• Tidak ada hasil yang ditemukan

PONDOK PESANTREN ROUDLOTUL QUR’AN DALAM WACANA MODERN

A. Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an Masa Awal

Sebelum kebijakan modernisasi dijalankan pesantren dalam hal-hal tertentu sebenarnya sudah mempunyai identitas tersendiri yakni sebagai pondok pesantren yang mempunyai spesialisasi pada penghafalan Al-Qur’an (tahfîz al-Qur’an) dan mempunyai santri yang secara khusus memang ingin memperdalam Al-Qur’an. Dengan spesialisasi ini memungkinkan untuk pesantren dapat membina santri secara baik sesuai dengan keinginan santri belajar di Pesantren Roudlotul Qur’an. Maka pada saat itu para santri tidak hanya berasal dari kalangan anak muda saja, akan tetapi yang sudah berkeluarga pun juga menyempatkan diri untuk mengaji.1

Manajemen yayasan kendati belum terprogram secara baik, namun sudah mampu memberikan sumbangan yang tidak sedikit bagi keberlangsungan Pondok Pesantren secara umum.2 Meskipun pada saat itu figur sentral kyai pengasuh pesantren masih sangat dominan. Akan tetapi dominasi kyai tersebut pada saat itu cenderung dapat diterima oleh berbagai kalangan. Hal ini dikarenakan kharisma kyai yang masih cukup menonjol.3 Maka eksistensi pesantren saat itu lebih

1Kenyataan seperti ini memang hal yang lazim terjadi di pesantren-pesantren tahfîz al-Qur’an, motif dari para santri yang sudah berkeluarga ini umumnya mereka yang pernah mondok di tempat lain baik yang memang sudah hatam maupun yang belum. Bagi yang sudah hatam pengajian ini dipergunakan sebagai media untuk mengulang kembali hafalan-hafalannya agar tidak lupa. Dan bagi santri yang belum hatam, hal ini merupakan usaha untuh mentashîh hafalan-hafalannya. Muhammad Qodam Siddiq (alumni santri Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an)

Wawancara, tanggal 29 Maret 2008

2Struktur yang ada pada yayasan baru terdapat lima komponen personalia yang terdiri atas : Pembina Yayasan, Ketua Yayasan, Sekretaris Yayasan, Bendahara Yayasan, dan ditambah satu Pengawas Yayasan, sebagaimana yang tertera dalam Akte Notaris Pendirian Yayasan.

Dokumentasi Akte Notaris Yayasan.

3Peran kyai pengasuh bisa diterima mengingat saat itu santri cukup homogen, yaitu hanya mereka yang memang ingin mendalami tahfîz al-Qur’an, sehingga pengelolaannya belum

dikarenakan kharisma bukan karena manajemen pembelajaran yang sudah tertib. Hal ini berkelanjutan hingga tiga tahun awal pendirian pesantren.

Besarnya sumbangan dari para donatur yang mempercayakan dananya untuk dikelola kyai dan para pembantunya membuat roda pembangunan Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an tetap berjalan,4kendati para donatur tidak dikelola dengan tertib dengan membentuk semacam badan donatur atau badan wakaf seperti yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Darussalam Gontor.5

Motivasi para donatur untuk memberikan dana ini juga disebabkan oleh keinginan mereka untuk mewujudkan sebuah model pesantren yang dapat mengembangkan Al-Qur’an yang pada saat itu jumlah pesantren tipe itu masih sangat jarang. Meskipun ada di pesantren-pesantren, akan tetapi pembelajaran pada sebuah pondok pesantren, biasanya hanya bersifat komplementer. Hal ini juga terjadi di Pondok Pesantren Tri Bhakti Attaqwa, Raman Utara Lampung Timur, Pondok Pesantren Miftahul Falah Mataram Baru Lampung Timur, Pondok Pesantren Nurul Ulum Kota Gajah Lampung Tengah, Pondok Pesantren Khozinatul Ulum, Seputih Banyak Lampung Tengah, dan pesantren-pesantren lain.6

membutuhkan personal yang banyak. KH. Ali Qomaruddin SQ, Al-Hâfiz,Wawancara, tanggal 9 Desember 2007

4Donatur yang menyumbang pesantren pada umumnya karena tingkat kepercayaannya terhadap pengelolaan dana di pesantren cukup tinggi, sehingga mereka dengan penuh keikhlasan untuk menyumbangkan dananya. Hal ini dapat saja berubah kondisi manakala tingkat kepercayaan para donatur berkurang, sehingga mungkin saja bisa menghentikan sumbangannya. Hi. Ma’ruf (Donatur Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an),Wawancara, tanggal 17 November 2007

