• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTEKS MODERNISASI PONDOK PESANTREN DI LAMPUNG

2. KH. Ahmad Shodiq

Sebelum hijrah ke Lampung, KH. Ahmad Shodiq menuntut ilmu di Pondok Pesantren Darussalamah yang berada di desa Sumber Sari, Pare, Kediri Jawa Timur yang dirintis oleh KH. Imam Faqih Asy’ari, yang merupakan murid dari KH. Hasyim Asy’ari pendiri organisasi Nahdlatul Ulama.46 Di samping itu KH. Ahmad Shodiq juga menuntut ilmu Al-Qur’an dengan Ky. Munawir Krapyak Yogyakarta. Sebelum berangkat ke Lampung, KH. Ahmad Shodiq juga pernah membantu mengajar di Pondok Pesantren Darussalam yang diasuh oleh guru beliau KH. Imam Faqih Asy’ari.

Ketika menginjakkan kaki di Lampung, pada pertengahan Mei 1964, setelah sekitar setahun berada di Lampung beliau kembali lagi ke Jawa untuk nyantri guna menambah wawasan keilmuan. Barulah pada tanggal 15 November 1965 beliau mengajak serta orang tuanya untuk tinggal di Lampung. Pada masa awal mukimnya di Lampung beliau tidak langsung mendirikan pesantren. Langkah pertama yang dilakukannya adalah berusaha menyelami keberadaan masyarakat pada lapis bawah. Kerusakan moral yang terjadi di wilayah Brajadewa Way Jepara Lampung Timur pada saat itu menjadi pilihan utama untuk dibenahi oleh KH. Ahmad Shodiq. Metode adaptasi yang baik merupakan metode pilihan yang digunakan, sehingga tak jarang KH. Ahmad Shodiq terjun langsung ke tempat perjudian untuk berusaha mengajak ke jalan yang benar.47

46Pesantren Tebu Ireng didirikan pada tahun 1317 H/ 1901 M. terletak di Jombang Jawa Timur Lahir pada masa penjajahan rupanya mendapat tantangan yang kuat dari Belanda. Sehingga dalam pelaksanaan pendidikannya selalu mendapat tekanan, baik teror fisik maupun mental, bahkan pada suatu ketika terjadi pertumpahan darah antara pasukan Belanda dan para santri Tebu Ireng. Dari pesantren inilah lahir pesantren-pesantren turunannya yang cukup mewarnai khazanah kepesantrenan di Indonesia. Abdul Rosyad Shiddiq,KH. Hasyim Asy’ari,(Jakarta: Cita Putra Bangsa, 2007), h. 12

47Team Redaksi Memori 2007,

Situasi geo-politik Indonesia yang pada masa itu sedang bergolak akibat manuver-manuver yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia dengan segala ormas-ormas yang ada di bawahnya menuntut KH. Ahmad Shodiq untuk berperan aktif dalam menangkal serangan-serangan yang dilakukan PKI kala itu.48 Pada saat itu beliau sempat didaulat menjadi anggota Pertahanan Sipil/ Hansip yang bertugas menjaga pertahanan dan keamanan di lapis paling bawah. 49 Barulah pada pertengahan Januari 1966 KH. Ahmad Shodiq menanggalkan baju hansipnya untuk berkonsentrasi pada pembinaan agama melalui jalur pendidikan.

Sebagaimana lazimnya pondok pesantren salafiyah yang lahir dari masyarakat tradisional, langkah pertama yang dilakukan oleh KH. Ahmad Shodiq adalah membangun sebuah mushola untuk kegiatan sholat wajib berjamaah. Musholla ini beliau dirikan pada tanggal 18 Juni 1966 yang pada saat itu jumlah santri beliau baru berjumlah 7 orang. Sebagaimana halnya dengan KH. Muhammad Adnan RRJ, pengaruh kuat yang menjadikan Pondok Pesantren Darussalamah menjadi berkembang cepat adalah karena KH. Ahmad Shodiq juga menjadi guru mursyid tareqat yang cukup berpengaruh.

