• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Klaster Industri

2.2.3 Klaster Industri dan Pembangunan Ekonomi Daerah

Tujuan utama pembangunan ekonomi daerah adalah untuk menciptakan tambahan ragam dan jumlah lapangan kerja yang baru bagi masyarakat setempat, dimana Pemerintah Daerah bersama seluruh komponen masyarakat bekerjasama mengelola berbagai sumber daya yang ada di daerah tersebut. Sampai saat ini belum ada teori ataupun kumpulan teori yang secara memuaskan dapat menjelaskan ihwal pembangunan ekonomi daerah (Blakely & Bradshaw 2002).

Dari berbagai teori yang ada, Blakely dan Bradshaw (2002) menggambarkannya secara sederhana sebagai berikut :

Pembangunan daerah = c x r, dimana c merupakan kemampuan suatu daerah (ekonomi, sosial, teknologi dan politik), dan r merupakan sumber daya daerah (ketersediaan sumber daya alam, lokasi, tenaga kerja, investasi modal, iklim usaha, tranportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, luas daerah , pasar ekspor, kondisi ekonomi internasional, dan anggaran belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah). Nilai c = 1 merupakan keadaan yang netral yang tidak menambah atau mengurangi sumber daya yang dimiliki masyarakat. Nilai c yang lebih besar dari 1 berarti memiliki kemampuan yang besar, yang apabila diaplikasikan terhadap sumber daya akan meningkatkan pembangunan daerah. Organisasi Pemerintah Daerah yang dapat secara efektif membentuk mitra dengan masyarakat akan dapat melipat gandakan sumber daya. Nilai c yang kurang dari 1 memperlihatkan kemampuan Pemerintah Daerah dan masyarakat yang rendah (kepemimpinan sosial, politik dan organisasi yang rendah), yang dapat disebabkan oleh praktek -praktek KKN, mementingkan kepentingan pribadi atau tindakan tidak pantas lainnya, sehingga apabila diaplikasikan terhadap sumber daya akan mengurangi nilainya dan menyebabkan terhambatnya pembangunan.

Kemampuan sumber daya diukur dengan berbagai cara, dan setiap teori mengunggulkan sumber daya yang berbeda termasuk bahan baku, infrastruktur, belanja Pemerintah, besarnya pasar, akses kepada dana dan akses komunikasi. Teori-teori pembangunan ekonomi daerah secara tradisional fokus pada bagian r dari persamaan di atas (sumber daya) dan sering mengabaikan bagian c (kemampuan daerah) dari persamaan tersebut.

Sumber daya saja, apabila tidak diikuti dengan program pengembangannya, tidak akan menambah kemampuan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa, setiap teori pembangunan ekonomi daerah harus memperhatikan baik sumber daya maupun kemampuan yang dimiliki. Kemampuan masyarakat yang lebih besar akan dapat mengatasi keterbatasan sumber daya daerah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah. Masyarakat yang memiliki jumlah dan ragam sumber daya yang terbatas, harus bekerja lebih keras untuk dapat memanfaatkan sumber daya yang terbatas tersebut secara efektif. Komunitas yang memiliki kemampuan yang lebih beragam, akan lebih besar kemampuannya untuk mengolah sumber daya yang ada menjadi peluang pembangunan. Misalnya, suatu komunitas memerlukan organisasi pembangunan ekonomi yang baik (a.l. asosiasi-asosiasi bisnis, kamar dagang, badan pembangunan ekonomi) untuk dapat secara efektif menanggulangi masalah lambatnya perkembangan ekonomi dan peningkatan pemanfaatan sumber daya yang ada.

Blakely dan Bradshaw (2002) menyatakan bahwa terdapat 2 kumpulan teori yang dapat membantu memahami proses pembangunan ekonomi daerah, yaitu: teori-teori lokasi (location theories), yang fokusnya pada faktor-faktor geografi, dan teori-teori basis ekonomi (economic base theories), yang mempelajari aliran aktivitas ekonomi yang masuk dan keluar dari suatu ekonomi daerah guna mengidentifikasi dan menjelaskan perusahaan dan industri mana yang memiliki kapasitas untuk berkembang. Di samping itu, pemahaman mengenai teori ekonomi neo-classic (neoclassical economic theory) akan dapat membantu, karena prinsip -prinsip dari teori ini yang digunakan untuk ekonomi skala besar, dapat juga digunakan untuk subarea dari ekonomi skala besar tersebut.

