pangan, serta keterlacakan pangan.

Persyaratan non legal adalah persyaratan lain diluar persyaratan legal yang telah diterapkan oleh suatu negara atau wilayah perdagangan tertentu. Persyaratan non – legal merupakan standar mutu yang ditetapkan oleh industri atau perusahaan di suatu negara atau wilayah tertentu. Persyaratan ini tidak wajib untuk dipenuhi oleh eksportir, tergantung kepada pembeli dari produk yang akan di ekspor, apakah pembeli memiliki standar mutu tertentu atau tidak. Kegiatan ekspor produk rempah seperti lada dari Indonesia ke wilayah Uni Eropa/Jerman sebagian besar tidak terkena biaya tariff, akan tetapi hambatan tetap ada berupa non tarif baik berupa legal requirement maupun non legal requirement.

Terdapat kerjasama yang terjalin sejak lama antara indonesia dan Uni Eropa, terbentuknya beberapa kerangka kerjasama seperti ASIA- EUROPE Meeting (ASEM) dan Comprehensive Economic PartershipAgreement (CEPA). Kerangka kerjasama yang sudah ada adalah wadah untuk memudahkan Indonesia melakukan berbagai bentuk perdagangan internasional dengan negara-negara Uni Eropa khususnya Jerman. Kemudahan lainnya adalah diberlakukannya 0% tariff bea masuk untuk kegiatan ekspor lada dari Indonesia ke wilayah Uni Eropa atau Jerman (Arzila, 2019:6).

83 5.1.5 Struktur Pasar Lada Indonesia di Singapura

Pada pasar Singapura nilai rata-rata HI lada Indonesia yakni sebesar 2665,99 dimana setiap tahunnya nilai HI berkisar di angka 1000 sampai dengan 3000. Nilai rata-rata HI lada Indonesia di pasar Singapura menandakan struktur pasar oligopoli.

Pada struktur pasar oligopoli, sama seperti Vietnam dan India hal ini menunjukkan bahwa pada pasar Singapura, negara pengekspor lada memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi antara satu dengan yang lainnya jika terjadi perubahan output dan harga yang dilakukan oleh salah satu negara pengekspor. Nilai HI tertinggi yaitu pada tahun 2014 sebesar 3608,87 dan yang terendah sebesar 1447,79 pada tahun 2019. Tingkat persaingan pada tahun 2014 tinggi karena jumlah eksportir pada tahun tersebut adalah enam puluh sembilan negara dengan nilai ekspor sebesar USD 237.127 lebih tinggi dari tahun 2019 dengan nilai ekspor sebesar USD 20.848. Dari enam puluh sembilan negara eksportir lada ke Singapura, eksportir terbesar adalah Vietnam, Indonesia dan Malaysia.

Menurut Setnas ASEAN (2017:4) hambatan empor Singapura beberapa diantaranya yaitu:

a. Melibatkan sebuah perusahaan dagang Singapura untuk keperluan dagang.

Informasi yang lebih rinci mengenai hal tersebut bisa didapatkan dari Singapore Company Incorporation Guide.

b. Mendaftar ke bea dan cukai Singapura dan mendapatkan nomor registrasi impor.

c. Mengajukan aplikasi untuk lisensi atau permit impor yang dibutuhkan.

84 d. Membayar pajak biaya dan layanan (GST) barang yang diimpor (apabila

diperlukan)

Selain hambatan tersebut, pada produk makanan yang diekspor ke Singapura haruslah memenuhi ketentuan umum untuk labelisasi makanan sebagai berikut:

a. Nama atau keterangan makanan b. Pernyataan bahan-bahan makanan

c. Deklarasi makanan dan bahan yang diketahui dapat menyebabkan hipersensitivitas

d. Deklarasi konten bersih dalam paket makanan e. Nama dan alamat produsen importer local f. Negara asal makanan

g. Tanggal penandaan kadaluarsa

h. Laporan untuk makanan yang mengandung zat-zat manis tertentu i. Pelabelan untuk makanan tertentu

j. Pelabelan gizi

k. Label khusus untuk kategori makanan tertentu l. Laporan untuk bahan-bahan tertentu

Kerjasama dengan Vietnam dan Singapura, Indonesia ikut dalam kesepakatan dan perjanjian kerjasama ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang merupakan kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan.AFTA diluncurkan pada tahun 1992 untuk menghapuskan tariff dan mengintergrasikan negara anggota menjadibasis produksi tunggal dan pasar regional. Didalam kesepakatan tersebut terdapat sebuah skema untuk mewujudkan

85 AFTA melalui penurunan tariff hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tariff lainnya. Skema tersebut adalah Common Effective Preferensial Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA). Keikutsertaan Indonesia dalam kesepatakan AFTA memberikan peluang yang sangat baik bagi produk-produk Indonesia khususnya produk lada untuk diperdagangkan di pasar ASEAN. Salah satunya karena 99% tariff dari barang yang diperdagangkan gratis atau hanya dikenakan bea maksimum 5%, sehingga perdagangan (Arzila, 2019:6).