• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klaster Industri

Dalam dokumen BAPPEDA Sumbar Road Map Sida (Halaman 61-69)

B. Indikator Komoditi Unggulan

2) Perbaikan Teknologi Pengolahan

2.4. Klaster Industri

A. Kakao

Klaster Industri Kakao di Sumatera Barat Melalui Program SIDa Memperhatikan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 111/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Prioritas Industri Berbasis Agro Tahun 2010 – 2014 yang diikuti dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 113/M-Ind/Per/10/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Kakao dapat di lihat bahwa pengembangan industri kakao dalam negeri cukup menjadi perhatian pemerintah. Hal ini karena Industri Kakao Indonesia mempunyai peranan penting di dalam perolehan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja, karena memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu (petani kakao) maupun ke hilirnya (intermediate industri/grinders). Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2008 jumlah industri pengolahan kakao di Indonesia sebanyak 16 (enam belas) perusahaan dan yang masih berjalan 3 (tiga) perusahaan dengan tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang produk pengolahaan sekitar 61% dari total kapasitas terpasang.

Adapun pengelompokkan Industri Kakao dan Coklat Olahan terdiri dari: 1. Industri Hulu: buah coklat, biji coklat, liquor (MASS)

2. Industri Antara: Cake dan Fat, cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, dancocoa powder (kakao olahan)

3. Industri Hilir: Industri cokelat, industri makanan berbasis coklat (roti,kue,confectionary/ kembang gula cokelat).

Berkaitan dengan kebijakan yang sudah diambil oleh pemerintah tersebut, maka kiranya kita di Sumatera Barat dapat memanfaatkan moment tersebut untuk ikut pula mengembangkan industri olehan kakao di

Sumatera Barat. Kesempatan pengembangan industri pengolahan kakao ini juga didukung dengan dilahirkannya program Sistem Inovasi Daerah.

Sistem Inovasi Daerah (SIDa) merupakan suatu kesatuan dari sehimpunan aktor, kelembagaan, hubungan interaksi dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya (termasuk teknologi dan praktek baik/terbaik) serta proses pembelajaran di daerah. SIDa merupakan bagian dari kebijakan Sistem Inovasi Nasional (SINAS) dan merupakan penjabaran Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Tujuan SIDa adalah meningkatkan daya ungkit bagi pembangunan daerah, fokus pada transfer pengetahuan dan teknologi, membantu UMKM mencapai skala ekonomi yang baik, menciptakan lingkungan yang kreatif untuk mendorong tumbuhnya inovasi dan kerjasama, mendorong sinergitas parastakeholders sebagai pendamping klaster.

Harapan besar dalam pengembangan industri olahan kakao di Sumatera Barat, ternyata tidak mudah diwujudkan. Terdapat banyak permasalahan yang dihadapi mulai dari keterbatasan rantai pasok, keterbatasan untuk melakukan efisiensi kolektif, akses pasar, proses produksi maupun pengadaan bahan baku serta keterbatasan dalam melakukan inovasi, yang semua itu menyebabkan produk olahan kakao yang dihasilkan bukan saja kurang berkualitas tapi akan sulit bersaing di pasaran. Untuk keluar dari permasalahan semua itu bisa dicoba dilakukan melalui pendekatan klaster.

Klaster dapat dipahami dengan berbagai pendekatan antara lain dapat didefinsisikan sebagai pusat kegiatan usaha pada sentra yang telah berkembang, ditandai oleh munculnya pengusaha-pengusaha yang lebih maju, terjadi spesialisasi produksi pada masing-masing usaha tani dan kegiatan ekonominya saling terkait dan saling mendukung

Klaster tidak bisa terbentuk secara individual, akan tetapi harus dalam bentuk kelompok, gabungan kelompok, asosiasi atau koorporasi lain yang mampu menangkap peluang pasar yang membutuhkan volume pasar yang besar, standar yang homogen serta pemenuhuhan permintaan dan penawaran yang kontinyu

