Tidak dapat disangkal lagi, bahwa kesinambungan hidup perusahaan, sangat bergantung pada ketahanan wirausaha, dalam meraih keunggulan bersaing melalui strategi yang dimilikinya. Menurut Collin Montgomery (1998), strategi perusahaan adalah cara-‐cara perusahaan, dalam mencipta-‐ kan nilai, melalui konfigurasi dan koordinasi aktivitas multi pernasaran.
Dalam manajemen perusahaan modern, seperti sekarang ini, telah terjadi pergeseran strategi, yaitu dari strategi memaksimalkan keuntungan pemegang saham (mencari laba perusahaan), menjadi memaksimalkan keuntungan bagi semua yang berkepentingan, dalam perusahaan (stake-‐ holder), yaitu untuk pihak individu atau kelompok, yang memiliki kepenti-‐ ngan dalam kegiatan perusahaan, tidak hanya pemegang saham, namun juga karyawan, manajemen, pembeli, masyarakat, pemasok, distributor dan pemerintah. Akan tetapi, konsep laba tidak dapat dikesampingkan, karena konsep laba merupakan alat yang penting bagi perusahaan, untuk mencip-‐ takan manfaat bagi para pemilik kepentingan.
Laba perusahaan merupakan cermin, dari kinerja manajemen strate-‐ gis, yang berhasil memuaskan pemilik kepentingan. Oleh karena itu, salah satu tugas manajemen strategis adalah menciptakan laba yang dapat diper-‐ gunakan sebagai sumber dana, untuk investasi dan meningkatkan manfaat bagi pemilik kepentingan.
Menurut Albert Widjaja (1993), laba perusahaan masih merupakan tujuan yang kritis dan menjadi ukuran keberhasilan, tetapi bukan tujuan akhir dari suatu perusahaan. Dikatakan sangat penting, karena apabila tidak memperoleh laba, maka perusahaan tidak dapat memberikan manfaat bagi para pemilik kepentingannya. Hal ini, berarti perusahaan tidak dapat memberikan kenaikan gaji, tidak dapat membagikan deviden kepada pemegang saham, tidak dapat memperluas usaha dan tidak dapat membayar pajak (J. Supranto, 1993 : 5).
Teori ekonomi mikro neoklasik dari mazhab Austria, dikemukakan bahwa perusahaan dapat memperoleh keuntungan, apabila memiliki keung-‐ gulan yang unik, untuk menghindari persaingan sempurna. Menurut Schumpeter (1934), keuntungan tersebut hanya dapat tercipta dari pene-‐ muan yang dilakukan para wirausaha. Penemuan dari para wirausaha, dapat menciptakan keuntungan melalui penemuan cara-‐cara baru, dalam memberi pelayanan terbaik kepada pelanggan. Menurut Richard A. D'Aveni (1994: 253), penemuan para wirausaha merupakan hasil dari proses kreatif yang dinamis, dari para pencipta yang berusaha, menciptakan ketidak seimbangan pasar. Mengapa wirausaha dapat menciptakan ketidak seimba-‐ ngan pasar? Jawabannya adalah karena para wirausahalah, yang mencipta-‐ kan barang-‐barang baru dan berbeda, serta menciptakan nilai di pasar.
Selain mazhab neo klasik, tidak sedikit ahli ekonomi dan manajemen 1980-‐an hingga 1990-‐an, yang mengemukakan berbagai pandangan mengenai bagaimana perusahaan, dapat memperoleh keuntungan dari persaingan. Michael Porter (1980) yang terkenal dengan teori strategi
bersaing (competitive strategy), mengemukakan bahwa perusahaan harus menciptakan daya saing khusus, agar memiliki posisi tawar-‐menawar yang kuat (bargaining power), dalam persaingan. Menurut teori strategi yang kuat, dari Porter (1991), perusahaan dapat mencapai keberhasilan, apabila tiga kondisi dipenuhi, yaitu :
1. Tujuan perusahaan dan kebijakan fungsi-‐fungsi manajemen (seperti produksi dan pemasaran) harus secara kolektif memperlihatkan posisi terkuat di pasar.
2. Tujuan dan kebijakan tersebut, ditumbuhkan berdasarkan kekuatan perusahaan, serta diperbarui terus (dinamis) sesuai dengan perubahan peluang dan ancaman lingkungan eksternal.
3. Perusahaan harus memiliki dan menggali kompetensi khusus, sebagai pendorong untuk menjalankan perusahaan, misalnya dengan reputasi merek dan biaya produksi yang rendah. Kompetensi khusus ini, harus dikembangkan secara terus-‐menerus dan secara dinamis. Apabila kompetensi khusus tidak diubah, maka tingkat keuntungan perusahaan dapat menurun.