Kombinasi antara guru mursyid di satu sisi dan guru fiqh di lain pihak menjadikan KH. Ahmad Shodiq sebagai tokoh yang menjadi panutan. Sehingga untuk pengembangan pondok pesantren beliau tidak harus mengadakan promosi-misal membuat brosur, atau yang lainnya- akan tetapi cukup dengan pengaruhnya yang kuat dan mengakar pada anggota jamaah tareqat. Tradisi rutin yang cukup berpotensi mengembangkan dan melestarikan pengaruhnya antara lain adanya

48 Informasi tentang Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ormas-ormasnya khusus di wilayah Lampung sulit ditemukan, mengingat pada saat itu bias dipastikan di wilayah Lampung belum ada surat kabar lokal yang mampu merekam kejadian pada saat itu. Oleh sebab itu dalam hal ini cerita dari mulut ke mulut (oral history) menjadi bahan rujukan penulis. Ustadz Darori Ahmad (Putra KH. Ahmad Shodiq),Wawancara, tanggal 23 Juni 2008

49Team Redaksi Memori 2007,

peringatan haul Syaikh Abdul Qodir al-Jailani Sang Guru Mursyid50 yang begitu diagungkan. Pelaksanaannya biasanya dilakukan setiap tanggal 12 Rabi’ul Awal di setiap tahun. Sukses dan tidaknya acara ini, bila dilihat dari sisi jumlah jamaah yang datang juga dipengaruhi oleh siapa muballigh yang memberikan tausiah pada acara tersebut. Seperti yang dilaksanakan pada tahun 2008 ini, bertepatan dengan tanggal 19 April sementara muballigh yang diundang adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Mantan Ketua Tanfidyah Pusat Nahdlatul Ulama. Sepanjang pengetahuan penulis ketika berkunjung ke Pondok Pesantren Darussalamah pelaksanaan haul ini seolah-olah merupakan acara yang begitu penting. Tidak hanya untuk santri, namun juga untuk jamaah tareqat, sebagai ajang silaturahmi antara jamaah yang dalam hal ini sebagai murid tareqat dan kyai sebagai guru mursyid tareqat.51

Dalam acara haul ini pula diadakan ritual-ritual tareqat, misal istighosah, tahlil, dan sebagai acara puncak adalah pengajian akbar. Melalui haul ini jalinan silaturahmi antara kyai-jamaah, kyai-alumni pesantren berlangsung. Terlebih lagi apabila alumni juga menjadi jamaah tareqat pimpinan kyainya, maka hubungan antara kyai-santri akan tetap terjaga. Pada acara haulini biasanya akan diadakan pula berbagai acara yang bertujuan untuk menampilkan kreatifitas santri di samping itu juga untuk ajang show up bagi para pengunjung yang datang ke

50Nama lengkapnya adalah Abu Shalih Sayyidi ‘Abdul Qadir ibn Musa ibn ‘Abdullah ibn Yahya az-Zahid ibn Muhammad ibn Dawud ibn Musa ibn Jun ibn ‘Abdullah Mahdhi ibn al-Hasan al-Mutsanna ibn al-al-Hasan ibn Ali bin Abi Thalib. Terkenal dengan nama Jailani sebenarnya adalah ‘Abdul Qâdir al-Jîlanî yang lahir pada tahun 470 H, dan wafat pada tahun 561 H dan dimakamkan di Baghdad Irak. Jîlan adalah sebuah nama daerah di Baghdad, dan menjadi suatu kelaziman menyantumkan nama daerah asal di belakang nama. Banyak orang yang secara khusus mengarang kitab tentang perjalanan hidupnya (biografi/ manaqib). Dan manaqib inilah yang umumnya dibaca pada perayaanhauldan acara-acara tertentu.Al-Ghuniyyah li tâlibi tariq al-Haq,

Abdul Qâdir al-Jîlanî, Nunu Burhanuddin (pen) (Jakarta: Sahara Publiser, 2004), h. 5 51 Perayaan

haul ini seolah menjadi hal yang penting bagi jamaah tariqah, karena itu sudah menjadi agenda tahunan menghadiri haul tersebut setahun sekali. Ki. Dahlan Rasyid (anggota jamaah tariqah),Wawancara,tanggal 17 Juni 2008

pesantren mengingat rangkaian acaranya biasanya lebih dari dua hari.52 Sesuatu yang menarik lagi biasanya pada acara tersebut terdapat pasar malam di area pondok pesantren yang makin menambah ramai suasana.53