Klaster terdiri dari kelompok pelaku usaha yang memiliki kompetensi yang berbeda namun berhubungan, berlokasi dalam wilayah tertentu, dimana melalui sebuah bentuk interaksi tertentu diantara mereka untuk

meningkatkan daya saing, spesialisasi dan identitas pelaku usaha dalam perekonomian global. Dalam penumbuhan dan pengembangan Klaster ditemukan 4 karakteristik klaster yaitu:

1. Adanya konsentrasi pelaku utama dalam suatu wilayah 2. Adanya interaksi antar pelaku usaha

3. Kombinasi sumberdaya dan kompetensi antar pelaku usaha yang berinteraksi

4. Pembentukan dan interaksi antar pelaku usaha dalam institusi pendukung yang berfungsi membantu klaster secara keseluruhan. Faktor-Faktor yang mempengaruhi penumbuhan klaster yaitu:

1. Keberadaan kelompok tani/kelompok usaha 2. Bentuk kerjasama di bidang produksi 3. Kerjasama di bidang pemasaran

4. Produk yang dihasilkan dari kawasan sentra 5. Perkembanagn sentra produksi

6. Dukungan keuangan dari lembaga penyedia keuangan, bank atau koperasi

7. Dukungan kebijakan pengembangan sentra produksi 8. Ketersediaan lahan

9. Tingkat adopsi dan inovasi teknologi 10. Keahlian tenaga kerja

11. Potensi pasar

Dalam operasionalnya penumbuhan klaster bagi pelaku usaha perlu didukung oleh pelatihan, penelitian dan identifikasi pasar, penyediaan logistik dan inovasi teknologi. Hal lain yang perlu dilakukan adalah kerjasama antar pelaku usaha yang dapat memberikan kesempatan tumbuhnya ruang belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk yang dapat menjangkau segmen pasar yang lebih menguntungkan.

Berkaitan dengan komoditi kakao, pendekatan klaster (cluster) dikenal sebagai upaya yang sistematik dalam mengembangkan industri kecil melalui pengelompokan industri yang sejenis di dalam wilayah tertentu ( sectoral and spatial concentration of firms). Rangkaian kegiatan pengolahan kakao mulai dari sistem produksi, pengolahan primer, sekunder dan tertier yang berada ditengah-tengah masyarakat perlu dibangun secara bersama dalam bentuk klaster, sehingga kakao dapat menjadi komoditas penggerak perekonomian rakyat. Pengembangan klaster kakao dapat dipandang

sebagai industri strategis bermuatan lokal bagi Sumatra Barat yang dapat tumbuh dan mampu bersaing.

Industri kakao Indonesia ke depan memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja, karena industri ini memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun ke hilirnya. Disamping memberikan pendapatan bagi petani melalui penjualan biji kakao, namun apabila diolah di dalam negeri menjadi kakao olahan (cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, dan cocoa powder), akan mempunyai nilai yang lebih tinggi serta menyerap tenaga kerja. Selain itu industri hilir olahan kakao juga telah berkembang di Indonesia seperti industri cokelat, industri makanan berbasis coklat (roti, kue, confectionary/kembang gula cokelat), dan penggunaan coklat untuk industri makanan dan minuman secara luas.

Dalam implementasinya, melalui pendekatan klaster yang merupakan upaya untuk mengelompokkan industri inti yang saling berhubungan, baik industri pendukung dan terkait, jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian, pelatihan, pendidikan, infrastruktur informasi, teknologi, sumber daya alam, serta lembaga terkait, diharapkan perusahaan atau industri terkait akan memperoleh manfaat sinergi dan efisiensi yang tinggi dibandingkan jika bekerja sendiri.

