• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Guru

D. Kode Etik Guru

Betapa pentingnya tugas dan tanggung jawab guru yang diamanatkan kepada guru dalam mengantarkan peserta didiknya agar berhasil sebagaimana yang diharapkan, maka guru perlu memiliki etika kepribadian atau kode etik antara lain:

1. Ilmu

Ijazah bukan semata –mata secarik kertas, tetapi suatu bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Guru pun harus mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan mengajar.

2. Sehat jasmani

Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru.

Guru yang berpenyakit menular, misalnya , sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Disamping itu,guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar.

Jadi kesehatan fisik sangat penting terlebih lagi bagi seorang pemimpin termasuk guru mengingat bahwa tugasnya yang memerlukan kerja fisik. Firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah (247) yang berbunyi:



“Sesungguhnya Allah telah memilihnya (thalut) menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.”

3. Berkelakuan baik

Budi pekerti sangat penting dalam pendidikan watak anak didik.

Menurut Ramayulis (2005) Guru harus menjadi:

“Model teladan salah satunya membentuk akhlak mulia pada diri pribadi yang akan ditransformasikan kembali kepada peserta didik. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin menjadi pendidik. Diantara akhlak mulia guru tersebut adalah bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, dan bersifat manusiawi.”

Menurut Soetjipto (1999) Kode etik guru Indonesia merupakan :

“Landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru. Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan yang Maha Esa, bangsa dan Negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar.”

Berikut rumusan kode etik guru Indonesia pada kongres XVI di jakarta:

a. Guru berbakti membimbing kepada peserta didik untuk membentuk Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila.

b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.

c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.

d. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

e. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

f. Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.

g. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

h. Guru melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Menurut E. Mulyasa (2005) sedikitnya ada tujuh kesalahan yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran yaitu:

 Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran

 Menunggu peserta didik berperilaku negative

 Menggunakan destructive displine

 Mengabaikan perbedaan peserta didik

 Merasa paling pandai dan tahu

 Tidak adil (diskriminatif)

 Memaksa hak peserta didik

Guru harus menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat luas dengan selalu menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji dan mempunyai integritas yang tinggi. Guru mempunyai visi ke depan dan mampu membaca tantangan zaman sehingga siap menghadapi perubahan dunia yang tak menentu yang membutuhkan kecakapan dan kesiapan yang baik.

BAB IV

PERUBAHAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN KE KURIKULUM 2013 DAN DAMPAKNYA BAGI GURU

Banyak orang menganggap kurikulum berkaitan dengan bahan ajar atau buku-buku pelajaranyang harus dimiliki peserta didik,sehingga perubahan kurikulum identik dengan perubahan buku pelajaran. Benarkah demikian? Apakah kurikulum hanya berkaitan dengan bahan ajar? Apakah aktifitas siswa mempelajari bahan ajar tidak termasuk kurikulum?

Persoalan kurikulum bukan hanya persoalan buku ajar akan tetapi banyak persoalan lainnya termasuk persoalan arah dan tujuan pendidikan,persoalan materi pelajaran, serta persoalan-persoalan lannya terkait dengan hal itu.

Istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan memiliki multi tafsir. Para ahli pendidikan memiliki penafsiran berbeda tentang kurikulum.

Namun demikian, dalam penafsiran yang berbeda itu, ada juga kesamaannya. Kesamaan tersebut adalah, bahwa kurikulum berhubungan erat dengan usaha mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai karena kurikulum memang hanya untuk diperuntukkan untuk peserta didik.

Dalam konsep kurikulum sebagai mata pelajaran biasanya erat kaitannya dengan usaha untuk memperoleh ijazah. Ijazah sendiri padav dasarnya menggambar kemampuan. Artinya apabila siswa telah berhasil mendapatkan ijazah berarti ia telah menguasai pelajaran sesuai dengan

kurikulum yang berlaku. Kemampuan tersebut tercermin dalam nilai setiap mata pelajaran yang terkandung dalam ijazah itu. Siswa yang belum memiliki kemampuan atau memperoleh nilai berdasarkan standar tertentu tidak akan mendapatkan ijazah, walaupun mungkin saja mereka telah mempelajari kurikulum tersebut.

A. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006) 1. Pengertian KTSP

Menurut Dian Sukmara (2007:21) Kurikulum adalah:

“Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing suatu pendidikan.”

