• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah, maka penulis dapat memaparkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ke Kurikulum 2013.

2. Untuk mengetahui dampak perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ke Kurikulum 2013 bagi Guru

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Untuk memudahkan pembahasan ini, maka penulis terlebih dahulu mengemukakan manfaat dan keunggulan penelitian ini adalah:

1. Dari hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Indonesia khususnya terhadap lembaga pendidikan untuk senantiasa meningkatkan kualitas pendidikan di indonesia melalui kurikulum.

2. Dari hasil penelitian ini bagi Universitas Muhammadiyah Makassar, diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan terutama bagi guru dan siswa.

3. Bagi peneliti memperdalam dan memperluas wawasan serta menumbuhkan sadar akan pentingnya dunia pendidikan demi generasi indonesia yang lebih maju.

E. Jenis penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif, karena menekankan pada penelitian yang berupaya untuk menelusuri dan mencari referensi yang

berkaitan dengan studi perubahan kurikulum tingkat satuan pendidikan ke kurikulum 2013 dan dampaknya terhadap guru.

F. Metode Pendekatan

Dalam rangka mengumpulkan data-data teoritis untuk menjawab permasalahan penelitian, peneliti menggunakan pendekatan sebagai berikut:

1. Pendekatan perspektif, yaitu penulis menghimpun data-data dari para pendapat Ilmuan terkemuka dan handal dalam menguasai pembahasan tentang kurikulum dan guru.

2. Pendekatan kasuistik yaitu penelitian yang menggunakan berbagai analisis berdasarkan peristiwa social yang telah terjadi.

3. Pendekatan filisofis, yaitu mendekati objek pembahasan secara bebas, mendalam, dengan teliti untuk mendapatkan hakekat objek yang diteliti.

G. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan proposal ini, penulis menggunakan beberapa macam sumber untuk memberikan penjelasan-penjelasan dan penulis menggunakan studi pustaka (library research) atau suatu penelitian kepustakaan. Dimana pengumpulan data ini meliputi sumber buku-buku yang berkaitan dan relevan dengan permasalahan ini. dan melalui sumber sekunder yang merupakan sumber penunjang yang dijadikan alat bantu untuk menganalisa terhadap masalah yang telah ditetapkan atau yang dikaji.

H. Metode Pengolahan Data

Dalam mengelolah data yang telah dikumpulkan, penulis menggunakan pengolahan data secara kualitatif, yaitu mengumpulkan data terlebih dahulu kemudian diolah guna mendapatkan data yang akurat dan dapat di interpretasikan ke dalam konsep yang sesuai dengan topik yang dibahas.

I. Teknik Analisis Data

Teknik Analisis Data merupakan langkah-langkah penting dalam suatu penelitian. Dalam pengolahan data penulis menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif dengan pendekatan interpretative, penulis menggunakan beberapa metode penganalisaan data yaitu:

1. Metode Induktif yaitu, suatu metode penulisan yang berdasarkan pada hal-hal yang bersifat khusus dan hasil analisis tersebut dapat dipakai sebagai kesimpulan yang bersifat umum.

2. Metode Deduktif yaitu, metode penulisan atau penjelasan dengan bertolak dari pengetahuan yang bersifat umum, atau mengolah data dan menganalisa dari hal-hal yang sifatnya umum guna mendapatkan kesimpulan yang bersifat khusus.

3. Metode Komparatif yaitu metode yang dipakai dengan menganalisis data dengan jalan membandingkan antara satu pendapat dengan pendapat yang lain atau antara satu data dengan data lain. Kemudian mencari persamaan dan perbedaan untuk diambil suatu kesimpulan

dan menghubungkan dengan realitas yang terjadi dilapangan sehingga penulis dapat menarik kesimpulan bahwa argumen inilah yang sangat tepat untuk diaplikasikan dalam penelitian.

BAB II

KURIKULUM A. Pengertian Kurikulum

Secara etimologi kurikulum (Curriculum) berasal dari Bahasa Yunani yaitu curir yang berarti “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Itu berarti istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Yunani Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dan garis start sampai finish untuk memperoleh medali/penghargaan. Kemudian pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (Subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah.

Secara terminologi, istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu sejumlah pengetahuan atau kemampuan yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai tingkatan tertentu secara formal dan dapat dipertanggung jawabkan. Para ahli mengartikan kurikulum yaitu:

Menurut Nana Sudjana (2009:17) kurikulum adalah:

“Program belajar bagi siswa yang disusun secara sistematis dan logis, di berikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai program belajar, kurikulum adalah niat, rencana atau harapan.”