Pada intinya, perusahaan harus menciptakan daya saing khusus, untuk memperkuat posisi tawar-‐menawar dalam persaingan, serta untuk menampung tuntutan persaingan di pasar, yang berasal dari para pemasok, pembeli, ancaman pendatang baru, produk pengganti dan tantangan gencar lainnya, dari para pesaing. Menurut strategi ini, perusahaan harus mencari pasar yang kuat, berbiaya rendah dan harus menjadi senjata utama, dalam persaingan.
Oleh karena itu, menurut Mintzberg (1990) dalam teori design school, perusahaan harus mendesain strategi perusahaan, antara peluang dan ancaman eksternal dengan kemampuan internal, yang memadai dan berpedoman pada pilihan alternatif dari "strategi besar" (grand strategy), kemudian didukung dengan menumbuhkan kapabilitas inti, yang merupakan kompetensi khusus dari pengelolaan sumber daya perusahaan. Kompetensi tersebut, diciptakan melalui strategi generik milik Porter, seperti strategi biaya rendah, diferensiasi dan fokus, serta didukung oleh nilai-‐nilai budaya yang relevan. Inti dari teori kompetensi ini sebenarnya, sering dikemukakan oleh para ahli seperti Gary Hamel, C. K , Prahalad dan H. Mintzberg.
Gary Hamel dan C. K. Prahalad dalam karyanya Competing for the Future (1994), mengemukakan beberapa definisi kompetensi inti sebagai berikut :
1. Kompetensi inti menggambarkan kemampuan kepemimpinan, dalam serangkaian produk atau jasa.
2. Kompetensi adalah sekumpulan keterampilan dan teknologi, yang dimiliki perusahaan, untuk dapat bersaing.
3. Kompetensi inti adalah keterampilan yang memungkinkan perusahaan, memberikan manfaat fundamental kepada pelanggan.
147
4. Sumber-‐sumber kompetensi secara kompetitif merupakan suatu keuni-‐ kan bersaing dan memberikan kontribusi terhadap nilai biaya konsu-‐ men.
Menurut Mahoney dan Pandian (1992), untuk menghadapi persai-‐ ngan, yang semakin kompleks dan mengalami krisis eksternal, maka peru-‐ sahaan kecil dapat menggunakan teori "strategi berbasis sumber daya" (resource-‐based strategy). Teori ini dinilai potensial, untuk memelihara keberhasilan perusahaan, ketika berada dalam situasi eksternal yang bergejolak, misalnya dalam keadaan krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia seperti saat ini.
Teori ini mengutamakan pengembangan kapabilitas internal yang unggul, tidak transparan, sukar ditiru oleh pesaing, memberi daya saing jangka panjang, yang melebihi tuntutan pasar saat ini dan kebal terhadap resesi. Menurut teori ini, sumber daya perusahaan, berupa tanah, teknologi, tenaga kerja (termasuk kapabilitas dan pengetahuan), modal dan kebiasaan rutin, dapat dikelola secara khusus, untuk memperoleh keuntungan yang terus-‐menerus dari persaingan.
Oleh karena itu, menurut "teori berbasis sumber daya" (resource-‐ based theory) yang dikutip oleh Schoemaker (1980), pusat perhatian perusahaan, dalam menciptakan keunggulan daya saing, untuk mencari keuntungan besar, seperti yang dikemukakan oleh Porter (1985) merupakan strategi jangka pendek statis, karena untuk meraih keuntungan yang berkesinambungan, diperlukan adanya daya saing jangka panjang (Albert Wijaya, 1993 : 47).
Untuk meraih keuntungan yang berkesinambungan, perusahaan harus berusaha mencari dan menumbuhkan kapabilitas khusus, dari semua sumber daya, yang mungkin belum dimanfaatkan secara optimal dan dapat diubah menjadi peluang produktif yang unik, diantaranya melalui pencarian ide-‐ide baru atau wawasan manajemen yang lebih luas secara terus-‐ menerus. Menurut teori ini, perusahaan dapat meraih keuntungan, melalui penggunaan sumber daya yang lebih baik, yaitu dengan :
1. Pola organisasi dan administrasi yang baik.
2. Perpaduan aset fisik berwujud, seperti sumber daya manusia dan alam, serta aset tidak berwujud seperti kebiasaan berpikir kreatif (Penrose, 1985) dan keterampilan manajerial.