Teori lokasi menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah sangat ditentukan oleh kesesuaian daerah tersebut untuk lokasi suatu industri. Paradigma lama pemilihan lokasi adalah selalu memilih lokasi dimana biaya-biaya transportasi bahan baku dan biaya-biaya tranportasi untuk mencapai pasar adalah yang paling rendah. Variabel lain yang mempengaruhi pilihan lokasi adalah biaya tenaga kerja, biaya energi, adanya pemasok bahan -bahan baku dan bahan pembantu, komunikasi yang lancar, tersedianya fasilitas pendidikan dan pelatihan, kualitas pelayanan dari pemerintah setempat dan masalah-masalah sanitasi dan

pelayanan kesehatan. Karena industri yang berbeda akan memerlukan fak tor-faktor yang berbeda, maka komunitas setempat perlu melakukan upaya untuk memanipulasi faktor-faktor ini agar sesuai dengan kebutuhan masing-masing industri. Upaya-upaya ini diambil untuk menggembangkan kemampuan suatu daerah melebihi kemampuan alamiahnya.

Teori basis ekonomi mendalilkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah berkaitan langsung dengan permintaan daerah lain terhadap barang-barang, jasa-jasa dan hasil produksi daerah tersebut (“ekspor” keluar daerah). Pertumbuhan industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan -bahan lainnya, untuk menghasilkan produk yang di”ekspor” keluar daerah, akan menghasilkan kekayaan dan lapangan kerja untuk daerah tersebut.

Berdasarkan teori ini, maka strategi pengembangan ekonomi daerah akan menekankan prioritas pada upaya menarik bisnis dan memberikan bantuan pada bisnis yang memiliki kemampuan menjual di pasar nasional dan internasional. Industri-industri yang berkemampuan ekspor ini akan menimbulkan kegiatan bagi perusahaan pemasok dan penyedia jasa lainnya yang terkait dan menambah lapangan kerja di daerah tersebut.

Teori ekonomi neo-classic menawarkan dua konsepsi untuk pengembangan ekonomi daerah: keseimbangan sistem ekonomi (equilibrium of economic systems) dan mobilitas modal (mobility of capital). Teori ini menyatakan bahwa semua sistem ekonomi akan mencapai keseimbangan alamiah apabila modal dapat berpindah dan mengalir secara bebas. Berarti bahwa modal akan mengalir dari daerah dengan upah atau biaya yang tinggi ke daerah yang upah atau biayanya lebih rendah, karena yang terakhir ini akan memberi keuntungan yang lebih tinggi. Apabila model ini berjalan sempurna, maka semua daerah secara bertahap akan mencapai keadaan yang sama (equal status) dalam sistem ekonomi tersebut.

Blakely dan Bradshaw (2002) berpendapat bahwa teori-teori pembangunan daerah yang ada tidak cukup untuk menjelaskan dan mengarahkan kegiatan pembangunan daerah. Karena itu mereka melakukan reformulasi konsepsi-konsepsi yang penting dari berbagai teori yang ada, yaitu mengenai hal yang

berkaitan dengan lokasi, basis bisnis dan ekonomi, sumber lapangan kerja dan sumber daya komunitas, sebagaimana yang terdapat dalam tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Reformulasi Komponen Pembangunan Ekonomi Daerah

Komponen Konsep Lama Konsep Baru

Lokasi Lokasi fisik (dekat dengan sumber daya alam, transportasi, pasar) mempertinggi nilai ekonomi

Lingkungan yang berkualitas dan kemampuan komunitas melipat gandakan keunggulan alami untuk pertumbuhan ekonomi

Basis Bisnis dan Ekonomi

Perusahaan dan Industri berbasis ekspor menciptakan lapangan kerja dan menstimulasi peningkatan bisnis lokal

Klaster-klaster dari industri- industri yang kompetitif yang membentuk jaringan berbagai perusahaan dapat menciptakan pertumbuhan dan pendapatan baru

Sumber Lapangan Kerja

Makin banyak perusahaan akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja, walaupun banyak diantaranya masih membayar upah yang rendah