Menurut Nana Syaodih (2010:6) kurikulum merupakan:

“Suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Menurut Nasution (2012:5) kurikulum dipandang sebagai:

“Suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.”

Sedangkan menurut UU RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat 19 dalam Mashur Muslich (2012:1) kurikulum adalah:

“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.”

Jadi, kurikulum itu merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar pada suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikanuntuk mencapai suatu tujuan.pengertian kurikulum secara luas tidak hanya berupa mata pelajaran ataukegiatan-kegiatan belajar siswa saja tetapi segala hal yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.

Istilah kurikulum pada dasarnya tidak hanya terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar (learning experience) yang dialami siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya.

Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus berjalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya

pendapat mengenai pengertian kurikulum, maka secara teoritis kita agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat. Berdasarkan hasil kajian, diperoleh beberapa dimensi pengertian kurikulum.

R. Ibrahim (2005:23) dalam mengelompokkan kurikulum itu menjadi tiga dimensi, yaitu:

1. Kurikulum Sebagai Substansi

“Dimensi pertama memandang kurikulum sebagai rencana kegiatan belajar siswa di sekolah atau sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum dapat jugamenunjuk pada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadwal dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara penyusun kurikulum dan pemegang kebijakan pendidikan dan masyarakat.”

2. Kurikulum Sebagai Sistem

“Dimensi kedua memandang kurikulum sebagai bagian dari system persekolahan, sistem pendidikan dan bahan masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu system adalah tersusunnya suatu kurikulum. Dan fungsi dari sistem kurikulum adalah memelihara kurikulum agar tetap dinamis.”

3. Kurikulum Sebagai Bidang Studi

“Dimensi ketiga memandang kurikulum sebagai bidang studi, yaitu sebagi studi kurikulum. Hal ini merupakan kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran.Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum, melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan,sehingga menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.”

Dari berbagai pendapat diatas tentang pengertian kurikulum penulis dapat menyimpulkan bahwa kurikulum sebagai bahan penelitian menuju pendidikan yang berbasis kompeten.

B. Landasan Pengembangan Kurikulum 1. Hakikat Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. Namun demikian, persoalan mengembangkan isi dan bahan pelajaran serta bagaimana cara belajar siswa bukanlah suatu proses yang sederhana, sebab menentukan isi atau muatan kurikulum harus berangkat dari visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai.

Sedangkan menentukan tujuan erat kaitannya dengan persoalan sistem nilai dan kebutuhan masyarakat. Persoalan inilah yang kemudian membawa kita pada persoalan menentuan hal-hal yang mendasar dalam proses pengembangan kurikulum yang kemudian kita namakan asas-asas landasan pengembangan kurikulum.

Landasan pengembangan kurikulum diibaratkan seperti fondasi sebuah bangunan. Apa yang akan terjadi seandainya sebuah gedung yang menjulang tinggi berdiri di atas fondasi yang rapuh? Ya, tentu saja bangunan itu tidak akan bertahan lama. Oleh sebab itu, sebelum sebuah gedung dibangun,terlebih dahulu

disusun fondasi yang kukuh. Semakin kukuh fondasi sebuah gedung, maka akan semakin kukuh pula gedung tersebut.

Layaknya membangun sebuah gedung, maka menyusun sebuah gedung kurikulum juga harus didasarkan fondasi yang kuat.

Kesalahan menentukan dan menyusun sebuah fondasi kurikulum berarti kesalahan dalam menentukan kebijakan dan implementasi pendidikan.

Atas dasar itu, maka pengembangan kurikulum (curriculum development atau curriculum planning) adalah proses atau

kurikulum sebagai pedoman dalam proses dan penyelenggaraan pembelajaran oleh guru di sekolah.

2. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum a. Prinsip Relevansi

Kurikulum merupakan rel-nya pendidikan untuk membawa siswa agar dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat serta membekali siswa baik dalam bidang pengetahuan, sikap maupun keterampilan sesuai dengan tuntunan dan harapan masyarakat. Inilah yang disebut dengan prinsip relevansi.

b. Prinsip Fleksibilitas

Prinsip ini memiliki dua sisi: pertama, fleksibel bagi guru, yang artinya kurikulum harus memberikan ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program pengajarannya sesuai dengan

kondisi yang ada. Kedua, fleksibel bagi siswa, artinya kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa.

c. Prinsip kontinuitas

Prinsip ini mengandung pengertian bahwa perlu dijaga saling keterkaitan dan kesinambungan antara materi pelajaran pada berbagai jenjang dan jenis program pendidikan.

d. Efektifitas

Prinsip ini berkenaan dengan rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar.

e. Efisiensi

Prinsip ini berhubungan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, suara, dan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh.