3. Budaya perusahaan.
4. Proses kerja dan penyesuaian yang cepat atas tuntutan baru.
Baik teori strategi dinamis maupun strategi berbasis sumber daya, kelihatannya sangat relevan, apabila diterapkan dalam pembangunan dan pengembangan perusahaan kecil di Indonesia, yang dihadapkan persaingan bebas dan krisis ekonomi yang berkepanjangan seperti saat ini. Perhatian utama, harus diletakkan pada keunggulan daya saing, untuk menciptakan nilai tambah yang tinggi melalui potensi sumber daya alam (lokal) yang ada dan kapabilitas sumber daya manusia, yang dibekali dengan ilmu pengeta-‐ huan dan keterampilan yang tinggi.
Dengan menggunakan strategi berbasis sumber daya, dunia usaha Indonesia akan bangkit dan berusaha, untuk menciptakan kapabilitas khusus dari sumber daya internal perusahaan, serta tidak lagi terlalu mengandalkan strategi kekuatan pasar, seperti monopoli dan fasilitas pemerintah. Perusahaan kecil dapat tumbuh cepat, apabila berani berpikir kreatif dan mengetahui cara mengembangkan sumber daya internal secara kreatif.
Dalam konteks persaingan global seperti saat ini, perusahaan kecil harus mengalihkan strategi pada penggunaan sumber daya internal. Strategi pengembangan perusahaan, harus mengarah pada keahlian khusus secara internal, dapat menciptakan produk unggul, untuk memperbesar pangsa produksi. Hal ini dapat dilakukan, melalui pangsa produksi (manufacturing share), yaitu perusahaan yang muncul pada berbagai produk, yang mempunyai berbagai komponen penting yang sama dan tidak lagi mencari pangsa pasar pada produk konsumen akhir seperti masa lalu. Strategi berbasis sumber daya ini, menurut Albert Widjaja (1993 : 47), lebih murah dan ampuh, karena usaha kecil dapat memanfaatkan sumber daya alam dan tenaga kerja lokal.
Dari teori berbasis sumber daya tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks persaingan bebas seperti saat ini, para wirausaha harus menggunakan strategi pengelolaan usahanya. Strategi pengembangan perusahaan, baik yang baru maupun yang sudah lama, harus mengarah pada penggunaan sumber daya internal, dengan mengarah pada keahlian khusus, yang dapat menciptakan produk yang unggul, untuk memperbesar pangsa produksi produk konsumen akhir. Dengan strategi tersebut, para wirausaha dapat lebih berkembang dalam persaingan lokal, nasional, maupun internasional.
Menurut Grant (1991) yang dikutip oleh Albert Wijaya (1994), terdapat beberapa langkah yang dapat digunakan, untuk mengembangkan strategi berbasis sumber daya, di antaranya :
1. Mengidentifikasi dan mengklasifikasi sumber daya. Sumber daya tersebut berupa :
a. Teknologi.
b. Kapabilitas karyawan. c. Paten dan merek. d. Kemampuan keuangan. e. Kecanggihan pemasaran f. Pelayanan pelanggan.
g. Lebih lanjut, sumber daya tersebut, diklasifikasikan menjadi : h. Sumber daya finansial.
i. Sumber daya fisik. j. Sumber daya manusia. k. Sumber daya teknologi.
l. Sumber daya reputasi organisasi.
149
2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi kemampuan atau kapabilitas.
Kapabilitas diartikan sebagai apa yang dapat dilakukan oleh perusahaan, melalui kerjasama tim (bukan perorangan), dengan tujuan untuk mengembangkan berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan. Kapabilitas tersebut, mengintegrasikan ide baru, keterampilan dan pengetahuan lain, sehingga menjadi kunci dalam berpikir kreatif.
3. Menyortir dan mengembangkan kapabilitas, untuk diterapkan di pasar dan untuk mencapai keuntungan yang tinggi, secara berkesinambungan, sehingga sulit ditiru atau disaingi. Pada tahap ini, kapabilitas perlu dipelihara dalam hal :
a. Daya tahan, yaitu perlu untuk terus diperbarui atau dimodifikasi, dengan mencari pengetahuan dan ide-‐ide yang baru.
b. Tidak boleh transparan, tetapi harus mengembangkan kapabilitas yang beragam dan tidak menggantungkan salah satu sumber kapabili-‐ tas, sehingga sulit diamati atau direkonstruksi oleh orang lain. 4. Memformulasikan strategi pengembangan sumber daya inti dan kapabili-‐
tas seefektif mungkin, pada semua kegiatan manajemen. Sementara itu, perusahaan harus mempelajari perkembangan manajemen dan kemung-‐ kinan-‐kemungkinan masa depan, untuk mempertahankan daya saing perusahaan secara berkesinambungan.