Pengembangan keterampilan yang komprehensif dan inovasi teknologi akan menghasilkan pekerjaan yang berkualitas dengan upah yang tinggi Sumber daya

Komunitas

Pengembangan ekonomi masyarakat dilakukan oleh organisasi bisnis secara terpisah-pisah

Kolaborasi dan kemitraan dari banyak kelompok masyarakat diperlukan untuk membangun dasar yang kuat bagi industri yang kompetitif

Sumber : Blakely dan Bradshaw (2002)

Lokasi: Teknologi telah meru bah pandangan tradisional yang menyatakan bahwa lokasi merupakan faktor penentu dalam pengembangan industri. Perusahaan -perusahaan, termasuk perusahaan besar, sudah tidak lagi terikat pada suatu lokasi tertentu. Ketergantungan terhadap suatu sumber daya alam tertentu di suatu daerah telah diupayakan untuk dikurangi dan diganti dengan sumber daya pengetahuan yang lebih mobile sebagai inputnya. Pada masa ini, perusahaan lebih memilih lokasi dimana faktor fisik, sosial dan institusi bekerjasama membentuk lingkungan yan g berkualitas dimana manusia dapat hidup dan melakukan kegiatan dengan lebih baik. Dengan demikian maka pandangan tradisional yang menyatakan bahwa ketersediaan sistem transportasi dan sistem pemasaran sebagai daya tarik utama ekonomi suatu daerah sudah usang. Peluang pembangunan ekonomi suatu daerah kini lebih ditentukan oleh kualitas dari sumber daya manusia yang tersedia serta jaringan sosial dan jaringan institusi yang ada di daerah tersebut (Blakely & Bradshaw 2002).

Basis bisnis dan ekonomi: Teori pembangunan ekonomi daerah dibangun atas premis bahwa institusi yang ada di daerah haruslah dapat menemukan

masalah-masalah yang dihadapi oleh daerah itu dan menyesuaikan susunan institusi dengan kebutuhan untuk mengatasi masalah -masalah yang ada. Membangun hubungan -hubungan institusional yang baru merupakan substansi baru dalam pembangunan ekonomi. Masyarakat akan dapat mengendalikan masa depannya apabila mereka dapat memanfaatkan secara benar semua sumber daya yang dimiliki dengan menggunakan semua informasi yang diperlukan. Dalam era ekonomi baru sekarang ini, kegiatan bisnis masih tetap penting dalam melaksanakan agenda pembangunan daerah, tetapi fokusnya sudah beralih dari perusahaan yang beroperasi sendiri-sendiri kepada jaringan perusahaan atau klaster dari industri yang saling terkait dimana terdapat hubungan yang menguntungkan antara manusia, alam dan teknologi.

Sebagai ganti dari pemberian insentif khusus kepada suatu perusahaan tertentu, pembangunan ekonomi adalah melakukan intermediasi diantara perusahaan -perusahaan yang membentuk suatu klaster industri untuk menjajaki bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut dapat menghasilkan sinergi dan saling memberikan keuntungan satu terhadap yang lainnya. Sebagai contoh: dalam suatu kawasan industri dapat diatur agar limbah dari suatu perusahaan dapat menjadi input dari perusahaan lain yang berlokasi didekatnya, dan perusahaan dalam kawasan tersebut dapat secara bersama-sama menggunakan air, energi dan sumber daya lain yang ada dilokasi tersebut.

Sumber lapangan kerja: Dalam model klasik, penciptaan lapangan kerja selalu terkait dengan upah yang rendah dan biaya-biaya yang rendah. Dalam model ini, maka daerah yang tingkat upahnya rendah akan berhasil menarik investasi ke daerahnya. Perusahaan -perusahaan direkrut berdasarkan berapa banyak tenaga kerja yang bisa diserapnya, walaupun tingkat upah yang dibayar masih sangat rendah dan tanpa memperhatikan tingkat ket erampilan yang dibutuhkan. Dengan kondisi ini, maka perusahaan yang datang ke daerah tersebut adalah perusahaan yang memang semata-mata mencari sumber daya manusia dengan upah yang rendah, yang pada jangka panjangnya tidak menguntungkan daerah tersebut. Dalam ekonomi yang baru, perusahaan memerlukan tenaga kerja yang sangat terampil dan bersedia membayar tingkat upah yang sesuai dengan itu. Perusahaan -perusahaan yang kompetitif menyadari sepenuhnya bahwa

masyarakat dan perusahan tersebut harus secara terus menerus melakukan investasi untuk mendapatkan tenaga kerja dengan keterampilan yang tinggi.