C. Mengajar dan Belajar Dalam Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006) dan Kurikulum 2013

Kurikulum memiliki dua dimensi yang sama pentingnya, yakni kurikulum sebagai pedoman dan kurikulum sebagai implementasi.

Kurikulum sebagai pedoman berfungsi sebagai acuan atau dokumen kurikulum sedangkan kurikulum sebagai implementasi adalah aktualisasi dari kurikulum pedoman itu. Oleh karena itu, maka implementasi kurikulum pada dasarnya adalah proses yang mengajar yang dilakukan guru dan proses belajar yang dilakukan siswa di dalam ataupun di luar kelas.

a. Konsep dasar mengajar

Menurut Wina Sanjaya (2008:11) Kata teach atau mengajar berasal dari:

“Bahasa inggris kuno, yaitu taecan yang berarti memperlihatkan.

Secara deskriptif mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa.”

Proses penyampaian itu sering dianggap sebagai proses mentransfer ilmu. Dalam Konteks Itu, mentransfer tidak diartikan dengan memindahkan seperti misalnya mentransfer uang. Sebab, kalau kita mentransfer uang maka jumlah uang yang dimiliki akan berkurang bahkan hilang setelah ditransfer ke orang lain. Apakah mengajar juga demkian? Tidak. Bahkan mungkin saja ilmu yang dimilki guru akan bertambah. Oleh sebab itu kata mentransfer dalam konteks ini diartikan sebagai proses menyebarluaskan, seperti menyebarluaskan api. Ketika api dipindahkan maka api tidaklah menjadi kecil akan tetapi semakin membesar. Sebagai proses menyampaikan atau menanamkan ilmu pengetahuan, maka mengajar memiliki beberapa karakteristik berikut:

 Proses pengajaran berorientasi pada guru

 Siswa sebagai objek belajar

 Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat atau waktu tertentu

 Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran.

Sue Cowley (2011:19) mengungkapkan bahwa mengajar adalah:

“Pekerjaan paling menyenangkan jika kita memiliki siswa berperilaku baik. Setiap hari memberi pengalaman baru dan berbeda.”

Akan tetapi mengajar jangan diartikan sebagai proses menyampaikan materi pembelajaran atau memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada siswa saja, akan tetapi lebih dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.

b. Pengajaran dan pembelajaran

Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan.

Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan.

Menurut Deny Darmawan (2012:67) Pembelajaran adalah:

“Suatu upaya yang dilakukan oleh seorang guru atau pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar. Kegiatan pembelajaran bukan lagi sekedar kegiatan pengajaran yang mengabaikan kegiatan belajar, yaitu sekedar menyiapkan pengajaran dan lelaksanakan prosedur mengajar dalam pembelajaran dalam tatap muka. Akan tetapi, kegiatan pembelajaran lebih kompleks lagi dan dilaksanakan dengan pola-pola pembelajaran yang bervariasi.”

Berdasarkan pola-pola pembelajaran tersebut, maka membelajarkan itu tidak hanya sekedar mengajar karena

membelajarkan yang berhasil harus memberikan banyak perlakuan kepada siswa. Oleh karenanya guru haus memiliki multi peran dalam pembelajaran.

C. Makna belajar

Belajar merupakan aktivitas yang disengaja dan dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri.

Dari pengertian tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam belajar:

 Proses

Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir merasakan. Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat diamati orang lain, akan tetapi dirasakan oleh yang bersangkutan sendiri. Guru tidak dapat melihat aktivitas pikiran dan perasaan siswa.

Kegiatan tersebut merupakan manifestasi dari adanya aktivitas mental.

 Perubahan perilaku

Hasil belajar akan tampak pada perubahan perilaku individu yang belajar. Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan perilaku sebagai akibat kegiatan belajarnya.

Perubahan perilaku diklasifikasikan menjadi tiga domain yaitu Kognitif (Intelektual), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan)

 Pengalaman

Belajar adalah mengalami, dalam arti bahwa belajar terjadi karena individu berinteraksi dengan lingkungannya.

Belajar dapat dilakukan melalui pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung. Siswa yang melakukan eksperimen adalah contoh belajar dengan pengalaman langsung. Sedangkan siswa belajar dengan menjelaskan penjelasan guru atau membaca buku adalah contoh belajar Individu.

