• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWAJIBAN MENGUBAH KEMUNKARAN

Dalam dokumen MATERI KAJIAN KMIP HADITS ARBAIN (Halaman 109-113)

Ν Ï δ ωô γ y èÎ/#sŒÎ)

KEWAJIBAN MENGUBAH KEMUNKARAN

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy berkata: Saya mendengar Rosululloh bersabda,

“Barang siapa di antara kalian melihat kemunkaran hendaknya ia mengubah dengan tangannya; jika tidak sanggup maka dengan lisannya, dan jika tidak sanggup maka dengan hatinya, itu adalah selemah-lemahnya iman.”

(Diriwayatkan oleh Imam Muslim)

Barang siapa di antara kalian melihat kemunkaran hendaknya ia mengubah dengan tangannya,

Hadits ini merupakan hadits yang berbicara tentang kaidah yang menunjukkan kewajiban untuk amar ma’ruf nahi mungkar. Di sini Rasulullah menyebutkan tentang pengingkaran kemungkaran. Barang siapa yang melihat kemungkaran, yaitu semua yang diharamkan oleh syariat walaupun mungkin di mata manusia di anggap sesuatu yang baik, maka wajib mengingkarinya. Sebaliknya, bukanlah kemungkaran sesuatu yang diizinkan oleh syariat walaupun dinilai oleh manusia sebagai sebuah kejelekan.

Kemudian Rasulullah mengatakan barang siapa yang melihat menunjukkan bahwa pengingkaran itu terhadap sesuatu yang dilihat, bukan sesuatu yang tersembunyi. Yang terlihat di sini bisa disejajarkan kedudukannya dengan yang didengar. Syarat agar bisa disejajarkan adalah kalau kemudian yang didengar tersebut sampai taraf seperti dilihat. Bukan yang didengar beritanya, yang didengar kemungkaran tersebut dan bukan prasangka. Itulah yang diingkari dengan: yang pertama dengan tangannya atau dengan kekuatannya atau kekuasaannya. Caranya dia ambil kemungkaran tersebut, kalau misalnya itu suara yang haram misalnya, alat-alat yang mengeluarkan suara yang harom diambil kemudian dihancurkan. Kalau kemudian orangnya yang melakukan kemungkaran, maka dia pegang kemudian dia tahan supaya tidak melakukan kemungkaran.

Merubah dengan tangan diperuntukkan bagi siapa saja yang memiliki kewenangan dalam bidang kemungkaran tersebut. Artinya, kemungkaran tersebut dalam batas kewenangan untuk mengingkarinya dengan tangannya. Jadi perlu diingat, terbatas pada dalam batas kewenangannya masing-masing. Yang paling luas, tentunya adalah pemerintah yang batas kewenangan pengingkarannya itu sangat luas.

Maka lebih sering dikatakan ”mengingkari kemungkaran dengan tangannya” adalah merupakan wilayah/bidangnya pemerintah, bukan bidangnya rakyat jelata dan masing-masing individu.

bagi mereka yang memiliki ilmu; yaitu bagi siapa saja mengilmui bahwa suatu perbuatan merupakan wujud kemungkaran dan dia bisa menyampaikan dengan ilmunya. Jika seorang, siapapun dia, memiliki kemampuan tersebut, maka dia berkewajiban untuk mengingkari kemukaran dengan lisannya. Maka, inkarul munkar dalam tataran yang luas itu fardlu kifayah; dalam arti dalam wilayah yang terdapat tingkatan-tingkatan manusia, seperti pemerintah, ulama, dan rakyat jelata. Dan dalam tataran yang sempit itu fardlu ‘ain, dalam arti fardlu ‘ain, sesuai dengan kadar kemampuannya masing-masing atau sesuai dengan wilayahnya masing-masing.