Kualitas sumber daya manusia di suatu daerah merupakan daya tarik yang besar bagi industri untuk berlokasi di daerah tersebut. Apabila sumber daya manusia di suatu daerah cukup berkualitas, maka perusahaan -perusahaan akan tertarik datang ke daerah tersebut atau akan bertumbuh perusahaan baru yang didirikan oleh tenaga terampil setempat. Jadi masyarakat tidak hanya harus menciptakan pekerjaan yang sesuai dengan penduduk yang ada, tetapi juga perlu mendirikan institusi-institusi yang dapat meningkatkan kemampuan dari penduduk. Pengembangan ekonomi daerah, baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang, akan tergantung dari kemampuan masyarakat untuk menggunakan sumber daya manusia yang berpendidikan lebih tinggi dan menggunakan institusi-institusi yang terkait dengan penelitian. Tujuan dari pembangunan ekonomi adalah untuk meningkatkan nilai dari warganya dan nilai dari daerah tersebut.

Sumber daya masyarakat: Dalam model klasik, ekonomi suatu daerah dibangun oleh organisasi yang berorientasi bisnis yang mengutamakan kepentingan-kepentingan perusahaan di daerah tersebut. Dalam ekonomi yang baru, masyarakat memiliki banyak organisasi yang mewakili berbagai kepentingan. Dengan demikian maka pembangunan ekonomi hanya dapat terlaksana apabila terdapat kolaborasi dari banyak organisasi tersebut. Pemerintah, asosiasi bisnis, lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi kemasyarakatan lainnya harus bekerjasama agar prakondisi untuk pertumbuhan ekonomi dapat tercipta. Yang bertanggung jawab untuk menghasilkan suatu pertumbuhan ekonomi bukan lagi satu organisasi tertentu, melainkan suatu organisasi virtual yang terdiri dari semua organisasi yang dapat memberikan kontribusi dalam mencapai keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah tersebut.

Menurut Raines (2002), studi mengenai pembangunan ekonomi daerah dalam dua dekade yang lalu telah memperlihatkan bahwa keberhasilan pembangunan suatu daerah selalu terkait dengan terdapatnya klaster industri di daerah tersebut. Klaster industri tersebut dapat berupa jaringan dari perusahaan

kecil berbasis keterampilan, mulai dari distrik industri seperti di Italia Utara sampai konsentrasi industri berteknologi tinggi seperti di Silicon Valley, serta dari jaringan agroindustri yang kompetitif di daerah pedalaman Denmark sampai industri perangkat lunak dan multi-media di New York.

Sudah menjadi keyakinan banyak pembuat kebijakan diberbagai negara bahwa klaster industri dapat menjadi basis suatu strategi pembangunan ekonomi yang berhasil, melalui dukungan terhadap inovasi di daerah, mendorong spillover

teknologi, menghasilkan economies of scale dan meningkatkan pembangunan ekonomi daerah secara berkelanjutan (Raines 2002). Dalam beberapa tahun belakangan ini terjadi perkembangan yang sangat meningkat dari kebijakan yang didesain untuk mengembangkan klaster industri.

Menurut Armstrong dan Taylor (2000), secara tradisional kebijakan pembangunan daerah selalu memperlakukan perusahaan secara individual, sehingga kebijakan dikemas dalam berbagai kombinasi disesuaikan den gan kebutuhan perusahaan tertentu tersebut. Namun akhir-akhir ini kebijakan tersebut sudah mengalami perubahan mendasar, dimana kebijakan -kebijakan didesain sedemikian sehingga dapat mendorong terbentuknya klaster-klaster perusahaan di dalam daerah -daerah tertentu. Dalam beberapa keadaan, klaster ini berfokus pada perusahaan -perusahaan besar, yang ditarik masuk berinvestasi ke daerah tersebut dengan tujuan agar perusahaan tersebut dapat mendorong terbentuknya supply chains di daerah tersebut. Pemikiran baru mengenai klaster industri ini telah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan daerah.