Dengan bergulirnya Kurikulum tingkat satuan pendidikan terdapat suatu penekanan terhadap kemandirian satuan pendidikan dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan pendidikan dengan mengacu pada pencapaian tujuan pendidikan. Setiap satuan pendidikan dituntut memiliki kedewasaan, kemandirian serta kreatifitas dalam mengembangkan serta mewujudkan system layanan pendidikan yang bermutu kepada masyarakat, sesuai dengan potensi serta kondisi yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan dalam UU no. 20 tahun 2003 yakni:

“Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.”

Oleh karena itu sikap proaktif setiap penyelenggara pendidikan merupakan kunci utama keberhasilan pengelolah pendidikan seiring dengan tuntutan serta perkembangan masyarakat yang ada dan terjadi di sekitarnya.sebaliknya sikap menunggu merupakan suatu langkah mundur dalam mewujudkan serta meningkatkan kualitas layanan pendidikan.

2. Latar Belakang Lahirnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang disosialisasikan sejak pertengahan tahun 2001 oleh Depdiknas yang diterapkan secara resmi pada tahun 2004/2005 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dilaksanakan mulai tahun 2006/2007 juga ingin mengantisipasi dan tuntutan masa depan yang akan dihadapi siswa sebagai generasi penerus bangsa.

Langkah ini dilakukan setelah diketahui bahwa kurikulum yang telah diterapkan selama ini, yaitu kurikulum 1994, mayoritas masih berbasis materi. Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) atau ada yang menyebut kurikulum 2004. KTSP lahir karena di anggap KBK masih sarat dengan beban belajar dan pemerintah pusat dalam hal ini Depdiknas masih dipandang terlalu intervensi dalam pengembangan kurikulum. Kurikulum KTSP ini menekankan aspek kompetensi yang diharapkan akan menghasilkan lulusan yang lebih baik

dan siap menghadapi kehidupan di masyarakat. KTSP ingin memusatkan diri pada pengembangan seluruh kompetensi peserta didik. Peserta didik dibantu agar kompetensinya muncul belajar mengajar yang menekankan kompetensi dengan pendekatan contextual teaching and learuing (CTL) dan life skill diharapkan peserta didik akan menjadi pribadi yang unggul secara akademis maupun non akademis. Oleh karena itu, dalam KTSP beban belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru, dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulum, seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa kurikulum lainnya.

Demi terwujudnya penyelenggaraan Kurikulum sekolah edisi 2004 (KBK) yang telah disempurnakan dengan kurikulum sekolah edisi 2006 (KTSP) yang berkualitas standar, efektif, efisien, dan relevan, serta kontributif dan signifikan bagi kehidupan lulusan di masa depan, maka adanya semacam modul/buku, pedoman, contoh, atau sejenisnya dalam hal bagaimana model dan proses pembelajaran dlaksanakan sesuai dengan tuntutan kurikulum sangatlah diperlukan.

3. Konsep Dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi.

KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan perubahan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar-mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sember dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang peling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah satuan pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan sarana peningkatan kualitas, efesiensi, dan pemarataan pendidiakan. KTSP merupakan salah wujud revormasi pendidikan yang memebrikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan masing-masing. Otonomi dalam pengembagan kurikulum dan pembelajaran merupakan potensi bagi sekolah untuk meingkatakan kinerja guru dan staf sekolah, menawarkan partisipasi langsung kolompok-kelompok terkait, dan meningkatakn pemahaman masyarakat terhadap, khususnya

kurikulum. Pada system KTSP, sekolah memiliki “full autority and responsibility” dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi dan misi dan tujuan satuan pandidikan. Untuk mewujudkan visi dan misi, dan tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam indicator kompetensi, mengembangkan strategi, menentukan prioriotas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan lingkungan sekitar, serta memeprtanggungjawabkannya kepala masyarakat dan pemerintah. Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta komite sekolah dan dewan pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempbat, komisi pendidikan pada dewan peerwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu merumuskan dan memetapkan visi dan misi dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-program kegiatan operasional untuk mencapai tujuan sekolah.

Trianto (2009:7) mengemukakan bahwa berlakunya Kurikulum berbasis kompetensi yang telah direvisi melalui KTSP menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di seokolah. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered).