Bagi rakyat jelata yang tidak mempunyai ilmu untuk mengingkari dengan lisannya, dia tidak tahu tentang dalil bahwa suatu kemungkaran merupakan kemunkaran karena mengingkari kemungkaran membutuhkan hujjah, butuh disampaikan padanya bahwasanya itu mungkar berdasarkan firman Allah atau hadits Nabi , karena bisa jadi dia melakukan kemungkaran tersebut dalam keadaan dia tidak mengetahui bahwasanya itu mungkar, kecuali perkara yang memang antara kita dan dia paham bahwasanya itu adalah kemungkaran,22 maka orang tersebut membutuhkan dalil yang berfungsi sebagai pengingat. Jika si pelaku tidak mengetahui bahwa yang dia lakukan adalah kemungkaran sedangkan pengingkar mengetahui bahwa yang dilakukan pelaku adalah kemungkaran, maka hendaklah pengingkar membawakan dalil. Selain itu, dibutuhkannya hujjah ini karena bisa jadi orang melakukan kemungkaran dalam keadaan dia tidak mengetahui bahwa itu adalah kemungkaran.23

dan jika tidak sanggup maka dengan hatinya, itu adalah selemah-lemahnya iman.

Bagi rakyat jelata yang tidak memiliki ilmu, atau bukan kapasitasnya untuk mengingkari dengan lisannya, maka dia cukup mengingkari dengan hatinya. Dan pengingkaran dengan hati adalah pengingkaran yang merupakan wujud keimanan yang paling lemah.

Jangan dipahami di sini, bahwasanya orang yang mengingkari dengan hati adalah orang yang paling lemah imannya. Hadits ini sedang membicarakan tentang selemah-lemah iman adalah mengingkari dengan hati. Jadi tidak ada iman pada diri seseorang kalau hati tidak mengingkarinya.

Mengingkari dengan hatinya adalah menyakini keharoman kemungkaran tersebut sebab seseorang yang tidak meyakini haromnya sebuah kemungkaran yang sudah sampai kepadanya hujjah tentang kemungkaran tersebut, maka kafirlah dia. Itulah maksudnya bahwasanya mengingkari dengan hati adalah serendah-rendahnya iman. Dan masing-masing dari orang yang mengingkari dengan hatinya bisa jadi merupakan orang yang kuat imannya. Jadi, pengingkaran dengan hati itu sudah iman yang paling lemah. Serendah-rendahnya iman adalah

22 Misalnya dalam persoalan kemungkaran A, pelaku dan pengingkar sama-sama mengetahui bahwa hal itu adalah kemungkaran.

23 Sederhananya, dalil dibutuhkan oleh pengingkar munkar karena: pertama, menunjukkan kemunkaran harus dengan dalil untuk menguatkan, kedua, orang yang diingkari tidak tahu bahwa hal tersebut merupakan kemunkaran.

mengingkari dengan hati. Adapun orang yang mengingkari dengan hati itu tidak otomatis bahwasanya dia imannya lemah, sebab Alloh telah berfirman

( #θà)¨?$$sù © !$# $tΒ ÷ Λä⎢÷èsÜtFó™$# ... ∩⊇∉∪

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu … (at-Taghoobuun[64]: 16)

Kalau memang batas kemampuan seseorang berada dalam wilayah mengingkari dengan hatinya, maka dia orang kuat. Hal ini dikarenakan dia tidak meningkari dengan lisan atau tangannya bukan karena malas, tetapi memang bukan wewenangnya dia mengingkari dengan lisannya atau dengan tangannya.

Jadi ”selemah-lemah iman” berbicara tentang kadar iman yang paling rendah yang ditunjukkan dengan mengingkari dengan hati. Yang lebih rendah dari mengingkari dengan sudah tidak ada lagi. Maka kemudian, jika ada seseorang mampu mengingkari dengan tangannya, kemudian dia tidak mengingkari dengan tangannya; mampu mengingkari dengan lisan tetapi tidak mengingkari dengan lisannya, maka dia meninggalkan kewajiban iman. Demikian juga orang yang mampu mengingkari dengan lisannya, dan dalam hal itu menjadi kewajiban dia untuk mengingkarinya dan dia tidak mengingkarinya kecuali dengan hatinya, maka dia telah meninggalkan kewajiban iman.

Kemudian, perlu dibedakan antara inkar mungkar dengan nasehat. Inkar mungkar itu kalau dia melihat dengan matanya, atau mendengar dengan telinganya sampai kedudukan yang sama dengan dia melihat dengan matanya, maka dia wajib mengingkari kemungkaran tersebut sesuai dengan batas kemampuannya tadi.