Brenner (2004) menyampaikan tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu daerah dalam menumbuhkan klaster yang berlokasi di daerah tersebut. Pertama, terdapatnya kondisi lokal tertentu yang harus ada, karena tanpa terdapatnya kondisi tersebut maka tidak akan ada klaster yang dapat tumbuh di daerah tersebut. Kondisi yang dimaksud adalah: 1) Terdapatnya suatu perguruan tinggi, 2) Terdapatnya lembaga penelitian, dan 3) Terdapatnya sumber daya dan lokasi yang secara geografis sesuai. Kedua, terdapatnya faktor-faktor yang memberi daya tarik bagi daerah tersebut sehingga dapat diharapkan bertumbuhnya klaster di daerah tersebut, seperti: 1) Faktor budaya (kewirausahaan dan

kemampuan berinovasi), 2) Kondisi politik dan hukum, 3) Lokasi geografis, 4) Tipe daerah (kota atau rural), 5) Perguruan tinggi dan lembaga penelitian, 6) Kegiatan ekonomi di b idang terkait. Ketiga, terdapat perkembangan yang tidak dapat diramalkan sejak awal, dan hanya dapat diketahui setelah terjadi, seperti: 1) Terdapatnya promotor lokal, 2) Adanya kebijakan khusus, 3) Kejadian historis tertentu, 4) Munculnya Inovasi, 5) Dibangunnya suatu perusahaan yang sangat mempengaruhi perkembangan.

Kebijakan berbasis klaster industri dapat ditemukan pada tingkatan nasional, regional dan lokal di negara-negara Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Italia, Negeri Belanda, Spanyol, Swedia dan Inggris (Raines 2000). Di Amerika Serikat, kebijakan klaster sudah dijalankan oleh banyak negara bagian, baik negara bagian yang konservatif maupun yang liberal. Canada, baik negara-negara bagiannya yang sangat interventionist maupun yang moderat, juga telah memilih kebijakan klaster. Kebijakan klaster ini juga telah diadopsi oleh Australia, New Zealand, Malaysia dan Singapura. Dengan demikan banyaknya negara-negara yang mengadopsi pendekatan klaster, tidak tertutup kemungkinan bahwa pengertian, pemahaman dan praktek mengenai kebijakan klaster antara satu negara dengan negara lainnya akan ada perbedaan.

Enright (1999) juga berpendapat bahwa kebijakan pembangunan daerah yang berlandaskan pengembangan klaster daerah (regional clusters) telah menjadi perhatian banyak negara. Dalam dekade terakhir ini, banyak wilayah (regions), propinsi, kabupaten, kota dan daerah-daerah yang lebih kecil telah menyusun rencana pengembangannya dengan pendekatan klaster industri daerah. Di samping itu, organisasi-organisasi internasional dan multilateral seperti World Bank, UNIDO, OECD, Komisi Eropa serta badan -badan dunia lainnya juga menggunakan strategi klaster sebagai alat untuk melakukan pembangunan daerah diberbagai negara. Alasan-alasan digunakannya strategi klater ini antara lain adalah: tekanan globalisasi dan lokalisasai dalam perekonomian dunia, hambatan -hambatan yang dialami dalam pembangunan melalui perusahaan -perusahaan besar, kecenderungan outsourcing dan downsizing dari perusahaan -perusahaan besar, adanya studi-studi yang memperlihatkan keberhasilan strategi klaster

daerah pada berbagai negara dan adanya kecenderungan untuk menyerahkan kebijakan pembangunan ekonomi dari Pemerintah Pusat kepada daerah -daerah.

Menurut Porter (1998c) peranan utama Pemerintah dalam perekonomian adalah menciptakan stabilitas di bidang ekonomi dan politik. Hal ini dapat dicapai melalui pembentukan pemerintahan yang stabil, kerangka dasar ekonomi yang konsisten dan kebijakan makro ekonomi yang sehat. Peranan kedua adalah memperbaiki kemampuan mikro ekonomi dari perusahaan dengan memperbaiki efisiensi dan kualitas dari input kepada dunia usaha yang diidentifikasi dalam