Satu hal lagi bahwa Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan sebagai hasil pembaruan Kurikulum berbasis Kompetensi tersebut juga menghendaki, bahwa suatu pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari konsep, teori dan fakta tetapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian materi pembelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi dan sintesis. Untuk itu guru harus bijaksana dalam menentukan suatu model yang sesuai yang dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Dian Sukmara (2007:26) menyebutkan bahwa prinsip-prnsip dalam pengembangan KTSP yang terpaku pada hasil dan proses itu ada 7 prinsip:

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa., berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri.

2. Beragam dan terpadu

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya, dan adat istiadat, serta status social ekonomi dan gender.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karenanya semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat

Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik agar mampu dan mau belajar yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk

membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Prinsip-prinsip tersebut tidaklah semata menjadi sebatas syair-syair politik pendidikan melainkan sebagai jiwa sekaligus kekuatan dalam pengembangan sekolah melalui KTSP baik dalam tataran perencanaan, pelaksanaan pengembangan maupun sistem pengujian.

4. Kedudukan Guru dalam implementasi Kurikulum tingkat satuan pendidikan

Standarisasi dan profesionalisme pendidikan yang sedang dilakukan dewasa ini menuntut pemahaman berbagai pihak terhadap perubahan yang terjadi dalam berbagai komponen sistem pendidikan. Kebijakan pendidikan yang semula dilakukan secara sentralisasi telah berubah menjadi desentralisasi, yang menekankan bahwa pengambilan kebijakan pendidikan berpindah dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah.

Menurut E. Mulyasa (2009:2) standar nasional pendidikan berfungsi sebagai pengikat kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang dikembangkan oleh setiap

sekolah dan satuan pendidikan di berbagai wilayah dan daerah. Dengan demikian, implementasi KTSP di setiap sekolah akan memiliki warna yang berbeda satu sama lain sesuai dengan kebutuhan wilayah masing-masing. Namun demikian, semua KTSP yang dikembangkan oleh masing-masing daerah itu akan memiliki warna yang sama,yakni warna yang digariskan oleh standar nasional pendidikan (SNP/PP.No.19 tahun 2005) sehingga kemasan kurikulum yang berbeda-beda akan bermuara pada visi, msi, dan tujuan yang sama yang diikat oleh SNP. Hal ini sejalan dengan falsafah bhinneka tunggal ika sehingga pendidikan yang diimplementasikan secara beragam tetap dapat dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa, untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) mengajar bukan hanya menyampaikan mata pelajaran akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksud untuk membentuk watak,

pereadaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan.

Dalam implementasinya, walaupun istilah yang digunakan “pembelajaran”, tidak berarti guru harus menghilangkan perannya sebagai pengajar, sebab secara konseptual pada dasarnya dalam istilah mengajar itu juga membelajarkan siswa. Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran siswanya. Keyakinan ini muncul karena tidak semua orang memiliki kemampuan baik dari segi pengalaman bahkan pengetahuan.dalam proses pembelajaran guru memiliki peran yang sangat penting.

Bagaimanpun hebatnya kemajuan sains, teknologi, peran guru tetap akan diperlukan.

Wina sanjaya (2008:208) mengatakan bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau keterampilan. Sebagai proses menyampaikan atau menanamkan pengetahuan maka mengajar memiliki karakteristik berikut sesuai dengan implementasi dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP):

Pertama, Proses pengajaran berorientasi pada guru.

Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memegang peranan

yang sangat penting. Guru menentukan segalanya. Mau diapakan siswa?apa yang harus dikuasai siswa?bagaimana cara melihat keberhasilan belajar? Semuanya tergantung guru. Oleh karena itu begitu pentingnya peran guru, maka biasannya proses pengajaran hanya akan berlangsung manakala ada guru, dan tidak mungkin ada proses pembelajaran tanpa guru.

Kedua, Siswa sebagai obyek belajar. Konsep

mengajar sebagi proses menyampaikan materi pelajaran, menempatkan siswa sebagai obyek yang harus menguasai materi pelajaran. Peran siswa adalah sebagai penerima informasi yang diberikan guru. Sebagai obyek belajar kesempatan siswa untuk belajar sesuai dengan gayanya sangat terbatas. Sebab dalam proses pembelajaran segalanya diatur dan ditentukan oleh guru.