Adapun nasehat, ini lebih luas cakupannya, tercakup di dalam nasehat adalah inkar mungkar. Maka sesuatu yang tidak tampak kemunkarannya namun kita dengar berita tentang hal tersebut, kemudian kita menemui orang yang melakukan kemunkaran yang kita dengar dari berita yang tsiqoh dan bermaksud untuk kebaikan, kemudian kita nasehati, maka inilah namanya nasehat. Jadi pengertian nasihat adalah kita bisa datangi pelaku kemunkaran dalam keadaan dia tidak sedang melakukan kemungkaran.24 Perbedaannya, nasehat bisa dilakukan saat perbuatan kemunkaran sudah selesai dilakukan, sedangkan inkar munkar dilakukan saat perbuatan tersebut dilakukan.

Dalam merubah sebuah kemungkaran, harus diingat agar perubahan tersebut tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih besar.

Hal ini dirinci dalam empat kasus:

Pertama, merubah kepada kemungkaran yang lebih besar, maka itu haram hukumnya diingkari.

Kedua, berpindah kepada keadaan yang lebih baik, maka ini hukumnya wajib.

24 Dia tidak sedang melakukan kemungkaran namun diingatkan untuk tidak melakukan kemungkaran. Saya dengar antum telah melakukan demikian dan demikian, dan itu mungkar, itu batil, itu tidak boleh.

pengingkaran yang dibutuhkan ijtihad. Kadang dibiarkan saja karena pembiaran itu lebih benar daripada diingkari. Atau kadang diingkari itu lebih benar daripada dibiarkan. Hal ini dilakukan kalau diduga kuat akan berpindah kepada bentuk lain yang kurang lebih sama nilainya sama dengan kemungkaran yang sedang dilakukan.

Keempat, dan jika berpindah kepada kemungkaran lain yang belum jelas besar kecilnya, maka hukum pengingkarannya haram, karena bisa jadi berpindah kepada yang lebih besar. Kita mengingkari tetapi tidak tahu nanti kalau diingkari apa nasibnya: apakah akan justru melakukan yang lebih besar atau justru yang lebih kecil. Maka keadaan yang semacam ini menuntut kita membiarkan kemunkaran tersebut juga dibiarkan saja.

Oleh karena itu, maka keliru dan salah orang yang dia mengingkari kemungkaran dengan tangannya pada bidang-bidang yang bukan wewenangnya. Itu menyelisihi manhaj yang shohih, dan secara umum mengingkari kemungkaran yang dlahir dengan tangannya, dengan kekuatan dan itu bukan pada bidang kewenangannya, akan menimbulkan madharat yang lebih besar, akan menimbulkan kekacauan.

Sebagai contoh, sebuah kampung sepakat untuk tidak memelihara televisi kemudian ada yang nekat memelihara televisi dan menontonnya, dalam artinya menonton dan kemudian diketahui. Bagaimana kalau kemudian kita menyita televisi tersebut? Bukankah itu kemungkaran? Sepakat itu kemungkaran, kemudian disita karena akan merusak generasi yang ada di lingkungan tersebut, karena anak-anak akan melihat, akan cerita, dan sebagainya. Apakah hal ini diperbolehkan? Maka, jawabannya adalah tidak boleh karena itu bukan wewenang rakyat jelata. Penyitaan wewenang pemerintah. Maka kita mesti bersabar kepada yang nekat. Dan demikian semestinya. Jadi kita bersabar terhadap kemungkaran yang ada, yang dilakukan oleh masyarakat; yang bukan wewenang kita untuk merubah dengan tangan. Kemampuan yang memungkinkan adalah merubah dengan lisan, yaitu dengan memberikan nasehat atau dengan menegurnya Pak, itu tidak boleh karena begini dan begitu misalnya. Itupun dengan catatan tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Allahua’lam.

HADITS KE-35

Dalam dokumen MATERI KAJIAN KMIP HADITS ARBAIN (Halaman 109-113)