Porter’s diamond (a.l. tenaga kerja yang terdidik, infrastruktur fisik yang diperlukan dan informasi yang akurat dan tepat waktu) dan institusi-institusi yang menyediakan input-input tersebut. Peranan Pemerintah yang ketiga adalah menyusun peraturan -peraturan dan insentif mikro ekonomi yang mengatur mengenai persaingan yang akan mendorong kenaikan produktivitas (a.l. peraturan mengenai persaingan, peraturan perpajakan dan Hak Atas Kekayaan Intelektual yang dapat mendorong investasi, sistem hukum yang adil dan efisien, perlindungan konsumen, coporate governance yang mengatur mengenai tanggung jawab para manajer dan peraturan yang mendorong penciptaan ino vasi. Peranan keempat, yang timbul karena dirasakan adanya kebutuhan untuk itu, adalah memfasilitasi pengembangan dan peningkatan klaster industri. Pemerintah harus melakukan segala upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan klaster -klaster industri yang ada. Di samping melakukan penyesuaian kebijakan yang diperlukan, Pemerintah perlu pula memberi motivasi, melakukan fasilitasi dan memberikan insentif untuk kegiatan-kegiatan kolektif yang dilakukan oleh sektor swasta.

Selanjutnya Porter (1998c) berpendapat bahwa peranan terakhir Pemerintah dalam perekonomian adalah mengembangkan dan mengimplementasikan suatu program aksi jangka panjang atau suatu proses perubahan yang memobilisasi aparat Pemerintah, dunia usaha, institusi-institusi terkait dan masyarakat untuk meningkatkan iklim usaha dan klaster-klaster industri yang berada di daerah-daerah. Peranan Pemerintah sebagaimana diuraikan di atas, juga harus dapat dilakukan pada tingkat Pemerintah Daerah.

Menurut Blakely dan Bradshaw (2002), dalam melakukan pembangunan ekonomi daerah, peranan Pemerintah Daerah meliputi fungsi-fungsi sebagai:

wirausaha (entrepreneur), koordinator, fasilitator dan stimulator. Sebagai wirausaha, Pemerintah Daerah dapat melakukan kegiatan-kegiatan untuk mengidentifikasi dan menilai pelu ang-peluang bisnis yang mungkin dilakukan oleh Pemerintah Daerah tanpa meninggalkan tugas -tugas pokok mereka di dalam pemerintahan. Sebagai koordinator, Pemerintah Daerah mengkoordinasikan kebijakan dan strategi untuk membangun daerah, pengumpulan dan evaluasi data dan informasi ekonomi. Kegiatan koordinasi ini bertujuan agar semua sektor dan institusi terkait dan masyarakat memfokuskan pendekatan dan sumber daya masing-masing untuk mencapai tujuan yang sama dan agar sumber daya daerah yang terbatas dapat d igunakan secara efektif. Koordinasi ini juga diperlukan agar pembangunan ekonomi daerah berlangsung konsisten dengan program dan strategi Pemerintah Pusat. Sebagai fasilitator, Pemerintah Daerah dapat mendorong pembangunan melalui perbaikan lingkungan perilaku di daerahnya. Peranan ini meliputi peningkatan kelancaran proses pembangunan, perbaikan prosedur perencanaan dan pengaturan tata ruang. Berbagai kelompok masyarakat yang berbeda dapat membawa beragam pendekatan berbeda untuk dirumuskan menjadi suatu kebijakan pembangunan ekonomi daerah. Dengan tujuan pembangunan yang jelas maka Pemerintah Daerah dapat terfokus dalam pemanfaatan sumber daya dan tenaga yang dimilikinya. Tujuan pembangunan yang jelas akan memberi dasar yang kuat untuk melaksanakan program-program tambahan lainnya. Sebagai stimulator, Pemerintah Daerah dapat menstimulasi pembentukan bisnis baru ataupun perluasan dari bisnis yang ada melalui tindakan -tindakan tertentu, yang akan mempengaruhi perusahaan -perusahaan baru untuk masuk ke daerah tersebut atau agar perusahaan-perusahaan yang sudah ada di daerah tersebut tidak pindah ke daerah lain. Berbagai fasilitas sebagai stimulasi dapat disediakan agar pengusaha tertarik untuk berlokasi di daerah tersebut, misalnya dengan membangun kawasan industri, menyediakan bangunan siap pakai dengan sewa murah dan kemudahan-kemudahan lainnya.