• Tidak ada hasil yang ditemukan

44

AN KOMNAS PEREMPU

44

KOMNAS PEREMPUANAN KOMNAS PEREMPU Catatan tahunan Tentang Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2010

44

para pengungsi menyampaikan bahwa selama ini Pemerintah tidak memberi bantuan kepada para

pengungsi karena dianggap ‘garis merah’ (dianggap OPM). Dan untuk memenuhi kebutuhan makan

sehari-hari para pengungsi menanam ubi dan sayur di pinggir honai. Anak-anak usia sekolah dasar tidak bersekolah karena biaya sekolah dan letak yang cukup jauh dari lokasi pengungsian dan orang tua menguatirkan kondisi keamanan anak-anak mereka. Para pengungsi juga menyampaikan bahwa saat sakit dan berobat ke rumah sakit mereka tidak dilayani sebagaimana mestinya, dibiarkan lama tanpa layanan. Hal ini mengakibatkan pengungsi berpikir bahwa mereka diperlakukan berbeda hanya karena berasal dari Tingginambut. Para pengungsi tidak mendapat bantuan apapun dari pemerintah daerah. Anak- anak umur sekolah banyak yang tidak dapat sekolah lagi karena harus tinggal berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Jika bersekolah pun harus menempuh rute sejauh 20-30 kilometer dari tempat pengungsian ke Kota Mulia, hal ini menyebabkan orang tua tidak mengijinkan anak untuk bersekolah. Anak perempuan asal Tingginambut yang beranjak remaja terpaksa dikirim ke Distrik Ilu yang jauh dari daerah konflik. Mereka tinggal dengan keluarganya di Distrik Ilu karena masyarakat masih trauma dengan pengalaman dari tahun 2004 yang juga mengakibatkan banyak anak remaja mengalami kekerasan seksual.

Pengungsi dari Distrik Yambi

Setelah penyerangan terjadi, masyarakat Distrik Yambi mengungsi keluar dari distrik dan tinggal di daerah Kulurik di pinggiran hutan dekat Kota Mulia. Hingga sekarang para pengungsi mendiami 7 titik lokasi dan tinggal di honai-honai yang terbuat dari papan dan beratapkan terpal. Di setiap honai

dihuni 3-8 kepala keluarga. Para pengungsi menyampaikan, kondisi hidup mereka tidak aman karena masih ada kontrol yang dilakukan aparat TNI terhadap mereka. Disamping itu, sampai saat ini masyarakat pengungsi belum mendapat bantuan apapun dari pemerintah maupun lembaga lainnya. Jumlah keseluruhan pengungsi sebanyak 100 orang. Anak umur perempuan dan laki-laki usia belasan tahun dikirim ke Distrik Ilu atau ke Wamena untuk dapat pendidikan. Anak-anak usia SD tidak bersekolah kalau kuat jalan sekolah ke Kota Mulia, kalau tidak kuat jalan mereka tinggal di rumah saja.

Kelaparan di Lokasi Pengungsian dan Mengalami Kekerasan Seksual di Kebun

Menurut pengungsi dari Distrik Yambi, mereka memilih tinggal di Kulurik, karena pertama, mereka takut kalau masuk ke kota mereka akan melewati banyak pos sehingga kuatir dengan keselamatan mereka dan kedua, mereka tidak tahu akan tinggal di mana dan makan apa di kota sehingga memilih tinggal di pinggir hutan karena ada lahan yang mereka bisa tanami. Masyarakat pengungsi juga menyampaikan bahwa mereka merasa tidak aman karena tanah yang ditempati bukan milik mereka dan berharap bisa kembali ke Yambi. Akibat kelaparan dan penyakit, sejak tahun 2010 terdapat 20 orang yang meninggal dunia, diantaranya: 7 perempuan, 6 laki laki yang sudah tua dan 7 anak-anak. Jika pergi ke kebun, mama-mama harus melewati pos aparat keamanan. Aparat keamanan secara kelompok (3-5 orang) mengikuti mama-mama ke kebun dan melakukan tindak kekerasan seksual di kebun. Dua orang mama menyampaikan pengalamannya dan menginformasikan pengalaman perempuan-perempuan lain yang mereka ketahui mengalami hal yang sama dengan mereka.

