• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEREMPUAN INDONESIA DALAM KEMISKINAN DAN BENCANA

Tahun 2010 adalah tahun di mana Indonesia banyak tertimpa bencana, baik bencana alam atau bencana karena ulah manusia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa sepanjang tahun 2010, terjadi sekitar 644 kejadian bencana. Dimana jumlah korban meninggal mencapai 1.711 orang, menderita dan hilang sekitar 1.398.923 orang. Rumah rusak berat 14.639 unit, rusak sedang 2.830 unit dan rusak ringan 25.030. Dari 644 kejadian bencana tersebut, sekitar 81,5% atau 517 kejadian bencana adalah bencana hidrometerologi. Sedangkan bencana geologi seperti gempa bumi, tsunami dan gunung meletus masing-masing terjadi 13 kali (2%), 1 kali (0,2%) dan 3 kali (0,5%). Namun jumlah kerugian yang ditimbulkan oleh bencana geologi tersebut tergolong besar.

Pada tahun 2010, tiga peristiwa bencana alam yang dapat dikatakan terbesar dan paling banyak menarik perhatian adalah bencana banjir bandang Wasior yang terjadi pada tanggal 4 Oktober 2010 di Papua Barat, Bencana Tsunami Mentawai serta Bencana erupsi Gunung Merapi pada tanggal 26 September 2010. Banjir bandang Wasior memakan dengan korban 169 orang meninggal. Gempa bumi dan tsunami di Mentawai dengan korban 509 orang meninggal, dan letusan gunung api Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta menyebabkan 386 orang meninggal.17 Bencana-bencana tersebut

mengakibatkan kerugian materiil dan imateriil yang tak terhitung besarnya. Akibat dari berbagai bencana alam tersebut, ribuan penduduk terpaksa harus tinggal di tempat-tempat pengungsian, ratusan orang meninggal dan hilang, serta ribuan lainnya dalam kondisi sakit, terluka, dan mengalami trauma psikologis yang dalam.

Komnas Perempuan dalam laporan pemantauan pengungsi yang dipublikasikan pada tahun 200718menemukan bahwa perempuan dan anak adalah pihak yang paling rentan dalam situasi bencana

dan pengungsian. Persoalan yang sering muncul adalah akses terhadap air bersih. Dalam budaya Indonesia karena perempuan dianggap penanggung jawab pekerjaan rumah tangga, maka dalam kondisi mengungsi sekali-pun perempuan tetap menjadi pihak yang bertanggung jawab mencari air. Masalah MCK yang tidak terpisah antara laki-laki dan perempuan serta kondisi-nya yang kadang tidak tertutup juga menyebabkan perempuan rentan mengalami pelecehan seksual. Keterbatasan layanan reproduksi perempuan menjadi masalah yang sering muncul, seperti tidak tersedianya pembalut, alat kontrasepsi, dan layanan KB. Tak ayal, dalam keadaan sulit seperti ini perempuan sering terpaksa hamil di luar keinginan mereka. Menurut Komnas Perempuan kondisi tersebut terjadi karena perempuan tidak menjadi bagian dalam pengambilan keputusan. Partisipasi perempuan nyaris diabaikan dalam merencanakan, membahas dan memutuskan setiap kebijakan menyangkut kepentingan bersama. Padahal, belum tentu laki-laki bisa menyuarakan kepentingan dan kebutuhan perempuan yang memang berbeda dengan kepentingan laki-laki.

17. http://www.bnpb.go.id/website/asp/berita_list.asp?id=240, CATATAN AKHIR TAHUN 2010 DAN ANTISIPASI BENCANA 2011, Desember 2010 (terakhir diunduh tanggal 12 Februari 2011)

18. Laporan Bersama Kondisi Pemenuhan HAM Perempuan Pengungsi, “Perempuan Pengungsi: Bertahan dan Berjuang dalam

33

KOMNAS PEREMPUAN

Catatan tahunan Tentang Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2010 KOMNAS PEREMPUANKOMNAS PEREMPUANKOMNAS PEREMPUAN

33 33 33

Kebijakan Penanganan Pengungsian Bencana Wasior

Kabupaten Wondama dengan ibu kota Rasiey adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang terbentuk sejak 12 April 2003 sebagai hasil dari pemekaran Kabupaten Manokwari berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2002. Kabupaten Wondama terdiri dari 13 distrik atau kecamatan dan 76 kampung. Pada tanggal 4 Oktober 2010 terjadi banjir bandang yang melanda distrik Wasior pukul 07.00 WIT. Bencana ini menyebabkan korban meninggal sebanyak 169 orang; luka berat 105 orang; luka ringan sebanyak 3374 orang dan hilang sebanyak 118 orang. Jumlah pengungsi sebanyak 9016 orang yang tersebar di kabupaten Wondama sebanyak 2118 orang; di Kabupaten Manokwari sebanyak 4943 orang; ke kabupaten Nabire sebanyak 3795 orang; dan wilayah di luar Papua sebanyak 1106 orang.

Hasil pemantauan Komnas Perempuan menunjukkan ada berbagai permasalahan dalam penanganan dampak bencana ini. Untuk penanganan pengungsi, baik komunitas pengungsi maupun pendamping pengungsi mengeluhkan kebijakan penanganan yang dilakukan pemerintah masih parsial dan kurangnya koordinasi antara Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) Provinsi dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BNPBD) Provinsi Papua Barat. Hal ini menyebabkan penyaluran bantuan yang berjalan lambat. Di samping itu mereka juga menyebutkan tidak adanya transparansi dalam pengelolaan dana Bencana Wasior serta tidak ada evaluasi terhadap mekanisme penanganan yang dilakukan.

Kebijakan penanganan bencana dalam penyaluran bantuan juga dinilai tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan kebutuhan nyata akibat ketiadaan data terpusat. Seperti penyaluran bantuan alat masak, masyarakat dibagikan kompor namun tidak ada bahan bakar sehingga mereka tidak bisa memanfaatkan dan tetap menggunakan kayu bakar. Di daerah huntara terdapat ruang layanan kesehatan, namun tidak ada obat maupun petugas kesehatan yang melayani. Demikian pula dengan layanan kesehatan dan pemeriksaan bagi perempuan hamil dan menyusui serta pemeriksaan kesehatan reproduksi tidak tersedia.

Pendamping pengungsi menyampaikan bahwa mereka mencatat setiap hari setidaknya terjadi 5 kasus KDRT dengan bentuk pemukulan yang dilakukan suami kepada isteri. Umumnya korban menyebutkan bahwa dia dipukul karena menolak berhubungan seksual dengan suami. Pertengkaran antara suami-isteri juga sering terjadi karena suami sering keluar malam dan baru kembali ke lokasi pengungsian di pagi hari. Dilaporkan pula terjadi satu kasus pengintipan yang dilakukan oleh masyarakat non pengungsi terhadap seorang ibu yang sedang mandi.

Ledakan Tabung Gas

Krisis moneter yang menimpa Indonesia pada tahun 1997, membuat Pemerintah Indonesia secara resmi mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sebagai syarat pencairan dana talangan yang disediakan IMF, pemerintah Indonesia wajib melaksanakan konsesus Washington19

melalui penandatanganan Letter of Intent, yang salah satu butir kesepakatannya adalah penghapusan

19. Konsesus Washington yang menjadi menu dasar program penyesuaian struktural IMF tersebut dalam garis besarnya meliputi : (1) pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi negara dalam berbagai bentuknya, (2) pelaksanaan liberalisasi sektor keuangan, (3) pelaksanaan liberalisasi sektor perdagangan, dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN

Dokumen terkait