Jika kita rujuk rencana aksi pengembangan kakao di Sumatera Barat yang telah disusun oleh BAPPEDA Provinsi Sumatera Barat, maka berdasarkan masalah yang ada, beberapa klaster dapat dikembangkan untuk menyelesaikan tiap masalah yang dihadapi. Dalam hal peningkatan produktivitas budidaya tanaman kakao serta menghasilkan kualitas buah yang baik, masalah yang masih dihadapi adalah:

1. Produktivitas rendah

2. Belum semua petani menggunakan bibit unggul 3. Rendahnya perawatan

4. Sebagian besar sudah terserang hama dan penyakit 5. Sebagian tanaman sudah tua dan tidak produktif

Berdasarkan kondisi yang ada maka arah kebijakan yang dirumuskan adalah:

1. Meningkatkan luas tanaman kakao 2. Peningkatan tekhnologi budidaya 3. Meningkatkan SDM Petani dan Penyuluh 4. Menekan serangan hama dan penyakit

Untuk itu prioritas yang hendak dilakukan dalam pengembangan komoditi kakao adalah:

1. Penyediaan bibit unggul 2. Pemangkasan tanaman

3. Pemberantasan hama dan penyakit 4. Pemupukan tanaman

5. Pelatihan spesifik penyuluh 6. Pelatihan SDM Petani 7. Pembuatan demplot

8. Kajian Serangan Hama penyakit di Sumatera Barat 9. Rehabilitasi lahan

Untuk menunjang penyelesaian masalah pada tahapan budidaya tanaman kakao ini, maka sub-klaster yang bisa dibangun adalah pengembangan bibit unggul serta penyediaan pupuk organik dan pestisida alami. Lebih jelas rangkaian sub-klaster pengembangan budidaya tanaman kakao dapat di lihat pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3.

Buah kakao berkualitas adalah buah kakao yang tidak terserang hama dan penyakit serta produktivitas buah yang tinggi. Jika kondisi ini tercapai, maka penanganan pascapanen pada tingkat petani termasuk dalam hal melakukan fermentasi biji dapat didorong untuk dilaksanakan. Guna meracang klaster industri pengolahan kakao maka pohon industri kakao sebagaimana pada gambar 2.4 berikut dapat dipedomani.

Gambar 2.4.

Bilamana produktivitas buah kakao petani dapat ditingkatkan serta buah yang dihasilkan berkualitas baik, maka produksi biji kakao yang dihasilkan oleh setiap petani relatif akan tinggi. Dengan demikian kondisi rendahnya produksi biji kakao tiap petani yang selama ini menghalangi petani untuk melakukan fermentasi akan teratasi, sehingga mendorong petani untuk melakukan fermentasi juga relatif mudah dapat dilakukan. Dengan kualitas biji yang sama dihasilkan oleh setiap petani, maka untuk mengajak petani melakukan fermentasi secara berkelompok juga relatif mudah dapat diterapkan. Dengan penjelasan di atas sub-klaster yang dapat dibangun adalah sebagaimana Gambar 2.5 berikut.

Gambar 2.5.

Sub-Klaster Fermentasi dan Pengeringan Biji Kakao

Biji kakao yang difermentasi baik yang dihasilkan oleh petani secara individu maupun yang dihasilkan oleh kelompok tani, selanjutnya dapat dijual ke pedagang atau dapat juga diolah menjadi produk olahan kakao (produk antara) seperti bubuk kakao dan lemak kakao. Pengolahan kakao sampai tahap menghasilkan bubuk kakao dan lemak kakao pada dasarnya

sudah cukup dikenal masyarakat Sumatera Barat dengan sudah banyaknya peralatan pengolahan ini yang sudah diserahkan ke masyarakat.

Selama ini kendala utama dalam mengoperasikan peralatan pengolahan kakao ini adalah sulitnya mendapatkan biji kakao yang difer-mentasi dan semua peralatan pengolahan di datangkan dari pulau Jawa atau belum ada bengkel lokal yang cukup menguasai pembuatan peralatan termasuk memperbaiki peralatan yang ada. Untuk itu guna dapat diwujudkannya pengolahan kakao ini di tingkat petani, maka harus dibangun dalam bentuk klaster (sub-klaster pengolahan kakao). Lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6.

Sub-Klaster Pengolahan Biji kakao

Sub-Klaster sebagaimana yang dijelaskan di atas dapat digabung menjadi sebuah klaster di suatu daerah atau dalam satu kawasan atau bisa saja dalam satu wilayah provinsi. Pertimbangannya adalah kelayakan berdirinya masing-masing unit pendukung klaster dimaksud.

Dalam dokumen BAPPEDA Sumbar Road Map Sida (Halaman 61-69)

Dokumen terkait