D. Metode mengajar CBSA

CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) sebagai istilah yang sama maknanya dengan Student Active Learning (SAL). CBSA adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan siswa, yang merupakan inti dari kegiatan belajar.

Pada hakekatnya, keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada semua perbuatan belajar, tetapi kadamya yang berbeda tergantung pada kegiatannya, materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai.

Rohani (2010:77) menyatakan bahwa CBSA merupakan:

“Salah satu strategi partisipasi siswa sebagai subjek didik secara optimal sehingga siswa mampu mengubah dirinya (tingkah laku, cara berpikir, dan bersikap) secara lebih efektif dan efisien”.

Kehadiran CBSA sebagai alternatif strategi pengajaran dimaksudkan untuk mempertinggi atau mengoptimalkan aktifitas dan keterlibatan siswa dalam proses pengajaran.

Guru dan siswa terlibat dalam sebuah interaksi pada kegiatan belajar mengajar. Siswa lebih aktif dalam interaksi itu, bukan guru. Guru hanya sebagai motivator dan fasilitator. Sistem pengajaran seperti itulah yang dikehendaki dalam pendidikan modern agar keaktifan siswa menyangkut kegiatan fisik dan mental akan tersalurkan dan aktivitas siswa dalam kelompok sosial akan membuahkan interaksi dalam kelompok.

Berdasarkan teori di atas, disimpulkan bahwa metode mengajar CBSA merupakan strategi pembelajaran yang menghendaki partisipasi siswa secara optimal sehingga siswa mampu mengubah dirinya lebih efektif dan efisien.

Metode mengajar CBSA merupakan salah satu faktor ekstern yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa akan berhasil belajarnya apabila metode mengajar yang digunakan oleh guru sesuai dengan tujuan. Dalam CBSA, kegiatan belajar diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti: mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu,

menulis laporan, memecahkan masalah, memberikan prakarsa/gagasan, menyusun rencana, dan sebagainya. Keaktifan itu ada yang dapat diamati dan ada pula yang tidak dapat diamati secara langsung.

Penerapan dan pendayagunaan konsep CBSA dalam pembelajaran merupakan kebutuhan dan sekaligus sebagai keharusan dalam kaitannya dengan upaya merealisasikan Sistem Pendidikan Nasional untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang pada gilirannya berimplikasi terhadap sistem pembelajaran yang efektif.

Peserta didik dipandang dari dua sisi yang berkaitan, yakni sebagai objek pembelajaran dan sebagai subjek yang belajar.

Siswa sebagai subjek dipandang sebagai manusia yang potensial sedang berkembang, memiliki keinginan-keinginan harapan dan tujuan hidup, aspirasi dan motivasi dan berbagai kemungkinan potensi lainnya. Siswa sebagai objek dipandang sebagai yang memiliki potensi yang perlu dibina, diarahkan dan dikembangkan melalui proses pembelajaran. Karena itu proses pembelajaran harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip manusiawi (humanistik), misalnya melalui suasana kekeluargaan terbuka dan bergairah serta berpariasi sesuai dengan keadaan perkembangan siswa bersangkutan.

CBSA dapat berlangsung dengan efektif, bila guru melaksanakan peran dan fungsinya secara aktif dan kreatif, mendorong dan membantu serta berupaya mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan belajar yang telah ditentukan. Keaktifan guru dilakukan pada tahap-tahap kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan tindak lanjut pembelajaran. Peranan guru bukan sebagai orang yang menuangkan materi pelajaran kepada siswa, melainkan bertindak sebagai pembantu dan pelayanan bagi siswanya. Siswa aktif belajar, sedangkan guru memberikan fasilitas belajar, bantuan dan pelayanan.

Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, ialah:

Menyiapkan lembaran kerja

Menyusun tugas bersama siswa;

Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan dilakukan;

Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa apabila siswa mendapat kesulitan;

Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan;

Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum;

Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lambat;

Menyalurkan bakat dan minat siswa;

Mengamati setiap aktivitas siswa.

Kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan, bahwa pembelajaran berdasarkan pendekatan CBSA tidak diartikan guru menjadi pasif, melainkan tetap harus aktif namun tidak bersikap mendominasi siswa dan menghambat perkembangan potensinya. Guru bertindak sebagai guru inquiry dan fasilitator.