5 Pembentukan Badan Wakaf yang ada di Pondok Pesantren Darussalam Gontor merupakan lembaga tertinggi dalam pesantren dimana setiap persoalan dibicarakan dan diputuskan. Di bawah badan wakaf inilah terdapat pelaksana harian yang mengurusi seluruh kegiatan pesantren. Jajang Jahroni, Merumuskan Modernitas: Kecenderungan dan Perkembangan Pesantren di Jawa Tengah. dalam Mencetak Muslim Modern, Peta Pendidikan Islam Indonesia, Dina Afrianty (peny) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 114

6Dari awal pendirian umumnya pesantren-pesantren tersebut tidak membuka program

tahfîz al-Qur’an, namun pada generasi selanjutnya ketika salah satu keluarga/ anak dari kyai pendiri pesantren ada yang telah hafal Al-Qur’an, maka

Dengan spesialisasi tahfîz al-Qur’an ini diharapkan sistem pembelajaran dan juga metode yang digunakan lebih efisien karena tidak tercampur dengan materi pembelajaran yang lain. Sehingga misi yang diembanpun menjadi jelas bahwa out put dari Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an adalah para hâfiz dan hâfizah.7

Modernisasi yang dilakukan Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an merupakan salah satu upaya untuk memenuhi harapan masyarakat tentang lembaga pondok pesantren yang sesuai dengan tuntutan masa depan. Modernisasi dimaksudkan sebagai proses perubahan yang dilakukan sebagai upaya memaksimalkan kinerja unit-unit yang ada di pesantren, upaya ini berkelanjutan mulai dari merevisi susunan keanggotaan hingga pembentukan organisasi baru. Di samping itu modernisasi merupakan langkah antisipatif terhadap derap laju era globalisasi yang sudah tak dapat dihindari lagi.8

Di sisi lain, upaya untuk lebih memajukan pesantren, Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an berupaya melebarkan sayapnya hingga menjangkau ke luar

7Keadaan ini sama dengan apa yang terjadi di Pondok Pesantren Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA), Gunung Puyuh Sukabumi Jawa Barat yang didirikan oleh KH. Drs. Didin Sirojuddin AR. M.Ag.Di pesantren tersebut karena spesialisasinya adalah kaligrafi al-Qur’an (khat) maka tidak diajarkan disiplin ilmu yang tidak terkait dengan kaligrafi. Dengan demikian bagi siapa saja yang ingin mendalami kaligrafi bisa secara efektif dan efisien memilih di tempat tersebut. Didin Sirajuddin, AR, Mag,Serba-Serbi Pesantren Kaligrafi Al-Qur’an Lemka, (Jakarta: Lemka Press, 2003), h. 7

8Sebagai konsekwensi dari upaya untuk menghadapi era globalisasi tersebut menurut Qodri Azizy dewasa ini tipologi pondok pesantren menjadi semakin bertambah bila dibandingkan dengan keberadaannya pada masa sebelumnya. Kelima tipolohi tersebut menurutnya adalah: 1) pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional baik yang hanya memiliki sekolah agama (MI, MTs, MA) maupun yang memiliki sekolah-sekolah umum (SMP, SMA) dan Perguruan Tinggi, seperti Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Pesantren Futuhiyyah Mranggen, dll. 2) pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan meng jarkan ilmu-ilmu umum, akan tetapi tidak menerapkan kurikulum nasional , seperti pesantren Gontor Ponorogo, Darurrohman Jakarta, Pesantren Maslakul Huda, Kajen Pati Jawa Timur. 3) pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam madrasah diniyah seperti pesantren salafiyah Langitan, Pesantren Lirboyo Kediri dan Pesantren Tegal Rejo Magelang. 4) pesantren yang hanya merupakan tempat pengajian (tidak ada santri yang tidur di asrama) atau dalam istilah lain hanya sebagai majlis ta’lim. 5) pesantren yang kini mulai berkembang dengan nama pesantren asrama pelajar sekolah umum dan mahasiswa. Ismail SM, dkk,

pesantren. Masyarakat sekitar juga menjadi agenda garapannya, khususnya dalam bidang sosial dengan pendirian koperasi yang melibatkan warga sekitar. Pada giliran selanjutnya pesantren menjadi suatu institusi pendidikan yang cukup diterima di kalangan umat Islam.9