45

KOMNAS PEREMPUAN

Catatan tahunan Tentang Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2010 KOMNAS PEREMPUANKOMNAS PEREMPUANKOMNAS PEREMPUAN

45 45 45

Inisiatif Perempuan Membangun ’Perdamaian’

Karena kondisi kehidupan pengungsi yang tidak bisa bebas melakukan aktivitas terutama dalam mencari makanan untuk kebutuhan sehari-hari, Mama Po, perempuan pengungsi dari Tingginambut,

menemui pimpinan kelompok yag diduga ’OPM’ untuk meminta perdamaian agar mereka bisa kerja

kebun lagi. Permintaan ini disetujui, sehingga mama-mama bisa pergi ke kebun di Tingginambut tanpa diganggu. Mama-mama berangkat pagi hari pkl. 06.00 wit dari Kota Mulia sampai di Tingginambut sekitar pkl. 12.00. Mereka mengambil ubi dan sayur di kebun lalu kembali ke Kota Mulia. Hasil kebun ini yang dijual untuk makanan keluarga sehari-hari.

Kekerasan Seksual, Poligami dan Selingkuh dalam Rumah Tangga

Sepanjang tahun 2010 ada sejumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga yang diadukan ke Badan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Jayawijaya. Pada umumnya diselesaikan secara kekeluargaan, pelaku diminta membuat perjanjian bahwa ia tidak akan mengulangi kekerasan lagi. Sedangkan bila pelaku dan korban tidak punya ikatan perkawinan dan pelaku tidak mau menikahi korban, maka pelaku membayar sanksi adat. Tercatat ada satu kasus perkosaan dalam rumah tangga yang dilakukan seorang suami kepada isterinya. Pelaku yang berusia 50 tahun menikahi korban saat korban masih berumur 10 tahun. Selama 5 tahun pernikahannya pelaku selalu melakukan kekerasan seksual terhadap korban. Hingga korban merasa trauma setiap kali pelaku mendekat pada korban. Akhirnya korban datang mengadu ke Badan Pemberdayaan Perempuan selanjutnya korban didampingi untuk mengadukan pelaku. Pelaku dipidana selama 3 tahun, dan akhirnya mereka bercerai.

Temuan lain yang mengemuka di Kabupaten Jaya Wijaya adalah kasus poligami. Seorang perempuan muda menceritakan bahwa dia dinikahi suaminya sebagai isteri keempat, saat menikah usianya masih 15 tahun. Selama 5 tahun perkawinan korban tinggal bersama suaminya beserta tiga orang isteri pelaku lainnya. Setelah tiga bulan korban melahirkan, pelaku meminta ijin untuk menikah lagi. Korban tidak mengijinkan karena perempuan yang akan dinikahinya itu adalah nenek korban. Meski korban keberatan, pelaku tetap menikahi nenek korban. Sejak menikah lagi, pelaku tidak menafkahi korban dan anaknya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, korban berdagang eceran bensin dan pinang sirih di pinggir jalan.

Penanganan dan Inisiatif Lokal

Komnas Perempuan mencatat ada inisiatif yang dilakukan oleh Kapolres Wamena yang menikahkan secara massal anggota polisi di kesatuannya yang belum menikah sah. Ada 49 pasangan yang dinikahkan secara massal pada bulan Agustus 2010. Setelah selesai acara nikah massal, langsung dicatatkan perkawinan masing-masing di catatan sipil. Selanjutnya, masing-masing pasangan tersebut mengajukan nikah dinas agar istri dan anak mereka masuk dalam daftar gaji si anggota polisi tersebut.

Dokumen terkait