E. Jenis-jenis Kurikulum

Menurut Nasution (2012:7) jenis-jenis kurikulum ada tiga, yaitu:

1. Separated Subject Curriculum (Kurikulum Mata Pelajaran Terpisah Atau Tidak Menyatu).

Kurikulum ini dikatakan demikian karena data data pelajaran disajikan pada peserta didik dalam bentuk subjek atau mata pelajaran yang terpisah satu dengan yang lainnya. Kurikulum ini dengan tegas memisahkan antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya,umpamanya mata pelajaran biologi dengan pengetahuan sosial atau yang lainnya.

Akan tetapi kurikulum ini juga memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:

 Bahan pelajaran dapat disajikan secara logis, sistematis dan berkesinambungan, hal ini karena setiap bahan telah disusun dan diuraikan secara sistematis dan logis dengan mengikuti urutan yang tepat yaitu dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang kompleks.

 Organisasi kurikulum bentuk ini sangat sederhana, mudahdirencanakan dan mudah dilaksanakan dan mudah juga diadakan perubahan jika diperlukan. Adanya kesederhanaan itu sangat diperlukan karena hal itu jelas akan menghemat tenaga sehingga menguntungkan baik dari pihak pengembang kurikulum itu sendiri maupun guru atau satuan pendidikan untuk melaksanakannya.

 Kurikulum ini mudah dinilai untuk mendapatkan datadata yang diperlukan untuk dilakukan perubahan seperlunya. Karena kurikulum ini terutama bertujuan untuk menyampaikan sejumlah pengetahuan maka hal itu dapat dengan mudah diketahui hasilnya yaitu dengan melakukan pengukuran yang berupa tes.

Disamping ada keunggulan keunggulan kurikulum bentuk ini, ada pula kelemahan kelemahannya, antara lain:

 Kurikulum ini memberi mata pelajaran secara terpisah, satu dengan yang lain tidak ada saling hubungan. Hal itu memungkinkan terjadinya pemerolehan pengalaman secara lepas tidak sesuai dengan kenyataan.Kurikulum bentuk ini kurang memperhatikan masalah masalah yang dihadapai anak secara faktual dalam kehidupan mereka sehari hari. Kurikulum ini hanya sering mengutamakan penyampaian sejumlah pengetahuan yang kadang kadang tidak ada relevansinya dengan kebutuhan kehidupan.

 Cenderung statis dan ketinggalan zaman. Buku buku pelajaran yang dijadikan pegangan jika penyusunannya dilakukan beberapa atau bahkan puluhan tahun yang lalu dan jika tidak dilakukan revisi untuk keperluan penyesuaian akan ketinggalan zaman.

 Tujuan kurikulum bentuk ini sangat terbatas karena hanya menekankan pada perkembangan intelektual dan kurang memperhatikan faktor faktor yang lain seperti perkembangan emosional dan sosial.

2. Correlated Curriculum (Kurikulum Korelasi Atau Pelajaran Saling Berhubungan).

Mata pelajaran dalam kurikulum ini harus dihubungkan dan disusun sedemikian rupa sehingga yang satu memperkuat yang lain, yang satu melengkapi yang lain. Jadi di sini mata pelajaran itu dihubungkan antara satu dengan yang lainnya sehingga tidak berdiri sendiri. Untuk memadukan antara pelajaran yang satu dengan yang lainnya, ditempuh dengan cara-cara korelasi antara lain:

a. Korelasi okasional atau incidental,yaitu korelasi yang diadakan sewaktu waktu bila ada hubungannya.

b. Korelasi etis, yaitu yang bertujuan mendidik budi pekerti sebagai pusat pelajaran diambil pendidikan agama atau budi pekerti.

c. Korelasi sistematis, yaitu yang mana korelasi ini disusun oleh guru sendiri.

d. Korelasi informal, yang mana kurikulum ini dapat berjalan dengan cara antara beberapa guru saling bekerja sama, saling meminta

untuk mengkorelasikan antara mata pelajaran yang dipegang guru A dengan mata pelajaran yang dipegang oleh guru B.

e. Korelasi formal, yaitu kurikulum ini sebenarnya telah direncanakan oleh guru atau tim secara bersama sama.

f. Korelasi meluas (broad field), di mana korelasi ini sebenarnya merupakan fungsi dari beberapa bidang studi yang memiliki ciri khas yang sama dipadukan menjadi satu bidang studi.

f. Korelasi meluas (broad field), di mana korelasi ini sebenarnya merupakan fungsi dari beberapa bidang studi yang memiliki ciri khas yang sama dipadukan menjadi satu bidang studi.

Dokumen terkait