Ketiga, kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan

waktu tertentu. Proses pengajaran berlangsung pada waktu dan tempat tertentu. Misalnya di dalam kelas penjadwalan yang ketat sehingga siswa hanya belajar manakala ada kelas yang telah didesain sedemikian rupa sebagai tempat belajar. Demikian juga halnya dengan waktu yang diatur sangat singkat. Manakala waktu belajar sesuai mata

pelajaran tertentu telah habis maka siswa akan belajar materi lain sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Keempat, tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran. Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Materi pelajaran itu sendiri adalah pengetahuan yang bersumber dari mata pelajaran yang diberikan sekolah.

Dari komponen tersebut penulis menganggap proses belajar mengajar di sekolah sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan itu akan menjadikan guru tersebut menjadi guru yang professional. Seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang dijelaskan bahwa:

“Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajra, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta ddik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”

Sedangkan Menurut Kunandar (2007:48) guru professional adalah:

“Guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk belajar. Guru dituntut mencari tahu terus menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar.

Maka apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebabnya dan mencari jalan keluar

bersama pesrta didik bukan mendiamkannya atau malah menyalahkannya.”

Seorang guru harus meyakini bahwa pekerjannya merupakan pekerjaan professional yang merupakan upaya pertama yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian standar proses pendidikan sesuai dengan harapan.

Perlu diketahui Nana Syaodih (1997:157) berpendapat bahwa keberhasilan implementasi kurikulum bergantung pada kemampuan guru karena guru adalah perencana, pelaksana, dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Sekalipun guru tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang kurikulum,guru merupakan penerjemah kurikulum yang datang dari pusat. Gurulah yang mengolah, meramu kembali kurikulum . peranan guru sangat penting dalam keberhasilan tujuan pendidikan karena guru bukan hanya menilai perilaku dan prestasi belajar siswa dalam kelas tetapi juga menilai implementasi kurikulum dalam lingkup yang sangat luas.

Implementasi KTSP dalam pembelajaran yang efektif dan menyenangkan menuntut guru untuk lebih sabar, penuh perhatian, dan pengertian. Serta mempunyai kreativitas dan penuh dedikasi untuk membangkitkan kepercayaan diri siswa. Kondisi demikian akan menimbulkan rasa persahabatan antara guru dengan siswa, sehingga mereka

tidak canggung untuk bertanya jika ada kesulitan. Tidak sedikit siswa di sekolah canggung untuk bertanya jika tidak mengerti apa yang dijelaskan oleh gurunya kebanyakan siswa lebih memilih diam walaupun tidak memahami penjelasan guru.

Islam juga mengatur tentang pendidikan dan allah menjanjikan kepada hambanya untuk menaikkan derajat orang-orang yang menuntut ilmu. Seperti yang termaktub dalam firmannya di Q.S Al-Mujadillah 58:11 yang berbunyi:

 kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

B. Kurikulum 2013

1. Sejarah munculnya kurikulum 2013

Dewasa ini bangsa Indonesia harus percaya sepenuhnya kepada kekuatan pendidikan dalam membangun suatu bangsa dan negara. Kesadaran dan keinginan kuat dari pemerintah dan rakyat Indonesia untuk memperbaiki mutu pendidikan sudah terlihat pada era ini. Sesuai dengan Undang-undang No. 22 tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan:

“Mempunyai fungsi mengembangkan kemampuan dan potensi peserta didik agar peserta didik dapat berkepribadian santun dan berakhlak mulia serta berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan tanggung jawab.”

Menurut Umar Tirtahardja dan La Sulo (2006:1) Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi- potensi kemanusiaannya. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis.

Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa.

Dalam upaya pembaharuan Sistem Pendidikan Nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya system pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua Warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang

berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Berangkat dari sudut pandang tersebut E. Mulyasa (2013:14) mengemukakan bahwa:

“Sumber Daya Manusia (SDM) akhir-akhir ini disebut-sebut sebagai sumber permasalahan perkembangan pendidikan di Indonesia. Karena bangsa yang mampu berkembang dan

“Sumber Daya Manusia (SDM) akhir-akhir ini disebut-sebut sebagai sumber permasalahan perkembangan pendidikan di Indonesia. Karena bangsa yang mampu berkembang dan

Dokumen terkait